20
Aku butuh lebih banyak waktu. Lebih banyak pengaruh. Lebih banyak kekuatan. Tapi lebih dari segalanya, aku butuh lebih banyak keberuntungan.
—Surat dari Putri Mahkota Stacca ke saudara laki-lakinya di pengasingan.
Seragam penjaga yang aku kenakan terasa terlalu longgar, aku harus menarik ikat pinggang dengan ketat untuk membuat celanaku pas. Jika seseorang cukup dekat untuk memperhatikan, maka aku tidak akan lolos dengan penyamaran ini. Aku menggulung rambutku dan menyematkannya dalam sanggul ketat sebelum memakai pelindung kepalaku. Setidaknya wajahku sedikit tersamarkan. Orang hanya akan berpikir aku baru saja selesai berlatih pertarungan dan lupa melepasnya. Atau mungkin mereka akan menyadari semua kebohongan itu dan menangkapku.
Hentikan Rosemery! Tidak ada gunanya ragu di saat-saat terakhir, itu hanya akan membawa bencana.
Setelah aku yakin aku tidak melupakan apa pun, aku mengambil bilah pedang dan mengikatnya di pinggangku. Berat beban dari baja tajam sedikit menenangkan kegelisahanku, memberiku rasa percaya diri yang akrab. Untuk inilah ayah melatihku. Untuk menyelinap ke dalam hal-hal berisiko seperti ini. Aku tidak pernah menjadi putri manisnya, bukan untuk itu dia membentukku selama ini. Dia ingin aku meneruskan apa yang dia perjuangkan, sebuah keadilan. Ini hanya langkah awal, masih sangat jauh. Betapa pucat harapanku sebenarnya, hampir tidak sepadan tapi aku ingin mengambilnya. Pertama Lis, selamatkan yang tidak bersalah karena aku tidak bisa mengingkari lebih banyak sumpahku, kemudian aku akan mencari tahu sisanya. Satu langkah pada satu waktu.
Aku kemudian menyelinap keluar, berjalan dengan cepat seirama dengan ketukan jantungku yang berdebar. Mengamati sekitarku melalui penglihatan tepi secara sekilas, aku memastikan tidak ada yang memperhatikan. Aku hanya bagian dari mereka, prajurit lain yang berjalan di lorong-lorong ini. Itu tidak aneh, tidak mencurigakan, kataku pada diriku sendiri. Tidak akan aneh jika aku punya tubuh yang sedikit lebih tinggi dan besar, dan tentu saja jika aku tidak memakai pelindung kepala di dalam sini, pikirku lagi. Akhirnya aku menemukan Drake sudah menungguku di dekat tangga. Dia sedikit tersembunyi di balik bayang-bayang, bersandar pada dinding dan menyilangkan lengannya. Saat aku mendekat aku mengamati sekitarnya, memastikan dia sendirian.
"Hampir waktunya," ucapnya begitu dia melihatku. Dia mendorong tubuhnya untuk berdiri sepenuhnya di kakinya. Aku mengangguk. "Yakin semua sudah berada di tempat?"
"Torin sudah pergi satu jam yang lalu ke pos penerbangan selatan untuk menyiapkan wyvern. Sisanya akan bergantung pada keberuntungan," jawabku. Dia tidak menjawab, sudah sibuk dengan menyalakan obor. "Tahukah kamu kalau Jenderal yang membuat Dreadbringer?"
Itu menghentikan dirinya, mendongak untuk mengembalikan perhatian padaku. Dia tidak terlihat benar-benar terkejut seolah dia sendiri sudah menduga itu tapi mendengarnya diucapkan dengan keras sepertinya memukul lebih banyak dari yang dia harapkan. Akhirnya dia mendesah dengan muram. "Aku tidak tahu itu."
"Torin memberi-tahuku, dia melihatnya sendiri."
"Aku tahu Keir kejam dan brutal tapi ...," dia kembali sibuk dengan pemantik dan akhirnya api menyala, dia menatap jari-jari kobaran api seolah mereka bisa mengalihkan pikiran dari saudaranya, "itu terlalu jauh, bahkan untuknya. Bagaimana dia membuatnya?"
Untuk sesaat aku ragu untuk memberi-tahunya, sudah cukup buruk tahu saudaramu menciptakan monster tapi tahu saudaramu menciptakan monster dengan mengorbankan kehidupan lain? Yah, buruk pasti tidak bisa menggambarkannya lagi. Tapi Drake pantas tahu, jadi aku menceritakan semua yang dikatakan Torin saat kami mulai berjalan turun, kembali masuk ke lorong-lorong yang gelap. Dia tidak banyak menanggapi tapi aku tahu dia memperhatikan setiap kata yang aku katakan. Tentang penyiksaan untuk membuat seseorang patah, tentang cincin, dan tentang mantra serta makhluk yang Jenderal panggil. Pada akhirnya ketika aku selesai tidak ada yang berbicara di antara kami. Mungkin karena kami sama-sama tidak tahu apa yang bisa dikatakan untuk sesuatu semacam itu. Bagaimanapun juga Jenderal adalah kakaknya dan untuk saat yang singkat aku berpikir dia akan membelanya. Tapi dia tidak.
Aku memikirkan kembali tentang Dreadbringer, bagaimana mereka bisa menarik rasa takut keluar, melumpuhkan dirimu dengan memori dan ketakutan terdalammu. Rasa dingin dari napas dan jari tulang mereka saat menyentuh kulit. Mereka seperti jari kematian itu sendiri. Dingin dan gelap, tidak ada apa-apa lagi kecuali putus asa untuk apa pun selain meresakan ketakutan itu. Apa yang akan terjadi jika aku menyerahkan namaku saat itu? Apa aku akan mati? Atau kehilangan jiwaku? Lebih buruk? Nama memiliki kekuatan, itu hanya sebuah kepercayaan kuno tapi mungkin itu juga kebenaran.
"Aku pikir aku ingat tentang cincinnya," kata Drake, mengembalikan pikiranku pada saat ini. "Cincin emas dengan batu merah, dia mendapatkanya sepuluh tahun yang lalu. Aku benar-benar ingat dia menunjukkannya padaku, aku tidak berpikir ada yang aneh saat itu."
"Dari mana dia mendapatkanya? Apakah Raja yang memberikannya?" Itu harus menjadi Raja, dia pasti mempercayai Jenderal tertingginya untuk menyimpan benda semacam itu. Lagi pula semua rumor tentang Raja adalah seorang penyihir akan menjelaskan banyak hal, mungkin cincin itu dimantrai. Itu akan masuk akal.
"Dia tidak pernah memberi tahuku. Sejak malam dia menunjukkan cincin padaku, aku tidak pernah melihat benda itu lagi. Keir tidak pernah peduli dengan benda-benda cantik semacam itu. Emas, perak, berlian, itu bukan sesuatu yang berharga untuknya. Dia hanya peduli tentang senjata; pedang, pisau, sebutkan apa saja selama itu senjata dia akan cukup menghargainya tapi cincin?" Drake menggeleng.
"Tapi dia memang menyimpannya, dan dia harus mendapatkanya di suatu tempat atau dari seseorang. Kita perlu tahu tentang cincin ini, aku pikir itu penting."
"Dia mendapatkanya setelah menyelesaikan misi dari Raja. Aku ingat ada pesta malam itu, dia setengah mabuk ketika menunjukkannya padaku. Pesta perayaan setelah pasukannya berhasil mengusir orang-orang barbar di perbatasan Briar. Mungkin itu hadiah, semacam tanda penghargaan dari Raja?"
"Yah, itu mungkin," kataku.
Kami bersembunyi, merapat ke dinding, dan mengetuk mati obor kami ketika sudah cukup dekat dengan koridor tempat Caonach. Menunggu prajurit muncul untuk membawa Lis dari penjara, lalu aku berdoa pada Dewa apa pun yang masih mau mendengarkanku, semoga wyvern itu mengerti apa yang aku inginkan. Anehnya aku yakin wyvern tidak akan mengingkari aku. Selimut keheningan lain jatuh di antara kami, membungkus kami seperti mantra.
Napas kami teratur seirama, suara ritme stabil yang tenang. Itu mengisi kesunyian yang diperpanjang, kemudian aku lebih memperhatikan napasnya. Menghitung saat dia menarik dan menghembuskannya perlahan, itu lambat tidak seperti saat setelah dia menciumku. Tidak. Jangan berpikir ke sana. Itu tidak pernah terjadi. Tetap saja napasku dipercepat, dan ingatan itu melintas di kepalaku. Cara dia terasa dan bagaimana dia melihatku setelah aku tidak mau mengakui ciuman di antara kami, semua itu hanya membuatku merasa lebih buruk. Begitu banyak untuk berpura-pura itu tidak pernah terjadi. Mungkin kami seharusnya membicarakannya. Lalu apa? Tidak ada yang bisa dibicarakan tentang itu, pikirku. Kecuali jika aku ingin membicarakan bagaimana dia terasa baik.
Hentikan Rose! Benar-benar berhenti di sana! Fokos saja pada apa yang harus kamu lakukan saat ini!
Aku setuju sepenuhnya dengan suara akal sehatku jadi aku fokus untuk mendengarkan sekitar, memperhatikan setiap suara terkecil dari dengungan serangga, suara angin yang bergeser yang harus berasal dari suatu tempat, lalu langkah kaki. Beberapa set langkah kaki aku perhatikan. Kemudian denting rantai yang menyeret lantai batu. Semua indraku waspada begitu aku mendengarnya, otot-ototku melentur karena antisipasi dan kami menunggu. Aku menunggu suara raungan kekacauan dimulai, menunggu gema amukan wyvern tapi langkah berlanjut dan raungan tidak datang. Aku tegang, menggeliat di tempatku berdiri, sebagian diriku yang ceroboh dan tidak sabar ingin menerobos ke lorong yang aku tahu akan membawaku tepat ke bawah hidung prajurit. Drake mungkin menyadari kegelisahanku saat jarinya melingkar di pergelangan tanganku, menahanku tinggal.
"Belum, beri lebih banyak waktu!" Dia berbisik terlalu dekat dengan telingaku.
Menit lain berlalu. Aku percaya ini tidak akan berhasil. Aku sudah terlalu menggantungkan keberuntunganku pada wyvern. Lis baru saja mati. Aku gagal dan aku hanya menunggu di sini. Selalu kalah, selalu hanya bersembunyi, tidak berdaya, dikalahkan. Pamanku, orang tuaku, sekarang Lis, aku bersumpah pada Selena untuk membawa ibunya keluar, begitu banyak kebanggan untuk bersumpah. Aku selalu gagal. Aku tidak bisa gagal lagi, tidak ini juga. Aku harus ke sana, ini kesempatan terakhir untuk hidup Lis, aku tidak bisa hanya melepaskannya begitu saja.
Menarik pergelangan tanganku dari genggaman Drake, aku meraih ke pangkal pedangku. Bunyi pedang yang ditarik dari sarungnya bergetar di udara, itu hampir tidak bersuara.
"Tidak, Rosemary!" desis Drake tajam. Aku mengabaikan dia.
Aku tidak membiarkan ini, aku sudah memutuskan tapi sebelum aku bisa mengambil langkah menuju ke koridor Caonach, bunyi lebih banyak langkah kaki bergema dari terowongan di belakang kami. Cahaya merah dari obor menari di dinding batu, mendekat lebih terang. Napas meninggalkanku saat itu, akal sehat melayang saat kenyataan menabrakku. Mereka tahu. Mereka tahu. Mereka tahu tentang ini tapi bagaimana? Torin? Apakah dia menjualku? Tapi aku tidak mungkin salah membacanya.
Itu tidak kurang dari selusin prajurit yang sekarang akhirnya mencapai kami dan bersama mereka Jenderal Moringan bebaris dengan set baju zirahnya. Tidak ada senyum kecuali wajah serius pertempuran yang ditentukan. Mereka hanya beberapa meter saat aku mengangkat pedangku meski aku tahu tidak bisa mengalahkan mereka, dan mustahil untuk lari dari sini. Aku tidak bodoh untuk tertipu dengan peluang, kesempatan aku lolos dari ini mungkin mencapai satu banding satu juta. Katakanlah mustahil. Aku mendengar di bekakangku Drake menarik pedangnya sendiri saat langkah lain menyusul dari lorong Caonach. Oke, peluang kami jelas menjadi nol sekarang. Aku berbalik untuk menemui mata Drake, untuk meminta maaf karena membawa ini padanya tapi kata-kata berhenti di tenggorokanku saat ujung pedangnya terarah ke tenggorokanku.
"Sudah selesai," ucap Drake cukup keras untuk didengar semuanya.
Bukan dia. Itu tidak bisa menjadi dia. Aku menatap ke matanya tapi hanya ada pengunduran diri di sana. Apakah selama ini dia menipuku? Tapi malam saat dia melepaskan aku bersama gadis-gadis, malam saat kami bertemu Dreadbringer, apakah itu juga tipuan? Tapi untuk apa? Ini tidak masuk akal. Semuanya tidak masuk akal.
"Lady Bianca, jatuhkan senjatamu dan taruh tanganmu di belakang punggungmu! Kamu ditahan atas tuduhan pemberontakan." Jenderal Moringan berbicara dengan tegas, semua formal dan tenang.
Aku menatap Drake, menunggu detik dia akan menggeser pedangnya pergi dari leherku dan menyerang prajurit di kedua sisi kami tapi itu tidak pernah datang. Aku seharusnya tahu lebih baik dari pada percaya pada pria yang memimpin pembuahan orang tuaku. Bagaimana dia bisa memalsukan semua perasaan itu, aku tidak tahu tapi mungkin dia berhasil menyamarkan semuanya. Kemudian ciuman, mungkin itu bagian dari mengacaukan aku dalam membacanya. Aku mengeraskan pandanganku saat aku membuat gerakkan pertama.
Lenganku terangkat mengayun pedangku ke depan membanting bilah Drake menjauh dari pangkal leherku. Mendapat efek kejut dan kelengahan di tempat pertama aku melakukan manuver, aku menyerang Drake ke titik mematikan jantungnya tapi Teffa! Dia cepat! Melompat mundur, pedangnya memblokir tusukan fatalku. Kemudian dia memelintir pedangnya, mendorong dalam tusukan tajam yang akan memotong rusukku jika aku tidak memiliki kecepatanku.
Aku bergerak dengan napas dangkal saat prajurit lain bergabung. Aku tahu mustahil untuk menang bahkan saat aku menebas dan mengambil darah. Emosi antisipasi dan amarah tebal saat pertarungan. Pedang berdenting dan sesekali baja tajam memotong dagingku saat aku bergerak dalam tarian maut. Satu mati, dua, tiga tapi ada begitu banyak. Aku tidak melihat Drake sejak pertarungan pecah, aku berharap akan melihatnya, bunuh jika mungkin tapi aku menolak untuk membiarkan pikiranku teralihkan. Lebih baik fokus pada menghindari pedang yang mencoba memotongku. Tapi pada akhirnya, seberapa baik pun diriku, pada satu titik aku harus membuat kesalahan. Genggamanku tergelincir saat mendorong pedangku ke jantung prajurit yang memotong pipiku, terlambat untuk menyadari di belakangku Jenderal semua siap untuk memukulku. Pedangku jatuh berdenting ke tanah dan pukulan telak di tengkuk mengirim gelap ke pandanganku. Hanya butuh kehilangan beberapa detik peganganku untuk memberikan kesempatan bagi prajurit meringkusku. Aku ditabrak jatuh ke tanah, tangan dipelintir di pinggangku dan pipiku menggosok lantai batu yang berdebu. Dikalahkan sekali lagi dalam hidupku.
"Ikat dia!" perintah Jenderal, kepuasan gelap menetes di suaranya. "Aku berpikir untuk membiarkan dia melihat eksekusi temannya sebelum mengirimnya ke Womb."
Bajingan berengsek!
Saat prajurit mengikat tanganku aku memperhatikan Keir Moringan menepuk punggung adiknya dengan bangga. Drake tersenyum, berbagi beberapa kata dengan saudaranya tapi begitu matanya menemukan milikku mereka terlihat jatuh, tidak cocok dengan pandangan kebencian yang aku bagikan untuknya.
Aku didorong menuju lorong Caonach, Torin terikat dan dipukuli sepertiku, Lis adalah kehancuran malang dengan lebam yang lebih buruk saat aku bergabung dengan mereka di lorong. Tidak ada dari kami yang berbagi kata saat prajurit terus memaksa kami bergerak, menuju ceruk tempat eksekusi yang seharusnya dijaga Caonach. Jenderal dan Drake baru saja membiarkan prajurit menangani kami, mereka tentu tidak perlu menghadiri eksekusi seseorang yang tidak penting.
Aku sudah putus asa di setiap langkah yang kami ambil, percaya bahwa aku sudah selesai tapi ketika kami mencapai ujung lorong dan bayangan besar Caonach terlihat, aku memperhatikan menset baja yang tidak terikat di lehernya. Dia di sini, dia masih tidak dibelenggu. Mereka tidak tahu semuanya atau mereka tidak peduli? Mataku bertemu milik Caonach saat suaranya berdering di telingaku.
Butuh beberapa bantuan, Gadis kecil?
Ohh, tutup mulutmu. Balasku saat senyum sakit merentang bibirku. Lalu wyvern itu meraung.
"Berengsek!" Aku mendengar Torin mendengus saat Caonach mengayunkan ekor berduri dan merobek prajurit dengan taring. Dia menghindarkan kami dari amukannya. Prajurit yang memegang kami mundur.
Yang terikat adalah teman, yang lain adalah makanan, daging dan tulang, benar?
Caonach bertanya di kepalaku dan aku dengan senang memberi tahunya itu benar.
Semua kekacauan cakar dan gigi itu sudah cukup buruk, aku percaya Caonach akan mengalahkan mereka. Tapi kemudian bunyi cambuk menggores udara dari salah satu prajurit, itu bukan cambuk biasa. Terbuat dari senar baja yang dipilin ujungnya adalah mata pisau yang jahat. Lalu ayunan itu mengarah ke sisik-sisik Caonach yang dicungkil dan wyvern itu menjadi gila. Meraung dengan tangisan panik.
Tidak Caonach! Kamu tidak kalah dengan itu!
Dia mendengking dengan suara pilu saat cambuk lain menimpanya. Tidak mendengarku, terlalu jauh tenggelam dengan ketakutan. Aku tidak akan membiarkan itu, tidak setelah sejauh ini. Mengayun kepalaku ke belakang aku menghancurkan hidung prajurit yang memegangku, sial untuknya karena tidak memakai pelindung kepala. Lalu aku berputar dan tidak seperti Gavin dia tidak cukup cepat saat aku menarik lutuku ke selangkangannya. Torin melakukan invasi yang sama saat itu tapi aku tidak menunggunya saat aku berlari ke prajurit yang mencambuk Caonach. Aku tahu bagaimana rasanya dicambuk dan aku membencinya jadi aku tidak berpikir saat aku menabraknya. Kami jatuh bersama ke laintai, tanganku masih terikat di punggungku. Prajurit itu menggeram marah padaku saat menghancurkan tinjunya beberapa kali ke wajahku jelas tidak memiliki masalah dengan memukul wanita.
Caonach! Aku butuh beberapa bantuan di sini!
Aku masih belum bisa menghubunginya, kepalaku berenang dengan bintik hitam dan basah dari darah melapisi wajahku. Hidungku hancur dan bibirku robek lalu Torin ada di sana menendang prajurit terjatuh, itu praktis menghimpitku.
"Lain kali jika kau menendang seseorang, pastikan itu tidak menghancurkan rusukku!" sindirku sinis. Torin mendengus.
"Lain kali, jangan berbaring di bawah seseorang yang akan aku tendang!" balasnya tidak kalah sinis. "Buat wyvern itu bekerja atau prajurit akan mengalahkan kita lagi!"
"Ohh percayalah, aku sedang mencoba di sini!" bentakku saat Torin menggulingkan prajurit dari atas tubuhku dan berhasil menarik belati yang terselip di sabuk prajurit itu.
"Baiklah! Apa pun buat itu bekerja!" Dia sudah sibuk untuk memotong talinya. Aku kembali ke Caonach.
"Caonach! Ini tidak lucu! Wyvern suka darah dan pertempuran! Jangan menjadi pengecut!" Dia masih belum bergerak. "Ohh Gieraa mengutuk ini!"
Dia tersentak pada kalimat terakhirku. Aku tidak tahu wyvern membakar api tapi itu yang dilakukan Caonach saat kata-kata terakhir meninggalkan bibirku. Dia memanggil raungan mengerikan dari dalam dirinya saat api mulai menyembur dari moncongnya dan menghanguskan batu serta semua yang dia lewati. Api. Di mana-mana api saat lebih banyak raungan.
"Ambil Lis!" kataku panik pada Torin. Dia berhasil keluar dari simpulnya. "Bawa dia pergi!" Dinding yang terbakar menghitam hancur dalam sapuan ekor Caonach. Tubuh prajurit yang terpangang jatuh mengerikan dalam tumpukan menghitam di lantai tapi Lis meringkuk di sudut. Masih hidup, Caonach menghindarkannya dari badai api itu entah bagaimana.
"Bagaimana denganmu?" tanya Torin. Gema dari ratusan langkah kaki sekarang mendekat ke arah kami.
"Tidak ada waktu! Ambil Lis!"
"Aku tidak meninggalkanmu sendirian!" balasnya. Keras kepalanya cocok denganku.
"Setidaknya salah satu dari kita keluar hidup-hidup!" Caonach menggeram saat itu.
Caonach akan menjaga Gadis kecil.
"Dan aku tidak sendirian. Aku punya Caonach. Pergilah!"
Dengan enggan Torin mengangguk, menyeret langkah untuk membawa Lis bersamanya. Selama semua kejadian itu Lis sama sekali tidak memandangku atau bicara. Itu membuatku bertanya-tanya seberapa banyak bagian dari dirinya yang masih menjadi miliknya. Mereka menghilang ke dinding yang telah dihancurkan Caonach dan aku hanya berharap Torin tahu jalan yang aman.
"Hanya tinggal kita berdua," ucapku pada Caonach. Dia membuat suara seperti dengusan saat taringnya mengoyak tali di pergelangan tanganku, itu menggores kulitku bersama tapi aku tidak protes. Bahkan saat rasa tajam perih dari pemotongan membuatku meringis. Lalu puluhan, ratusan prajurit kembali mengepung kami. Aku tidak sempat bereaksi untuk itu, saat panah melesat ke bahuku kehilangan jantungku. Aku tersentak terhadap pukulan dan rasa sakit tajam tapi bersyukur itu meleset. Kemudian kelegaan itu cepat tersapu saat bintik-bintik hitam menari di depan mataku. Aku jatuh ke tanah. Caonach meraung saat mendengar lebih dari satu suara retakan cambuk yang mengisi udara. Hal terakhir yang aku dengar adalah suara keras Jenderal Moringan.
"Aku mau gadis itu hidup-hidup! Aku ingin mencari tahu seberapa banyak yang diperlukan untuk mematahkannya."
***
Vote, comment, and share RITMAF! LUV YU ALL ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top