[Chat 9]

Random Pic, Random Fic
Game menuliskan scenario sesuai dengan gambar yang dikirimkan.

Semua gambar © artist dan fotografernya

.
.
.
Pic 1

FIN

"Sampai mana kau bersedia menemaniku."

"sampai hanya tersisa tulang belulang."

jemari kami bertaut, saling menatap ke dalam netra masing-masing. senyum tipis merambat ke bibirku, yang ia tanggapi dengan dengusan kecil.

"hingga menyatu dengan debu?"

"hingga menyatu dengan debu."

***

LEMPER

Sejak jarum jam bergeser ke angka satu, aku bertanya-tanya; tali apa yang sebenarnya mengikat kita?

Bayangkan, bahkan sampai saat bibir kita bersentuhan dalam kenyerian, dirimu seolah hancur jika kusentuh.

***

RIN / WEIWEI

"Ucapan 'hingga maut memisahkan kita'."

"Hm?"

"Apa pendapatmu soal itu?"

Sang wanita mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum tertawa lepas. Yang bertanya menatapnya bingung.

"'Hingga maut memisahkan kita' ya..." Cangkir teh di atas meja itu diangkat olehnya. "Polos, tapi bodoh. Aku lebih baik mati benar-benar daripada mendengar seseorang mengatakan hal itu kepadaku."

***

LOTI

"Aku ingat saat kita pertama bertemu," ujarku, berfokus pada pohon willow besar yang berdiri kokoh di tengah hamparan bunga.

Aku berfokus menatap 'dia' yang tidak kasat mata. Namun, dia juga cinta pertama dan terakhirku.

"Kenapa kau kembali ke sini?" tanya suara manis gadis berkulit pucat itu.

Aku terkekeh, "Sudah kubilang bukan? Di saat kita pertama bertemu, aku tahu hidupku akan menjadi milikmu"

"Konyol. Aku bahkan sudah mati sebelum kau datang," ujar gadis itu menyangkal seperti biasanya.

Aku berlutut dan menyerahkan sebuket bunga lavender kesukaannya. Dengan senyum tipis, aku menjawab, "Biarkan Tuhan yang menjadi saksi cintaku. Tidak apa-apa meski kau tidak memiliki fisik sekarang. Aku akan menunggu hari kita terlahir di kehidupan berikutnya, dan pada saat itu ... Aku akan menikahimu."

.
.
.
Pic 2

KUMI

Suara langkah kaki kami teredam dengan derasnya hujan yang membasahi bumi. Aku tertawa sejenak, membiarkan helaian rambutku diguyur oleh tetesan-tetesan air, lantas berputar dan menari bersama pemuda yang menjadi sepupuku ini.

Sudah menjadi kebiasaan kami berdua untuk menikmati hujan dengan menari, meskipun pada akhirnya akan berakibat sakit. Aku dan sepupuku berputar, bernyanyi walau suara kami tak terdengar.

Yang pasti, aku tahu bahwa kami senang berada di tirai hujan ini.

***

LOTI

"Ye Xuan! Turun hujan!" pekik Yerin langsung berlari ke pekarangan rumah.

Gadis itu merentangkan tangannya dan menari di bawah rintikan hujan, mengingatkan kekasihnya—Ye Xuan—saat Yerin masih kecil.

"Cepat ke sini!" panggil gadis itu ceria, berlari kecil dan menarik Ye Xuan keluar.

Ye Xuan tidak dapat menahan senyumnya. Dia tahu seberapa besar rasa suka Yerin terhadap hujan.

Sebab, bagi Yerin, hujan menenangkan hatinya setiap teringat pada sang ibu yang telah meninggal.

"Kau tahu, Ye Xuan?" panggil Yerin menyadarkan si pemilik nama dari lamunannya.

Setelah tertawa geli, Yerin melanjutkan, "Dengan kehadiranmu, hujan bermakna lebih spesial di hidupku sekarang."

"Maksudmu?" tanya Ye Xuan penasaran.

Yerin tiba-tiba berjinjit dan mengecup bawah bibir lelaki di hadapannya. "Sekarang aku paham kenapa hujan adalah sebuah berkah. Terima kasih telah menghujani hidupku dengan cintamu."

***

LIYA/ANN

"E UJAN!"

Gadis itu dengan cepat berlari ke tengah lapangan yang basah diguyur hujan lebat. Ia terlihat senang, berlari kesana-kemari menikmati derasnya hujan di sore itu.

"Sini luh, jangan cuman diem-diem aja! Kita menari-nari dibawah rintikan hujan, yey~"

"G dl."

***

FIN

di bawah langit yang gelap, kedua tungkaiku bergerak seolah mengikuti suara rintik hujan. ditemani tawa lepas pria yang tidak melepaskan genggamannya dariku.

di momen singkat ini, diselimuti dingin air yang mengguyurku. perasaan hangat itu bersemayam lembut.

***

RIN / WEIWEI

"PULANG WOI!"

"HAH? GAK KEDENGERAN!"

"IKUTAN YUK, DAICHI!"

Daichi menatap kesal kedua temannya yang sedang menari layaknya orang kesurupan di tengah hujan. Mungkin di hari biasa Daichi tidak akan memedulikan mereka, tapi Daichi butuh kunci apartemen mereka yang berada di tangan salah satu dari teman satu kamarnya.

Yang akhirnya membawa ke masalah Daichi sekarang.

Kalau dilihat orang lain, mungkin mereka akan mengira Kuroo dan Bokuto sedang melakukan ritual pemujaan setan.

Sekali lagi, Daichi tidak peduli apa hal-hal bodoh yang mereka lakukan, tapi dia takut dirinya dikira merupakan dalang dari ritual ilegal tersebut.

***

SYIFA

Selalu ada kenangan baru di bawah naungan rinai hujan katanya.

Mataku menangkap sepasang insan tengah menari dengan penuh keriangan. Aku hanya melihatnya dari halte bus.

Diriku berusaha mengabaikan mereka. Aku mengingat kabar burung yang akhir-akhir ini berkicau.

“Hati-hati saat hujan datang. Biasanya ada sesuatu yang menampakkan diri. Apa lagi minggu lalu ada kecelakaan yang menewaskan sepasang kekasih.”

Karena aku tahu, mereka berdua bukan lagi bagian dari dunia fana.

.
.
.
Pic 3

KUMI

Lagi-lagi belajar.

Rasanya cukup melelahkan, namun buku-buku ini lah yang menjadi teman dalam dunia kesendirianku. Bau kertas juga penuhnya rak-rak ini terkadang menjadi kepuasan tersendiri bagiku. Jari-jemariku membuka lembaran demi lembaran halamannya, menelisik kata per kata, lalu mencoba meresapi maknanya.

Tak lupa, musik yang terputar di samping bukuku, berusaha untuk membuat diriku merasa rileks. Ah, mungkin setelah ini, aku dapat masuk ke dalam dunia fantasi. Helaan napas aku embuskan, memikirkan bahwa novel yang kemarin kubaca belumlah selesai.

***

SYIFA

“Kemarin aku mendapatkan nilai kurang dari KKM,” ucapku mengeluhkan diri.

“Lalu?”

Solar mengangkat sebelah alisnya.

“Tolong ajari aku!” pintaku dengan lantang.

Buku yang dari tadi dalam bacaannya, dijeda sementara.

“Makanya mau ulangan itu belajar!” kata Solar, “bukannya malah ngasup di otome game ”

***

LOTI

Yerin tertawa geli. Sepasang mata ungunya mengintip dari balik celah rak buku di hadapannya, demi melihat Ye Xuan yang serius membaca buku.

Kemudian pandangannya menangkap judul buku yang dipegang Ye Xuan, " Love Venus, What is Love?"

Yerin tidak dapat menahan dirinya tersenyum senang. Maklum, sang kekasih memang baru pertama kali mengenal perasaan yang kerap disapa "Cinta" ini.

Rasanya lucu, ketika melihat dia mencoba memahami arti perasaan itu, lewat pemikiran yang dituangkan dalam buku.

"Bagaimana? Apa kau mengerti apa itu cinta?" tanya Yerin berbisik.

Ye Xuan tertawa kecil. "Nampaknya kita perlu bertahun-tahun untuk memahaminya."

Kemudian Ye Xuan meletakkan buku itu lagi ke celah rak yang kosong.

Dia beranjak ke posisi Yerin demi berbisik, "Tapi tenang saja, kita punya banyak waktu untuk mencari tahu."

***

FIN

fin menghela nafas, di dalam hidupnya perpustakaan adalah salah satu tempat yang tidak akan ia pikir akan kunjungi. membaca beberapa buku dongeng bergambar untuk adiknya, dia tidak masalah, tapi dikelilingi dengan buku-buku tebal yang isinya ribuan kata rumit, membuat fin pusing hanya dengan melihat sampulnya.

sifatnya yang seperti ini benar-benar membuat banyak orang bingung kenapa ia memutuskan masuk ke klub sastra.

(ga selesai. lol)

***

RIN/WEIWEI

"Hm," ujar Yamato, menatap tumpukan-tumpukan buku yang bahkan lebih tinggi dari dirinya. "Lucu sih kalau bukunya tiba-tiba jatuh, senpai."

"Jangan bilang hal yang aneh-aneh," Kakashi menanggapi, tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca buru-buru.

"Tapi kalau jatuh beneran gimana, senpai? Ini tumpukannya terlihat miring, lho."

"Kamu kan ada mokuton jadi kita ama—"

Seakan-akan Dewi Keberuntungan tengah menertawakan shinobi berambut silver itu, tumpukan-tumpukun buku yang menggunung di hadapannya tiba-tiba jatuh, menimpa tubuhnya dan memotong perkataannya.

Setelah beberapa detik dalam keheningan, Kakashi bisa mendengar suara kouhai-nya berjongkok—dia selamat dari timpaan maut rupanya.

"Lucu kan ya, senpai?"

"...Cepat bantu aku, Tenzou."

***

LEMPER

Ah, ketemu. Buku kesukaanmu.

Kuambil buku itu dari rak di depanku. Tuan penjaga toko, maaf ya, aku hanya menumpang baca ....

... Atau lebih tepatnya, menumpang lihat buku yang disukai teman sekelasku.

Aku bukan gadis yang betah berkutat dengan tulisan-tulisan kecil. Namun kau berbeda, aku tahu rangkaian kata inilah yang paling membuatmu bahagia.

Kubolak-balik halaman acak, bukannya membaca malah mencari kalimat yang sepertinya akan kau sukai.

Ahh, bahkan membentuk kata "kita" saja aku tidak bisa, apa aku harus jadi tulisan agar bisa menjadi favoritmu?

.
.
.
Pic 4

KUMI

Aku terdiam, menatapi sebuah bus kosong yang berada di pinggir trotoar ini. Sekarang, seharusnya aku sudah berada di kasurku, tempat ternyaman di dunia. Namun, entah mengapa akibat pekerjaan yang menumpuk, membuatku harus lembur.

Langit bahkan tak menampakkan bintangnya, ditutupi oleh gelapnya angkasa serta awan. Aku mendengkus kasar, lantas melirik pada bus tak bersopir itu. Aku ingin menaikinya, namun aku tak berani ketika mendapati hawa dingin yang menusuk saat mendekatinya.

Aku pun membuka handphone-ku, mencoba menghubungi kakakku. Memang benar katanya, aku seharusnya tidak menjadi workaholic. Lihat saja, dihampiri unsur horror sedikit sudah mundur dengan penuh ketakutan duluan.

***

LIYA / ANN

"Bus itu kosong."

Mona lantas mengambil handphonenya, ia memotret foto bus kosong itu lalu mengirimnya pada Fua.

Ga guna sih, tapi pasti Fua akan datang kesini untuk foto-foto. Katanya foto di bus kosong hasilnya bakal bagus.

***

LEMPER

Haha. Hahaha. AHAHAHAHA.

Apa- apa-apaan ini, perasaan puas yang belum pernah kurasakan ini?

Oh, demi rhodium yang berkilau, kepuasan ini dapat kuagungkan untuk selamanya!

Baik, keputusan final; aku takkan pulang malam ini. Biarlah roda berputar semakin cepat.

***

FIN

fin menggerutu, menendang batu kerikil jalanan. suasana hatinya sejak pagi sudah sangat buruk, sekarang bertambah parah ketika dia kehilangan arah tujuannya. denah yang bara—sepupunya, berikan itu benar-benar tidak berguna. sejak awal seharusnya fin tidak mempercayainya.

sekarang di tengah malam kota, fin berdiri sendiri di jalanan sepi. ditemani bus kosong dengan papan yang seolah mengejek situasinya.

"sial."

***

SYIFA

Hari ini sungguh berat. Pada pagi aku hampir terlambat kerja dan kini aku pulang ketika hampir masuk jam tidur.

Masih untung ada satu bus yang belum berangkat. Entah bagaimana nanti kalau aku tertinggal bus ini.

Tidak banyak penumpang, hanya ada beberapa orang yang bersetelan seperti orang kantoran yang mirip denganku.

“Mas, aku duduk sini, ya?” tanya pada seorang pria yang sibuk bermain gawai.

Dia mengangkat wajahnya lalu bergumam pelan, “Iya, silakan.”

***

RIN/WEIWEI

"Lo yakin kita enggak salah naik, bus?"

"Iya. Gue jago masalah beginian."

Kasamatsu menatap temannya yang tengah mengacungkan jempol dengan senyuman lebar bodohnya. Benar-benar. Muka tampan Moriyama memang percuma akibat kelakuan bodohnya itu.

Untung ada Kobori, Kasamatsu berujar dalam hati seraya menoleh ke arah temannya yang satu lagi. Ekspresi Kobori mencerminkan ekspresinya, tidak percaya terhadap Moriyama.

"Jujur aja, kita enggak tersesat kan?" Kasamatsu bertanya lagi, melihat Kobori yang tengah berusaha memahami peta rute bus.

"Iya, beneran."

Lima menit kemudian, Kasamatsu sadar mereka benar-benar salah naik bus.

Moriyama ditendang dari bus di halte berikutnya.

.
.
.
Pic 5

FIN

gadis itu mengusap wajahnya gusar, dengan sebuah pulpen di tangan dan kertas kosong di hadapannya. "sial, aku tidak tau harus menulis apa," gerutunya.

menyerah, dia mengalihkan atensinya pada melodi indah yang terdengar dari sebuah pemutar lagu lawas. barang peninggalan sang paman.

"bagimana, ya ..." bisiknya, menatap piring hitam yang berputar, "caranya membuat lagu seindah itu."

gadis itu menutup matanya, membiarkan dirinya kembali terayu oleh nada dan irama vinyl. mungkin tidak apa-apa baginya beristirahat sedikit.

***

SYIFA

Melodi lembut yang tercipta dari piringan hitam. Telingaku dimanjakan olehnya. Benda antik ini adalah peninggalan Kakek dan keluargaku masih menjaganya sampai sekarang.

“Kenapa orang-orang dulu kebanyakan selera musiknya itu bernada lembut, ya …? Aku jadi seperti dinyanyikan lagu tidur,” ucapku.

Sepupuku Supra ikut berkomentar, “Bukan saja irama pelan, bahkan dulu itu populer genre metal dan rock.”

Aku tercengang mendengarnya.

***

LEMPER

Alunan musik yang kurindukan menggema di sudut ruangan, sama seperti waktu itu.

Suasana yang kurindukan menyebar ke seluruh ruangan, terasa seperti momen itu.

Dirimu yang tak ada di ruangan sama sekali berbeda dengan masa itu.

.
.
.
Terimakasih sudah berpartisipasi dalam permainan, semua!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top