Bitter Chunks (2)
CAREFUL, THIS IS A DOUBLE UPDATE!
---
Makan malam hari ini japchaebap yang dihidangkan bersama teh gandum dingin. Semula mengira teman-teman mereka memuji berlebihan, kru memasak pimpinan Jaehyun terkesima sendiri ketika bersantap. Yuna termasuk; ia tidak menyangka mi ubi manis yang ditumis dengan sayuran ini bisa terasa begini unik. Memang Jaehyun sebagai 'koki kepala' melakukan sedikit modifikasi dengan udang dan jamur karena tidak punya daging sapi, juga meletakkan semangkuk saus pedas di mangkuk terpisah buat yang suka tantangan. Memadukan keduanya membuat si japchae manis, pedas, dan gurih di saat bersamaan. Lisa sampai harus berjaga di depan dapur untuk memperingatkan cowok-cowok yang mau tambah kalau japchae mereka sudah habis.
"Aku ternyata bisa masak seenak ini." Yuna memasang muka terharu.
"Itu kan karena arahan Jaehyun," kekeh Seokmin. "Coba bikin sendiri kapan-kapan. Pasti tidak bisa."
"Bisa, kok! Nanti aku minta diajari sang master!" Telapak Yuna terangkat ke arah Jaehyun yang sibuk mengunyah hingga pipinya menggembung. Kalau dilihat begini, Jaehyun manis sekali, macam anak-anak di iklan produk makanan.
Padahal ia terlihat seperti bocah, tapi kok pipiku tetap panas?, tanya Yuna jengkel dalam hati seraya menurunkan telapaknya.
"Hakhu dhufu bufwat fini wafu kochil."
"Hah?" Yuna dan Seokmin sama-sama meminta pengulangan. Gara-gara mulutnya penuh, kalimat Jaehyun terkemu bersama japchaebap, maka sang koki kepala mempercepat kunyahan dan segera menelan.
"Ini masakan yang kupelajari pertama kali waktu kecil," ungkap Jaehyun. "Membuatnya mudah karena tinggal merebus dan mencampur, tetapi rasanya tidak kalah dengan makanan yang sulit. Aku bahkan memenangkan lomba memasak di SD dengan makanan ini."
"O, kamu pernah memenangkan lomba memasak?" Yuna bertepuk tangan kagum. "Sesuai harapan, memang tak ada yang tak ketua kelas kita kuasai!"
Jaehyun mengusap tengkuk malu. "Cuma itu lomba memasak yang kuikuti sampai sejauh ini. Kalau melawan gadis-gadis, aku sudah pasti kalah."
"Kau tidak bakal kalah kalau melawan Lisa," celetuk Pimook. Lisa memitingnya.
"Sebentar, lomba memasak itu—jangan-jangan yang kauikuti di kelas empat? Yang ada di album foto, kan?" tanya Sicheng polos. Hampir semua mata kontan tertuju ke arahnya yang sedang makan di lantai dekat sofa ruang tengah.
"Album foto?" Alis Mingyu terangkat, binar kejahilan bermain-main pada matanya. "Di mana dia meletakkan itu?"
"Ya, ya, baiklah. Kalian bisa membahas itu nanti," Jaehyun menyela seolah ingin menutupi sesuatu, "tapi sekarang, yang penting makanannya habis dulu."
"Jaehyun panik!" tuding Minghao yang sesemangat sahabatnya. "Berarti album masa kecilnya pasti berisi kenangan memalukan!"
"Kau bilang pernah berkunjung ke sini, jadi kau pasti tahu letak album foto itu, kan?" Jungkook bertanya datar pada Sicheng sebelum menyuap nasi, tetapi rasa penasarannya tak dapat disembunyikan.
"Dong Sicheng, minus 25 poin kalau kau membocorkannya. Aku punya stok minuman jeruk dan saus ikan, lho," ancam Jaehyun, tetapi yang diancam malah makin ceplas-ceplos.
"Seingatku sih ada di laci meja teve di ruang media, tapi entahlah kalau sudah dipin—"
Belum terkatup bibir Sicheng, trio fisika plus Minghao telah meninggalkan piring mereka untuk mencari album foto itu. Mina menggeleng-geleng heran, tidak habis pikir mengapa kawan-kawannya begitu tidak beradab, sedangkan Yiyang di sebelahnya tertawa kecil sambil menyikut sang kekasih. Yang disikut berhe-he-he dengan raut lugunya, tidak khawatir pada ancaman saus ikan Jaehyun karena tahu itu bohongan. Lihat, Jaehyun sekarang hanya mengembuskan napas panjang dan menutup wajah, masih tersenyum.
"Aku tidak yakin 'hal memalukan' Jaehyun itu memalukan sungguhan." Yuna menyudahi makan dengan segelas air. "Memangnya ada foto macam apa di situ?"
"Itu memang memalukan, kok, soalnya aku dulu," Jaehyun sedikit memalingkan wajah, "gendut sekali."
Bukannya malah imut?, Yuna tak dapat mengerem pikirannya sendiri. Jaehyun kecil yang gembul dan pintar masak—astaga, membayangkannya saja Yuna sudah ingin pingsan bahagia.
"Ya, kami tidak bisa menemukannya!" seru Pimook dari ruang media.
"Di sini cuma ada buku cerita bergambar!" sambung Minghao.
"Dong Sicheng, kemari kau dan tunjukkan kami albumnya!" teriak Mingyu.
"Aish, mereka sungguh berisik." Seokmin buru-buru meletakkan piring kosongnya di cucian sebelum menyusul kawannya ke ruang media, hendak menyuruh mereka meneruskan makan. Yuna pun memasukkan perangkat makan ke bak cuci, menunggu Sujeong selesai mencuci gelas.
"Pasti sudah dipindah, deh. Rumah musim panas ini kan sudah lama tidak dikunjungi," duga Yuna, diam-diam ingin sekali menyaksikan bagaimana rupa Jaehyun mungil.
"Tidak. Album itu masih di sini."
Lirihnya suara Sujeong kadang membawa keuntungan. Kalimatnya jadi tidak mencapai Jaehyun yang masih sibuk menggelitiki Sicheng sebagai hukuman. Yuna merapat pada gadis ikal itu untuk mencari tahu.
"Apa kita bisa melihatnya nanti?"
Sujeong mengangguk senang, barangkali sama antusias untuk mengulik rahasia masa kecil mantan pacarnya.
"Setelah semuanya meninggalkan ruang tengah, mari kita mengecek rak buku di sebelah teve."
Yuna membelalak. Ditengoknya rak kayu putih yang dimaksud. Tidak banyak buku yang diletakkan di sana, maka sebuah album foto hitam berukuran sedang bersampul polos sebenarnya cukup menarik perhatian di antara eksemplar-eksemplar tipis.
Anak-anak cowok sangat tidak jeli!
Ruang tengah dan area dapur akhirnya kosong. Sebagian besar dari mereka berkumpul di ruang media karena trio fisika tadi menemukan koleksi film lawas dalam meja teve dan memutuskan untuk maraton nonton. Chaeyeon kembali menyendiri ke kamar, sedangkan Junhoe—yang ditinggal Yibo menonton—memilih duduk di tepi kolam renang. Sendiri. Tanpa gitarnya. Tumben sekali. Yuna sempat mengawasinya beberapa saat dari pintu kaca belakang, merasa iba melihat sosok kesepian itu, tetapi Sujeong memanggilnya dengan ceria dan volume kecil.
"Ini dia albumnya!"
Yuna dan Sujeong mengambil tempat yang nyaman di sofa. Memastikan mereka tidak bakal kepergok, Sujeong kemudian membuka album tersebut. Di pojok kiri atas halaman pertama yang kosong, tertulis dengan hangul kecil-kecil rapi: 'putra kami yang berharga, Jaehyunie, jadilah tampan dan baik hati di masa depan!'
"Orang tua Jaehyun pasti sangat menyayanginya." Sujeong menyuarakan pemikiran Yuna.
Halaman kedua baru terisi foto. Yuna memekik tertahan.
"Imut sekali!"
Wajah bulat bayi yang sedang tertawa sambil memeluk guling di foto pertama, tidak diragukan lagi, adalah milik Jaehyun. Ada jejak-jejak lembut yang masih terbawa dari foto itu ke paras ceria Jaehyun sekarang, beberapa hal yang jika digabungkan langsung mengingatkan yang melihat pada sosok sang ketua kelas. Perempuan yang memangku Jaehyun di foto kedua punya ciri khas wajah yang mirip sang putra, sementara lesung pipit Jaehyun jelas menurun dari pria tinggi di sebelah perempuan tadi. Yuna ingat laki-laki ini—dalam versi yang lebih tua—masuk ke ruang gawat darurat bersama Jaehyun setelah kekacauan yang ditimbulkan 3-E.
Jadi, yang waktu itu datang ayah Jaehyun, ya?
Beberapa foto bayi kemudian, Yuna dan Sujeong tiba pada lembaran di mana Jaehyun berusia dua atau tiga tahun. Benar, ia gembul sekali, tetapi itu—juga rambutnya yang diklimiskan berlebihan—tidak mengurangi ketampanannya. Dia terlihat manis saat meniup dua lilin di atas kue ulang tahun berlapis krim putih. Sedikit mengejutkan mengetahui bahwa Jaehyun tidak merayakan ulang tahun dengan mewah sebagaimana anak-anak bangsawan pada umumnya. Tidak ada hiasan meriah di sekeliling; hanya topi kerucut, kue tart satu tingkat, dan dua orang tua yang membantu meniup lilin. Dibanding kesan megah dari rumah musim panas ini, Yuna lebih menyukai kesederhanaan yang hangat dalam foto itu. Jaehyun tampak sangat—normal, anak biasa yang membutuhkan cinta orang tua dan melemah tanpanya, sedangkan Jaehyun kini adalah siswa percontohan serba sempurna, persona yang cuma hidup dalam mimpi orang-orang.
Bagaimana Sujeong membelai sosok mungil dalam cetakan kertas tidak terlewatkan oleh Yuna.
"Dia tidak pernah bersikap begini rawan selama bersamaku."
'Rawan'. Sujeong memilih sebuah kata yang unik, tetapi cukup mewakili untuk menggambarkan Jaehyun cilik. Untuk pertama kali, Jaehyun terlihat lebih pantas menjadi pihak yang dilindungi daripada melindungi.
"Tidak juga denganku." Yuna tersenyum tipis, sedikit kecewa sampai ingatan tentang ciuman yang tiba-tiba usai menjenguk Junhoe menyambarnya.
"Aku telah kehabisan kata-kata untuk menolongmu. Maafkan aku."
Jaehyun nyatanya pernah meminta maaf dan mengaku bahwa dirinya punya batas dalam menolong seseorang. Bukan hanya pada ciuman pertama itu saja keputusasaan Jaehyun terungkap, sebenarnya, tetapi sang ketua kelas menyamarkannya dengan sangat baik hingga Yuna melewatkannya.
Pada liburan musim panas ini, aku pastikan segala rahasiamu akan terungkap!
Lembar album dibalik beberapa kali. Setelah usia balita yang tidak terlalu banyak diabadikan, masuklah Yuna dan Sujeong pada usia sekolah dasar. Foto-foto itu tidak memuat perempuan yang Yuna asumsikan sebagai ibu Jaehyun, jadi barangkali, perempuan itulah yang menjepret. Banyak foto diambil secara candid dalam berbagai kesempatan, dari tidur sampai memasak—oh.
"Inikah foto yang Dong Sicheng maksud?" tunjuk Yuna pada gambar di sudut kanan atas halaman. Ada Jaehyun kecil yang bibirnya mengerucut karena fokus—ciri khas yang masih lekat hingga kelas tiga ini—ketika menumis sesuatu. Di bawah foto tersebut, Jaehyun mengacungkan piala kaca dengan lambang topi koki di atasnya, tersenyum bangga pada kamera.
"Benar," jawab Sujeong. "Lihat, lihat, masih ada lagi!"
Halaman berikut-berikutnya bagaikan 'rekaman pencapaian' bagi Jaehyun muda. Disempili beberapa foto saja saat berwisata, yang dimuat dalam foto-foto selanjutnya adalah momen si bocah gembil meraih kemenangan dalam macam-macam lomba. Sains, mewarna, olahraga, bahkan kontes mengeja bahasa Inggris. Individu atau kelompok, Jaehyun selalu tampak paling bersinar di foto, entah karena paras manisnya atau kecerdasan yang ia pancarkan. Namun, pada satu foto, seorang anak lain tampak lebih berkilau. Ia punya alis tebal menukik yang familier, tetapi ekspresi yang diperlihatkannya jauh lebih polos dan senyumnya lebar hingga menampakkan gigi. Di punggungnya tersampir gitar, dua jempolnya teracung, dan tubuhnya condong pada Jaehyun yang mengangkat piala berbentuk not balok setinggi dada.
"Ini," baik Yuna dan Sujeong sama-sama mendekatkan halaman album ke wajah mereka, "Goo Junhoe?!"
Seketika sikap akrab Jaehyun dengan pelayan Keluarga Goo saat menjenguk Junhoe menjadi masuk akal. Bagaimana sang ketua kelas dengan setia mengunjungi Junhoe setiap hari selama dirawat, bagaimana ia mencemaskan Junhoe lebih dari seorang pemimpin pada anggota kelas, juga raut penyesalan yang beberapa kali ia tunjukkan setiap pembicaraan tentang Junhoe mengemuka—itu semua karena mereka pernah bersahabat dekat di masa lalu.
Yuna membalik halaman lagi. Foto yang diambil di bawah pohon sakura pada halaman selanjutnya mengonfirmasi dugaannya. Dua anak yang sama berpose dengan tangan terangkat tinggi-tinggi seolah mampu menggapai lengkung ranting bunga ceri di atas mereka. Pipi gembil berlesung satu anak dan alis menukik anak lainnya. Tidak salah lagi.
Kalau memang Jaehyun dan Junhoe pernah berteman di masa lalu, mengapa sekarang hubungan mereka jadi begitu?
"APA MASALAHMU?!"
Dua gadis di ruang tengah tersentak mendengar teriakan Junhoe yang diiringi gedebuk kencang. Album foto ditutup dan mereka berlari ke sisi kolam, di mana Junhoe yang kepala dan bajunya basah kuyup siap menjotos pemuda berkulit gelap yang terbaring di ubin. Yuna sekuatnya menahan lengan Junhoe dan berusaha menjauhkan si kepala api dari lawannya, tetapi Junhoe menepis gadis itu dengan mudah.
Mingyu berdiri dengan bantuan Sujeong, masih terhuyung. Waktu Junhoe merenggut kerah kaus polonya, Mingyu menatap nyalang.
"Goo Junhoe, sudah!" Yuna melerai, sebisanya mendorong kedua tubuh ke arah berlawanan. Junhoe sekali lagi mengempas lengan Yuna, tetapi di luar dugaan, tinjunya berhenti beberapa mili dari hidung Mingyu. Pada akhirnya, si berandal menarik kepalan tangannya.
"Kalau saja tidak berada di sini, aku pasti sudah meremukkan tengkorakmu itu, Bajingan."
Bahu Yuna tersenggol oleh Junhoe; pemuda itu tergesa masuk rumah dan Yuna yakin alasannya bukan semata untuk mengeringkan tubuh. Perhatiannya lantas tercuri oleh botol soda nyaris kosong dekat kaki Mingyu, juga puntung rokok yang tak lagi membara, yang Mingyu pungut dari sebelah botol itu.
Sebentar, apakah rokok itu milik Junhoe? Apa barusan Mingyu berusaha mematikan rokoknya dengan—
"'Berada di sini'. Padahal harusnya 'berada di sini' tidak akan memengaruhimu seperti dahulu."
Mingyu membuang puntung di tempat sampah sebelum masuk pula ke rumah tanpa mempedulikan para gadis yang terbengong.
***
Permukaan kolam renang memantulkan sinar surya sehingga terlihat panas, tetapi begitu menceburkan diri ke sana, kesegaran merangkul Mingyu. Kemarin, ia urung berenang karena Junhoe dan Yibo sudah lebih dulu berada di kolam renang, lagi pula Pimook dan Jungkook ingin mencoba ring tua yang dipaku di muka garasi. Malam kemarin sebelum tidur, Jungkook bilang tahu-tahu ingin berenang, jadi mereka bertiga bangun pagi-pagi sekali supaya bisa menjajah kolam renang paling awal.
Dengan kepala setengah terbenam di bawah air, Mingyu merenungkan isi album foto di sofa ruang tengah. Yuna dan Sujeong pasti lupa mengembalikan itu setelah kejadian di samping kolam. Iseng, Mingyu membuka album itu, berniat mencari 'kenistaan' yang coba disembunyikan Jaehyun, tetapi yang ia temukan beberapa halaman kemudian adalah wajah Junhoe. Seperti Yuna dan Sujeong, Mingyu tidak pernah tahu bagaimana rupa mantan kawannya pada masa kanak. Kendati demikian, ia tahu apa yang terjadi pada Jaehyun dan Junhoe di masa lalu.
Yang teladan. Yang bermasalah. Satu perempuan.
"Munafik. Jung Jaehyun adalah pembohong besar."
"Ya, sampai sekarang pun segala tentangnya masih kedengaran dibuat-buat. Kalau aku, sih, lebih baik dinilai jelek ketimbang berbuat tidak seperti diriku."
---
jadi seperti yg kujanjikan, semuanya: DOUBLE UPDATE! otakku masih berkabut sih jadi maaf klo editnya ga maksimal. hati2 bacanya jgn ngeskip ke sini,bitter chunks 1 dan 2 diupload di hari yg sama ^^ oh ya kalo kalian liat dialog winyang di part sblm ini, kupakein [], itu sebenernya aku mau cari chinese ver/? nya cuman bingung dan ga percaya sama translatean google. klo ada yg ngerti pm aja ya rek itu akan sangat membantuku ^^ gosh im physically drained padahal cuman duduk ngetik ga ngerjain apa2an, belajar aja kagak
anyways, bbrp saat lalu ketika nonton mv nya im ok - ikon, aku baru nyadar sweter item robek2nya june itu modelnya rada menguarkan aura-aura im in trauma u got me sick hahahhaaha *friend-shipping on another level
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top