Maroon Girl

Sehari bersama Granger kemarin, menimbulkan banyak perubahan bagi diri Silvanna. Ia berhasil menemukan satu titik menarik yang--mungkin--banyak orang tak tahu. Di balik sifatnya yang tidak pedulian, tersembunyi kelembutan dari sosok Granger tanpa bisa terlihat dari tampilan luarnya.

Saat di private island, beberapa kali Granger menggenggam tangan Silvanna seakan tak ingin terlepas. Itulah salah satu tingkah Granger yang akhir-akhir membuat Silvanna luluh.

Selain itu, terbukanya Granger tentang kisah masa lalunya pada Silvanna, membuat gadis itu merasa lebih dekat dengan Granger. Meski beberapa kali Granger mengatakan kalau ia nyaman dengan Silvanna, namun Silvanna belum bisa menyimpulkan tentang perasaan Granger padanya.

Sampai saat ini, Granger belum mengatakan apapun pada Silvanna selain kata nyaman dan tenang. Belum ada ungkapan resmi kalau Granger suka, sayang, atau cinta padanya. Di sisi lain, Silvanna merasa kalau dia sudah mulai menyayangi Granger. Itu akibat dari perlakuan lembut Granger yang tak terduga.

Saat ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan Granger atau perasaannya. Deadline tugas iklan promosi wisata sudah kurang dari 24 jam. Itu artinya, Silvanna harus segera mengedit videonya. Lancelot juga sudah menyerahkan sebuah flash drive yang berisi file video yang mereka rekam kemarin di Japanese Village.

Seselesainya perkuliahan hari ini, Silvanna mencari Fanny yang biasanya ada di kantin pas jam-jam istirahat begini. Beruntung, Silvanna menemukan Fanny dengan cepat saat itu. Silvanna mau menggunakan komputer Fanny untuk mengedit video itu.

Silvanna begabung dengan Fanny yang tampak stress dengan berbagai makalah di depannya. Kebetulan, cewek itu sedang sendirian duduk di bangku kantin sambil meratapi nilai makalahnya yang mengenaskan.

Fanny menjambak-jambak rambut pendeknya gemas. Silvanna sampai ngeri melihat Fanny yang terlihat stress.

"Kenapa?" tanya Silvanna saat Fanny menyadari kehadiran Silvanna beberapa menit kemudian.

"Khufra bedebah! Kenapa makalah gue C semua?!" kutuk Fanny menyapu makalahnya dengan tangan, tak berminat lagi pada makalah-makalahnya.

"Ada yang salah mungkin?"

Fanny hanya mengedikkan bahu, tak mau lagi membicarakan tentang makalah.

"Oh ya, Fann. Komputer lo nganggur nggak? Gue mau ngedit video nih. Gue pinjem ya," izin Silvanna.

"Pake aja, Silv." Fanny mengizinkan. "Lo takut terganggu sama roommate gila lo itu ya?" Fanny membuat topik pembicaraan baru.

Silvanna menggeleng. "Laptop gue ngadat kalo dipake buat editing video," sahut Silvanna.

"Oh iya, gimana komplainan lo? Udah ditindaklanjuti sama Bu Natalia?" tanya Fanny.

"Untuk saat ini gue nggak mau komplain dulu," kata Silvanna menyamarkan senyum yang hampir terbit.

Fanny memicingkan matanya curiga, Silvanna langsung mengalihkan pandangannya. Fanny mengangguk dan memastikan kalau pikirannya benar. Ia menggeser kursinya untuk merapat dengan kursi Silvanna.

"Bilang sama gue, apa yang udah terjadi sama lo?" tanya Fanny penuh selidik.

"Terjadi apa?" Silvanna keheranan.

"Pasti udah terjadi apa-apa, kan? Lo mendadak nggak mau komplen lagi soal masalah lo," duga Fanny.

"Gue nggak mau aja," Silvanna mengelak.

Fanny semakin memicingkan matanya, memberi kode desakan pada Silvanna.

Silvanna menyerah. Tangannya menangkup menutupi wajah seraya menghela napas. "Udah banyak yang terjadi antara gue sama Granger." Akhirnya Silvanna mengaku.

"What?? Lo ngapain aja sama dia?" sahut Fanny tak bisa mengontrol volume suaranya.

Silvanna mengamati situasi kantin sebelum menjawab pertanyaan Fanny. "Beberapa waktu belakangan ini dia berubah, Fann," jawab Silvanna pelan. "Sejak gue ngurusin dia setelah digebukin sama musuh-musuhnya, dia jadi bersikap lembut sama gue. Dia nggak pernah bentak gue, nggak ngadain party di unit kita, dan dia udah nyeritain semua masa lalu dia sama gue. Dia juga udah ajak gue ke tempat paling privasi buat dia."

"Oh my God, Silv. Lo udah masuk sangat dalam ke kehidupan Granger," respon Fanny. "Gue yakin sih, bentar lagi status jomblo lo bakal ilang."

Silvanna tersenyum tipis seraya mengamini dalam hati.

"Dia nggak macem-macem kan sama lo?"

"Enggak. Kontak fisik kita masih wajar, kok."

"Syukurlah. Gue cuma takut lo jadi korban barunya Granger," kata Fanny. "Kalo lo beneran jadian sama Granger, gue cuma pesen, jangan sampe pacaran lo kelewat lebay kayak couple-couple bucin di sini."

"Couple bucin?"

Fanny menebar pandangan ke seluruh penjuru yang bisa dijangkaunya. Terlihat sepasang muda-mudi yang terlihat mesra saat makan siang bersama di sebuah bangki kantin. Fanny menunjuk pasangan itu.

"Mereka salah satunya, Carmilla sama Cecilion. Di angkatan gue, mereka suka jadi bahan gosip," info Fanny.

Beberapa saat kemudian, Fanny juga melihat sepasang muda-mudi yang melintas dekat kantin. "Mereka juga jadi top bucin di kampus ini, Miya sama Alucard. Bahkan, ada beberapa temen gue yang liat mereka keluar masuk kamar yang sama."

"Mungkin mereka senasib sama gue dan Granger." Silvanna berpikir positif.

"Nggak, Silv. Mereka juga tuh nempel terus kayak kusen sama pintu," sahut Fanny. "Sama ada satu lagi," Fanny kembali menebar pandangan.

"Fanny!!" seru seorang gadis bersurai maroon dikepang. Gadis itu langsung menghampiri Fanny dan terlihat buru-buru.

Fanny cengo melihat sosok gadis yang mendadak mencarinya.

"Lo liat Saber nggak?" tanya gadis itu.

"Nggak. Lo kenapa?" tanya Fanny saat melihat mata gadis itu berkaca-kaca.

"Bantu gue cari Saber, Fann. Semua sosial media gue ada yang bajak. Isinya jadi konten negatif semua, gue takut. Makannya gue cari Saber," sahut gadis itu.

"Kayaknya sih di lab komputer," sahut Fanny.

Gadis itu meraih tangan Fanny. "Temenin gue ke Saber, please. Gue nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi," gadis itu tampak memohon.

Fanny menyetujui seraya berdiri dan mengaitkan tasnya di bahu. Terkesan kurang sabar, gadis itu segera menarik Fanny sebelum sempat berpamitan pada Silvanna.

"Silv, lo langsung ke unit gue aja. Ada Lolita di sana, nanti gue kabarin dia!" seru Fanny dari kejauhan karena langsung ditarik gadis itu.

***

Silvanna berkutat dengan deretan video yang harus dieditnya hari ini juga. Durasi video yang telah dieditnya selama satu jam ini baru sekitar 30 detik. Itu artinya 30 detik terakhir harus lebih berkesan agar para wisatawan tertarik untuk mengunjungi Japanese Village.

Seseorang mengetuk pintu depan, Lolita langsung membukanya. Lolita menerima pesanan makanan dari seorang driver ojek online.

"Ini pesenan lo, Silv." Lolita menaruh bungkus makanan dan minuman di samping Silvanna.

"Thanks, Lolita," sahut Silvanna menoleh sebentar lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

"Emang anak-anak desain tuh harus bisa semuanya ya? Harus bisa gambar, edit video, ini-itu?" tanya Lolita yang saat itu memperhatikan pekerjaan Silvanna dari samping sambil memakan kentang gorengnya.

"Nggak juga, Ta. Kita bisa milih kok di mana fashion kita. Bisa itu di ilustrasi, animasi, atau sinematografi. Masih banyak kok cabang-cabangnya," jelas Silvanna.

"Au ah, pusing gue," kata Lolita lalu duduk sambil menonton TV.

Dua jam kemudian, Silvanna sudah selesai mengedit videonya dan tinggal menunggu proses rendering yang biasanya tidak sebentar.

Fanny tahu-tahu masuk dan merebahkan diri di sofa. Lolita sudah tak ada di situ, ia pamit pada Silvanna beberapa menit yang lalu untuk pergi bersama temannya.

"Kenapa, Fann?"

"Prihatin gue denger curhatan Lesley," sahut Fanny.

Silvanna menghampiri Fanny dan ikut duduk di sofa. "Kenapa dia? Apa yang bajak akun sosmednya orang jahat?"

"Yang bajak itu tunangan pacarnya Lesley," jawab Fanny mendudukkan diri.

"Tunangan pacarnya?" Silvanna masih bingung dengan status itu.

"Jadi Lesley punya cowok, dan cowok ya itu dipaksa tunangan sama cewek lain. Dramatis banget kisah cinta mereka."

"Tragis banget."

"Tunangan cowoknya Lesley nggak terima kalau Lesley masih berhubungan sama cowok itu. Makannya dia nge-hack semua sosmed Lesley."

"Kenapa nggak diputusin aja sih cowoknya? Lesley kan cantik, pasti dapet yang lebih baik."

"Nama cowoknya Lesley itu Gusion. Mereka udah pacaran sejak SMA. Gue denger sih, mereka sempet putus karena pertunangan Gusion sama cewek itu. Tapi kayaknya mereka balikan lagi," jelas Fanny.

"Cowoknya kurang tegas. Dia nggak bisa memutuskan siapa yang harus dia pilih. Daripada nyakitin lebih dalam, mending dia putusin salah satunya," Silvanna berpendapat.

Entah kenapa, Fanny merasa risih dengan rambut Silvanna. Ia mengambil sisir dari tasnya dan meminta Silvanna untuk duduk di bawah.

"Orang ganteng sih bebas," kata Fanny sambil mengutak-atik rambut panjang Silvanna.

Silvanna membiarkan Fanny melakukan sesuatu pada rambutnya saat itu. Mungkin itu menjadi salah satu cara untuk membunuh waktu dalam menunggu renderan video yang belum kunjung selesai.

***

Granger baru keluar dari ruangan dosen setelah menemui dosen pembimbingnya. Di lorong kampus, ia berpapasan dengan gadis bersurai maroon yang terlihat sangat sedih. Gadis itu terus menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya.

Keduanya sama-sama menghentikan langkah saat tahu ada seseorang yang menghalangi jalan masing-masing. Mereka bertatapan untuk sejenak. Granger yang menatap gadis itu iba, dibalas tatapan yang tak bisa diartikan dari gadis itu. Gadis berkepang maroon itu langsung memalingkan pandangannya. Ada corak penyesalan di balik wajah sedihnya saat menatap Granger.

Gadis itu melanjutkan langkahnya saat merasa tak kuat lagi berada di jarak yang dekat dengan Granger. Gadis itu tak mau rasa penyesalan dan rasa bersalahnya kembali timbul ke permukaan.

Granger membalikkan badan seraya menatap gadis yang baru meninggalkannya tanpa pamit. Di mata Granger, gadis itu masih sama, rapuh seperti dulu. Gadis itu kembali terlihat sedih dan mungkin karena satu sebab yang sama. Granger mengepalkan tangannya mencoba menahan emosi yang mendadak muncul di hatinya.

***

Silvanna baru selesai memasak kala Granger masuk ke unit itu. Makan malam sudah siap di atas meja, tinggal menunggu dua penghuni unit itu untuk menyantapnya.

"Granger, makan bareng yuk. Gue bikin balado telur kesukaan lo," kata Silvanna sambil menyiapkan piring dan sendok.

Granger melangkah ke meja makan dan menemukan Silvanna tengah tersenyum dan terlihat lebih cantik saat rambutnya dikepang.

Sejenak Granger terpana, namun muncul pikiran lain di otaknya saat itu. Ia buru-buru menghampiri Silvanna dan memegang rambut berkepang cewek itu.

"Lepas kepang lo!" kata Granger dingin sambil mencoba melepaskan kepang rambut Silvanna.

"Tapi kenapa?" tanya Silvanna. "Granger, sakit!" serunya saat Granger tak sengaja menarik rambutnya. "Lo kenapa sih?" tanyanya heran sedikit kesal seraya mendorong Granger.

"Gue cuma minta lo lepas kepang lo!" kata Granger. "Gue lebih suka liat lo jadi diri sendiri. Jangan maksa miripin diri sama dia. Lo jelas beda sama dia!" kata Granger sedikit marah.

"Maksud lo apa, Granger? Gue nggak ngerti apa yang lo omongin. Masa cuma karena kepang rambut, lo marah-marah ke gue?"

"Silv, lo denger kan gue ngomong apa? Atau gue yang lepas kepang rambut lo!"

"Jelasin dulu kenapa?"

Tak sabar, Granger meraih kembali rambut Silvanna dan melepas kepangan itu. Silvanna merasakan perih saat Granger menarik rambutnya untuk melepaskan kepangan itu.

"Sekali lagi gue ingetin, jangan jadi orang lain. Jadilah diri lo sendiri. Gue nggak suka ada orang lain yang mengepang rambut!" kata Granger sebelum memutuskan masuk ke kamarnya.

Silvanna mengejar Granger untuk meminta penjelasan lebih. Namun, cowok itu keburu menutup pintu kamarnya.

"Gran, lo kenapa sih? Masa cuma gara-gara kepang kita berantem begini?" tanya Silvanna sambil menggedor pintu kamar Granger. "Gran, jelasin ke gue!"

Sayangnya, tak ada sahutan apapun dari Granger di dalam. Silvanna melayangkan satu getokan paling keras, sekaligus ketukan akhir pada pintu Granger. Ia berbalik dan memunggungi pintu itu.

"Dia kenapa sih?" Silvanna masih tak habis pikir. Yang jelas, acara makan malam bersama dengan Granger hancur begitu saja karena satu masalah yang Silvanna belum mengerti.

***

Dalam keheningan malam itu, Granger termangu di balkon kamar apartemennya. Ia memandang bintang yang tak bisa ia hitung jumlahnya. Pikirannya melayang ke kejadian tahun lalu.

Saat itu...

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top