Paralyzing Party
Raja Baru selalu berusaha keras. Entah menandingi kemewahan pesta-pesta yang pernah diadakan Sylus, mengubah peraturan, atau mencoba menyingkirkan sang Raja Lama.
Namun, semua tahu bahwa upaya mati-matian Raja Baru tidak akan pernah sama. Sylus mampu menjadi figur paling dihormati seantero kota tanpa ribuan antek-antek, sekadar kedua pengawal setia dan Rodrick. Raja Baru membutuhkan satu klan besar, yang kegiatan rutinnya termasuk mencaplok klan-klan kecil setiap tahun.
Tidak heran jika ia mengadakan pesta besar-besaran untuk menunjukkan kekuasaan. Ramona menebak Raja Baru kebelet merayakan posisi barunya jika berhasil membunuh Sylus, walau perlahan. Dimulai dengan mawar-mawar beroles narkotika hasil racikan Ramona, kemudian disusul bombardir peluru dari para preman yang memasang pistol-pistol berselongsong penuh di ikat pinggang.
Membayangkan ini cukup membuat sang gadis berdebar tak karuan, di samping karena kelaparan dan kelelahan. Ia menikmati pesta dengan mual dan rasa jijik.
Di bawah lentera-lentera merah, bersembunyi di balik pot-pot memelong raksasa, Gadis-gadis Kucing dipangku untuk menyuapi tamu-tamu Raja Baru. Ramona meringkuk di dekat sebuah meja bufet yang tak jauh dari pemandangan itu, sembari mengunyah pai stroberi dan anggur. Hidung berkerut menahan mual oleh aroma kental parfum murahan. Ruang bernapasnya direnggut oleh asap tembakau yang bergumul-gumul di udara.
Ramona bersyukur mengenakan kimono hitam karena berbaur dengan beludru gelap yang melahap seluruh sudut ruangan. Sesak memusingkan. Andai ia sama-sama pakai kimono merah menyala, mungkin dirinya sudah ditarik ke pangkuan para preman, dijamahi telapak-telapak berminyak beraroma kokain dan kemaluan.
Gema tawa dan denting gelas dari berbagai penjuru adalah puncak dari rangsangan berlebihan. Ramona merasakan dadanya menyesak. Gadis itu pun beranjak dari impitan bufet. Ia mengabaikan Kally yang diapit seorang tukang pukul gempal dan pedagang emas ilegal tambun, yakin gadis itu bakal baik-baik saja walau senyumnya menyembunyikan rasa jijik tak terkira.
Ini karena Sylus belum terlihat. Ramona mendekat ke arah panggung tempat kursi-kursi beludru petinggi dijajar. Sejak melihat tatanan itu dari awal kedatangan, Ramona merinding oleh noraknya selera mereka. Tak terbayang Sylus mesti ikut duduk di sana kala dijamu kelak.
Ia berpura-pura mengecek karangan-karangan mawar yang diperciki Debu Perak di sepanjang karpet merah yang menjalar. Tak ada yang melewati jalur itu. Setiap tamu biasa dicegah oleh pot-pot memelong, diberitahu bahwa karpet merah hanya diperuntukkan bagi Raja Baru, kekasihnya Mami Montez, dan Sylus. Kenyataannya, Raja Baru dan Mami Montez dengan licik telah melewati jalur belakang. Mereka tidak berani mengambil risiko menghirup Debu Perak yang telah digiling Ramona dengan sangat efektif. Beberapa tamu yang sempat mengeyel kini teler duluan. Mereka kelimpungan di ruangan lain, dijaga oleh para tukang pukul agar tidak mengacaukan acara.
Hati gadis itu remuk. Remuk membayangkan mesti turut mencelakai pria yang telah diidam-idamkannya belakangan ini. Pria yang ia harapkan untuk membawanya pada nasib lebih baik. Terbayang kata-kata sang Raja Lama kelak jika mengetahui semua ini.
Beginikah caramu membalas budi, Ramona?
"Dia datang!"
Bagai ngengat terpikat oleh cahaya, semua orang menoleh ke titik yang sama. Begitu pula Raja Baru dan Mami Montez, yang telah duduk di kursi tinggi mereka bagai raja dan ratu palsu yang konyol, tenggelam dalam syal dan jas bulu beruang asli yang norak. Ramona, terjaga di ujung baris karangan mawar beracun, melihat ke arah pintu utama aula.
Berdirilah di ambang pintu ganda, Sylus, dengan dua lelaki bertopeng yang senantiasa mengikuti.
Dia tidak langsung masuk. Kedua matanya yang merah menyapu pandangan ke sekeliling ruangan, otomatis meredam canda tawa dan obrolan para tamu. Senyap mengiring kala Sylus mulai melangkah.
"Terima kasih atas undangannya, Dox," suara berat Sylus mampu terdengar di segala penjuru. Langkahnya tegas tanpa cela. Jas hitam tersampir di bahunya yang lebar, bordiran aksennya tampak saat tersentuh cahaya lilin-lilin murah di sekeliling ruangan.
Ia benar-benar pria yang sama yang masuk ke Garden Gems dua malam lalu. Pria yang menyentuh bibir Ramona dan menyembuhkan lukanya begitu saja. Namun, bukan itu yang membuat sang gadis merinding.
Melainkan bagaimana para tamu mulai bergeser, bukan untuk memberikannya jalan, tetapi mengikuti punggung sang Raja Lama macam penggemar yang akhirnya melihat idola mereka. Para tamu menahan napas, wajah mereka merah menahan antusiasme, dan mereka bergerak layaknya pengikut setia. Tiang-tiang pembatas agar karangan mawar tidak disentuh pun diserobot.
Pemandangan itu tidak luput dari Dox, sang Raja Baru. "Suatu kehormatan bagiku, Sylus, karena kau berkenan datang setelah sekian lama ... menghilang." Rahangnya mengeras.
Dan tidak ada yang mengkhianatinya lebih besar saat Mami Montez tahu-tahu berdiri, meninggalkan kursi kemewahannya, tergoda untuk menyapa Sylus.
"Tuan Sylus, selamat datang!" Mami Montez merentangkan tangan lebar-lebar, gestur yang biasa dilakukan untuk menyambut tamu penting di rumah bordil. Matanya berbinar. Ramona kenal sorot lapar itu. Keinginan untuk memoroti uang dan sesuatu lain karena pesona Raja Lama yang tidak bisa ditolak.
Si gadis mengepalkan tangan dan matanya menyipit. Mami Montez boleh saja menarik semua lelaki di dunia ini ke rumah bordilnya, tetapi tidak dengan Sylus.
Punyaku.
"Madam Montez," Sylus berhenti di tengah karpet merah, membiarkan Madam Montez menghampiri. Ia mengangkat buket mawar yang Ramona buatkan bermalam-malam lalu. Masih segar seperti baru dipetik; itulah kelebihan bunga-bunga yang ditumbuhkan Ramona dengan Elemen.
Namun, itulah letak bahayanya. Ramona memelotot melihat Sylus memberikan buket mawar yang beraksen khas Cunning Cats kepada Mami Montez. Ekspresi sang madam pun berubah. Senyumnya hilang dan wajahnya memerah padam.
Perih menyengat punggung Ramona seketika Mami Montez melirik ke arahnya, tatapannya tajam dan menjanjikan cambukan. Ini adalah olok-olok. Ketika Mami Montez meminta Ramona untuk membuat 28 karangan mawar beroles Debu Perak, Sylus pun datang membawakan buket mawar hasil tangan gadis yang sama.
Wanita berambut ombak itu lantas memasang senyum lebar kembali. "Ya ampun, Tuan Sylus, bukankah kita memiliki selera keindahan yang serupa?"
Sylus hanya tersenyum. Di belakangnya, seorang Gadis Kucing menjerit.
Lebih mengerikan daripada apa yang ditakutkan Ramona, seseorang—tidak, dua ... tiga orang yang berdiri di dekat Sylus tumbang.
Segalanya terjadi dengan cepat setelah itu.
Ketika Mami Montez memerintah Ramona untuk meracik narkotika yang efektif melemahkan Sylus, ada konsekuensi yang mengikuti pula. Para tamu dilarang mendekat di sepanjang karpet merah. Itulah fungsinya tiang-tiang penghalang, tetapi orang-orang telah mengabaikannya ketika terpengaruh magnet sang Raja Lama.
Kini, mereka membayarnya.
Alih-alih Sylus, para tamu mulai meringkih dan terbatuk-batuk. Mereka yang jarang tersentuh Debu Perak akan tersengat, memerah, dan berlutut lemas. Mereka yang sering mengunyah kelopak di kamar-kamar bordil bakal tersedak, pandangan mereka berputar hingga saling menabrak. Kekacauan itu dengan cepat membuat Dox beranjak dari kursi.
"Singkirkan itu semua!"
Para preman spontan merangsek. Mengenakan masker gas, mereka layaknya pasukan wabah yang buru-buru menggotong 28 karangan keluar ruangan. Sebagian lagi membopong tamu-tamu yang ambruk duluan.
Sementara Sylus masih bergeming. Dua pengawalnya menoleh ke sana kemari dengan penasaran, jelas-jelas terhibur dengan pemandangan itu.
"Harus kubilang," kata Sylus sewaktu tatapan Dox tertumbuk padanya. "Ini perayaan ulang tahunku yang paling meriah."
Dox menggertakkan gigi, dan Mami Montez tidak lagi menyembunyikan rasa malu. Amarah menguasai sang madam. Dengan langkah lebar, ia meninggalkan Sylus dan menghampiri Ramona.
Gawat.
Ramona terkesiap. Ia buru-buru melesat, tetapi Mami Montez lebih cepat. Kukunya yang panjang menancap pada lengan Ramona saat menariknya, satu tangan lagi menjambak rambut sang gadis. "Ini salahmu," desisnya. "Ini kegagalanmu, Ramona!"
"Tidak!" Ramona memekik saat Mami Montez menyeretnya keluar ruangan. Pandangannya tertuju pada Sylus. Perasaan Ramona bercampur aduk, antara harapan yang semakin menipis dan ketakutan, menyadari bahwa Sylus bahkan tidak memerhatikannya.
"Bukan salahku jika dia lebih kuat!"
Pekikan Ramona tenggelam kala Mami Montez mendorongnya terjerembap ke ruangan sebelah. Hal terakhir yang ia lihat adalah Sylus akhirnya menoleh, tetapi pintu terlanjur menutup, dan Mami Montez melepas sabuk kulit yang mengikat gaunnya.
Raungan Ramona memecah huru-hara pesta.
"Tidak! Tolong!" gadis itu menjerit keras-keras, melepas rasa sakit yang menyengat tiap kali sabuk Mami Montez melecut di kulit punggungnya. Kimono hitam dan atasannya terburai di lantai, menyisakan torso yang menggigil oleh cekaman musim dingin dan panas membakar.
"Gadis bajingan!" satu cambukan mendarat. "Kau Elemental, harusnya kau tahu apa yang bisa membunuh sesamamu!" satu, dua cambukan keras mendarat hingga sabuk Mami Montez terpental. Ramona meraung, napasnya tersendat-sendat. Tenggorokannya niscaya tersayat, lantas tergerus ludah yang bergumul-gumul karena mual. Air mata berderai dari pipinya.
Apa? Apa yang mesti ia lakukan agar sang Raja Lama mau menolongnya? Pria itu harapannya—ia berjarak tak kurang dari sepuluh meter, walau terhalang pintu.
Sementara Mami Montez mengambil sabuk, otak sang peracik berputar sangat cepat. Ini perkara hidup dan mati. Jika ia tak mampu membuat Sylus menolongnya, maka nasibnya bakal lebih buruk. Cambukan Mami Montez hanyalah awal dari neraka barunya, dan ia bersumpah tak mau terperangkap di kandang yang sama.
Kandang.
"Kalau Sylus tidak mati, kau saja yang mati!" Mami Montez meludah ke punggungnya. "Setidaknya berkurang satu Elemental di sini."
Terdengar suara sabuk dipukul ke dinding sebagai pertanda. Ramona tersentak dan, dalam sekejap, mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa.
Sulur-sulur mawar menyeruak dari tubuh Ramona, tumbuh dari kulit yang tersayat dan kuku yang tertancap. Mawar-mawar merekah dan batang-batang menjulur, berselimut darah sang gadis yang menetes-netes. Pintu dijeblak terbuka. Sulur-sulur berdurinya menjalar keluar, mengejutkan tamu-tamu yang mabuk kepayang di lantai.
Mami Montez menjerit. "Hentikan itu! Hentikan, monster sialan!"
"S-SYLUS!" Ramona menggerung. Pandangannya mulai berputar dan kepalanya berdentam-dentam nyaring. Ia tak bisa melihat jelas apa yang terjadi di hadapannya selain merah dan hitam yang bergerak ke sana kemari. Aroma parfum murahan kembali menyergapnya.
"AKU SERAHKAN DIRIKU!" pekiknya lagi, suara tingginya menyayat tenggorokan. "Jadi, tolonglah ... tolong—"
Sabuk Mami Montez kembali memecutnya. Ramona terkesiap. Sulur yang menjulur dari punggungnya pecah, menyisakan darah yang muncrat.
Pandangan gadis itu menggelap. Barangkali Sylus sudah tak ada di sana lagi, dan harapan untuk ditolong pun lenyap ....
Hingga ia merasakan sentuhan yang familiar di dagunya.
"Seharusnya kau bilang lebih awal, Sayang." Suara Sylus terdengar jelas di antara dengung-dengung berisik, tepat sebelum Ramona jatuh pingsan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top