17 || Keluarga
A/N
Ada perubahan dikit di chapter lalu.
-;-
========
17
k e l u a r g a
========
Tiap keluarga memiliki masalahnya sendiri, termasuk keluarga Riv.
Sejak kematian suaminya, Giyanti sang ibu kerja banting tulang untuk menafkahi Ganesh. Pada saat Ganesh berusia lima tahun, Giyanti bertemu dengan rekan kerjanya yang bernama Jalal. Dua tahun setelah kenal, mereka menikah dan dikaruniai satu anak bernama, yakni Riv.
Riv ingat dia hidup dengan fasilitas dan hiburan terbatas ketika masih kecil. Ayah dan ibunya sama-sama bekerja dan menabung untuk uang kuliahnya dan uang kuliah Ganesh. RIv tak bisa membeli boneka mahal seperti teman-temannya karena pengeluaran keluarga harus dihemat. Dia juga senantiasa menahan diri agar tidak membeli makanan-makanan atau banyak hal yang dia inginkan saat kecil supaya tak membebani orangtuanya. Kendati demikian, Riv perlahan paham bahwa kesabaran ini membuahkan hasil. Keuangan keluarga semakin membaik, dan orangtuanya begitu kompak untuk bekerja sama mempertahankan pernikahan dan hubungan harmonis.
Riv tak merasa kesepian atau ditinggalkan meskipun ibunya adalah wanita karier. Itulah alasan mengapa dia tak paham dengan sebagian masyarakat yang justru mengecam wanita karier karena dinilai egois terhadap anak. Itu aneh sekali baginya. Sebab Riv tak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Ya, dia tahu ibunya sibuk, tetapi ibunya menjelaskan apa alasannya dan Riv paham. Ibunya sibuk untuk dirinya dan untuk Ganesh, supaya mereka tak kesulitan secara ekonomi di masa depan nanti.
Di lain sisi, Jalal adalah ayahnya yang sangat baik. Dan, dari Jalal-lah Riv suka mempertanyakan berbagai hal. Jalal selalu memancing rasa penasaran Riv dan menantang kecerdasan anak itu. Berdiskusi dengan ayahnya sudah seperti santapan harian bagi Riv. Dia membutuhkannya sebagaimana dia butuh makan tiap hari. Dan segala barang-barang mahal, mainan anak-anak, segala bentuk hiburan mulai dipertanyakan Riv saat muda alih-alih ingin dibeli. Pertanyaan seperti, apa efek dari membeli mainan spesifik terhadap psikologis anak? Apa untung dan apa ruginya? Sehingga Riv sudah tak terlalu berselera lagi untuk membeli meski uang orangtuanya lama-kelamaan lebih dari cukup untuk membelikannya banyak hal. Riv lebih suka menganalisis. Dan ayahnya suka memberi stok bacaan baru untuknya dan untuk Ganesh.
Di usia remaja, Riv sadar betapa beruntungnya dia memiliki keluarga harmonis di saat ada banyak anak yang nasibnya kurang beruntung karena memiliki orangtua peselingkuh atau naif. Virga adalah salah satunya. Namun, Riv tahu Virga tak selemah itu. Virga adalah salah satu orang yang menggunakan kecerdasannya sebaik-baiknya dan mengubah nasibnya sendiri.
Beranjak kuliah, Riv pikir keluarganya memang sempurna dan harmonis seperti yang ada di iklan TV atau buku-buku cerita. Hanya saja, Riv lupa bahwa tak ada keluarga yang sempurna.
Sebab dua tahun lalu, ayahnya baru mengungkapkan bahwa dia adalah gay.
Riv saat itu tak tahu harus merespons apa. Dia terlalu kaget untuk berpikir. Dia pernah beberapa kali membaca kasus seperti ini, tetapi tak pernah menyangka bahwa dia akan mengalaminya langsung.
Setelah dia pulih dari rasa terkejut, otak Riv berputar untuk mencari titik pencerahan dari segala hal yang sudah dia alami bersama sang ayah. Ayahnya bukan pria brengsek. Dia sangat baik kepadanya dan kepada Ganesh. Ayahnya juga memperlakukan ibunya dengan penuh kasih dan dan menghargainya. Riv sangat sulit percaya ayahnya adalah gay karena dia pikir kemesraan ibu dan ayahnya itu sungguhan. Apa ayahnya selama ini hanya menipu tanpa dia sadari? Namun, ayahnya berkata dia sungguhan mencintai Giyanti. Dan Riv makin-makin tak paham. Bagaimana bisa? Dia tak pernah bersiap untuk kenyataan seperti ini.
Ketika Riv bertanya kenapa ayahnya tak bercerai dengan ibunya, Jalal pun menjawab, "Untuk apa cerai, Riv? Papa sayang sama ibumu, Papa juga bahagia di keluarga ini. Tapi, Papa juga nggak memungkiri bahwa Papa tertarik secara seksual ke sesama jenis Papa. Mama kamu menerima Papa seperti ini tanpa merasa harus mengubah Papa jadi straight. Mama kamu juga menerima kalau Papa mau cerai semisal pernikahan ini dirasa membebani identitas seksual Papa. Dia cuma mau Papa jujur ke dia. Dan, Papa merasa nggak ada yang jauh lebih indah dari penerimaan dan dukungan ibumu ke Papa. Rasa cinta Papa ke Mama mungkin akan sulit dipahami orang-orang, karena hubungan kami nggak bisa masuk ke dalam boks atau label manapun. Kamu mungkin sekarang nggak ngerti, tapi suatu saat pasti paham."
Kemudian Riv yang makin penasaran bertanya, "Apa Papa nggak mau coba cerai sama Mama dan jadian sama cowok aja? Mungkin itu bisa bikin Papa bahagia?"
Dan ayahnya membalas, "Papa udah bahagia sama Mama kamu. Memang ada banyak hal yang harus kami kompromikan, tapi itulah pernikahan. Ya, ada teman-teman gay Papa yang memilih keluar dari pernikahan agar bisa merasa lebih bebas dan tuntutan masyarakat. Dan itu nggak apa-apa, itu pilihan mereka. Tapi, hanya karena itu jadi pilihan mereka, bukan berarti itu juga jadi pilihan Papa. Papa nggak merasa ditekan harus menjalani pernikahan ini. Papa memang menginginkannya, Riv. Papa memang mau menikah, punya hubungan monogami dengan mamamu dan punya anak, bangun keluarga. Itu memang apa yang Papa inginkan. Untuk apa Papa korbankan itu semua di saat mamamu sendiri adalah manusia yang paling mau menerima dan suportif ke Papa?"
"Jadi, sekarang Papa jadi bisekual?"
"Entahlah, Riv. Papa merasa label-label orientasi seksual ini terlalu sempit untuk Papa. Papa masih merasa gay karena nggak merasakan hasrat seks apa pun ke perempuan-kecuali ibumu. Bisa jadi itu biseksual, bisa jadi enggak."
Dan penjelasan itu cukup. Riv melihat sendiri bahwa meski ibunya butuh waktu dua bulan untuk memahami dan akhirnya menerima sang ayah, mereka akhirnya berkompromi. Riv pikir pernikahan seperti ini pasti jarang sekali terjadi. Sebab Riv dari banyak kasus dan video yang Riv tonton, kasus seperti ini akan berakhir dengan perceraian. Namun, ayahnya tak berselingkuh dengan siapa pun. Dia hanya berkata jujur, merasa hubungannya dengan Giyanti layak untuk diperjuangkan. Dan, Riv tahu pernikahan memang lebih dari sekadar nafsu seksual.
Ibunya juga sempat berkata, "Mama pikir mungkin cinta Mama selama ini adalah cinta bertepuk sebelah tangan ke ayahmu. Apa yang udah dilakukan ayahmu ke Mama rasanya terlalu tulus untuk dianggap menipu. Tapi, setelah kami saling bicara jujur, Mama paham apa yang harus Mama lakukan. Pernikahan ini masih bisa berjalan karena baik Mama dan Papa sama-sama masih mau bekerja sama dan berkomitmen. We want this to work out, jadi kamu usaha. Mama paham kalau kamu nggak ngerti. Ini memang sulit dipahami. Tapi Mama harap kamu paham bahwa nggak ada dari kami yang merasa memaksakan diri dalam pernikahan ini. Kami memang menginginkan ini dan kami bahagia. Kami sama-sama kompromi and it's for the greater good. Mama harap kamu paham ya, Nak."
Kejadian itu sudah dua tahun berlalu.
Riv jauh lebih bisa menerimanya daripada Ganesh. Dia terpukul sekali mengetahui ayah tirinya adalah homoseksual. Ganesh agak anti dengan orang-orang pecinta sesama jenis. Itulah yang membuat hubungan Ganesh renggang dengan Jalal. Butuh waktu hingga akhirnya Ganesh mau kembali terbuka dengan ayahnya.
"Riv, gimana skripsimu?" tanya Jalal dalam perjalanan mereka ke rumah. Ganesh menyetir, ayahnya duduk di belakang, sementara Riv duduk jok depan samping Ganesh. "Lancar? Apa susah hubungin dosen kayak sebagian mahasiswa?" lanjut Jalal, terkekeh.
Riv ikut terkekeh. "Lancar kok, Pa. Dosenku rumahnya dekat kampus dan masih aktif ngajar kuliah, makanya lebih gampang buat bimbingan. Orangnya perfeksionis, tapi untungnya nggak sok sibuk." Sejenak, Riv jadi teringat Arraf. Ah kalau dia mah perfeksionis dan emang songong sok sibuk.
"Terus sampai sekarang lo masih jomblo?" tanya Ganesh, seketika membuat Jalal tertawa karena keblak-blakannya. Ganesh pun berdeham. "Sori, Dek. Bukan mau ngehina. Cuma nanya aja, penasaran."
"Gue jomblo, Kak," jawab Riv sambil memutar bola mata. "Emang kenapa?"
"Nanya aja. Biasanya teman-teman gue pada nikah sama teman sekampusnya. Kali-kali lo juga gitu. Kan, ini tahun terakhir."
Seketika pikirannya melayang ke sosok Arraf. Dan Riv kontan merutuk dalam hati. Sial. Ini pasti efek karena Arraf adalah satu-satunya lelaki yang mendekatinya sekarang. Okelah sip ini artinya gue kudu ngegebet cowok lain biar nggak kepikiran dia mulu. "Gue nggak punya pacar, Kak. Kenapa? Lo punya kenalan yang sekiranya cucok meong sama gue?"
"Ada, sih," jawab Ganes. "Tapi, nggak tahu deh dia mau sama mahkluk pemalas kayak lo apa enggak."
"Oh, teman lo ini mau cewek rajin, ya? Nggak cucok meong berarti sama gue."
"Riv kan juga bisa rajin," timpa Jalal. "Asalkan dia disogok Beng-Beng atau hal apa pun yang lagi dia pengin saat itu."
Riv menoleh ke arah Jalal dan menyengir. "Wah, Papa you know me so well. Cenat-cenut nih hatiku."
Jalal tertawa. Sementara Ganesh geleng-geleng. "Ya gue nggak tahu, sih. Bisa jadi cocok. Coba aja lo kenalan dulu. Mau dikasih kontaknya?"
"Mau. Teman kerja lo, ya?"
"Yep. Ada juga teman kuliah, sih." Ganesh memutar balik mobilnya. "Mumpung lo ngingep di rumah, sekalian aja kenalan sama mereka. Mereka tinggal di dekat sini, kok."
"Oke. Nanti kirim aja kontaknya." Riv bersandar ke punggung jok dengan santai. Kemudian, dia terpikirkan sesuatu. "Eh, Kak. Tapi kalau cowoknya terlalu om-om, gue nggak mau, ya. Bukan fetish gue."
"Iya, gue tahu. Jangan terlalu tua. Yang fisiknya nggak perlu ganteng-ganteng banget, tapi masih enak dipandang. Sisanya biar lo yang menilai sendiri lewat ngobrol."
"Yap." Riv mengangguk. "Karena gue memang menilai orang pertama kali lewat penampilan."
"Apalagi gue," ujar Ganesh. "Gue suka banget sama cewek cantik."
"Gue juga," balas Riv, kemudian segera melanjutkan, "buat dilihatin aja, sih. We all like to see beautiful creatures."
Mobil sampai di rumah Riv tak lama kemudian. Mereka pun turun setelah mobil Ganesh terparkir di garasi. Memasuki rumah, Riv melihat ibunya keluar menggunakan celemek. Riv pun tersenyum dan salim tangan kepada Giyanti. "Mama abis masak apa?"
"Goreng bakwan jagung aja, kok. Sama lagi manasin makanan buat makan malam," jawab Giyanti, mengelus lengan putrinya. Lalu menatap Ganesh dan Jalal. "Gimana tadi perjalanan? Macet?"
"Nggak terlalu, sih. Lumayan lancar," jawab Ganesh, salim tangan kepada sang ibu. "Aku masuk, Ma. Bakwan udah matang, kan?"
"Iya, tapi masih panas." Giyanti pun beralih menatap Jalal, lantas tersenyum. Dan saat itu, Riv bisa melihat mata ibunya menatap hangat ke arah ayahnya. Wanita itu salim kepada Jalal, berbincang kecil masalah harian rumah tangga pada umumnya. Sementara Riv mengamati dalam diam. Menyadari perubahan cara tatap dan cara bicara ketika orangtuanya berinteraksi berdua. Dua tahun setelah pengungkapan orientasi seks sang ayah, Riv justru merasa hubungan ibu dan ayahnya lebih kuat.
Riv tahu orang-orang di sekitarnya mengecam bahkan menindas orang-orang seperti Jalal. Dan ingatan Riv pun meluncur pada beberapa kesempatan di masa lalu, ketika sang ayah bertanya apa yang dia pikirkan tentang orang-orang dengan orientasi seksual yang berbeda dari apa yang selama ini dia percaya.
Sekarang, Riv paham kenapa ayahnya beberapa kali bertanya seperti itu, terlihat agak was-was dan khawatir menunggu jawabannya. Riv makin paham dan dia tak membenci ayahnya sama sekali hanya karena perbedaan itu. Setelah Riv banyak mencari tahu dan membaca, topik seperti ini terlalu abu-abu untuk dinilai dengan justifikasi hitam-putih. Riv sendiri kadang bingung. Namun satu yang pasti, ayahnya sudah menetapkan pilihan. Ayahnya ingin tetap bersama keluarga ini, berkomitmen pada pilihannya. Dan Riv melihat sendiri bukti dari ucapan komitmen itu dari dua tahun lalu hingga sekarang.
Riv tersenyum. Keluarganya tak sempurna, dan Riv paham bahwa memang tak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Namun, untuk harmonis tak perlu menjadi sempurna.
Ah, pikir Riv. Arraf pasti nyari cewek dari keluarga baik-baik yang 'normal'. Sementara aku nggak ada niat mau menyembunyikan hal ini ke pasanganku nanti. He should know about this. Arraf mungkin nggak paham tentang keluarga kayak gini.
Dan seperti biasanya, Riv benar; Arraf memang tak paham dengan keluarga seperti keluarga Riv.
[ ].
A/N
I think I need to clarify a few things berhubung ini topik tabu buat kebanyakan orang.
1. Ini bukan propaganda biar kalian mikir bahwa gay bisa diubah jadi straight. Jalal isn't straight.
2. Pernikahan itu tentang kompromi, komunikasi, dan komitmen. Kalau orang itu udah dewasa dan well-developed as a human being, pasti dia tahu pernikahan is more than just sexual desire.
3. Gue tahu kalian bingung dan bertanya-tanya tentang spektrum gender, sexuality, dan jenis kelamin. Ya sama sih. Gue juga masih bertanya-tanya hahaha. I've read a few journals about that, dan gue tahu ini tuh lebih kompleks daripada yang gue duga. Konklusi gue sih ya just treat them like a human being. Maaf jika konklusinya tydac memuaskan.
4. Lewat kisah Jalal-Giyanti, gue cuma nunjukkin sebuah sisi anomali - baik dari sisi orang-orang LGBT dan dari sisi orang-orang straight. Karena kan kalau udah gay, ekspektasi orang-orang adalah it's either dia embrace his sexual orientation trus jatuh cinta dan stay in relationship sama sesama jenis, atau dia mengubah diri sendiri untuk balik jadi straight (bruh, i'm not even sure that can be changed). Masalahnya, prioritas keinginan Jalal bukan hal itu. Ya dia cinta ama Giyanti dan emang mau nikah. Cinta dan orientasi seks adalah dua hal yang berbeda. Gue nggak bisa bilang ini kasus yang jarang terjadi, karena gue nemu confessions dari orang kayak Jalal di US.But Jalal-Giyanti just don't fit anywhere. I'd like to keep it that way and they are happy with their lives so it's fine.
5. Gue harap sih kalian bisa nangkep apa yg mau gue sampaikan. Bukan malah fokus di 'garis tepian' alih-alih 'garis besar' yang gue tulis (misal, terpelatuque dengan tema LGBT terus langsung kasih gue ayat dan hadist yang melaknat kaum gay, padahal topik itu cuma 'garis tepian' bukan 'garis besar' tulisan gue). Tapi gapapa deh anggap aja gue lagi ngetes rangorang nangkepnya kek mana.
6. Gue yakin sih 99,99% dari kalian gak nyangka background cerita Riv bakal kek gini - kecuali kalau kalian abis di-spoiler. Tapi gatau jugasik sapatau jalan ceritanya ketebak. Ya kalaupun ketebak juga yodehlah bukan masalah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top