Killing the King
Mulai dari siang itu, Ramona fokus membuat belasan karangan mawar, sekaligus memetik bunga-bunga bulan yang dibudidaya pada atap toko antik dan toko alkohol. Sengaja ia memasang plang kayu "Hanya menjual stok" karena tak ingin disibukkan dengan permintaan-permintaan membuat buket lain terlebih dahulu. Meski begitu, tetap tak menghentikan orang-orang untuk mampir sejenak. Mereka membeli sebatang tulip atau segenggam sendurat, yang lantas Ramona bungkus dengan pita dan kertas koran sederhana.
Namun bukan hanya pelanggan saja yang datang. Kala Ramona tengah menumbuhkan sulur-sulur mawar dan batangnya yang berduri, terdengar suara derum motor berat. Gadis itu spontan siaga. Ia menoleh ke arah yang sama gagak-gagak mengawasi. Tampak dua orang preman melangkah ke Garden Gems, sepatu bot mereka berkecipak pada genangan di sekitar gorong-gorong.
"Peracik! Sudah berapa karangan?" pria yang berkulit gelap tidak butuh berbasa-basi. Ujung sepatu botnya menciprati air keruh pada kelopak-kelopak mudan merah jambu yang pot-potnya berjajar di depan, barisan paling bawah.
Mata Ramona seketika menggelap. Jarinya meremas batang yang digenggamnya.
Bungaku.
Hampir saja gadis itu bereaksi. Panas telah menjalar cepat di dalam diri, tetapi umpatan keras preman satunya, yang bertubuh jangkung, membuatnya tersentak.
"Peracik sialan! Apa kau tuli? Berapa karangan yang sudah kau buat?"
Ramona menghela napas merasakan Elemennya menyurut. Lebih baik tidak gegabah. Plang Anti-Elemental masih tertancap satu meter di luar gang Garden Gems, ingat?
"Lima belas. Kurang tiga belas."
"Bekerjalah lebih cepat, Peracik! Bukannya kau punya Elemen sialan itu? Sudah beruntung kau diizinkan tinggal di sini oleh Madam, jangan malas-malasan!" Si Jangkung menunjuk mawar-mawar lain yang menyulur panjang.
Alis mereka bertaut melihat batang berduri itu meliuk di belakang punggung Ramona, bagai belasan tangan lain yang siap menyambar dan menjegal mereka jika terjadi sesuatu.
Ramona memutar bola mata. Jika bisa, ia sudah menggunakan Elemen untuk melempar preman-preman itu melintasi distrik. "Ini akan selesai tepat waktu. Pestanya besok, kan?"
"Ya, tapi kami harus menata dulu." Si Gelap menyahut jengkel. "Besok pukul empat sore, mengerti? Kami akan mengambil semuanya."
Ramona mendadak teringat sesuatu. Jika para preman suruhan Raja Baru turut bekerja di pesta, maka mereka kemungkinan besar tahu mawar-mawar ini mau diapakan. Ia belum sempat bertanya pada Mami Montez; rasa kesal mencegahnya untuk mengobrol kepada wanita penggemar bulu beruang asli itu.
"Aku mesti tahu semua karangan bakal ditempatkan di mana, atau ditujukan untuk tamu siapa," katanya. Terbayang kesalahan memberi dosis pada tamu baru lalu. Terasa nyeri palsu menyengat punggungnya. "Mami bilang aku harus membuat dosis seefektif mungkin, tapi aku harus tahu ini untuk—"
"Raja Lama."
Ramona menatap Si Jangkung dengan mata membelalak. Apa?
"Mawar-mawar racun itu untuk Raja Lama," ulang Si Jangkung sambil meludahkan permen karet ke boks kayu toko antik. "Kalau Mami bilang 'gitu, berarti jangan sampai Raja Lama tahu racikan rahasiamu, kau mengerti?"
"Tapi, untuk apa?" jantung Ramona mulai berdebar keras. Kenapa mereka ingin membuat 28 buket mawar penuh narkotika untuk Sylus? "Sebanyak ini bisa membuatnya tak berdaya."
"Itu dia tujuannya, bodoh," jawab Si Gelap. "Besok, tanggal 18 April, Raja Baru mengadakan pesta sekaligus untuk merayakan ulang tahun Raja Lama."
"Ayo kita pergi. Kita mesti cek katering." Si Jangkung, entah sadar atau tidak jika mereka telah membocorkan rencana kepada Ramona, mendorong bahu Si Gelap. Ia mengerling pada gadis itu sekali lagi. "Awas kalau yang satu ini kau gagalkan, Peracik. Mungkin bukan punggungmu saja yang dicambuk."
Sambil mengatakan hal tersebut, ia memamerkan sederet gigi kuning dengan senyumnya yang menjijikkan. "Mungkin, kami bakal mencoba jadi Elemental juga dengan meminum darahmu."
Kedua preman itu terkekeh pelan, berpikir bahwa mereka pasti mendapat jatah, padahal masih ada Raja Baru, Mami Montez, dan sederet petinggi lainnya yang berhak mencicip darah Ramona—jika itu sungguhan terjadi.
Namun, saat mereka berbalik, gagak-gagak bertengger rapat pada tiang di seberang, di atas plang Anti-Elemental, dan di tepi fasad-fasad toko yang tumpang tindih di sepanjang jalan. Seolah seluruh gagak di Kota Malam sengaja berkumpul di sana, menyaksikan dengan tajam kedua preman yang mengganggu gadis baik yang mengizinkan mereka berteduh tempo hari.
Tatkala satu gagak mendadak berkaok nyaring, yang lain mengikuti, berpadu menciptakan himne kematian yang mengancam. Kedua preman itu melonjak kaget. Buru-buru mereka meninggalkan Garden Gems.
Gagak-gagak pun bubar. Begitu saja, menyisakan sedikit yang setia mengawasi toko Ramona sambil menutul sisa-sisa kacang yang disebar tadi pagi.
Ramona merasakan sekujur tubuhnya menggelenyar lemas. Dia bersandar pada dinding konter kasir, menyangga tubuh yang menanggung rasa lelah akibat menyusun karangan bunga tanpa henti dan timpaan berita tersebut.
Raja Baru berniat mencelakai Sylus di hari ulang tahunnya ... ketika Ramona telah mendapatkan harapan untuk kabur dari Cunning Cats. Ramona gemetar karena kekecewaan. Mestikah semesta mempermainkannya seperti ini? Setelah apa yang terjadi lima tahun lalu hingga dirinya terdampar di Kota Malam , dikutuk agar tak pernah melihat siang lagi, dan sekarang ... ini?
Pelupuk matanya perih dan semangat menguap begitu saja. Tak sanggup rasanya mengerjakan tiga belas karangan tersisa, tetapi ia juga tak mau dicambuk—atau, lebih parah, diperas darahnya untuk manusia-manusia bengis tersebut.
Ramona memandang jari-jarinya yang tadi mencengkeram batang berduri. Darah telah merembes dari tusukan-tusukan kecil. Sebagai seorang Elemental, luka-luka duri begini tidak menyakitkan, karena itulah Mami Montez suka mencambuknya sekalian—sesuatu yang tak bisa diterima manusia-manusia biasa. Namun, sebagaimana luka-luka kecil menyakiti para manusia, Ramona terbayang kekacauan pesta nanti.
Ia mengambil tisu untuk menyerap darah yang mengaliri garis-garis tangannya dan merenung. Jika ia harus membuat Debu Perak yang bisa melemahkan Sylus, itu berarti ia juga mencelakai dirinya sendiri.
Dan, membunuh manusia-manusia gegabah di pesta.
Ah, inikah cara Raja Baru dan Mami Montez untuk menyingkirkan Elemental tersisa di Kota Malam?
Ramona hampir pingsan.
Hari telah berganti. Pesta akan diadakan dalam satu jam. Ketika mawar-mawar penyambut Raja Lama telah digotong para preman bermasker, ia menyeret kaki pulang ke kamarnya di Cunning Cats.
Kala itu rumah bordil sedang libur karena Gadis-gadis Kucing mesti mempersiapkan pertunjukan di pesta. Tak terkecuali Kally, tetapi si kucing pirang berdandan lebih cepat karena keburu disingkirkan gadis-gadis lain. Ketika Ramona datang, Kally langsung membopongnya ke kamar sang peracik.
"Kau sampai pucat begini!" kata Kally cemas.
Mau bicara saja lidah Ramona terlanjur kelu. Badannya lemas sekaligus berkedut-kedut panas usai menumbuk dan menggiling segerombol bunga bulan. Tak terhitung berapa kali jarinya tergores duri mawarnya sendiri, tetapi tampaknya ia terlalu lelah karena rasa sakit menumpul. Yang terasa hanyalah keinginan untuk melepaskan stres dan tidur.
"Kau pasti belum makan, kan?"
Daripada santapan, sejujurnya Ramona hanya butuh dipuja dan dimanja seorang pria. Bilamana ia lelah bekerja, Ramona sering membandingkan diri dengan Gadis-gadis Kucing yang cuma berkeringat di ranjang, bukan karena menggiling, menumbuk, berkebun, dan sebagainya. Kadang-kadang ia hanya ingin meringkuk di pelukan seseorang, berdandan dan bermalas-malasan saja.
Namun Kally tidak tahu itu. Ia melompat keluar kamar. Rambut pirangnya yang disanggul bergoyang bagai boneka. Ia kembali beberapa saat kemudian dengan nampan berisi air hangat dan beberapa potong kukis sisa menyedihkan. "Hanya ada ini," katanya. "Semua kelaparan karena sibuk mempersiapkan diri untuk pesta dan Mami tidak meninggalkan makanan apa-apa."
"Tidak heran," gumam Ramona. "Apa sih yang dia pedulikan selain uang? Tipikal pebisnis tamak." Ia mulai bersantap pelan-pelan sementara Kally mengacak lemari pakaian sang peracik. Biarlah gadis itu mencarikan pakaian untuknya. Ramona sudah tak ada tenaga.
"Pebisnis tamak dan maniak."
Ramona menyunggingkan seringai lemah. "Kau yang bilang, bukan aku."
Kally ikut-ikutan meringis. "Biar. Selama ini kau menyuruhku untuk patuh pada situasi. Hanya denganmu aku bisa bebas berkomentar begini," ujarnya sambil meletakkan satu set kostum.
Ramona seketika mencebikkan bibirnya yang kering. "Bah," katanya, "perlukah aku pakai itu?" jarinya meraih ujung kimono longgar berwarna hitam dengan bordiran merah yang membentuk mawar dan merak. Berbeda dengan para Gadis Kucing yang mengenakan kimono luaran yang menggantung provokatif di atas lutut dan berwarna merah menyala, Nona Peracik diberi warna hitam.
Namun, tetap saja dengan panjang serupa, kimononya bisa tersingkap kapan pun jika Ramona duduk sembarangan. Apalagi ia juga diharuskan mengenakan seragam para Gadis Kucing saat pesta-pesta khusus: dalaman berenda yang tersembunyi di balik kimono. Mau bagaimanapun, para ikon rumah bordil terbesar tetap harus menjunjung peran mereka di mana saja berada, dan Ramona membenci ini.
Walau Mami Montez setuju tidak menjadikannya Gadis Kucing, sang madam tetap mendapatkan cara untuk merendahkannya, secara langsung maupun tidak. Ia akan menggunakan setiap kesempatan yang ada.
"Tentu saja, Mami bilang semua perwakilan Cunning Cats harus pakai. Tidak ada terkecuali."
Ramona menghela napas. Terbayang harus mengenakan gaun itu di depan para preman Raja Baru. Walau, ia yakin mereka cuma menginginkan darahnya daripada kesuciannya, sebab Gadis-gadis Kucing lebih molek. Namun, sosok lain segera membayangi pikirannya, dan tubuhnya bereaksi samar.
Ia bakal mengenakan ini di depan Sylus juga. Teringat sentuhan sang pria saat mengusap bibirnya tempo hari.
"Kau masih lemas? Pandanganmu sayu lagi." Kally membuyarkan lamunannya. "Sini, biar kutata rambutmu."
Ramona mendorong nampan yang sudah kosong dan mulai melepas pakaiannya satu per satu. "Buat yang sederhana saja, aku tidak mau dianggap sama seperti kalian."
Kally tertawa. "Baiklah, rambut setengah disanggul, kalau begitu."
Sembari memandang pantulan bayangannya di kaca, Ramona kembali memikirkan sosok Sylus.
Lupakan soal berpakaian seksi di depan Raja Lama. Ada yang lebih penting. Hari ini ulang tahun Sylus, dan Raja Baru ingin membunuhnya perlahan dengan racikan Ramona. Mau tidak mau, gadis itu teringat dengan kata-kata yang diucapkan Sylus di pertemuan pertama mereka lalu.
Penduduk Kota Malam semestinya takut dan menyembah malam, bukan berangan-angan pada siang yang takkan kembali lagi.
Tangannya mengepal. Tidak. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi dahulu. Kebebasannya tinggal sedikit lagi, walau itu berarti Ramona harus membayar keinginannya dengan ego dan kesucian.
+ + +
Note: aku tahu kalian nunggu apa muahahaha. Episode 6 dan selanjutnya sudah mulai eksplisit pelan-pelan, ya. Yang minor tapi masih baca sampai sekarang, mundur yuk mundur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top