7
Aku masih ingat gelap dan dinginnya kedalaman Womb, bagaimana raungan wyvern menggetarkan dinding-dinding batunya. Dan bagaimana tahanan menjadi gila setelah tinggal di dalamnya untuk beberapa minggu. Tapi yang paling mengerikan adalah sesuatu yang tinggal jauh lebih dalam dari penjara Womb. Sesuatu yang aku tahu sedang berdetak dan mencoba untuk merangkak keluar.
—Catatan prajurit Gates of Abyss yang tidak ingin disebutkan identitasnya, tentang Penjara Womb di Cenesty
Aku tidak tahu apa yang aku harapkan, mungkin sebuah pintu atau lorong rahasia? Sebuah pintu jebakan atau apa saja? Tapi itu hanya lukisan, tidak ada yang aneh, tidak ada tombol ajaib yang tiba-tiba muncul di bawah hidungku atau tuas yang bisa membuat dinding retak memperlihatkan ruangan di baliknya. Hantu Pangeran Leander masih berdiri di belakang punggungku, memelototi lukisan dan hampir membuatku merasa konyol karena mendengarkan hantu. "Kau tahu? Kamu membuang waktuku. Tidakah hantu memiliki urusan untuk dilakukan? Seperti mungkin menggosok lantai kastil dunia bawah milik Dewa Tessos?"
Dia membuat wajah kesal padaku dan menunjuk lagi ke lukisan, bukan ke arah Raja atau Ratu, tapi di belakang mereka, panji dari wilayah Cenesty. Warna merah dan wyvern emas mereka. "Cenesty?"
Dia mengangguk dan senyum hantu meringkuk di bibirnya, itu membuatku merinding. "Ada apa dengan Cenesty?"
Sekali lagi dia menunjuk lukisan tapi kali ini pada Raja. "Raja merencanakan sesuatu untuk Cenesty?" Dia menggeleng. "Raja merencanakan sesuatu di Cenesty?" Dia akhirnya mengangguk puas. "Apa yang dia rencanakan? Apakah ini ada kaitannya dengan kemungkinan serangan ke Stacca?"
Dia menggerakkan bibirnya tapi aku tidak mengerti dan kemudian wajah hantu Pangeran mengkerut seolah dia baru saja meneguk cairan asam dan sosoknya hilang, meninggalkan aku bersama udara kosong. Aku menunggu untuk seseorang muncul tapi tidak ada, kamarku tetap sunyi dan setelah beberapa menit dan hantu Pangeran tidak juga muncul aku kembali ke ranjangku. Apa pun yang membuatnya hilang kali ini, itu bukan kehadiran orang lain di sekitarku, entah Dewa Tessos menariknya dari dunia bawah atau ada sesuatu yang lain, kekuatan lain.
Berbaring di atas ranjang dengan lembaran sutra di kulitku, aku memikirkan kembali saat-saat aku masih memiliki keluargaku. Ayahku yang pemberani dan ibuku yang memiliki tangan penuh belas kasih. Aku ingat perjalanan kami ke Cenesty, wilayah pasukan udara Grishold dibesarkan, tempat wyvern dengah taring dan cakar serta ekor berduri mereka dilahirkan. Cenesty berada di lembah tempat banyak ladang jagung dan bunga hibiscus yang merah dan cantik tumbuh, tempat peternakan ulat sutra terkenal yang nantinya akan disulap menjadi sutra terbaik di Grishold. Tapi di balik keindahan lembut mereka ada sebuah tambang. Semua orang tahu nama tambang itu, tambang tua yang sudah lama ditinggalkan dan akhirnya dibuka kembali untuk digunakan sebagai kamp militer. Gates of Abyss. Gerbang yang menuju neraka, tidak ada penyusup yang berhasil keluar dari sana. Setiap lorong dijaga oleh wyvern dan prajurit Grishold berpatroli setiap jam. Dan penjara bawah tanah terkenal mereka Womb. Orang yang dilemparkan ke dalamnya dapat dipastikan tidak akan pernah melihat langit dan matahari lagi.
Bukannya aku pernah ke tambang itu, semua itu hanya apa yang pernah aku dengar. Tidak ada warga sipil yang diperbolehkan mendekat dan ayahku tidak cukup bodoh untuk mencoba. Kami hanya melihat tambang itu dari jauh, dari menara kota Cenesty setelah kami menukar beberapa batu giok dengan sutra dan teh herbal terbaik mereka. Bahkan jauh dari kota kami dapat mendengar raungan marah wyvern yang dibawa oleh angin. Raungan yang membuat tulangku gemetar, karena dibalik kemarahan itu ada hal yang lebih menyakitkan, rasa takut. Wyvern di sana meraung ketakutan, aku tidak bisa membayangkan apa yang membuat makhluk seperti wyvern ketakutan.
Pada akhirnya aku tertidur lebih gelisah dari malam sebelumnya, bertanya-tanya di benakku yang kusut, rencana licik macam apa yang diseduh Raja di Cenesty, aku menebak itu tidak akan jauh dari Gates of Abyss. Apa pun yang terkubur di sana.
Pagi itu aku terbangun dengan ketukkan lembut di pintuku, Kaia masuk menyiapkan air panas untuk aku mandi. Aku tidak membiarkan dia membantuku melepas gaun atau membantu menggosok tubuhku. Aku melakukan semuanya sendiri. Menggosok bersih kulitku, mengeringkannya dan kembali membalut luka cambuk yang sudah hampir mengiring di punggungku. Aku menyikat rambutku, membiarkan untaiannya jatuh bebas ke punggung, mengalir dalam ikal ringan yang membingkai wajahku. Saat aku menatap bayanganku yang dibalut gaun sutra berwarna plum di cermin aku tidak bisa mencegah bibirku untuk mengerucut menjadi ejekan.
"Lihat dirimu Rose! Terlihat seperti boneka mereka." Aku buru-buru menggeleng, mengeluarkan pikiran itu dari kepalaku. Gaun tidak membuatku menjadi gadis yang lembut, aku masih bisa mengayunkan pedang. Tetap saja, aku merindukan perasaan mantap dan akrab dari bilah pedang di tanganku. Jika aku di rumah, ini adalah pagi untuk latihan pedang, aku akan bertarung dengan ayahku sementara ibu membuat teh camomail, Dalia akan menonton dan bersorak untukku.
Pikiran itu buyar saat bunyi retakan pintu membuatku menoleh, Yeva masuk membawa nampan sarapan, dia bertanya apa aku butuh sesuatu yang lain, tapi aku hanya menyuruhnya pergi. Aku makan supku dalam keheningan setengah berharap hantu Pangeran Leander akan muncul di depanku, tapi itu tidak terjadi. Dan alih-alih hantu, yang muncul di kamarku adalah Pangeran Priam, dia masuk dari pintu yang menghubungkan kamar kami. Rambut masih basah dan kantung mata muncul di bawah matanya. Aku penasaran apa yang dia lakukan semalam.
"Selamat pagi." Dia memberi salam, senyum bengkok ada di bibirnya.
"Pagi Yang Mulia. Anda terlihat memiliki malam yang buruk." Dia mengedikkan bahu dengan ceroboh.
"Aku sibuk tapi aku pikir begitu juga kamu." Wajahnya kembali berubah serius dan dia duduk di ranjang tepat di sampingku, cukup dekat hingga lengannya menyikat milikku. Merinding mengalir di kulitku diikuti sensasi menggelitik di tempat kami bersentuhan. "Apa saja yang kamu katakan pada Kapten?"
"Semua hal yang tidak berbahaya," balasku remeh.
Pangeran tidak terkesan dengan itu, hampir jengkel. "Dia mendatangi aku pagi ini, tepat setelah aku kembali dari memberikan laporan untuk Ayahku. Dia mengatakan tentang pertemuan kecil kalian semalam." Aku mengangkat alisku. "Dia juga mengatakan beberapa hal menarik tentangmu."
"Kenapa aku tidak terkejut?" Aku berdiri, meletakkan nampan kosong di nakas dan kembali menatap Pangeran yang masih duduk di kasurku. Menatap garis-garis keras yang mengukir wajahnya, rahangnya, dan kemudian bibirnya yang merah. Aku menggeleng dan berkedip. Demi Teffa! Apa yang salah denganku?
"Dia mengatakan kamu membunuh hampir setengah dari jumlah prajurit yang mengawalmu. Membebaskan tiga tawanan lain dan yang paling membuatku terkesan kamu melucuti Kapten Moringan dari pedangnya. Tidakah kamu berpikir kamu perlu memberi tahuku tentang itu?"
Aku menatapnya dengan bodoh. Apa dia hanya berharap aku mengaku sebagai putri pemimpin pemberontak paling dicari di Grishold? Mengaku dapat menggunakan pedang semudah maut menggunakan mesin penuai? Siapa di antara kami yang bodoh?
"Aku tidak melihat manfaat dari memberi tahumu hal-hal itu. Lagi pula," aku tersenyum, "pedangku tidak akan berguna melawan sihirmu."
Dia berdiri sekarang, kembali menjulang dengan tingginya. Memaksaku untuk mendongak agar bisa bertemu dengan matanya. Dia memiringkan kepalanya ke samping seolah dia sedang berpikir, dan aku dapat melihat kemiripan di antara dia dan kakaknya. Bagaimana tulang pipi mereka sama-sama tajam, dan mata mereka yang gelap, tapi kulit hantu Pangeran Leander terlihat pucat sedangkan Putra Mahkota Priam terlihat hidup dan segar. "Itu tidak benar."
"Apa?" tanyaku. Melepaskan bibir bawahku yang dengan tidak sadar telah aku gigit.
"Kamu bisa membunuhku dengan pedang. Jika kamu cukup cepat atau cukup cerdas."
Aku mengedikkan bahu yang sama cerobohnya seperti dia. "Yah, aku tidak berencana membunuhmu."
Itu membuat dia menyeringai dan melangkah di depanku. "Sungguh? Terakhir aku ingat, kamu mencoba menikamku dengan paku."
"Itu tidak—" aku menggeleng. "Pertama aku tidak tahu itu Putra Mahkota, dan dua, aku pikir kamu akan memerkosaku tentu saja insting pertamaku adalah ingin membunuhmu."
"Tidak masalah sekarang, kita berdua adalah sekutu. Dan aku akan senang jika memiliki Kapten Penjagaku di sisi kita juga, tapi sebanyak dia setia padaku sebagai teman, dia tidak akan pernah memecah sumpahnya untuk kerajaannya. Jadi aku tidak pernah mencoba untuk membawanya ke dalam rencanaku tapi semalam kamu benar-benar membuat kekacauan."
Aku meringis di nada suaranya yang cukup tinggi. "Apa dia melapor pada Raja?"
"Bersyukur pada Dewa Prysperous untuk keberuntungan kita, dia tidak. Tapi dia bertanya kenapa aku repot-repot membawamu ke istana dan kenapa memintal kebohongan tentang keluarga dan asalmu. Aku mengatakan padanya sebagian kebenaran, aku menceritakan padanya aku ingin kamu menjadi mata-mata di antara anggota pengadilan yang mungkin mengkhianati Grishold. Tidak menyinggung apa pun tentang menggulingkan Raja. Dan meskipun dia tidak terlihat yakin, dia mempercayainya, untuk saat ini."
"Aku minta maaf." Tapi kemudian aku menggeleng. "Tidak, aku tidak menyesal dengan apa yang telah aku katakan semalam. Tidak ada yang salah dengan itu. Dia memimpin prajurit yang memenggal orang tuaku, praktis memerintahkan mereka."
Pangeran meremas bahuku dengan mantap dan kemudian menjepit daguku dengan ibu jari dan jari telunjuknya untuk membuatku kembali mendongak. "Aku mengerti dan aku minta maaf untuk ... semua yang terjadi pada keluargamu. Tapi kita perlu membuat ini tetap menjadi rahasia, aku berjanji jika aku menjadi Raja, begitu aku mengambil takhta. Aku akan memperbaiki mimpi buruk ini." Aku tidak tahu apakah dia melihat ketakutan terbesarku atau itu adalah hal yang paling dia benci juga, tapi kata-kata berikutnya yang keluar dari bibirnya membuatku sedikit tersenyum. "Aku bersumpah akan menghancurkan dinding-dinding The Radiant rata menjadi tanah."
"Tentu saja," gumanku hanya berupa bisikkan. Aku mundur, membuatnya melepaskan jarinya dari wajahku. Untuk beberapa waktu kami berdiri berhadapan, hanya saling menatap dengan canggung dan dia berdeham.
"Laksamana akan ada di istal pagi ini, kamu mungkin ingin menggunakan waktu itu untuk mencoba mendekati dia," ucapnya dan aku mengangguk dengan otomatis.
"Lalu sebaiknya aku bergegas dan bertanya pada Kaia apakah dia bisa menemukanku gaun untuk berkuda." Aku baru saja akan berbalik saat Pangeran menangkap pergelangan tanganku. Aku melihat tangan kami yang terhubung dan kemudian ke wajahnya. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, aku menunggu, tapi dia hanya menggeleng dan melepaskan tanganku.
"Kamu bisa mempercayai Kaia." Aku menaikkan alisku dalam pertanyaan. "Dia memberi tahuku tentang daun Belladonna, jika kamu butuh apa pun untuk ... mempersenjatai dirimu kamu bisa mengatakannya padanya. Dia akan mendapatkannya untukmu, dia setia padaku."
Aku tersenyum lagi tidak mengerti dengan udara yang terlalu tegang di antara kami. "Aku akan meminta dia mencari beberapa belati dan tanaman kalau begitu. Terima kasih Yang Mulia."
Aku berjalan di lorong meski setengah diriku masih berada di kamarku. Apa itu tadi di antara kami? Pertukaran halus udara dan perasaan Pangeran yang bergegas padaku seperti suar cerah yang hangat. Membungkusku seperti selimut kenyamanan hingga aku ingin menjangkaunya. Menggenggamnya untuk lebih dekat dan tinggal lebih lama denganku. Tapi ada kedinginan akan rasa takut dan khawatir yang menyertainya yang membuatku menggeliat. Aku segera mengusir itu dari kepalaku karena aku harus fokus dengan apa yang akan aku lakukan. Aku menemukan Kaia di dapur dan dia berhasil mendapatkan rompi kulit dan celana untuk berkuda. Setelah itu aku memintanya menemukan beberapa belati kecil dan jarum, serta beberapa tanaman beracun. Dia tidak bertanya dan setelah memberiku senyum bersemangat dia menghilang ke sayap penyembuh sementara aku pergi ke istal. Menyusun rencana untuk menggoda Jendral Angkatan Laut Grishold.
***
Vote, comment, and share! Thanks you! Luv yu :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top