Garden Gems
Note: nama Ramona diganti menjadi Ravenna.
Note lagi: Gak jadi, balik Ramona (haha)
Matahari dicegah hadir di Kota Malam, lantas penandanya adalah dentang-dentang jam klasik atau naik turunnya suhu.
Jika cukup beruntung, ada kalanya jalinan kegelapan merenggang sejenak, celahnya disusupi sorot mentari yang semerah darah. Lebih beruntung lagi jika berkasnya berwarna jingga hangat yang mengingatkan pada masa lalu menyedihkan. Saat ini terjadi, yang disebut sebagai Jam Kesedihan, orang-orang diizinkan berhenti bekerja, menikmati senja atau fajar yang sendu, sementara para pencuri beraksi diam-diam.
Hari ini, Jam Kesedihan hadir di waktu senja. Langit yang semestinya ungu gelap kini diperciki garis-garis merah darah. Bintang-bintang mulai mengintip, bertabur di langit layaknya Debu Perak, pengingat pahit akan kecerobohan Ramona tadi pagi. Menjelang petang, ia menyelinap keluar setelah memastikan bahwa setiap kelopak mawar diolesi Debu Perak, disesuaikan dengan dosis masing-masing klien tergantung tingkat adiksi.
Ramona mengenakan kemeja hitam kedodoran yang dimasukkan pada jins ketat. Rambut sebahu ia gulung sembarangan, membiarkan helai-helai pendek menjuntai di tengkuk. Ia ingin berbaur dengan kegelapan yang tidak tersentuh pantulan neon-neon mencolok.
Selain karena ingin menghindari intaian mata-mata Mami Montez, di daerah sekitar sini, menjadi tak terlihat itu penting.
Meninggalkan bayang-bayang Cunning Cats di wilayah tersohor Distrik Lampu Merah, Ramona menyusuri jembatan sungai gelap gulita, melewati pos penjaga yang dihindari pria-pria pengecut, dan tiba di kawasan arkade. Ia menarik napas dalam-dalam. Walau sekarang masih menjelang petang, apalagi dengan langit yang cerah semerah darah karena , Ramona terlanjur terbiasa merasa khawatir. Deretan kios judi yang sedang dilewatinya tidak pernah sepi. Umpatan demi umpatan, tinju demi tinju, bersahut-sahutan dari sudut ke sudut. Toko tukar uang memasang kaca tebal anti peluru yang sama seperti di bank-bank, walau tak bisa menjamin tinju amukan para Elemental. Karena itulah, plang-plang yang melarang kehadiran Elemental ditegakkan.
Plang-plang itu belum berkarat. Muncul sejak Raja Baru mengambil alih kekuasaan Raja Lama.
"Aha, gadis bokong semok itu! Kemari, dong. Punya seratus dolar, 'gak?"
Pemuda-pemuda mabuk di trotoar bersiul kepadanya. Ramona merasa gondok. Andai tak ada plang, dan andai dirinya tidak demam ringan akibat cambukan, mungkin Ramona sudah melempar pria-pria itu ke udara. Ternyata memakai pakaian serba hitam untuk menyaru pada kegelapan percuma saja.
Kalau sudah begini, ia kembali mengharapkan kekuasaan Raja Lama. Biarlah lebih banyak kejahatan terbungkam. Yang penting seorang Elemental menguasai Kota Lama, dan itu berarti Ramona bisa bebas membela dirinya juga.
Dengan kekesalan membara, Ramona mempercepat langkah. Embusan angin dari belakang pun mendorong kain kemeja menggesek permukaan punggungnya. Sambil menggigit bibir menahan perih, Ramona mengumpat sepanjang perjalanan.
Memang benar Jam Kesedihan, secara harafiah. Walau, konon di waktu ini, kucing-kucing garong berhenti mencuri dan gagak-gagak malas berkaok. Momen yang sebaiknya dinikmati dengan membuang-buang waktu melihat angkasa, selagi fenomena alam yang jarang itu sedang berlangsung. Seperti yang dilakukan para staf kios judi sekarang; sekadar membuang jam kerja, sembari berpura-pura tidak tahu soal perkelahian di belakang punggung mereka. Hanya pada Jam Kesedihan, para penduduk Kota Malam punya alasan untuk berhenti dari pekerjaan legal dan ilegal mereka, dan para bos tidak bisa menyalahkan.
Beberapa ratus meter dan sejumlah belokan-belokan rumit kemudian, Ramona akhirnya tiba di oase kecilnya.
Garden Gems terletak di ujung gang buntu. Alih-alih berbaur dengan pasar bunga di sisi lain kota, Ramona hanya bisa mewujudkan mimpi sejauh mendirikan kios di gang sempit. Terapit toko alkohol dan toko barang antik, Garden Gems harus berbagi ruang dengan kotak-kotak kayu bekas yang dipakai untuk ekspedisi barang dagangan. Ramona membuat tangga dari tumpukan boks-boks kayu yang kokoh hingga mencapai atap kedua tetangganya, mempermudah sang gadis untuk menyiram bunga-bunga bulan yang ditanam pada di sana.
Jika Mami Montez punya satu kebaikan di hidup Ramona, maka itulah upayanya menyewa atap-atap kedua toko untuk dijadikan ladang tanam bunga-bunga bulan. Walau, keuntungannya juga tetap dibagi rata dengan si madam.
Balok-balok kayu patahan Ramona gantung di sepanjang dinding, menjadi rumah bagi sulur-sulur bunga bulan, lantas merambat cantik pada tali-tali tambang bekas. Tali-tali itu melintang di atas toko. Sehingga, terciptalah kanopi buatan dari sulur-sulur bunga bulan—juga mawar-mawar yang menyerobot—karena gang sempit yang malang ini tidak punya atap. Jadilah Garden Gems, hasil dari tumpang tindih ide untuk menutupi berbagai kekurangan yang ada. Lentera-lentera musiman serta tirai lampu menjadi tambalan terakhir yang membuat gang sempit itu bisa seterang siang hari. Ramona rindu sorotan mentari seperti di kota kelahirannya, wajar saja dia melakukan ini.
Namun, karena sudah satu hari satu malam ditinggalkan, Garden Gems gelap total saat dirinya tiba. Ia bergegas menyelinap masuk, meraba-raba mencari tombol, dan melonjak kaget saat lampu pertama menyorot seorang pria asing.
Catatan terakhir, Garden Gems tidak punya pintu. Sekali lagi, itu adalah gang buntu yang disulap semampu Ramona saja. Siapa pun bisa masuk dan melihat-lihat.
"Maaf, toko tutup seharian!" adalah hal pertama yang Ramona refleks katakan pada si pelang—ah, tunggu. Bukan pelanggan. Pria berambut perak itu belum pernah dilihatnya. Ia duduk di tumpukan boks kayu baru, yang cukup apik untuk dijadikan kursi tunggu, tersembunyi di balik juluran bunga mentega dan mahkota duri. Gelapnya Garden Gems tanpa lampu, apalagi tak tersentuh bayang-bayang neon mana pun, sanggup menenggelamkan warna cerah rambut sang pria.
"Apa sekarang juga tutup?" pria itu beranjak. Ramona melongo. Ia tidak tahu mana yang membuatnya refleks mengambil langkah mundur: suara sedalam lautan sang pengunjung, atau tingginya yang hampir menyentuh jalinan atap sulur.
Gelenyar ketakutan merayap Ramona seiring debaran dingin di dadanya. Siapapun pria itu, ada sesuatu tentangnya yang tidak beres—terlalu berbahaya untuk bunga-bunga rapuh di sekelilingnya.
"Uh, tidak ... aku ... baru saja mau buka toko," Ramona mencicit. Jarinya meraba bawah konter untuk tombol lampu terakhir. Matanya tak sekali pun beralih dari pria tersebut. Warna bola matanya menyaingi merah darahnya langit Jam Kesedihan.
Jika ada sosok yang bisa melambangkan istilah penguasa, pria itulah jawabannya.
"Anda membutuhkan sesuatu?" Ramona memberanikan diri bertanya. Tak pernah ada pria semacam itu yang hadir di Cunning Cats, walau berpredikat sebagai rumah bordil terhebat di Kota Malam. Bahkan Raja Baru tak lebih dari sekadar pria pongah yang kelabakan kekayaan. "Hari ini tak ada stok baru, tetapi Anda tak perlu khawatir karena bunga-bunga saya bertahan segar cukup lama ...." Ia mengucapkan tawaran terakhir dengan suara pelan.
"Kau punya sejumlah mawar?" kata sang pria sambil menyentuh kelopak tulip di sisinya. Ramona tak luput mengawasi jari-jarinya yang panjang dan besar, dan bagaimana pembuluh darah menonjol dari pergelangan tangan yang mengintip. Tangan pria itu pasti sanggup membunuhnya dalam satu kali cekikan.
"Ya, Tuan, jadi Anda mau buket mawar? Anda mau buketnya dihias seperti apa?"
"Aku ingin yang seperti dekorasi Cunning Cats." Pria itu kembali menatapnya. Tak ada pertanyaan apakah Ramona bisa, seolah-olah sang pria percaya gadis itu mampu mewujudkan segala permintaan pelanggan, aneh atau tidak.
Dan Ramona memang bisa. Sebab dia Elemental.
Namun bukan itu yang membuat Ramona gelisah. Ujung bibirnya berkedut saat memberikan senyum kesanggupan. "Silakan tunggu sebentar."
Ramona masuk ke pintu belakang toko alkohol, kemudian keluar dengan nampan kecil berisi sejumlah kukis dan bir dingin. "Ini gratis, karena waktu bikin buketnya agak lama," ujarnya kepada sang pelanggan baru, mencoba ceria. Ia juga memasang piring hitam pada pemutar jadul di atas konter kasir.
Pria itu semula tidak bereaksi, tetapi karena Ramona menunggu (tanpa kesadaran diri), maka sang pria mengambil sepotong kukis. Barulah Ramona mengangguk puas dan mulai bekerja.
Jika pria tersebut belum pernah terlihat di Cunning Cats, tetapi menginginkan buket dengan kekhasannya, maka Ramona mengasumsikan ia akan segera berkunjung. Mungkin tamu penting Mami Montez, atau apalah. Jadi Ramona menyiapkan kain satin hitam alih-alih kertas biasa, pita perak, dan energi.
Dari ujung-ujung jari, terasa panas familiar yang menghangatkan tubuh. Perlahan, batang-batang mawar menjulur dari kanopi di atas kepala, meliuk menghampiri Ramona bagai ular yang menjawab panggilan.
Beruntunglah Garden Gems terletak di ujung luar Distrik Lampu Merah, di mana plang larangan Elemental terakhir berjarak satu meter dari tokonya. Nyaris. Sedikit saja bergeser ke arah toko alkohol, maka tokonya bakal menjadi sasaran para preman distrik, anak-anak buah Raja Baru.
Berlatar suara lantunan musik, Ramona menyusun mawar-mawar segar di buket.
"Apa ada pesan khusus, Tuan?"
Pria tersebut bergumam. Ramona menanti, tetapi tak kunjung ada jawaban, hingga tahu-tahu terasa terpaan napas di tengkuknya. Ramona melonjak kaget. Pria itu berpindah ke belakangnya tanpa suara. Sedetik kemudian, barulah tercium aroma parfum maskulin yang begitu lembut, gagah, dan menggoda sekaligus.
"Bagaimana menurutmu?" bisik pria itu, kedua matanya tertuju pada buket setengah jadi. "Aku berniat memberikan buket ini pada seorang rekan kerja yang sukses di bisnisnya."
Ramona bertanya-tanya apakah dugaannya benar tentang pertemanan pria ini dengan Mami Montez. "Itu tergantung seberapa dekat Anda dengannya, Tuan," kata Ramona. "Sesederhana 'Kau pantas mendapatkannya!' atau yang lebih formal seperti 'Selamat atas pencapaianmu, sampai jumpa di puncak karir'."
Pria itu tersenyum tipis. "Ide bagus. Tuliskan ini ...."
Ramona cepat-cepat mengeluarkan kertas untuk mencatat.
"'Selamat atas gelar Raja Baru yang sudah susah payah kau bangun. Aku kembali. Tertanda, Sylus'. Tulis namaku dengan cetak miring."
Penanya jatuh dan antusiasme Ramona menguap, berganti getaran yang menyergapnya cepat. Bulu kuduknya berdiri seolah-olah yang berbisik adalah malaikat kematian itu sendiri.
Pria tersebut berlutut untuk mengambil pena Ramona, lantas mengulurkannya. Senyum yang terpatri di bibirnya seketika tampak berkali-kali lipat lebih bengis di mata Ramona, tetapi juga ... memunculkan harapan yang diwarnai ketakutan.
Sebab pelanggan barunya adalah sang Raja Lama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top