Crossroads (2)

Sebelumnya: Yuna, yang mengatakan akan pergi sebentar ke minimarket, terlambat pulang begitu lama. Ketika teman-temannya menanyakan keadaannya, ia justru mengirim pesan berantai penuh kemarahan di grup obrolan kelas dan keluar dari grup tersebut. Jaehyun pun memutuskan Yuna 'menghilang' dan memulai pencarian yang melibatkan seluruh 3-E ....

***

Setelah makan malam yang tergesa-gesa, Jaehyun membagi 3-E untuk pencarian Yuna dalam empat kelompok. Tiga mencari di luar, satu tinggal di vila, bersiaga kalau-kalau Yuna kembali. Pencarian dimulai pukul enam seperempat. Berdasarkan keterangan ibu Yuna dan keadaan mereka yang terbatas tenaga, Jaehyun memprioritaskan jalur 1 kilometer dari vila ke minimarket di mana ibu Yuna terakhir melihatnya, jadi setiap kelompok mencari dalam radius 300 meter. Karena hari sudah gelap, Jaehyun menekankan betapa pentingnya anggota masing-masing kelompok untuk tidak berpencar.

Yibo, Pimook, dan Lisa menjadi kelompok yang pertama memisahkan diri dari kelompok besar; tugas mereka menyisir 300 meter pertama dari vila. Saat mereka masuk pos polisi terdekat untuk melapor sebelum mulai berkeliling, Jaehyun dan lima orang lain meneruskan perjalanan. Belum jauh, mereka melewati minimarket yang biasa mereka kunjungi selama liburan—dan Jaehyun berhenti di depannya, menatap lamat.

"Kau mau apa? Jangan memperlambat pencarian, Jung Jaehyun!"

Teriakan Chaeyeon begitu melengking hingga Jaehyun terpaksa berpaling padanya. Gadis itu merupakan satu lagi anak perempuan yang keluar. Ia menolak menjadi tim yang tinggal, membuat kekacauan sampai Jaehyun mengizinkannya pergi. Selain untuk menghindari keributan yang lebih besar, Jaehyun juga mengerti betapa besar kecemasan Chaeyeon terhadap Yuna, bahkan mungkin lebih besar dari kebanyakan siswa 3-E.

"Jalanlah duluan. Aku akan menyusul," jawab Jaehyun kalem dan berbalik masuk minimarket. Tanpa menoleh ke belakang, ia tahu Chaeyeon sudah hampir marah-marah lagi andai Seokmin dan Mingyu tidak mencegahnya.

Jaehyun memasuki minimarket bukan untuk berbelanja, sebenarnya, tetapi ia tetap mengambil sebotol kecil air mineral dari kulkas agar 'pantas'. Tujuan aslinya adalah rak makanan ringan. Sebelum meminjam sepedanya, Yuna berkata sudah mengunjungi minimarket ini, yang berjarak 500 meter saja dari vila. Menurut pengakuannya, keripik kentang kimchi habis stok, jadi ia kembali lagi buat meminjam kendaraan menuju minimarket yang lebih jauh. Ironisnya, Jaehyun sekarang mendapati sebaris penuh keripik kimchi di rak, seolah-olah belum ada yang membeli seharian.

"Permisi," panggil Jaehyun pada seorang pegawai paruh baya yang baru saja mengisi rak. "Apakah keripik ini masih ada tadi pagi?"

"Tentu saja!" Jawaban semringah pegawai toko itu justru membuat bahu Jaehyun melungsur. "Keripik itu sangat digemari belakangan ini. Kau mau beli?"

"Ya ... mungkin besok." Jika keadaan sudah membaik, tambah Jaehyun dalam hati sebelum melanjutkan dengan kebohongan. "Saya sangat menyukai merek ini, tetapi stoknya masih banyak di rumah. Teman saya juga menyukainya."

"Begitu? Sebelum keduluan temanmu, lebih baik belilah," canda si pegawai sambil mengangkat keranjang barangnya yang sudah kosong. Jaehyun ikut tertawa meski setengah hati.

"Dia sudah ke sini tadi pagi dan katanya kehabisan. Omong-omong, teman saya seorang gadis tinggi berkuncir kuda."

Detail terakhir yang Jaehyun sebutkan agak janggal buat seseorang yang cuma mencari makanan ringan, tetapi si pegawai tidak memedulikan. Ia cepat menyangkal bahwa tokonya kehabisan stok keripik kentang kimchi, mengatakan bahwa para pegawai selalu memastikan setiap rak terisi jika barangnya ada, lebih-lebih barang yang sedang diburu. Semakin curiga, Jaehyun akhirnya menanyakan soal kunjungan Yuna.

"Aku tidak berjaga siang," dan si pegawai bertanya ke kasir yang bertugas dari pagi. Negatif. "Sepertinya tidak ada pelanggan seperti itu hari ini."

"Baiklah, terima kasih atas jawabannya, Pak."

Jaehyun menjaga senyumnya hingga si pegawai kembali ke gudang, lalu membayar airnya. Ia langsung meneguk air sekeluarnya dari minimarket untuk meredam desir darahnya. Dibenahinya urutan dugaan kepergian Yuna: kesengajaan gadis itu menempati posisi teratas.

Sebegitu tidak inginnya kau kami temukan? batin Jaehyun. Kelas yang menyakitimu akan bubar setelah evaluasi bulanan. Mengapa tidak memberi kami sehari saja kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Setelah itu, kau bebas untuk melupakan kami yang telah melukaimu.

Namun, Jaehyun sekali lagi sadar bahwa Yuna berhak memilih untuk tetap mendendam. Gadis itu masuk 3-E dalam keadaan sehat dan menjadi kacau pada penghujung semester—semua karena niatnya menolong penghuni kelas itu meski beberapa mungkin tak tertolong.

Mendesah panjang, Jaehyun berjalan menjauhi minimarket. Ia bertemu Jungkook yang sedang menyusuri muka sebuah gang, tidak terlalu jauh dari Mingyu dan Junhoe.

"Dapat sesuatu?"

Jungkook menggeleng. "Kau?"

"Cuma bukti yang menguatkan dugaan kalau Yuna tidak mau dicari."

"Hah?" Alis Jungkook terangkat, entah karena suara Jaehyun yang selirih gumaman atau pernyataannya yang mengejutkan. Ketika Jaehyun mengulang jawabannya, Jungkook juga menghela napas berat, tak jauh berbeda dari sang ketua kelas ketika pertama menarik kesimpulan itu.

"Yah, itu toh hanya dugaan." Jaehyun mengedikkan bahu. "Kita tetap harus berusaha menemukannya."

"Tapi, kau benar." Tangan Jungkook mengepal di sisi paha. "Dia terlalu simpatik dan kita terlalu egois sampai menghancurkannya. Wajar kalau dia pergi."

"Yuna tak akan suka mendengar itu," kekeh Jaehyun getir sebelum menepuk pundak Jungkook. "Tapi, kau tahu kan apa yang harus kaulakukan setelah pencarian ini?"

Melihat wajah bingung pentolan tim fisika itu, Jaehyun menatap ke depan. Mingyu terlihat kecil sekali dari tempat Jaehyun dan Jungkook, tetapi Junhoe masih cukup dekat. Sontak, Jungkook menyadari sesuatu dan terpicu. Tangannya terangkat untuk menepis telapak yang masih melekati bahunya, tetapi tangan itu berhenti di awang-awang. Alih-alih, ialah yang menarik diri.

"Sialan, Jung Jaehyun." Jungkook mengerutkan kening ke arah ketua kelasnya. "Sialan kau."

Jaehyun menerima umpatan itu dengan lapang dada dan melangkah lagi menuju wilayah pencariannya sendiri. Ya, dia memang sialan, tetapi Yuna telah mengubah sisi buruk yang ingin dienyahkannya menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan. Sisi buruk itu sudah berani mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memaafkan—meski sekarang belum ada kesempatan.

Taman kota berjarak kurang lebih 100 meter dari minimarket sebelumnya. Jaehyun baru akan menyisir tempat itu ketika melihat sepasang muda-mudi duduk membelakanginya di kursi taman. Pakaian mereka familier—dan tangan kanan si pemuda berperban.

"Seokmin?" panggil Jaehyun ragu. "Chaeyeon?"

Gadis ber-cardigan khaki kontan bangkit dari bangku. Tampaklah mukanya yang sembap memerah begitu berbalik. Itu memang Chaeyeon—yang tak lagi tersisa keanggunan dan sikap manisnya. Ia melesat ke arah Jaehyun dan merenggut kerah kaus Jaehyun.

"Jung Chaeyeon!" pekik Seokmin, mencoba menghentikan si gadis dari jauh sambil tergesa berjalan mengikutinya.

"Bajingan!" Kemurkaan Chaeyeon menyala-nyala di matanya yang tergenang. "Ini tidak akan terjadi kalau bukan karenamu!"

Jaehyun bergeming, bahkan ketika Seokmin sudah menurunkan tangan Chaeyeon dari lehernya.

"Nona Jung," entah sudah berapa kali Jaehyun tersenyum hari ini; semuanya hampa, "tadinya aku ingin menyuruhmu bercermin—"

"Kau yang harus bercermin!" salak Chaeyeon. "Mau sampai kapan kau bermain menjadi Jung Jaehyun yang tak bercela? Yuna sudah tahu keburukanmu!"

"Karena itulah, kupikir perintah bercermin itu mestinya kutujukan untuk diri sendiri." Jaehyun merapikan kausnya. "Yuna mendatangi kita dengan begitu banyak cinta dan menginginkan kawan-kawannya saling menyayangi. Jadi, bahkan ketika tidak terlihat olehnya, aku tidak mau membenci lagi, terutama membencimu."

Selagi Chaeyeon mengatupkan rahang dan mengatur napas, Jaehyun menghampiri Seokmin. "Sudah menemukan sesuatu?"

"Belum. Aku bertanya pada orang yang menyapu taman dan tidak melihat seorang pun seperti Yuna," jawab Seokmin. "Maaf, tadi kami berhenti sebentar karena Chaeyeon merasa lemas."

"Tak apa. Kalian mencari sampai mana? Mari sisir tempat yang belum kalian jangkau."

Seokmin mengatakan dia sudah mengelilingi separuh taman, jadi Jaehyun memulai dengan paruh lainnya. Tempat sampah dekat bangku yang berseberangan dengan bangku Chaeyeon dan Seokmin sebelumnya menarik perhatiannya.

"Banyak sekali gumpalan tisu di sini." Seokmin, yang baru menyadari kejanggalan tempat sampah itu, menyuarakan kecurigaan Jaehyun.

"Ya, dan ada kantong plastik di dekatnya," timpal Jaehyun. Tatapan Seokmin dan Chaeyeon kontan beralih pada kantong plastik kecil berlogo 'GS25' di situ.

"Memangnya kenapa? Apa hubungannya dengan Yuna?" tanya Chaeyeon sengau, jengkel. Jaehyun tak menjawab, Seokmin tepekur sejenak, lalu pemuda yang berkacamata memperoleh gagasan.

"Itu logo minimarket yang Yuna tuju pagi ini." Seokmin segera menatap Jaehyun. "Ibu Yuna menurunkannya di GS25, kan? Kalau sampah-sampah tisu ini miliknya, berarti dia bisa saja hilang dalam perjalanan menuju vila."

"Bisa juga tidak berarti apa-apa." Jaehyun meredam buncah harapan Seokmin, tidak ingin mereka dikecewakan ekspektasi. "Kita cari dulu dengan saksama di sini. Ah, dan sepertinya, ada petugas keamanan lain yang baru datang. Dia mungkin berjaga juga tadi pagi."

"Aku akan bertanya padanya!"

Sebelum Jaehyun sempat mengatakan sesuatu, Seokmin sudah meninggalkan putra-putri Jung berdua. Jaehyun hampir berjalan menuju sisi taman lain yang ditumbuhi pepohonan rimbun ketika Chaeyeon berujar.

"Kami menghabiskan siang bersama di sini."

Jaehyun melirik Chaeyeon kurang tertarik.

"Di tempat ini pula, dia menyuapiku dan bersikap seperti—seperti Eomma," sambung Chaeyeon gemetar, "tapi aku memintanya berhenti. Aku tidak mau mengenang Eomma lagi .... Dalam ingatanku, dalam ingatanku beliau—"

... meninggal dalam keadaan tergantung dari langit-langit, di vila yang sekarang kita tempati. Tangan Jaehyun mendadak melembap. Tolong jangan ungkit itu, Jung Chaeyeon.

"Kenapa aku melakukan itu?" Bukannya menuntaskan kalimat sebelumnya, Chaeyeon malah merengek. "Dia cuma ingin bersikap baik sebagai sahabat, sebagai Choi Yuna, bukan sebagai yang lain .... Bagaimana kalau aku tidak bisa menemuinya lagi? Jiho cuma bajingan lain, tetapi Yuna ... Yuna .... Aku tak akan pernah punya sahabat seperti dia lagi ...."

"Bukan cuma kau yang akan kehilangan, tetapi kita semua di 3-E, mungkin juga keluarganya dan Jung Eunbi." Jaehyun menanggapi beku, membendung emosinya. "Aku mengerti perasaanmu, Jung Chaeyeon-ssi, tetapi tolong jangan mengungkapkannya sekarang."

"Kau tidak mengerti!" bentak Chaeyeon—dan pada titik ini, Jaehyun mengernyit kesal. "Sejak awal kelas tiga, sejak aku melihat kekagumanmu padanya, aku selalu berusaha menghancurkannya!"

"Tolong tenanglah, Chaeyeon," kata Jaehyun.

"Kau selalu berusaha menarik perhatiannya karena menyukainya, kan? Tapi, aku?" Chaeyeon meremas pakaiannya di bagian dada. "Aku cuma tahu bagaimana cara membencinya ketika dia selalu menyayangiku! Sekarang, ketika aku sadar, rasanya begitu buruk!"

"Jung Chaeyeon, mari duduk sebentar." Baru saja kembali setelah menanyai petugas taman, Seokmin tergopoh memegang bahu si gadis Jung—hanya untuk ditepis kemudian.

"Ini begitu menyakitkan! Aku mungkin tak akan mendapat kesempatan untuk dimaafkan! Aku—"

Sebelum kalimat Chaeyeon tuntas, Jaehyun sudah berjalan cepat ke arahnya, lalu mencengkeram kedua sisi rahang gadis itu dengan tangannya yang besar.

"Inilah mengapa aku memintamu untuk tinggal, Gadis Sinting," geram Jaehyun dengan napas memburu; Seokmin berusaha melepaskan tangan itu dari wajah Chaeyeon, tetapi kekuatan satu tangannya yang tak terbakar ternyata kurang. "Kau hanya menghambat kami dengan semua penyesalanmu yang sia-sia. Waktu kita semakin tipis dan Yuna masih belum ditemukan, itu karenamu!"

"Jaehyun, melukainya akan melukai Yuna juga!" Seokmin memperingatkan hingga cengkeraman Jaehyun di wajah Chaeyeon melonggar. "Cukup. Ingat prioritas kita."

Benar; menemukan Yuna adalah yang terpenting saat ini—dan melukai Chaeyeon, selain melukai Yuna, juga menghancurkan Jaehyun sendiri. Bukankah kebenciannya tidak membawa apa-apa selama ini, kecuali rasa sakit yang ditolaknya mentah-mentah? Waktu tak akan berputar mundur, tetapi masa depan bisa diperbaiki meskipun butuh waktu. Menyadarinya, Jaehyun menurunkan tangan.

"Jika kau ingin menyesali semuanya, lakukan setelah menemukan Yuna, Chaeyeon."

Chaeyeon menggigit bibir, kentara betul ada yang masih disembunyikannya, tetapi tetap diam. Jaehyun pun menoleh pada Seokmin. "Petugas taman bilang apa?"

"Berita bagus." Seokmin tersenyum. "Petugas itu sempat membantu Yuna di depan GS25."

Sontak Chaeyeon membalikkan badan. "Sungguh?"

"Ya. Dia dimintai tolong seorang gadis berkuncir kuda berkaus putih yang dilapisi baju motif kotak-kotak." Baju Yuna, gumam Jaehyun perlahan. "Petugas itu membantunya memperbaiki sepeda, lalu Yuna bersepeda ke selatan."

Yang berarti, Yuna kembali ke arah ibunya pergi, menjauhi vila. Kemungkinan besar dia berada di luar 1 kilometer yang mereka susuri. Jantung Jaehyun berdegup kencang oleh harapan baru. "Kapan petugas itu bertemu Yuna?"

"Sekitar pukul lima atau setengah enam."

Timing yang serasi; ibu Yuna menurunkannya di minimarket itu pukul setengah lima. Yuna bisa saja berputar balik setelah mengunjungi taman ini, yang sebenarnya janggal, tetapi segala hipotesis layak diuji.

"Kita bertiga akan langsung mencari ke selatan GS25," putus Jaehyun. "Wilayah itu lebih ramai dari sekitaran vila, seharusnya lebih banyak orang yang melihatnya melintas. Bagaimana?"

Seokmin menyetujui sebelum Jaehyun mengatupkan sempurna bibirnya, maka sang ketua kelas berpaling pada Chaeyeon yang kuyu.

"Terserah .... Apa pun itu," sebutir air mata Chaeyeon jatuh lagi—dan untuk pertama kali, hati Jaehyun mencelus karenanya, "yang penting Yuna selamat ...."

"Kau masih kuat jalan? Salah satu dari kami bisa mengantarkanmu pulang kalau kau lelah."

Chaeyeon menggeleng, maka Jaehyun memimpin perjalanan ke selatan. Meskipun ingin sekali mempercepat langkah, entah bagaimana ia tak mampu melakukannya. Seperti Seokmin yang berjalan penuh kesiagaan di sebelah Chaeyeon, Jaehyun pun menahan tungkainya agar tak meninggalkan mereka. Ini mengingatkannya pada masa-masa SMP, di mana ia melakukan hal sekecil apa pun dengan Chaeyeon dalam pikiran, bahkan jika itu sesederhana menyamakan laju langkah mereka.

Setelah pencarian ini, aku akan meluruskan semuanya denganmu kembali, Chaeyeon-ie. []

persevere, Liana, persevere!!! you can end this!!! XD

terima kasih semuanya sdh membaca!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top