Garden Gems, 2

Note: Hai maaf aku agak labil, nama karakternya balik Ramona lagi. Memang benar, lebih cocok nama Ramona daripada yang lain-lain, haha. Enjoy your read!

Sylus beranjak. Pena yang diulurkannya kini diterima oleh Ramona. "Apakah ada yang salah? Mau kutuliskan untukmu?"

"Tidak." Suara Ramona gemetar. Keringat dingin merembes dari punggungnya yang tersayat-sayat. Apakah ia kembali demam dan pengaruh obatnya sudah berakhir? "Saya—saya bisa."

Pria itu mengangguk. Senyumnya lenyap seolah tak pernah ada di sana sebelumnya, membuat Ramona berpikir telah berhalusinasi melihat senyum itu. Dengan gugup, sang gadis berbalik memunggungi dan mencatat pesan tadi.

Raja Lama sedang mengawasinya. Sosok yang masih terdengar seperti mitos selama bertahun-tahun, dan didengungkan bagai harapan oleh pelanggan-pelanggan malam kemarin. Ramona pun teringat berbagai keinginannya jika bertemu Sylus. Namun, ia tak menyangka pria itu membuat lidahnya kelu.

Bagaimana caranya bilang: "Tolong, bisakah kau kembali menguasai Kota Malam? Bisakah kau bebaskan aku dari Cunning Cats dan mencabut plang-plang larangan Elemental?"

Waktu terasa berjalan lambat setelah itu. Ramona mendadak tidak percaya diri dengan buket buatannya. Kepalanya pening oleh berbagai pertanyaan. Terasa seperti kurang bagus, kurang begini dan begitu. Mungkin tulisan berliuk di kertas ucapan itu terlalu miring dan kurang elegan, dan barangkali—

"Bagaimana menurut Anda, Tuan?" kedua tangan Ramona tahu-tahu sudah menjulurkan buket.

"Mhm, bagus." Sylus tidak menyentuh buket yang ditawarkan sama sekali. Tatapannya murni puas, menepis semua pikiran berlebihan Ramona dalam sekejap. "Berapa harganya?"

"Oh." Ramona bergegas pindah ke balik konter. Ia menghitung cepat dan menyebutkan jumlah. Pria itu mengulurkan kartu.

Sementara Ramona melanjutkan transaksi, Sylus bertanya lagi. "Kau tadi bilang tokonya tutup seharian?"

"Benar, Tuan."

"Apa kau baru buka?" tanyanya. "Untuk sepanjang malam?"

"Em, benar." Ia sudah beristirahat akibat demam yang dideritanya selepas cambukan, tetapi entah kenapa ia masih merasa tubuhnya meriang. Ada gejala samar dari segala hal: sedikit mual, sedikit pening, sedikit panas, dan sedikit kelimpungan. Padahal ia harus membuat 28 karangan mawar untuk kekasih Mami Montez.

Tunggu sebentar. Buket pesanan Raja Lama itu juga ditujukan untuk Raja Baru. Apakah ia akan menghadiri pesta Raja Baru lusa? Wah, Ramona merasa terhormat karena mawar-mawarnya menjadi sponsor pesta. Sebelumnya tak pernah begini.

Usai menyelesaikan pembayaran, Ramona menaruh buket dalam kotak perak yang mahal. Terbayang riuhnya Garden Gems kelak setelah pesta. "Kotak ini gratis." Senyum mekar di bibir Ramona kala membayangkan kesuksesan. Mawar-mawarnya dipakai Raja Lama dan Raja Baru sekaligus! Indahnya potensi kekayaan, sampai-sampai sempat terlupa keinginan meminta tolong pada Sylus.

"Semoga pestanya kelak menyenangkan."

Namun Sylus tidak segera beranjak. Ia menerima kotak dan berkomentar, "Apa kau terbiasa memberi banyak gratisan?"

"Ah, tidak juga ...."

Pria itu mengedikkan dagu pada nampan yang masih menyimpan kukis dan bir dingin utuh. "Kau mungkin lebih membutuhkannya," katanya. "Kalau memang kau memaksakan diri untuk bekerja dengan kondisi begitu."

Ramona tidak tahu apakah semu yang menghangatkan pipinya adalah efek demam, atau perhatian tak terduga dari pria yang memesona. "Terima kasih atas perhatiannya, Tuan." Diekspos demikian, Ramona jadi ingin meruntuhkan pertahanannya sedikit. Ia tidak menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya memang demam. "Tapi saya ada pesanan besar."

Sylus menatap lekat-lekat. Barangkali ingin mengatakan sesuatu, tetapi sayang, terdengar suara decit di luar gang. Sebuah mobil hitam SUV terparkir. Tampaknya menjemput sang mantan penguasa sebab pria itu menoleh sejenak.

"Kalau begitu," ujar Sylus sembari mengangkat satu tangan. Pandangan Ramona mengikuti arah jari-jari besar terarah kepadanya, menyaksikan kabut hitam dan percikan merah keluar dari sana.

Ramona menahan napas. Bibirnya tersingkap menyadari bahwa Sylus berniat menyihirnya; menyelimuti gadis itu dengan seberkas kabut yang terserap sempurna ke sekujur kulit. Sensasi panas dan dingin menggetarkan Ramona, dan begitu saja, demamnya melenyap.

Mata Ramona membulat. Apa ia baru saja disembuhkan?

Rasa heran dan senang bercampur dengan ketakutan. Selama ini ia hanya tahu bahwa Elemen dipakai untuk melindungi diri atau menyerang orang—begitulah Elemen bekerja di Kota Malam, dan atas alasan itu pula Raja Baru melarang Elemental terang-terangan menunjukkan kekuatan mereka.

Ini pertama kalinya ia disembuhkan di Kota Malam. Dadanya berdegup saat memikirkan hal ini: apakah Raja Lama memang sehebat itu?

Baru saja ia berniat berterima kasih, ketika jari Sylus menempel pada dagunya, mendorong pelan, dan mengusap bibir Ramona agar menutup.

Setiap inci yang diusap jari pria itu meninggalkan jejak membakar yang membuat Ramona kalang kabut. Demamnya boleh saja menghilang, tetapi wajahnya bersemu hebat, dan tubuhnya bereaksi tidak karuan atas panas yang membuatnya lemas.

"Kau tahu kenapa ada Jam Kesedihan?" suara sang pria tak lebih dari bisikan lembut, seperti penuturan seorang dewasa pada remaja lugu. "Karena saat matahari berhasil menembus pertahanan malam, langit marah atas kecolongan yang terjadi. Maka langit pun mendatangkan badai."

"Kenapa?" Ramona baru tahu ini. Lima tahun tinggal di Kota Malam, baru dua kali ia mengalami Jam Kesedihan, dan luput memerhatikan badai. Kota Malam sering diderai hujan deras, sehingga keberadaan badai tidak mencolok baginya.

"Kenapa?" bibir sang raja membentuk seringai tipis. Tatapannya jahil sesaat. "Agar penduduk Kota Malam ingat bahwa mereka tidak berhak berharap pada matahari. Mereka terkutuk. Mereka semestinya takut dan menyembah malam, bukan berangan-angan pada siang yang takkan kembali lagi."

Ketika Sylus menarik jari, Ramona merasa desakan kuat untuk segera bertindak. Pria itu akan pergi.

"Sebentar!" Ia langsung menyambar tangan Sylus. "Kumohon, tolong aku."

Sang Raja Lama mengangkat alis samar, maka Ramona buru-buru membenarkan perkataannya. "Kembalilah ... kuasailah Kota Malam lagi. Kumohon."

Tatapan Sylus melunak, tetapi tetap tidak melembutkan segala hal tentangnya. Ujung bibir pria itu berkedut membentuk seringai tipis. "Dan apa yang akan kau berikan padaku, Sayang?"

Tanpa menunggu jawaban Ramona, Sylus menarik diri. Itu tanda perpisahan. Dengan terbengong-bengong, Ramona mengawasi pria tersebut menjauh menuju mobil yang menjemput.

Badai memang datang semalaman.

Ramona terperangkap di Garden Gems hingga subuh. Ia tidak sendirian. Gagak-gagak yang biasa bertengger di tiang-tiang jam kini ikut berteduh. Hatinya tersentuh. Biasanya hanya kucing garong yang mampir ke sini, bersembunyi dari kejaran pemilik kedai karena berhasil mencuri tuna. Maka, demi mencegah tetesan air menimpa gagak-gagak, dan menambah kehangatan di malam dingin yang abadi, ia menumbuhkan sulur-sulur mawar dan bunga bulan. Butuh energi besar untuk merapatkan jalinan kanopi dan membuat tirai penutup dari sulur-sulur itu, ditambah menyusun karangan mawar sejumlah 28 buah. Anehnya, ia tidak merasa lelah sama sekali. Mungkin berkat sokongan elemen dari Raja Lama.

Menyadari ini, Ramona menggerutu pelan. "Harusnya semalam aku berusaha lebih keras."

Ia tidak tahu kapan bisa bertemu Sylus lagi. Apalagi, momen membicarakan soal Jam Kesedihan dan badai itu seperti menyimpan pesan, dan Ramona tidak tahu apakah ada interpretasi yang lebih tepat dari . Ini membuatnya takut. Apakah itu berarti Raja Lama membiarkan Raja Baru berkuasa? Sial, padahal Ramona sangat membutuhkannya!

Gerutuan dan penyesalan membuat Ramona betah menyusun tujuh karangan malam itu. Ketika dentang jam kota mulai terdengar, menandakan pukul lima pagi, Ramona menyimpan semua karangan dan bergegas kembali.

Saluran gorong-gorong di luar gang deras bak didera air bah saat ia melintas. Jalanan licin memantulkan bayang-bayang neon, dan angin dingin membuat Ramona merindukan kehangatan kamarnya di Cunning Cats.

Kalau bukan karena Sylus, mungkin sekujur tubuhnya sudah pegal dan luka-lukanya menjadi ngilu oleh sengatan dingin. Pengingat ini membuat Ramona semakin ingin menemui pria itu dan meminta pertolongan.

Namun, pertama-tama, realita dulu.

+ + +

"Ramona ... apa yang kau lakukan semalam?"

Kally terbengong-bengong saat melihat punggung telanjang Ramona terpampang di depannya. Obat merah dan kapas sudah siap di masing-masing tangan, tetapi luka-luka yang melintang telah mengering sempurna seperti bekas bertahun-tahun lalu.

Ramona mengernyit. Ia bergeser ke depan kaca tinggi yang bersandar di sisi lemari kayu. Ia memang belum mengecek punggungnya sejak pulang tadi pagi. Mami Montez tidak buang-buang waktu untuk menyuruhnya kerja rodi mengoles Debu Perak, barulah diberi sarapan dan makan siang sekaligus, sebagai alasan agar Ramona tidak lalai lagi.

Matanya membeliak lebar melihat keajaiban tersebut. Terlintas di benaknya sosok sang Raja Lama, Sylus, dengan tangan yang kokoh. Apakah ini juga hasil transfer Elemen semalam?

"Hei."

"Aku tidak melakukan apa-apa," jawabnya sambil meraba-raba luka. Benar, tidak ada rasa sakit sama sekali. Hatinya berseri-seri seketika. Semakin kuatlah keinginan Ramona untuk menemui Sylus lagi.

Mungkin dia harus menghadiri pesta Raja Baru! Persetan dengan Mami Montez, ia bakal mencari cara demi bertemu Sylus!

"Lalu?" Kally membuyarkan lamunannya. "Kau tidak bisa menyembuhkan diri sendiri, kan?" Oh, gadis itu tidak sudi membiarkan Ramona melamunkan mimpi sejenak, ya?

Ramona memutar otak untuk mencari jawaban lain. Ia merasa tidak boleh buru-buru bercerita tentang pertemuannya dengan Raja Lama. Ramona tak ingin menyeret Kally pada hal-hal yang belum pasti.

"Seorang pelangganku semalam adalah Elemental. Dia berbaik hati membantuku untuk menyembuhkan luka. Rasa terima kasih, katanya." Ramona berkelit. Toh hanya setitik saja, begitu kira-kira isi pikirannya.

"Elemental? Ke tokomu? Mereka berani juga." Kally tercengang. "Bukankah sejak plang-plang larangan itu dibuat, para Elemental menyingkir jauh-jauh dari sini?"

"Kau benar-benar percaya hanya ada satu Elemental tersisa di distrik ini?" Ramona berganti mengenakan blus. Tak berniat meneruskan obrolan, khawatir akan membuka lebih banyak rahasia, ia mengganti topik. "Aku mesti kembali ke Garden Gems sekarang. Besok sudah pesta Raja Baru."

Ia menunjuk vas-vas mawar yang berkelip perak. Indah, tetapi melenakan. "Aku titip taruh semua itu sesuai nomor kamar, ya?"

Kally masih ragu-ragu. "Kau yakin tidak butuh bantuan untuk menggiling lagi?"

"Nah, biar aku sendiri." Ramona tersenyum. "Lagi pula kau ikut mempersiapkan pesta. Jangan sampai Mami tahu kalau kau diam-diam suka membantuku menggiling, oke?"


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top