Beautiful in White

Satu bulan kemudian...

Selama itu, tidak ada komunikasi lewat apapun antara Granger dan Silvanna. Mereka sama-sama sibuk dengan kegiatan satu bulan ini. Granger menghargai keinginan Silvanna dan semoga gadis itu akan senang saat mendengar Granger yang sudah menyelesaikan sidang akhirnya.

Hari ini, Granger akan membuktikan itu pada Silvanna...

Giliran Granger yang harus masuk ke ruang sidang. Sambil ditemani Claude—yang gagal mengikuti sidang skripsi semester itu—yang memberi semangat dan memperingatinya untuk tetap tenang. Sesekali, matanya menebar ke sekitar koridor dekat ruang sidangnya sambil mencari seseorang yang selama ini ia cari. Namun, dari sekian puluh orang tamu yang hadir, orang yang ia cari pun belum kunjung terlihat.

Claude menepuk bahu Granger dan mengode untuk cepat masuk ke ruang sidang dan menemui para dosen penguji yang sudah memasang wajah sangar untuk sang mahasiswa 'tertua' itu.

Saat pintu ruang itu tertutup, Claude iseng berkeliling untuk mencari sesuatu yang bisa menghiburnya selama menunggu Granger.

Di ruangan paling ujung dekat tangga, Claude melihat sesosok gadis berambut pendek dikuncir yang tengah memegangi buket bunga. Dari jarak sekian meter itu, Claude sudah dapat menebak siapa gadis itu. Ia menghampirinya.

"Nemenin siapa lo?" tanya Claude tiba-tiba hingga membuat gadis itu terlonjak.

Ingin rasanya Fanny mengelak dan menyembunyikan buket bunga untuk seseorang yang ditunggunya. "G—gue nunggu temen," sahutnya gugup. Ia tak sempat menyembunyikan buket bunga itu.

Claude menatap selidik Fanny yang ragu untuk menatapnya. Ia berinisiatif untuk mengecek semua nama yang ikut sidang akhir hari ini di papan pengumuman. Dari sekian ratus nama mahasiswa, hanya butuh beberapa detik bagi Claude untuk menemukan nama 'Saber'. Ya, pasti nama itu yang sedang ditunggu Fanny.

"Semoga temen lo lulus secepatnya dari sini," ucap Claude memaksa senyumnya.

Tanpa pamit, Claude kembali berjalan untuk menemui orang lain yang ia kenal. Kebetulan di ruangan seberang tangga ada salah satu temannya juga yang akan ikut sidang. Claude memutuskan untuk tetap di sana sambil memperhatikan Fanny dari kejauhan.

Setelah beberapa saat, Claude melihat Saber keluar dari ruangannya dan disambut oleh Fanny sambil menyerahkan buket bunga seraya mengucapkan selamat.

Saber menerima bunga itu, berterima kasih lalu menepuk kepala Fanny.

"Selamat datang di musim revisi!" canda Fanny untuk mencairkan kekakuan yang ada.

Namun, beberapa detik kemudian, muncul seorang gadis dengan rambut hitam sebahu sambil membawa buket bunga yang lebih besar dari yang diberikan Fanny. Saber menyambut ceria gadis itu bahkan memeluknya saat gadis itu mengucapkan selamat dan menyerahkan bunga itu.

Fanny tersentak saat melihatnya.

"Oh iya, Fan, kenalin ini Benedetta, cewek gue." Tanpa beban apapun, Saber mengenalkan pacarnya pada Fanny.

Mata Fanny hampir berkaca-kaca saat itu juga, namun ia tetap menerima uluran tangan gadis itu. "F—Fanny."

Tanpa di duga, Claude datang dari belakang lalu merangkul Fanny. Fanny terlonjak dibuatnya.

"Hoy, Sab! Lo ikut sidang semester ini? Congrats, deh!" sahut Claude mengajak Saber tos seraya mengucapkan selamat. Ia kembali merangkul Fanny sambil memandang Benedetta. "Siapa?"

"Dia Benedetta, cewek gue," sahut Saber.

Claude mengulurkan tangan pada gadis itu, "Gue Claude, cowoknya Fanny." Kalimat itu membuat Fanny mendelik dari samping. Namun, Claude hanya menanggapinya dengan senyuman miring.

Saber mengangguk paham, "Kalo gitu, gue sama Detta duluan, ya," pamit Saber seraya merangkul Benedetta menuruni tangga.

Saat Claude menoleh pada Fanny, ia mendapati gadis itu tengah menatapnya bingung. "Kenapa?" tanya Claude.

"Apa maksud lo tadi?" tanya Fanny tanpa ekspresi.

Claude sempat diam beberapa detik sebelum melakukan pergerakan. Setelah yakin, ia segera mengecup bibir Fanny, singkat. Tak peduli ada atau tidak ada yang melihatnya.

Untuk ke sekian kalinya Fanny di buat terlonjak oleh si cowok spiky itu. Namun kali ini ada getaran aneh yang dirasakan Fanny saat Claude mengecup bibirnya. Lembut, hangat dan begitu menggetarkan.

"Sorry, gue nggak bisa liat lo sedih," ucap Claude sesaat setelah mengecup Fanny. "Dan harus lo tahu, gue bisa bikin lo lebih bahagia," ungkap Claude sebelum menepuk puncak kepala Fanny dan melangkah menuju pintu ruangan Granger.

Fanny masih terpaku di tempatnya tanpa bisa berkata-kata. Kecupan dan kata-kata Claude membuatnya membeku di tempat. Namun matanya masih bisa melihat Claude yang melangkah ke ujung koridor.

Fanny melangkah cepat untuk menyusul Claude. Setelah dekat, ia langsung menggamit tangan Claude. "Kenapa langsung pergi?" tanya Fanny.

"Lo-nya diem aja kayak patung!" celetuk Claude.

"Jadi nggak?"

"Apa?"

"Bahagiain gue," bisik Fanny.

Claude tersenyum simpul lalu mengelus pipi Fanny dengan tangan sebelahnya.

"Oh iya, acara Silvanna nanti sore, kan?" tanya Fanny mencairkan kekakuan mereka.

Claude mengangguk menanggapinya.

"Lo udah kasih tau Granger?" tanya Fanny lesu.

"Rencananya, gue ngasih tau ini pas dia kelar sidang."

"Kasih tau apa?" tanya Granger yang tahu-tahu berdiri di depan pintu ruang sidang.

Claude langsung menghampiri dan merangkul sahabatnya seraya mengucapkan selamat atas usainya sidang akhir sang mahasiswa tiga belas semester. Begitu juga dengan Fanny.

"Jelasin ke gue, ada apa? Soalnya tadi kalian nyebut nama SIlvanna," desak Granger.

"Nanti sore, Silvanna—" perkataan Fanny dipotong langsung oleh Claude.

"Mau nikah!" sahut Claude membuat Granger membulatkan mata.

"Nikah?" kejut Granger. "Nggak mungkin!" sahutnya tak percaya. Baru saja ia merasa lega seusai menghadapi dosen-dosen killer yang sudah melemparnya berbagai pertanyaan, ia kembali dibuat gusar oleh berita yang baru disampaikan Claude dan Fanny.

"Sekarang kasih tau, Silvanna di mana?"

Tak ada yang menjawab saat Granger melontarkan pertanyaan itu.

"Argghhh!!" teriak Granger langsung berlari keluar gedung universitas menuju apartemen.

Di tengah perjalanannya menuju apartemen, ia melihat sebuah set dekorasi pernikahan berkonsep garden tengah disusun oleh para petugas di taman apartemen. Granger segera menghampiri set pernikahan itu. Ia yakin kalau Silvanna akan melangsungkan pernikahan di sana.

Namun, saat Granger mencoba lebih masuk ke area altar, dua orang petugas menahannya. "Maaf, Tuan. Acaranya berlangsung beberapa jam lagi. Mohon menunggu di tempat lain," pinta sang petugas sambil menahan Granger untuk tak masuk lebih jauh.

Claude segera menarik Granger yang terlihat frustrasi saat itu lalu mencoba menenangkannya. "Lo tenang dulu, Gran! Ini udah keputusan Silvanna. Lo harus bisa terima ini!"

"Tapi kenapa lo rahasiain ini dari gue, Claude? Lo mau liat gue hancur?"

Claude menggeleng. "Nggak ada sedikit pun keinginan gue buat liat lo hancur," ucap Claude. "Mungkin ini yang terbaik untuk kalian."

Sejak saat itu, Granger tak mendengar kata-kata apapun lagi dari Claude. Semua alat inderanya melemah, termasuk perasaannya. Ia merasa, ia hidup hanya untuk hari ini.

***

Claude dan Fanny memasuki gerbang penyambutan di lokasi pernikahan Silvanna dan Lancelot. Terlihat sepasang pengantin itu sudah bersiap di altar bersama sang pemuka agama. Mereka langsung menempati tempat kosong di dekat catwalk yang mengarah menuju Altar. Di samping mereka, sudah hadir Alucard dan Miya, bahkan Odette yang juga ingin menyaksikan prosesi pernikahan itu.

Fanny bahkan heboh sendiri saat bertemu sepupunya itu. Ternyata, Odette menepati janjinya untuk datang ke Moniyan saat ia liburan.

"Granger mana?" bisik Miya pada Fanny.

"Tadi bilangnya mau ngerokok dulu," sahut Fanny.

"Hmm, padahal acaranya mau dimulai." Miya mulai terlihat gusar.

Saat itu, kedua pengantin itu tengah mengucapkan janji suci secara bergantian di hadapan sang pemuka agama. Saat tiba giliran SIlvanna yang mengucap janji itu, tiba-tiba...

"Mohon hentikan pernikahan ini!" seru Granger yang tahu-tahu berdiri beberapa langkah di dekat altar. Tak ada yang menyadari kapan ia masuk ke area pernikahan itu.

Dalam sekejap, Granger menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana. Silvanna bahkan sudah terkejut melihat kedatangan Granger yang terlihat menahan amarahnya. Baru saja, mau mengucapkan sesuatu, Silvanna ditarik Granger untuk menjauh dari altar sampai Silvanna hampir tersandung oleh gaun pengantin panjangnya.

Alucard sempat keluar dari tempatnya untuk menenangkan Granger, namun Claude menahannya.

Granger menghadapkan Silvanna ke arahnya. Sesungguhnya, Granger ingin sekali memuji kecantikan Silvanna yang dibalut gaun putih saat itu. Dengan wedding veil yang sudah terangkat, Granger menjadi semakin jelas memandang wajah Silvanna.

"Gue kecewa sama lo, Silv," lirihnya. "Jadi, tujuan lo blok nomor gue selama sebulan itu biar lo nggak keganggu saat mempersiapkan pernikahan lo? lo bener-bener tega, Silv!"

"Tegaan mana saat lo mesra sama cewek lain di apartemen lo?" balas Silvanna. Matanya kini berkaca-kaca.

"Gue mau jelasin semuanya ke lo, tapi lo malah blokir semua akses komunikasi lo sama gue. Lo blokir nomor gue, lo minta Bunda dan semua temen lo, termasuk resepsionis buat bungkam saat gue tanya kamar baru lo!" ungkap Granger. "Lo yang selalu membatasi gue, Silv!"

"Gran, mungkin ini yang terbaik buat kita. Semoga lo dapet gadis yang lebih baik dari gue, ya. Gue yakin, banyak gadis yang mencintai lo dengan tulus," ucap Silvanna pelan sambil menahan tangisnya.

Granger menggeleng. "Nggak!" sanggahnya. "Nggak ada yang bisa gantiin posisi lo di hati gue, Silv." Granger menarik Silvanna ke pelukannya. "Lo yang udah buat gue berubah sebanyak ini. Dan lo tahu, hari ini gue baru selesai sidang. Gue lulus, Silv," ucap Granger saat melepaskan pelukannya.

Kedua tangan cowok itu membingkai di pipi Silvanna. "Gue mohon, jangan tinggalin gue," lirih Granger. "Gu— Aku benar-benar membutuhkan kamu!"

Silvanna terkejut saat Granger tak menyebutnya dengan 'lo' lagi.

"Jika ada kata yang lebih dalam dari cinta, biar kukatakan sekarang, Silv. Tapi aku bukan seorang perangkai kata yang bagus. Jadi, aku cuma bisa bilang, aku cinta kamu!" ungkap Granger dengan serius seraya menatap SIlvanna tanpa kedip.

"Kamu serius?" tanya Silvanna memastikan.

"Lebih dari serius!" sahut Granger.

Tangis Silvanna bucat. Granger yang tak mampu melihat Silvanna yang menangis, langsung memeluk gadis itu erat-erat.

"Love you too, Granger," lirih Silvanna dalam dekapan Granger. Sungguh ia ingin tetap seperti itu untuk beberapa saat.

Namun,

"Silv, udah belum nge-bucin-nya? Buruan, kita mau take lagi, nih! Bisa over budget kita kalo kelamaan!" seru Karina dari area samping. Di sampingnya sudah ada Hayabusa—yang sudah pulih dari sakitnya—serta sebuah cam recorder yang berdiri gagah ditopang tripod.

Gumaman dan gerakan random para crew syuting sore itu terdengar mengiringi omelan Karina barusan.

Seketika itu, Silvanna melepaskan pelukannya lalu menyahut Karina. "Iya, Rin. Sorry." Gadis itu menyeka air mata yang membasahi pipinya.

"MUA, tolong touch up itu pengantin ceweknya! Jelek banget in frame abis nangis," seru Karina. Setelah Itu, Odette maju untuk merapikan penampilan Silvanna agar lebih cantik saat Karina merekam adegan pernikahan itu.

Granger bengong dibuatnya, "Maksudnya apa, sih?" Ia menatap sekelilingnya.

Silvanna tertawa melihat wajah kebingungan Granger. "Aku lagi syuting film pendek buat tugas akhir semester. Aku sama Lance yang jadi pemeran utamanya," info Silvanna. Ia ditarik Odette untuk segera dipoles.

Granger salah tingkah, ia bingung mau bilang apa. Yang jelas di otaknya sudah menghasilkan satu kalimat 'Claude Bangsat!'.

"Claude bangsat!" geramnya yang sudah merasa dikerjain. "Aku dikerjain Claude! Dia bilang kamu nikah hari ini."

Silvanna terkekeh, "Emang aku ngasih undangan ke kamu? Nggak kan?" sahut Silvanna. "Lagian kamu percaya aja."

"Iya sih, cuma kenapa kamu nggak bilang?"

Silvanna hanya tertawa, begitu juga dengan Odette yang tengah menambah bedak tipis di pipinya untuk menutupi bekas jalan air mata. Setelah dirasa penampilan Silvanna lebih baik, Odette melempar kode pada Karina lewat tangannya. Dari tempat Karina, ia mengacungkan jempol tanda 'oke'. Dengan begitu, Odette segera kembali ke tempatnya.

"Heh, Bangsat! Sini lo! emang kalo mereka over budget, lo mau gantiin?" seru Claude dari tempatnya.

Oke Claude, ring tinju udah siap habis ini. Mungkin itu yang ingin dikatakan Granger saat Claude menyambutnya cengengesan dari kursi tamu.

"Sialan lo!" Granger berdiri di samping Claude.

"Gimana rasanya sport jantung?" Satu toyoran diterima Claude saat itu sekaligus mendengar dengusan dari Granger. "Bukan rencana gue doang. Mereka juga ikut andil!" tunjuk Claude pada teman-temannya yang berdiri sejajar dengannya.

Ada Alucard, Miya, Fanny, dan Odette yang melambai cantik pada Granger sambil nyengir.

***

Seselesainya acara pernikahan settingan itu, Granger langsung menghampiri Silvanna yang masih merasa ribet dengan gaun panjangnya. Granger memeluk gadis itu dari belakang hingga Silvanna terlonjak.

"Gue harus hukum lo!" bisik Granger lewat tengkuk Silvanna.

"Emang gue salah apa?"

"Banyak! Salah satunya bikin gue sport jantung tadi!"

Silvanna berbalik, "Emang lo mau hukum gue dengan cara apa?" tanya Silvanna

"Gue mau culik lo!" sahut Granger langsung menggendong Silvanna ala bridal.

"Eh—" Silvanna terkaget saat tubuhnya terangkat. "Nanti dong! Gue masih ribet pake gaun ini. Ganti dulu deh, gaunnya sewaan. Kalo rusak, gue bisa nggak jajan tiga bulan!" sahut Silvanna.

Mendengar alasan itu, Granger menurunkan SIlvanna lalu membiarkan gadis itu berjalan setelah melepas high heels dan menentengnya menuju ruang kostum.

Tak jauh dari situ, Odette terlihat begitu senang melihat Silvanna yang bahagia. "Lucu banget mereka. Andai gue tau keseharian mereka," kata Odette.

"Ya, mereka keliatan cocok!" sahut seorang pemuda, sang pengantin pura-pura.

Odette yang merasa asing dengan suara itu langsung menoleh ke samping. Pandangan mereka bertemu.

Lancelot mengulurkan tangannya lebih dulu pada Odette. "Lancelot, temen sekelas Silvanna."

Tanpa ragu, Odette menyambut uluran tangan itu. "Odette, sahabat Silvanna dari Moniyan."

Selama bersalaman, keduanya menorehkan senyum terbaik sebagai tanda perkenalan. Mungkin, bertukar nomor ponsel akan mereka lakukan setelah ini.

Bersambung...

Habis ini ada satu chapter lagi, nih...

Spesial lah buat para reader tercinta, teristimewa buat yang ngikutin cerita ini dari awal.

Love you siomay so much..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top