EVENT SINDROM_Rumus Cinta

Screenwriter: ebirahma // Casts: Twice Nayeong & BTS RM

~~~

Pagi yang mencekam harus dihadapi gadis berkerudung putih itu. Ruangan yang biasanya akan diisi oleh suara-suara riuh penghuni kelas untuk saat ini terasa seperti kuburan. Sepi. Tanpa suara. Karena sekali bersuara maka harus dikeluarkan.

Ulangan matematika.

Terdengar biasa bagi anak sekolahan. Termasuk jenjang SMA. Semua mengerjakannya dalam diam. Diam disini bisa berarti banyak hal. Diam karena fokus mengerjakan. Atau diam karena tidur sambil menunggu waktu ulangan harian dadakan cepat berlalu. Atau bisa juga diam menunggu jawaban dari teman. Tapi tidak untuk gadis yang semenjak diumumkannya ulangan dadakan terlihat menggigil dan berkeringat dingin. Diamnya terlihat begitu berbeda.

Reaksi yang berlebihan bagi orang yang menghadapi ulangan harian MTK. Pakai menggigil segala. Jujur, Nayeon juga tak ingin berlebihan seperti ini. Tapi otak dan sikapnya tak bisa sejalan dengan keinginan hatinya. Tiap kali ia lihat angka dengan variabel itu tubuhnya gemetar.

Rumus itu bagaikan musuh. Dan angka itu membuatnya takut. Nayeon menggenggam erat kursi yang tengah didudukinya. Mulutnya tak henti mengucapkan istighfar. Berharap Allah akan segera mempercepat waktu yang terasa begitu menyesakkan selagi doa didalam hatinya tak henti ia panjatkan.

"Ya Allah, tolong bantu Nay menghadapi ketakutan ini."

***

Brak

Nayeon tersentak kala Pak Berto menggebrak mejanya. Sejak seminggu yang lalu setelah ulangan harian terakhir yang membuat Nayeon pucat pasi Pak Berto sepertinya sangat tidak menyukai kinerja Nayeon sebagai seorang murid.

Pak Berto menatap tajam Nayeon, "apa kamu tidak pernah belajar dirumah? Kenapa nilai kamu selalu nol saat pelajaran saya? Apa punya dendam pribadi dengan saya?" tanya Pak Berto beruntun layaknya kereta. Begitu panjang.

Namun, yang keluar hanya kata maaf dari bibir tipis Nayeon dengan suara begitu lirih. Sebisa mungkin ia tidak menangis di kantor guru hanya karena takut dimarahi oleh Pak Berto, yang notabene adalah guru MTK.

"Almaira Im Nayeon Khanza," ucap Pak Berto memanggil nama lengkap Nayeon. Perasaan Nayeon tiba-tiba saja tak nyaman.

"Bapak tidak tahu ada masalah apa kamu dengan mata pelajaran bapak. Setiap pelajaran saya kamu selalu izinlah, sakitlah, atau yang paling sering kamu ngacir ke toilet," kata Pak Berto membuat Nayeon semakin menunduk dalam.

"Apa kamu tidak suka dengan bapak saat mengajar?" tanya Pak Berto. Sontak Nayeon mengangkat kepalanya lalu menggeleng. Jauh dalam lubuk hatinya ia tak pernah benci Pak Berto. Walaupun terkadang sikap Pak Berto yang ngeselin.

"Terus kenapa nilai kamu bisa nol dari awal masuk sampai sekarang?" tanya Pak Berto untuk kesekian kalinya. Terdengar nada frustasi yang Nayeon tangkap dari Pak Berto. Dan tetap hanya kebungkaman yang Nayeon berikan.

Pak Berto menghela napas panjang. Perjalanan karirnya menjadi guru MTK yang ia kira mudah menjadi begitu sulit akibat murid perempuan cantik yang ada dihadapannya. Padahal jika pelajaran lain Nayeon begitu cemerlang. Kenapa saat pelajarannya nilainya malah jeblok ,semua?

Pak Berto diam sambil memijit pangakal hidungnya. Lelah. Ia ssangat lelah. Begitu pun Nayeon. Nayeon lelah jika hanya duduk diam di sini. Mendengarkan nada frustasi wali kelasnya.

"Permisi, Pak Berto. Saya mau kumpul tugas yang kemarin."

Pak Berto yang semula terlihat putus asa tiba-tiba terlihat begitu berbinar saat murid lelaki yang ingin mengumpulkan tugas itu bersuara. Tak lupa senyum lebar menghiasi wajahnya. Tapi terlalu lebar untuk Nayeon. Malah terlihat mengerikan.

"Namjoon!" seru Pak Berto memanggil nama murid itu. Namjoon tersentak. Wajah Namjoon agak sedikit berjengit takut karena melihat ekspresi Pak Berto. Terlebih senyumannya.

"Terima kasih Tuhan. Kau telah berikan bantuan." Ucap Pak Berto bersyukur. Tapi Nayeon dan Namjoon bingung atas kejadian apa Pak Berto sangat bersyukur seperti itu. Pakai teriak pula. Rasa malu tentu saja menyergap pada Namjoon dan Nayeon ketika mereka dilihat oleh para guru dan beberapa siswa.

Pak Berto kemudian berdeham menetralkan suaranya. Sungguh, bukan suara yang tak pernah Nayeon dan Namjoon sangka-sangka.

"Muhammad Namjoon Kim. Mulai sekarang bapak tugaskan kau untuk membimbing Nayeon dalam pelajaran matematika." Kata Pak Berto membuat Nayeon dan Namjoon membulatkan mata tak percaya dengan guru yang ada di depan mereka.

Apa menenggelamkan guru itu dosa?

Kalau tidak biar Nayeon lakukan itu untuk Pak Berto.

"Saya nggak mau pak."

Namjoon dan Pak Berto kompak mengarahkan pandangannya ke arah Nayeon.

"Saya seorang muslim pak, kalau bapak lupa. Tidak boleh dua orang yang bukan mahram berdua-duaan," kata Nayeon tegas. Sorot matanya begitu tajam. Jelas sekali ia tak suka dengan idenya Pak Berto. Nayeon tahu Pak Berto itu non-muslim. Tapi keterlaluan jika menyuruh seenaknya untuk melanggar hukum islam.

Pak Berto tersenyum. Lama-kelamaan menjadi tertawa, "saya tidak menyuruh kamu berdua-duaan dengan Namjoon. Saya tahu hukum agama kalian." Jelas Pak Berto.

Sekarang giliran Namjoon yang angkat bicara, "maksud bapak?" tanya Namjoon.

"Kalian bisa ajak salah satu teman kan? Masa begitu saja nggak ngerti. Lain kali jangan berburuk sangka dulu." Pak Berto terkekeh. Nayeon tentu saja malu. Pipi yang tak gatal pun ia jadikan sasaran empuk untuk menggaruk. Tak lupa dengan cengiran malu-malu kucing dari Nayeon. Namjoon hanya menahan tawa.

"Ya sudah. Kalian boleh kembali ke kelas." Perintah Pak Berto. Keduanya mengangguk lalu mengucap selamat pagi dan dibalas oleh Pak Berto.

***

Sore yang begitu ditunggu-tunggu. Waktunya bagi pelajar untuk pulang ke rumah masing-masing. Mengistirahatkan tubuh melepas kepenatan dari tugas sekolah.

Nayeon menyandarkan kepalanya yang berbalut kerudung putih di pembatas halte. Ia tengah duduk di halte bus yang ada tepat di depan sekolahnya. Sedangkan dibalik pembatas halte duduk Namjoon dengan posisi yang sama dengan Nayeon. Hanya saja berbeda arah karena halte yang ada di depan sekolah terbagi dari dua tempat duduk berlawanan arah dan dibatasi oleh sekat tak tembus pandang.

Nayeon sedang menunggu jemputan. Namjoon menunggu temannya Hoseok yang masih ada urusan. Tapi Nayeon masa bodoh dengan kehadiran Namjoon.

"Nayeon." Panggil Namjoon. Nayeon tak menjawab.

"Boleh aku tanya sesuatu?" tetap tak ada jawaban. Namjoon menghela napas. Susah sekali diajak bicara.

"Tanya saja," akhirnya Nayeon bersuara. Hampir Namjoon mengira kalau Nayeon bisu.

"Ada masalah apa kamu sama Pak Berto?" Namjoon memulai pertanyaan. Pertanyaan ini sudah sejak tadi bersarang di kepala Namjoon. Setahunya Nayeon adalah anak baik-baik.

"Nilai matematikaku jeblok," kata Nayeon santai. Tanpa beban apapun. Memang begitu kenyataannya. Nilai MTK-nya jeblok.

Mendengar itu Namjoon hanya ber-oh ria, "kenapa?" tanya Namjoon lagi. Namun, yang ditanya hanya diam. Nayeon bingung apakah penting dan apakah harus memberitahu masalahnya pada orang lain.

"Nayeon, apakah kau masih disana?" Namjoon bertanya memastikan keberadaan Nayeon. Maklum, mereka saling membelakangi saat ini.

Nayeon berdeham.

"Kamu nggak mau kasih tau, ya alasan kamu punya nilai jeblok yang konsisten dari awal masuk?" tanya Namjoon mengajukan pertanyaan sekaligus menyindir Nayeon.

Nayeon berdengus kesal, pipinya menggembung karena sebal. Apa harus diperjelas nilai jebloknya dengan kata konsisten? Menyebalkan.Jika Namjoon melihat pemandangan ini mungkin dia akan gemas dengan Nayeon.

Nayeon berpikir keras. Mungkin tidak apa-apa jika Namjoon tahu masalahnya.

Nayeon menarik napas, "syndrom. Aku punya syndrom," kata Nayeon tiba-tiba. Membuat Namjoon diam mencerna perkataanya.

Nayeon kembali menghela napas, "aku punya syndrom yang membuatku risau dengan angka yang selama ini ada dimata pelajaran MTK. Syndrom Math Worries."

Tentu otak jenius Namjoon bisa memahami penjelasan Nayeon, "kenapa ?" tanya Namjoon kesekian kalinya.

"Trauma masa kecil." Jawab gadis itu singkat.

Namjoon diam. Tak melanjutkan bertanya lagi. Pun dengan Nayeon yang kini menatap sepatunya dalam diam. Berusaha tetap tegar dan beristighfar. Ia tak ingin mengingat kejadian mimpi buruk itu. Terlalu menyakitkan.

Hingga sebuah tangan mendarat dipucuk kerudung Nayeon. Membuat Nayeon mendongakkan kepalanya, "aku tahu kamu kuat," ucap Namjoon seraya membelai pucuk kepala Nayeon.

Nayeon hanya bisa terdiam. Menatap Namjoon, "udah jangan sedih. Aku akan bantu sebisa aku supaya kamu bisa sembuh." Ucap Namjoon diakhiri senyum berlesung pipit miliknya.

Manis.

Terlalu manis.

Hingga Nayeon berdesir melihatnya.

"Ya Allah, kayaknya pipinya Nay merah ."

"Eh, afwan. Maaf, maaf. It-itu tadi ..."—Namjoon gelagapan—"tadi pemberian motivasi. Iya motivasi." (Maaf)

Nayeon hanya mengangguk pelan. Agak tak enak dengan kondisi canggung seperti ini. Aduh, jantung kenapa deg-degan gini sih? Batin Nayeon.

Namjoon juga menyesali perbuatannya. Ini sudah termasuk zina. Kenapa begitu lengah? Bodoh, bodoh. Harusnya tadi duduk saja. Kenapa malah berdiri lalu mengusap kepala Nayeon, sih? Dia juga pasti tidak nyaman. Begitulah isi hati Namjoon merutuki kebodohannya.

"Eh, Namjoon. Ngapain disitu. Buruan balik."

Itu suara Hoseok. Untunglah dia kembali. Menyelamatkan Namjoon dari kecanggungan ini.

"Em, Nayeon. Aku pulang duluan, ya. Kamu nggak apa-apa nunggu sendirian?" tanya Namjoin memastikan keamanan Nayeon.

Nayeon mengangguk. Walaupun Nayeon mengangguk rasanya masih tak enak hati meninggalkan seorang gadis sendirian di halte bus.

"Joon!" panggil Hoseok mulai kesal. Dasar kuda tak sabaran, maki Namjoon dalam hati.

"Ya udah, aku balik duluan. Kamu hati-hati. Wassalamu'alaikum." Ucap Namjoon mengucap salam.

""Waalaikumussalam," balas Nayeon kembali. Namjoon segera melesat ke arah motornya terparkir. Dari sini Nayeon masih bisa melihat Namjoon yang sedikit mengobrol dengan temannya. Lalu menaiki motor masing-masing.

Namun, Namjoon mengarahkan motornya ke arah Nayeon saat ini duduk. Dengan helm full face yang kacanya terbuka. Masih dengan jelas Nayeon melihat Namjoon melemparkan wink ke arah Nayeon. Tentu Nayeon terkejut.

Hingga punggung Namjoon bersama motor CBR merah itu menghilang dari pandangan Nayeon.

Jantung Nayeon masih berdegup kencang. Apalagi setelah wink dari Namjoon. Nayeon meletakkan kedua tangannya di dada. Lalu, mengatur sirkulasi pernapasannya.

"Astagfirullah hal adzim. Ya Allah, bantu Nay kendalikan perasaan ini."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top