EVENT SINDROM_Choice

Screenwriter: oktaehyun // Casts: BTS V & OC

~~~

Minji pulang lebih awal meskipun dia harus kena omelan dari atasan. Dia tidak terlalu memikirkan karirnya belakangan ini. Dia hanya ingin memastikan bahwa ketika sampai di rumah, Taehyung belum pulang. Sehingga dia bisa menyiapkan makan malam dengan Ibu mertuanya.

Sambil menunggu bus, netranya kembali menatap layar ponsel yang menunjukkan sebuah artikel.

Ciri-ciri Sindrom Menantu Baik;

1. Dialami oleh istri baru.

2. Menahan diri karena merasa harus bersikap baik, menjadi menantu yang patuh.

3. Tidak bisa menolak permintaan mertua.

Minji berdecih pelan. Dia menjejalkan ponselnya ke dalam saku, seiring dengan bus yang perlahan mendekati halte. Isi kepalanya seputar omongan teman-temannya di kantor bahwa sindrom itu tak hanya dirasakan oleh mereka, tapi juga Minji.

"Astaga, mana ada sindrom seperti itu," gumam Minji lebih kepada dirinya sendiri. Seketika dia merasa konyol dan memilih untuk mendengarkan lagu saja melalui ponselnya.

"Oh, Minji ya, kau sudah pulang?" Kim Jangmi –mertuanya– menyambut dengan senyum lebar dan celemek yang masih terpasang di tubuh. Samar-samar Minji bisa menghidu harum dari galbitang yang masih di rebus di panci. Gegas dia melangkah menuju kamar untuk meletakkan tasnya, dan kembali ke dapur untuk menyediakan chapssal yang sempat dibeli saat perjalanan pulang.

"Sudah kubilang, Ibu tidak usah repot-repot membuat makan malam. Aku bisa membuatnya," ujar Minji yang membantu Jangmi menyusun banchan di piring-piring kecil untuk dihidangkan.

"Aniyo, ini bukan apa-apa. Lagipula, aku sudah terbiasa menjadi istri dan memasak makan malam tepat waktu. Rasanya tubuh Ibu akan kaku jika terlambat melakukannya," kekeh pelan Jangmi lepas begitu saja. Minji hanya menyunggingkan senyum tipis, sambil menutup kontainer makanan pendamping dan memasukkannya ke dalam kulkas.

Minji tahu, untuk membuat galbitang ini membutuhkan waktu yang lama. Terutama saat merebus tulang iga sapi dan memastikan daging yang menempel berubah menjadi sangat lunak. Minji juga tahu bahwa masakan ini merupakan salah satu santapan andalan ibunya Taehyung. Untuk itu dia berusaha mengakrabkan diri dengan bertanya-tanya seputar bahan dan cara yang baik untuk memasak.

Jangmi memang menjelaskannya dengan senang hati, tetapi komentar yang ditambahkan belakang membuat senyum Minji perlahan luntur.

"Kalau Ibu menjadi dirimu, sudah saatnya mengambil kelas memasak ketimbang melanjutkan karir di kantoran. Apalagi kalau suamimu seperti Taehyung, yang benar-benar mapan dan tidak perhitungan terhadap apapun. Kupikir, cara yang tepat untuk membalas kerja kerasnya adalah menjaga dan mengurusnya dengan baik," kekehan itu terdengar lagi. Minji bahkan tidak bisa menelan chapssal yang sengaja dia makan untuk mengusir rasa canggung yang menyergap secara tiba-tiba.

"Akan kupikirkan hal itu, Bu." Minji menambahkan setelah Jangmi menatapnya intens, seakan menunggu jawaban terhadap usul yang telah diberikannya.

"Anak baik," Jangmi mengusap puncak kepala Minji dengan sayang, lalu kembali larut memirsa sebuah drama di televisi. Sementara benak Minji benar-benar memikirkan segala kemungkinan yang terjadi setelah ini.

~

"Sayang, kau baik-baik saja?" Taehyung memeluk tubuh Minji yang tengah berbaring menyamping.

"Tidak ada," ucap Minji lirih, seiring dengan embusan napas Taehyung yang menggeletik di sekitar tengkuknya.

"Benar? Aku memperhatikanmu sejak makan malam tadi. Kau tidak terlalu bersemangat, apa makanannya tidak enak?"

Minji membalikkan tubuhnya, sehingga kini berhadapan dengan Taehyung. Jemarinya sesekali menyibakkan helaian rambut yang menutupi mata suaminya.

"Tentu saja tidak, Sayang. Galbitang buatan Ibu sangat enak, aku bahkan tidak pernah makan sup tulang iga seenak itu." Secercah senyum Minji tambahkan untuk memperkuat opininya. Taehyung mengusakkan ujung hidungnya gemas ke puncak kepala Minji.

"Aku penasaran terhadap sesuatu, apa aku boleh bertanya?" Minji melontarkan pertanyaan setelah hening beberapa saat.

"Ya, tentu saja. Memangnya ada apa?"

Minji menengadah, memastikan Taehyung benar-benar menatapnya dan dalam keadaan sadar. Karena biasanya pria itu tertidur jika Minji sedang menceritakan sesuatu.

"Apakah kau keberatan jika aku membantumu dalam urusan karir?"

Kedua alis Taehyung merapat karena sebuah kerutan. "Kita sudah membahas ini sebelum menikah, Sayang. Apa kau lupa?"

Minji menggeleng dan membenamkan kepalanya di dada bidang Taehyung.

"Tidak, aku hanya ingin memastikan sekali lagi."

Taehyung terkekeh pelan sambil mengecup dahi Minji dengan lembut.

"Sudah kukatakan, aku tidak keberatan. Lagipula, kau selalu mengurusku dengan baik. Kau juga menyempatkan diri untuk menyiapkan bekal dan sarapan. Meskipun aku tidak meminta, kau juga menyiapkan makan malam. So, tidak perlu khawatir. Aku tidak membatasi karirmu selama kau bisa bertanggung jawab."

Minji tersenyum, dan menutup malam itu dengan sebuah kecupan singkat. Seharusnya dia merasa tenang dengan jawaban dari suaminya sendiri, tapi nyatanya rasa cemas lebih menguasai setengah hatinya saat ini.

~

"Minji, bisa bantu Ibu kupaskan apel?"

"Aigoo, seharusnya kau langsung mencuci rendaman ini."

"Coba lihat panci, apakah sup kimchi-nya sudah matang dan mendidih dengan sempurna?"

"Apa kau terbiasa membiarkan sepatu berjejer tidak di tempatnya?"

"Astaga, kau bahkan belum minum ramuan kesehatan yang kubuatkan kemarin lusa."

Minji memejamkan matanya sesaat. Seharusnya dia sudah pergi ke kantor setengah jam yang lalu. Namun Ibu mertuanya yang sangat gemar berkomentar menunda semua itu. Taehyung bahkan sudah bilang kalau Minji akan bekerja pagi ini, tetapi Kim Jangmi seperti tuli mendadak akan hal seputar itu.

"Ibu, aku akan pergi ke kan –"

"Kau belum mencuci piring bekas sarapan. Masa kau membiarkan Ibu melakukannya sendirian?" Jangmi tersenyum, toh memang dia bukan mertua yang galak. Hanya saja dia memang suka berkomentar seperti itu. Atau ini adalah akal-akalannya agar Minji tetap berada di rumah. Ya, wanita paruh baya itu memang lebih suka Minji berhenti ke kantor dan melakukan pekerjaan di rumah.

"Tapi, Bu, aku sudah telat sekali. Bosku bisa marah-mrah nanti," jelas Minji dengan nada bicara yang jelas khawatir. Tampaknya hal itu malahan memicu kemarahan sang mertua, karena tiba-tiba saja dia menghempaskan lap meja dengan kesal.

"Jadi maksudmu tidak apa-apa jika aku yang marah-marah ketimbang bosmu? Begitu, ya?"

"Ibu!" Kim Taehyung memotong semua lontaran yang kemungkinan akan meluap-luap lagi. Hening setelahnya, dan Minji benar-benar tidak berani membantah. Kedua tangannya mulai aktif memungut piring kotor dan mencucinya di bak cucian.

Tanpa berkata-kata lagi, Kim Jangmi melepas celemek dan masuk ke dalam kamarnya. Sementara Taehyung menatap Minji yang msih berkutat dengan busa sabun, jelas menahan tangis.

"Hentikan, kau bisa telat jika tidak –"

"Tidak apa-apa, Sayang," potong Minji dengan senyum yang terpaksa. "Aku akan meminta jatah cuti tahunanku saja untuk hari ini."

~

Sudah seminggu ini Minji mengunakan jatah cutinya, dan mengerjakan pekerjaan kantor dari rumah. Bosnya yang banyak mau seringkali menelpon hanya untuk memaki karena kealpaannya dalam bekerja, tapi dia tidak bisa berbuat lebih banyak. Jatah cuti merupakan hak pegawai, dan dia tidak bisa melarangnya dalam hal itu.

Minji sudah mengirim laporan keuangan yang dikirim oleh Somin, kemudian menyelesaikan sebuah surat pengunduran diri. Minji mengembuskan napasnya dengan berat. Hal ini merupakan keputusan akhir yang harus ditempuh. Dia juga sempat membicarakan perihal pemberhentian kerja ini dengan Taehyung. Pria itu melarangnya habis-habisan, dan hampir saja menghampiri ibunya di kamar. Namun, Minji buru-buru menahannya, meskipun dia harus melakukan hal-hal gila agar suaminya tetap berada di dalam kamar. Minji tidak mau pertengkaran itu terjadi, karena Taehyung adalah anak tunggal. Minji bisa membayangkan Jangmi akan kesepian jika hubungannya dengan Taehyung memburuk.

Minji keluar dari kamar, bertepatan dengan Jangmi yang meletakkan koper di ruang tengah.

"Ibu mau ke mana?"

"Kembali ke Daegu. Mungkin sebaiknya aku tidak berada di sini terlalu lama." Jangmi mengatakan hal itu dengan senyum getir di wajahnya.

"Aniyo, kenapa bicara seperti itu? Sebaiknya Ibu berada di sini. Ayah masih dua minggu lagi di Indonesia. Memangnya Ibu tidak merasa kesepian?" tanya Minji dengan nada yang riang dan super hati-hati, dia tidak mau memicu pertengkaran kecil dan berakhir canggung dengan Ibu mertuanya.

"Apa bedanya saat Ibu di sini? Kau dan Taehyung bekerja, Ibu akan sendiri juga. Sudahlah, tak perlu repot-repot memikirkan wanita tua ini."

Kim Jangmi sangat keras kepala, dia bahkan menghentikan tangan Minji yang ingin meletakkan kembali tas besar itu ke kamar. Benar-benar, kini aku tahu dari mana sifat keras kepala Taehyung berasal, batin Minji.

Minji menghela napas, dia ingin sekali marah tapi lagi-lagi dia menahan emosi. Senyumnya terurai dan kakinya melangkah untuk mengambil mantel bepergiannya dan map yang sudah disiapkan sejak kemarin malam.

"Ikut aku, Bu. Setelah itu kita jalan-jalan di Myeongdong, bagaimana?"

Jangmi tampak berpikir, mengamati sikap Minji yang tiba-tiba berubah menjadi menyenangkan.

"Baiklah, jangan lama-lama."

~

Semua orang yang berlalu lalang melihat wanita paruh baya itu dengan penasaran. Terutama teman-teman Minji yang dominan datang ke pesta pernikahan dan mengenali mertuanya itu. Sesekali, Kim Jangmi membaca tabloid yang disediakan di ruangan itu. Tak jarang dia tersenyum kepada beberapa rekan Minji yang menyapanya.

"Kau benar-benar gila, Minji." Jeon Somin, salah satu temannya, berbisik ketika Minji menceritakan bahwa memutuskan untuk berhenti bekerja adalah langkah yang tepat.

"Tidak sepenuhnya, tapi kurasa itu jalan terbaik."

"Kau benar-benar tidak bisa bebas dengan pilihanmu sendiri, apa kau ingin hidup seperti itu?" Somin menatap tidak percaya. Ya, tentu saja. Wanita di depannya ini memulai sebagai pegawai keuangan biasa, hingga mendapatkan posisi seperti saat ini butuh waktu dan kerja keras yang ekstra. Namun semua itu harus berakhir ketika dia menikah, Somin masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran Minji yang susah ditebak.

Minji menghela napas dan memasukkan alat tulisnya ke tumpukan yang berada di dalam box miliknya.

"Ini pilihanku, Somin. Aku hanya ingin keluargaku baik-baik saja. Biarlah, aku ingin mertua dan suamiku menyayangiku."

Somin menatap dengan cemberut, karena Minji salah satu rekan kerja yang bisa diandalkan. Karena wanita itu merupakan teman sebaya yang sangat mengerti apapun, sudah terasa seperti saudara sendiri.

"Terserah kau saja, tapi aku pasti akan merindukanmu." Somin memeluk Minji dengan sangat erat.

"Aku masih tinggal di rumahku dan kau bisa berkunjung kapan saja. Jangan lupa katakan kepada teman-teman yang bertanya, aku memang terjangkit sindrom menantu baik. Kalian bersiaplah," ujar Minji yang membuat senyum Somin semakin lebar.

Setelah pamit dengan rekan kerja lainnya, Minji menuju ruang tunggu. Kim Jangmi tampak sedikit bosan karena beberapa kali dia terdengar berdecih pelan.

"Menunggu lama, ya?" tanya Minji yang membuat Jangmi mengembuskan napas lega.

"Menurutmu saja?" Jangmi melirik kesal. "Pokoknya Ibu mau makan gopchang setelah ini, kau harus mentraktir Ibu. Jangan lupa, Ibu ingin makanan penutup yang beraroma teh hijau," jelas Jangmi panjang lebar. Minji terkekeh pelan dan merangkul Ibu mertuanya, terlihat akrab sekali.

"Tentu, Bu. Aku akan mentraktir Ibu sampai puas."

~

THE END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top