The Truth, 1
"Gawat!"
Padahal bibir Sylus sudah menjamah lehernya, tetapi seruan asing membuat Ramona melonjak kaget. Jari-jari kokoh Sylus refleks menekan pinggulnya, menahan untuk tidak melepaskan diri begitu saja. Ramona menggigil di dekapan sang kaisar sementara Sylus menghela napas samar.
"Ada apa, Rodrick?"
Ramona teringat pria yang baru saja menerjang masuk ke mansion. Itu pelanggan baru di Cunning Cats minggu lalu. Melihatnya melangkah mendekat membuat Ramona kebingungan. Terlebih-lebih ketika Sylus mengenalinya.
Rodrick tak segera menjawab. langkahnya melambat. Mulutnya menganga melihat kengerian yang terbentang di sekujur dinding, merusak lapisan cat dan merobek tirai tebal. Darah menyusut dari wajahnya yang memucat. Maklum, ia hanya seorang manusia.
Pria berkumis itu menyentak diri dari keterkejutan. Matanya membulat garang saat menatap Ramona dan Sylus bergantian. "G-gawat, Bos." Napasnya memburu. "Poster-poster dipasang di seluruh penjuru kota. Nona Peracik jadi buronan."
Darah Ramona berdesir.
Kabar itu memadamkan api rangsangan di dalam diri. Jantungnya berdetak kencang. Memori-memori yang lebih tua daripada cambukan Mami Montez perlahan timbul ke permukaan, merangkak dari sudut tergelap alam pikiran. Segera setelah mendengar poster yang mendakwa dirinya sebagai buronan, teringat Ramona akan dingin jeruji dan silau cahaya kamera.
Menjadi buronan ... di Kota Malam ... akan seburuk apa nasibnya?
Jika dipikir kembali, Ramona adalah serendah-rendahnya sosok di Kota Malam. Pelacur masih dipuja, gelandangan masih dibiarkan. Namun Ramona dicambuk dan terancam diperas nadinya. Ia memang tidak tidur di emperan toko atau menggali tong sampah, tetapi ia selalu dipastikan tertekan setiap waktu.
Pada saat itulah Sylus mengeratkan cengkeraman di pinggul sang gadis. Ramona tersentak, kedua matanya berkaca-kaca saat mendongak menatapnya. Sylus tidak mengatakan apapun, tetapi isyaratnya jelas.
Ramona telah menyerahkan diri pada Sylus sekarang; satu-satunya pria yang membuat Mami Montez beranjak dari kursi kehormatan dan membuat Dox terancam. Ketenangan ekspresi Sylus membuat Ramona yakin bahwa menjadi buronan bukanlah masalah besar.
Siapa tahu masa lalu takkan terulang lagi?
Sylus kembali menatap Rodrick. "Kukira Dox sudah cukup berani, ternyata tidak berubah. Cuma menarget gadis yang berpindah ke tanganku? Padahal dia mendeklarasikan diri sebagai Raja Baru di mana-mana."
Rodrick tersenyum kecut. "Bagaimanapun ia pernah menjadi bawahanmu, Bos. Ia berhati-hati."
"Berhati-hati atau pengecut?"
Ramona merinding. Pria itu memang tak mengenal takut, tetapi sejujurnya Ramona belum mengenal betul seberapa berbahaya Sylus. Ia tahu—bahkan gagak-gagak pun paham—betapa menekan kehadiran sang pria. Namun seberapa tepat, Ramona belum pasti. Patokannya hanyalah Dox dan Mami Montez.
Ramona telah menyerahkan kesetiaan kepadanya. Tentu itu pilihan yang tepat, tetapi bagaimana nasib Ramona jika benar dirinya membelot suatu saat?
Mungkin penaltinya lebih buruk daripada kematian.
Orang-orang tak pernah membiarkan Ramona mati; sekejam apapun mereka kepadanya, gadis itu selalu dibiarkan hidup dengan sayatan-sayatan membakar. Mereka senang mendengarnya merintih dan menjerit, merampas kebebasannya untuk menjadi seorang Elemental.
Tubuh gadis itu melemas. Kenapa? Apa salahnya?
"Jadi ... bagaimana sekarang, Bos?" kegelisahan Rodrick membuyarkan lamunan Ramona. "Apakah Luke dan Kieran akan mengurus poster-poster itu?"
"Urusan kedua pengawalku lebih penting daripada sekadar melepas poster-poster." Sylus mengangkat alis. Baru saja ia selesai berbicara, kedua pria yang dimaksud keluar dari ruangan lain. Kedua topeng dengan moncong burung tajam senantiasa menyembunyikan identitas Luke dan Kieran.
Ramona tertegun. Mereka tidak datang dari arah pintu utama ... apakah itu berarti sejak tadi mereka berada di sini? Apa mereka tahu jika ia dan Sylus berciuman? Wajah Ramona memerah padam membayangkan jika kedua pengawal itu sempat mengintip.
"Kami sudah keliling, Bos," kata salah satu.
"Banyak yang menarik," sahut yang lain.
Sylus mengangguk. "Kuserahkan urusan tempat ini kepada kalian. Jika ada preman Dox yang datang kemari, biarkan mereka. Mari kita lihat apa yang mereka bisa lakukan terhadap kalian."
Sementara Luke dan Kieran terkekeh pelan, Sylus menatap Rodrick. "Biarkan semua poster terpasang agar orang-orang di seluruh kota tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu, Ramona akan tinggal bersamaku."
Sang gadis mendongak. Pria ini sinting, pikirnya. Membiarkan hanya dua pengawal untuk mengacak-acak tempat pesta Dox dan kemungkinan menghadapi preman-premannya, membiarkan seisi kota tahu apa yang sedang terjadi antara dirinya dan Raja Baru, dan membiarkan Ramona dikenal sebagai buronan kota dan melindunginya di rumahnya?
Ramona menelan ludah. Pertanyaan yang meluncur dari mulut Ramona niscaya adalah sebuah spontanitas. "Apa kau tidak takut mati?"
Dengan dagu masih terangkat dan mata yang mengerling tajam, Sylus tersenyum. "Aku tidak bisa mati, Sayang," jawabnya ringan. "Mari kita pulang. Kau mendadak terlihat lemas, hm? Rodrick, ikutlah dengan kami."
Rodrick mual melihat cara Sylus memperlakukan Ramona. Gadis jalang itu ... apakah bosnya tahu apa yang ia sembunyikan?
Jemari Rodrick mengerat pada kemudi mobil sampai buku-buku jarinya memutih. Mobil SUV-nya tengah mengekori motor Sylus membelah jalan malam. Punggung Ramona tampak jelas di depan matanya, tertutup oleh kemeja Bos yang sedang dikenakan. Tak terbayang bagaimana sulur-sulur berduri mampu tumbuh dari punggung gadis itu, tapi buktinya ia mampu merusak aula dan membunuh tamu-tamu Dox, kan?
Rahang Rodrick mengetat. Berhari-hari ia hilang dari Kota Malam, semata-mata untuk memenuhi perintah Sylus. Seketika sang bos pulang bersama dua pengawalnya, titah pertamanya untuk Rodrick jelas: cari tahu perkembangan Dox. Menyebarlah upaya Rodrick hingga mengunjungi Cunning Cats, rumah bordil milik Montez yang menjadi terkemuka hanya dalam hitungan tahun.
Pertama kali bertemu Ramona, ia pikir gadis itu sekadar Elemental malang yang bernasib sial karena menjadi satu-satunya yang dijerat Dox dan Montez, sementara sesamanya disingkirkan ke tepi kota.
Oh, betapa kelirunya dirimu, Rodrick. Terkutuklah!
Ia begitu tak sabar untuk memberitahu segalanya kepada Sylus, dan mungkin sang bos juga paham karena menyuruhnya ikut mengunjungi mansion. Sehingga, segera setelah ia memarkirkan mobil di pekarangan, dan Sylus menggiring gadis jahanam itu ke dalam, Rodrick menenteng tas untuk menunggu di salah satu ruang duduk.
Ia mondar-mandir gelisah, sepatunya menggesek lantai pualam hitam. Ia bahkan tidak selera untuk menggoyang bongkahan es pada segelas wiski. Ia ingin muntah. Banyak.
Beberapa menit kemudian—yang terasa seperti berabad-abad lamanya—Sylus akhirnya masuk. Rodrick berputar dan seketika berkata, "Gadis itu penjahat, Bos!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top