#26


Mungkin benar jika waktu adalah sebentuk skala paling misterius yang pernah tercipta. Detik demi detik berlalu serupa desir pasir yang beramai-ramai meninggalkan sela-sela jemari kaki karena ditarik oleh debur gelombang. Hari berlalu dengan cepat. Bahkan hingga detik-detik terakhir kepulangan mereka kembali ke Jakarta pun Adrian masih tidak mengatakan apa-apa. Cowok itu diam, meskipun Azalea yakin kalau Adrian pasti sudah menemui ayahnya. Entah apa yang terjadi. Tapi Azalea tidak berusaha bertanya. Jika Adrian menyimpan itu sebagai rahasia darinya, alasannya pasti tidak lain dan tidak bukan adalah demi kebaikannya.

Perjalanan pulang mereka tidak selama seperti perjalanan berangkat. Mereka mampir ke Bandung sesaat untuk membeli sejumlah barang titipan sebelum benar-benar kembali ke ibukota. Adrian sempat turun untuk membawakan tas Azalea ketika mereka tiba di rumah cewek itu, tapi Bunda tidak ada disana. Mungkin sedang pergi sebentar ke warung, karena pintu rumah juga tidak terkunci. Azalea mengucapkan terimakasih pada Adrian yang balik memandang dengan matanya yang lelah, lalu menarik gadis itu sekali lagi dalam pelukan sebelum memberikan satu kecupan di puncak kepalanya. Lalu dia berlalu, masih dengan senyum. Meninggalkan Azalea yang terpaku di tempat dengan mata tetap menatap pada punggung Adrian yang menjauh.

Sudah tiga hari lewat, dan pertemuan itu adalah pertemuan mereka yang terakhir selama tiga hari belakangan. Azalea tidak menghubunginya, dan Adrian memutuskan memberinya ruang untuk berpikir. Apa yang terjadi di Jogjakarta adalah sesuatu yang tidak pernah dia kira. Pertama, adalah tentang perasaannya. Dia sadar bahwa dia telah memandang Azalea dengan cara yang berbeda dengan caranya memandang orang lain, namun tidak menduga kalau dia akan mampu menunjukkannya dengan terang-terangan. Hal tidak terduga selanjutnya adalah reaksi ayah Azalea yang sama sekali tidak pernah Adrian kira..

Yah. Mungkin karena selama ini, dia mengenal figur Ayah yang baik. Seorang pria yang bertanggung jawab, yang tidak pernah lupa pada keluarga bahkan hingga hela napas terakhirnya.

"Dek," Adrian masih melamun tatkala suara Abby mendadak terdengar, diikuti oleh seraut wajah yang ikut bertopang dagu di hadapannya. Setengah gelagapan, cowok itu menarik wajahnya mundur, hanya untuk mendapati Abby balik cekikikan seraya memandangnya.

"Kaget tau." Adrian mendengus.

Abby terkekeh. "Mikirin apa sih? Kok kayaknya serius banget?"

"Enggak ada."

"Jangan bohong. Gue udah ngurusin lo dari jaman lo belom pake kolor, Rian. Ayo, jujur sama gue."

Adrian mengerjapkan matanya. "Sumpah. Nggak ada."

"Terus kenapa melamun? Kurang duit? Bilang, dong. Butuh berapa?"

"Kak," Adrian menyunggingkan seulas senyum yang kelewat dramatis pada kakak perempuannya. "Gue nggak apa-apa."

"Aw. Disenyumin pangeran."

Adrian memutar bola matanya.

"Atau jangan-jangan lo lagi mikirin cewek itu, ya. Namanya Azalea, kan? Yailah, nggak usah dipikirin, jodoh mah enggak kemana."

"Sumpah ya, gue nggak—"

"Tapi gue setuju kok kalau lo emang mau ngejar dia sampe mampus." Abby mengerling. "Inisial namanya kan A juga. Jadi nanti kita tetap jadi keluarga A. Dari Papa, Mama, gue, si nenek lampir, elo, sampe keponakan-keponakan ucul gue kelak."

"Pacar lo inisialnya bukan A."

"Sedikit variasi enggak apa-apalah."

Adrian lagi-lagi memutar bola matanya. "Plis, stop. Lo mikir kejauhan."

"Nggak gitu juga sih, cuman tingkah laku lo aja yang mencurigakan." Abby mengedikkan bahu. "Ngelamun kayak ayam sakit. Sampai-sampai ponsel lo getar-getar daritadi juga tetap dicuekin. Anak jaman sekarang kalau nggak ngecek notifikasi ponsel tuh namanya lagi kenapa-napa."

"Hah? Apa?" Adrian terperanjat, kemudian langsung meraih ponsel yang sejak tadi dia letakkan di atas sofa, tepat di sisinya. Astaga, apakah dia terlalu serius melamun sampai-sampai nggak nyadar kalau ponselnya bergetar dalam interval yang teratur sejak tadi? Seraya mengabaikan pandangan jahil Abby yang masih saja menatapnya, Adrian membuka kunci layar ponsel. Napasnya kontan terhembus begitu melihat bahwa notifikasi tersebut ternyata bukan datang dari Azalea.

Melainkan dari teman-teman koplaknya yang masih tergabung dalam group chat yang sama. Seperti biasa, mereka pasti sedang mendiskusikan masalah-masalah yang sangat tidak berfaedah atau kasarnya masalah-masalah yang sebetulnya tidak ada tetapi di ada-adakan. Separuh dari Adrian mulai mempertimbangkan opsi untuk leave group, namun hati kecilnya diam-diam menyuarakan bisikan senang karena notifikasi tersebut. Sudah lama sekali group itu begitu sepi, entah karena tidak ada bahan obrolan atau masing-masing dari mereka sedang sibuk dengan hidupnya sendiri.

Perkumpulan Para Ajudan (6)

Faris Rafandra invited Hana to the chat

Hana joined the chat

Hana : Haluw

Hana : I'm back

Edgar D. S : Minta di-kick lagi ya kamu

Hana removed Edgar D. S from the chat

Parama SW : Wadow

Hana : Tendanglah orang sebelum kamu yang ditendang

Dio Alvaro : ...

Hana : Hy :)

Dio Alvaro : Hai ;)

J. Mahardika : Ih najis

J. Mahardika : Btw, Ris, lo lagi sama si kutu kupret satu ini

Hana : Yoyoy

J. Mahardika : Gue nanya Faris yang bales malah dedemit Cisadane

Hana : Itu mulut lemes amat ya

J. Mahardika : Kaku malah

J. Mahardika : Udah lama dipake buat makan doang

Adrian : Ew

J. Mahardika : Apasih lo kebo bule

J. Mahardika : Nongol-nongol langsung aw ew aw ew kaya perawan kejatohan kecoak

Parama SW : Sensi kali kauw bosque

Parama SW : Lagi ada masalah apa di rumah coba sini cerita sama om

Faris Rafandra : Lagi marahan sama ciweynya lah

Faris Rafandra : Palagi emang

J. Mahardika : Anjing

Hana : Astagfirullah, calon ahli neraka

J. Mahardika : Ngaca

Hana : Udah.

Hana : Jadi bingung

Hana : Ini bayangan siapa di kaca cantik amat

J. Mahardika : Ris lo beneran lagi sama nih perempuan lintah

Hana : Unchhh lintah unchhh

Hana : Sini adek hisap

Parama SW : Najis pisan euy

J. Mahardika : Sampis

Faris Rafandra : Iya kebetulan lagi candlelight dinner

Hana : Candlelight dinner apaan orang makan di KFC

Faris Rafandra : Ah sayang, kamu merusak suasana aja

Hana : Maaf sayang

Dio Alvaro : Kalian berdua aja?

Parama SW : Unchhhh cemburu unchhhhhh

Adrian : Jijik

Parama SW : Lu kalo ngomong gitu ke gue di Jogja lo nggak slamet

Adrian : Yaiyalah nama gue kan Adrian bukan Slamet

Parama SW : WOW NGELAWAK

Parama SW : Si bule ngelawak

Hana sent a photo

Hana : Tebak sama siapa

J. Mahardika : NYET

J. Mahardika : Kenapa nggak ngajak gue?!!!!!!!!!!!!

Hana : Sori, ini girls night out alias anti makhluk bertitit

Hana : Lagian kalo lo ikut

Hana : Ntar Raya yang nggak mau ikut

J. Mahardika : LO KIRA FARIS GA BERTITIT

Parama SW sent a photo

Parama SW : Terangkanlah~ Terangkanlah~

Faris Rafandra : Gue cuma supir, Pak

Faris Rafandra : Jangan kalap ke gue

J. Mahardika : Tai

J. Mahardika : Gue telpon lo ya

J. Mahardika : Bilang ke dia gue mau ngomong

Faris Rafandra : Emang Raya minta ditelpon?

Hana : Emang Raya minta ditelpon? (2)

Adrian : Emang Raya minta ditelpon? (3)

J. Mahardika : Tai basah kalian semua

Parama SW sent a photo

Faris Rafandra : Kampret Rama wkwkwkwk

Parama SW : Roma kali bukan Rama

Adrian : Emang lo bedua marahan kenapa sih

J. Mahardika : Sepele anjing

J. Mahardika : Gue nggak sengaja ngerusak salah satu cover majalah Adam Levine nya

J. Mahardika : Gue dudukin

J. Mahardika : Terus kelipet

Hana : YAIYALAH

Hana : Adam Levine lo kasih pantat lo

Hana : Gimana dia nggak marah

J. Mahardika sent a photo

Parama SW sent a photo

J. Mahardika : Lo dimana sekarang

Hana : KFC

J. Mahardika : Ada berapa KFC di Jakarta gue tanya?

Hana : Banyak

Faris Rafandra : WAGWAWWWWWWW

J. Mahardika : Na, plis ya

J. Mahardika : Oy

J. Mahardika : Wah ini perempuan lintah minta diguyur garam

J. Mahardika : OY

Hana : Nanti aja, gue nemuin lo pas udah nyampe kosan. –Raya

J. Mahardika : ...

J. Mahardika : Ra, lo masih marah ama gue?

J. Mahardika : Sayang

Parama SW : Tolong jangan bawa masalah rumah tangga kesini karena ini bukan pengadilan agama

Hana : Pas berhadapan sama Raya aja lo manis

J. Mahardika : Tai

Faris Rafandra : Si Hana makannya kayak babon, masih mau nambah lagi

Faris Rafandra sent a photo

Hana : Karena mecin adalah sahabatqu

Dio Alvaro : Kebanyakan makan yang begituan nggak sehat loh

Dio Alvaro : Terlalu banyak lemaknya

Dio Alvaro : Terus double carbo juga tuh

Parama SW : Edyan

Adrian : Pantesan geblek

J. Mahardika : Enggak apa-apa, biar cepet modar

Adrian : Hm, jadi pengen

Hana : APASIH RIS ORANG NGGAK NAMBAH JUGA

Hana : Faris bohong gais gue nggak nambah :)

Hana : Gue masih peduli kesehatan kok

Parama SW : Kekuatan cinta memang luar biasa

Hana : SINI YAN SINI BURU

J. Mahardika : KATANYA TADI GIRLS DAY OUT

Hana : Gapapa. Biar keliatannya kaya double date gitu. Raya ama Faris. Gue ama Iyan muehehehe kapan lagi digandeng cowok cakep

Parama SW : Kode keras apa gimana nih

Parama SW : Bagaimana, yo?

J. Mahardika : Curang!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Adrian : Kalian di KFC mana emang?

Hana : PC aja yan

J. Mahardika : Tai :)

Parama SW sent a photo

J. Mahardika : Sekali lagi lo posting yang nggak penting, gue kick lo ya

Parama SW : Ampun yang mulia

Hana : Gini aja dah

Hana : Abis ini kita mau clubbing

J. Mahardika : Sok kekinian banget lo, minum fanta aja mabok

Hana : Deh emangnya siapa yang mau minum

Hana : Jadi kemaren gue lewat club malam tuh

Hana : Agak jauh dari kampus sih

Hana : Nggak gede gede banget juga

Hana : Tapi kayaknya seru

Hana : Soalnya bunyi musik ajep ajepnya asoy

Hana : Gimana kalau kita cabut kesana?

J. Mahardika : Ogah

Hana : Sayang sekali

Hana : Raya ikut soalnya

J. Mahardika : WADEPAK

J. Mahardika : Kok dia mau?!!!!!!

Hana : Soalnya

Hana : Mas-mas bouncernya mirip Adam Levine

Parama SW : Tuhan, fangirl dan obsesi mereka sangat mengerikan

J. Mahardika : Gagal paham

Hana : Ada yang mau ikut

Adrian : Gue otw ke KFC

Hana : Abis itu ngikut nggak?

Adrian : Tergantung sih

Adrian : Tapi kalo beneran mau cabut ke club

Adrian : Yauda gapapa gue temenin

Adrian : Sendirian Faris mana bisa jagain lo berdua

Faris Rafandra : Haruskah aku tersanjung atau tersinggung

J. Mahardika : Lo di KFC mana

Hana : Lo ngikut nggak abis dari KFC

Hana : Kalo nggak ngikut ga gue kasih tau

J. Mahardika : Yha menurut ngana

J. Mahardika : Cewek gue mau lu bawa ke tempat ajep ajep

J. Mahardika : Mana bisa gue biarin sendirian

Parama SW : Aku nggak diajak?

Hana : G

Parama SW : Jahat

Hana : KFC PIM 1 buruan gapake lama.

J. Mahardika : Otw

Parama SW : Bentar yah mendoy dulu

Dio Alvaro : Otw

Faris Rafandra : JLEGERRRRRRRRRRRRRRRR

***

"Gue kecewa." Raya mendengus sementara mereka melangkah masuk ke dalam klub malam yang Hana sebut-sebut merupakan gudangnya cowok cakep—cewek itu bahkan berani bertaruh bahwa dari semua klub di seantero ibukota, klub itu adalah klub dengan jumlah pengunjung cogan terbanyak. Tapi sayangnya, begitu sampai disana, mereka tidak bertemu dengan bouncer yang konon kata Hana punya muka secakep Adam Levine.

"Kecewa apaan sih, Ra? Kan bener mirip Adam Levine." Hana terkekeh ketika mereka berjalan melintasi lorong. Sesaat kemudian, cahaya warna-warni dan hembusan dry ice sudah menyambut mereka. Mata Hana langsung membelalak lebar-lebar begitu dia mendapati kebanyakan pengunjung yang didominasi oleh cowok. Sebagian duduk di depan meja bartender, menunggu minuman mereka selesai diracik sementara yang lainnya menyebar dari mulai dance floor hingga meja-meja yang berada pada satu sisi.

"Mirip dari hongkong. Itu bouncer lebih mirip Nana Supena yang keseringan nge-gym daripada Adam Levine."

"Suruh siapa percaya sama Hana," Jev menimpali. "Lagian udah ada gue, kenapa masih butuh Adam Levine sih?"

"O."

"Seperti sakit tapi tak berdarah." Rama angkat bicara, menimpali sambil cengengesan. "Tapi kenapa ini yang datang cowok semua ya? Maksud gue, ceweknya dikit banget euy. Nggak jadi dapet pemandangan deh."

"Udah punya cewek juga masih ganjen aja."

"Kan ceweknya nggak ada disini." Rama nyengir.

"Btw, emang lo punya duit buat sewa table disini?" Faris iseng bertanya.

"Pake duit kamu-lah, sayang." Hana tersenyum manis, membuat Faris langsung mendengus sengit.

"Monyet."

"Berhubung kalian semua kayanya lebih berpengalaman dateng ke tempat ginian, pesenin gue ama Raya minum dong. Jus jeruk aja gapapa. Atau es teh. Kalo ada. Muehehe."

"Lo kira ini warteg belakang kampus?!"

"Warteg belakang kampus mah nggak banyak cogannya kayak tempat ini." Hana lagi-lagi cengengesan. "Oke? Yuk, Ra kita duduk." Lantas dengan gaya tidak pedulinya, Hana meraih tangan Raya. Mereka berjalan melintasi kerumunan para pengunjung yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki tanpa hambatan. Tidak ada suitan. Tidak ada sikap ganjen. Sesuatu yang kontan membuat Jev dan teman-temannya terpaku di tempat seraya melipat tangan serta mengangkat salah satu alis dengan heran.

"Ini perasaan gue aja apa emang atmosfer disini agak aneh?" Edgar yang diam-diam ikut meskipun tidak turut bergabung dalam chat di grup tiba-tiba bertanya. Matanya menyapu seluruh ruangan, secara tidak sengaja bertemu pandang dengan om-om setengah baya yang langsung mengedipkan matanya pada cowok itu dengan genit. Bergidik, Edgar buru-buru mengalihkan pandangan.

"Hm. Iya juga, sih."

"Gue beli minum dulu." Adrian mengabaikan spekulasi dari teman-temannya, berjalan begitu saja menuju meja bartender tanpa sadar ada tatapan-tatapan tidak diundang yang mampir pada dirinya. Sesuatu yang kontan memicu keheranan Faris dan Jeviar. Lain halnya dengan Dio yang kini sibuk melihat ke segala arah seperti anak kecil yang baru masuk ke dalam gua penuh dengan kunang-kunang.

"Sendirian aja?"

Adrian masih menunggu minuman pesanannya selesai dibuat ketika sebuah suara mengalihkan perhatiannya. Dengan kening berkerut, dia menoleh hanya untuk mendapati seorang pria berada di dekatnya. Orang itu masih muda, paling banter seusia Abby dan umurnya pasti belum meninggalkan angka seperempat abad. Dia memakai kemeja dan celana bahan yang disetrika rapi—busana khas orang-orang kantoran. Bagian teratas kancing bajunya sudah dibuka karena dasi yang telah dilonggarkan.

"Sama teman-teman." Adrian menyahut, meski diam-diam merasa heran.

"Masih butuh ditemenin nggak?"

What. The. Hell.

Apakah itu sebuah seringai yang Adrian lihat bermain di wajahnya?

"Oh, nggak. Nggak perlu."

"Lo anak baru ya?" Orang itu memiringkan wajah. "Gue nggak pernah lihat lo soalnya. And truth be told, you're so angelic. Exactly my type. Wanna know each others more?"

Mampus.

Adrian menyumpah-nyumpah dalam hati sambil melempar pandangan minta tolong tempat dimana teman-temannya masih berdiri berkerumun. Percuma. Mereka tampaknya juga tengah sibuk menghalau sejumlah orang—yang lagi-lagi pria—menjauh. Dio tampak berdiri kaku di samping Faris. Raya dan Hana masih saja sibuk berceloteh satu sama lain seperti tidak memahami situasi yang tengah terjadi sama sekali.

"No, thanks. I'm straight."

"Oh come on, kalau lo emang straight, lo nggak akan masuk ke tempat ini dari awal." Cowok itu terkekeh. "Jangan terlalu jual mahal begitu."

Taik.

"Sorry, Mas. Di cancel aja." Adrian berkata buru-buru pada bartender di belakang meja seraya meletakkan sejumlah uang, lantas segera berlalu menuju meja tempat Raya dan Hana masih duduk dengan cuek. Tentu saja. Hampir delapan puluh persen pengunjung tempat ini adalah para pria—dimana kedua cewek itu sangat mustahil menjadi korban. Adrian mendengus, langsung meraih tangan Hana dan Raya untuk bangkit begitu dia tiba di dekat mereka.

"Kita harus cabut dari sini."

"Loh, kenapa? Baru juga duduk?" Raya bertanya secara otomatis.

"Nggak bisa. Kita belum lima belas menit disini. Gue masih mau menikmati kegantengan para malaikat surga yang terjatuh ke Bumi."

"Malaikat surga palalu peyang!" Adrian berseru tanpa bisa dikontrol. "Ini klub khusus gay, Na!! Makanya banyak cowoknya, kampret! Buruan cabut, bisa abis gue kalau kelamaan disini."

"HAH?!"

"Hah hoh hah hoh! Sumpah ya, lain kali gue nggak akan mau ngikutin ajakan lo!"

"Tapi klub ini paling banyak cogannya, Yan!"

"Cogan yang doyan ama batang, maksud lo?!" Adrian hampir kehilangan kesabaran.

"Hng,"

"Buruan!"

Mau tidak mau, akhirnya kedua cewek itu beranjak bangkit dari sofa. Mereka berusaha mengabaikan pandangan yang kini terarah pada mereka, langsung berjalan menuju tempat Jeviar dan yang lainnya masih berdiri. Dengan langkah terburu, mereka berjalan setengah berlari di lorong. Sesuatu yang mengundang kecurigaan, karena tingkah mereka justru membuat pihak keamanan klub curiga. Jajaran keamanan dengan tampang semenyeramkan debt collector saling berpandangan berpandangan sebelum melempar kode pada bouncer yang berjaga di depan klub untuk menahan mereka.

"Tunggu sebentar."

Faris langsung gusar begitu langkahnya tertahan. Membayangkan bagaimana tadi ada salah satu dari gerombolan cowok buas itu yang sempat mencolek bahunya, rasanya dia ingin membenturkan kepala di tembok. Gila. Ini semua gila. Lihat aja nanti, begitu mereka sudah keluar dari sini, Hana akan dia jadikan empal gentong.

"Kenapa, Pak?" Jeviar berlagak kalem, meskipun bulu kuduknya selalu berdiri setiap kali dia mengingat apa yang tadi terjadi di dalam. Luar biasa sinting, ini adalah kali pertama dalam hidupnya dia mati kudu karena digoda oleh seseorang. Gimana enggak, yang ngegodain juga makhluk berbewok.

"Bukannya tadi kalian baru masuk? Kenapa sudah keluar lagi?"

"Teman saya sakit, Pak." Faris langsung menghantam tengkuk Rama dengan satu gerakan tangan mirip tamparan, membuat Rama secara sigap langsung batuk-batuk layaknya orang bengek. "Harus buru-buru balik."

Bouncer yang menurut Raya dilihat dari sudut manapun nggak ada mirip-miripnya sama Adam Levine itu terlihat tetap tidak percaya. Dia menatap sekelompok anak muda yang ada di depannya satu-persatu, kemudian mendelikkan mata.

"Kalian harus ikut kami ke kantor. Kami nggak bisa ambil resiko. Siapa tau kalian mata-mata."

What. The. F-ck.

Mereka semua saling berpandangan.

"Oke." Akhirnya Jeviar bicara lagi.

Ada kode dalam pandangan itu.

"Ikuti saya." Jawab bouncer itu.

Jeviar melirik teman-temannya. Mereka saling melempar tatapan mata penuh arti. Lantas dia mengeratkan genggaman tangannya pada lengan Raya seraya diam-diam menghitung dalam hati. 3... 2... 1

"SEKARANG!"

Kerumunan mereka pecah. Mereka berlarian cepat menuju mobil Faris dan mobil Adrian yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk, membuat sejumlah pria gempal mirip preman yang bertugas sebagai bagian keamanan klub langsung berpandangan gusar sebelum akhirnya mengejar mereka dengan semangat pejuang hendak mengusir penjajah. Dengan segera, kejadian malam itu berubah menjadi adegan ala-ala pengejaran mata-mata oleh penjahat dengan kadar level keelitan yang jelas berbeda.

Hana masuk terakhir di mobil Adrian, hampir saja menutup pintu ketika wajah Rama menyembul, membuat gerakan tangannya jadi terhenti. Rama terlihat ngos-ngosan, dan salah satu dari petugas keamanan itu semakin mendekati mereka.

"Geser, goblok!" Rama berseru tanpa sadar.

"Udah penuh, taik!" Hana berseru tidak kalah keras, membuat mata Rama langsung melotot. Ah ya. Benar. Kursi depan sudah diisi oleh Dio. Di kursi belakang, Hana, Jeviar dan Raya sudah berjejalan.

"KAMPRET." Cowok itu memaki, lantas kembali pontang-panting bergerak menuju mobil Faris yang sudah berputar dan hampir mencapai pintu keluar. Dengan semangat yang tak lekas padam diikuti oleh beberapa pengejar yang lebih ganas dari segerombol herder, Rama menyasar mobil Faris. Cowok itu langsung meraih pintu bagian depan begitu tiba di dekat mobil, melompat masuk dan membanting pintunya menutup diikuti Faris menekan pedal gas dalam-dalam. Adrian melakukan hal yang tidak jauh berbeda. Dia membelokkan mobilnya dengan dramatis di pintu keluar, kemudian tancap gas secepatnya dari sana sambil berusaha mengusir bayangan wajah-wajah cowok yang tadi sempat mengedip padanya sementara dia berjalan membelah ruangan dalam klub.

"That was close." Dio bergumam. "Gila. Sumpah, geli banget gue."

"Hana, lo beneran gila!!" Jeviar melotot.

"Mana gue tau kalau cogan-cogan itu maho semua, jing?!!!" Hana tidak mau disalahkan. "Eh, tapi gue jadi laper. Gimana kalau kita mampir dulu di warmindo yang terkenal pedes itu? Apa sih tuh? Indomie Abang Adek?"

Seperti dikomando, jawaban berikutnya terdengar dari seluruh orang yang ada di mobil dalam waktu yang bersamaan dengan intonasi yang juga nyaris persis sama, kecuali tentu saja, Hana.

"BACOT!!!" 





Bersambung. 

[][][] 

a/n : Haloh. 

sebenernya tugas besar gue tinggal sebiji lagi aka gue tinggal bikin overlay peta SIG

Cuma ini terancam tugas besar ekonomi ngulang dari awal 

Mohon doanya supaya tida ngulang dari awal karena bruh ngetik tiga bab itu pegel banget 

Sama kemaren gue survey 

satu kelurahan tiga orang 

dan dua dari tiga orang itu literally gabisa ngapa ngapain 

bukan gabisa ngapa ngapain sih 

tapi males 

ngebongkar arahan surveynya aja gamo huhuhuhu 

terus bayangkan aku memasukkan data satu kelurahan yang jumlah total tabel adalah 16 tabel dan total halaman ada 19 halaman tolong punggung gue mau patah kemaren-kemaren 

tapi akhirnya wiken ini ku santay. 

maaf kalo aneh dan jele karena sesungguhnya kesempurnaan bukanlah milikku. 

horas. 

 (buat reader baru, kalo cerita ada chap nya loncat loncat berarti coba di log out aja dulu setelah follow gue ok. abis itu, buat yang nanyain JINX, tar di next. yang lainnya liat aja tar. abis itu, gue juga gak menerima promote cerita di wall gue. bakal gue delete. karena simply, lo nggak perlu promote. coba nulis dari hati dulu, jangan orientasinya pembaca mulu. kalau emang tulisan lo bagus, readers bakal dateng sendiri ok? kalo nanya gue gimana gue dapet reader ya mana gue tau, tanya aja nih orang-orang yang baca mereka dateng darimana okok tengkyuh)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top