EVENT SINDROM _ THE SYNDROME
Screenwriter: zeakyu // Casts: Wannaone Daniel & Gu9udan Sejeong
"Terlalu banyak tersenyum justru lebih menakutkan."
***
Lagi-lagi gadis berpakaian hitam itu tersenyum. Terkadang aku sampai heran, kenapa dia selalu tersenyum seperti itu. Cantik, aku mengakuinya. Lesung pipitnya terlihat begitu manis. Matanya ... astaga, siapapun yang menatapnya akan jatuh hati. Definisi gadis sempurna, layak kuberikan padanya.
Namanya Kim Sejeong, tapi aku lebih suka memanggilnya Love. Tentu, karena dia adalah gadisku. Aku menyayanginya, begitu pula dia menyayangiku. Bila kuceritakan kisah cintaku dengannya, mungkin jumlahnya melebihi 7 series buku Harry Potter. Jadi, aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Namun, satu hal yang dapat kupastikan, aku mencintainya entah bagaimanapun keadaannya. Catat itu! Kang Daniel mencintai Kim Sejeong, bahkan saat diriku dan dirinya sudah tiada di bumi.
Seperti yang tadi kuceritakan, gadisku ini suka sekali tersenyum. Namun, aku khawatir padanya. Ini pemakaman, baru lima menit yang lalu makam ini ditutup tanah. Seseorang meninggal, dan gadisku tetap tersenyum. Tidak ada isakan, bahkan setetes air mata jatuh. Aku tahu dia gadis tegar, tetapi aku tak menyangka akan setegar ini.
"Sejeong-ssi, mari pulang," ajakku sembari menepuk pundaknya. Kalian pasti heran, kenapa aku memanggilnya begitu. Jujur, ini terpaksa. Hanya saja, kami sudah setuju untuk menyembunyikan hubungan kami dari masyarakat. Sejeong adalah penyanyi wanita terkenal Korea. Entah berapa ratus penghargaan tersimpan di rumahnya. Demi menjaga karirnya, maka aku rela bersembunyi seperti ini.
"Ayo," jawabnya dengan senyum di wajahnya yang putih. Iapun berbalik, dan berjalan mendahuluiku. Gadisku melangkah dengan wajah sumringah, tak peduli dengan tatapan aneh dari pelayat lain. Aku yakin mereka sama herannya denganku karena ketegaran Sejeong di pemakaman keluarganya.
*** ((())) ***
"Ah, wajah gadismu masih menjadi headline." Aku mendengar suara Minhyun yang asyik memainkan ponselnya. Dia mengusapnya ke atas dan ke bawah –serius membaca berita online tentang kekasihku. Semenjak beberapa bulan lalu, gadisku memang dikabarkan menghilang. Wajahnya sudah jarang menghiasi layar kaca. Aku hanya menampilkan wajah datarku tiap kali mereka menanyakan keberadaan kekasihku.
"Apa kau tak khawatir Daniel? Gadismu menghilang..." Aku langsung menggeleng pelan. Minhyun yang duduk berseberangan denganku, meletakkan ponselnya. Dahinya mengernyit heran. Akupun memberi isyarat pada Minhyun untuk mendekat.
"Kuberitahu sebuah rahasia," ucapku tenang. Sebelah alis Minhyun terangkat, mungkin dia penasaran.
"Sejeong bersamaku. Dia bilang sedang ingin istirahat dan balas dendam pada agensinya."
"Maksudmu?" tanyanya makin heran.
"Sejeong sebenarnya lelah dengan dunianya. Kau tahu, dia mengidap smile mask syndrom." Aku menghela napasku sejennak. Aku memang tak bisa menyembunyikan semua masalahku dari Minhyun, sahabatku. Ia tahu aku dan Sejeong berpacaran, jadi tak masalah kalau kuceritakan tentang Sejeong. Kutegakkan tubuhku, lalu bersandar pada kursi. Minhyun pun melakukan hal yang sama. Namun, air mukanya menyiratkan tanda tanya besar. Aku mengerti, aku harus menjelaskannya.
"Kebiasaan tersenyum Sejeong itu ... karena dia mengalami smile mask syndrom. Kami baru mengetahuinya beberapa bulan lalu. Kau tahu kan, sebagai seorang penyanyi, ia harus selalu tersenyum. Ia tak boleh terlihat tak sempurna oleh agensi.
Itu sebabnya, ia selalu tersenyum bagaimanapun keadaannya. Ternyata, hal ini membuatnya kesulitan untuk bereskspresi selain tersenyum. Bahkan, saat ia ingin menangis, ia malah tersenyum. Ia menutupi segalanya dengan topeng senyumnya," jelasku panjang lebar. Minhyun mengangguk-anggukan kepalanya. Ia mengambil cangkir berisi vanilla lattenya, menghirup aromanya sebelum meminumnya.
"Memang, menjadi penyanyi terkenal itu berat ya... untung, aku hanya fotografer, jadi aku masih kuat," canda Minhyun, ia berhenti sejenak, "lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Saat ini aku hanya akan melindungi Sejeong. Jadi, kumohon kau merahasia ..."
Pranggg...
Ucapanku terhenti kala indra pendegaranku menangkap getaran cangkir pecah. Kudapati seorang gadis bergaun merah memunguti pecahannya. Ia berada di samping kananku. Ada seorang pria berpakaian hitam dengan topi berada di hadapannya. Namun, lelaki itu tetap duduk dengan tenang. Ah, tidak sopan sekali lelaki itu. Sebagai seorang lelaki, kurasa dia kurang memiliki kepekaan dengan membiarkan gadisnya memungut pecahan cangkir sendiri.
(()))(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())((())(())(())
Sejeong memintaku untuk membeli tteobokki pedas kesukaannya. Katanya, dia begitu merindukkan masakan Bibi Han, pemilik kedai. Aku rasa dia juga merindukan dunia luar. Padahal beberapa kali aku telah mengajakknya untuk makan di luar. Namun, ia menolak.
Kini, aku berjalan di antara gang sempit nan sepi. Lampu jalannya remang-remang. Suara angin dapat kudengar, tapi aku merasakan ada seseorang yang mengikutiku. Ini membuat sekujur bulu kudukku ikut meremang. Perasaanku pun jadi ikut gelisah. Entahlah, aku memutuskan mempercepat langkahku. Aku takut jika ada seseorang mengikuti untuk mencari keberadaan Sejeong.
Sekitar tujuh menit kemudian, aku pun sampai di depan pintu apartemenku. Segera kutekan password agar bisa segera masuk. Namun, seseorang menepuk pundakku. "Sial..." umpatku di hati. Bisa-bisa Sejeong ditemukan.
"Kang Daniel," panggilnya. Aku pun menoleh, dan sebuah senyuman menjadi yang pertama kutemukan. Dia gadis berambut pendek sebahu. Aku belum perrnah melihatnya, tetapi aku merasa telah lama mengenalnya.
"Namaku Jeon Somi, sahabat Sejeong." Kusambut uluran tangannya.
"Aku Kang Daniel, aku ke ..." Ucapanku terinterupsi olehnya.
"Kekasih Sejeong kan, aku tahu. Dia menceritakannya padaku."
"Ah begitu, jadi apa maksudmu datang kemari?"tanyaku heran. Ini pertama kalinya ada sahabat Sejeong yang menemuiku.
"Semalam Sejeong meneleponku, katanya ia ingin menemuiku. Dia yang memberikan alamat ini. Katanya, aku akan bertemu dengan kekasihnya. Aku tahu gadis bodoh itu sedang melarikan diri. Apa dia tak memberitahukanmu?"
"Ah, dia memberitahuku tadi pagi. Katanya ia mengundang temannya. Cha! Silakan masuk." Kubuka pintu apartemen dan menyuruhnya untuk mengikutiku. Kupersilakan dia duduk terlebih dahulu di sofa putih ruang tengah. Sementara aku memanggil Sejeong yang mungkin sedang tidur di kamar. Tak lama, aku keluar dari kamar bersama Sejeong yang duduk di kursi roda.
Teman Sejeong itu berdiri, dan mendekati kami. Mukanya sendu, dan bisa kulihat kantong matanya menebal. Tentu saja, dia pasti prihatin dengan keadaan Sejeong yang melemah ini.
"Beberapa hari lalu, Sejeong terjatuh di kamar mandi. Kakinya masih sakit, jadi, dia hanya bisa menyapamu seperti ini." Aku mencoba menjelaskan keadaan Sejeong. Sedangkan, gadis itu kini sedang meraba wajah Sejeong yang menunduk.
"Kang Daniel gila!" bentak gadis itu. Dia berdiri dan segera memegang kerah bajuku.
"Kau pembunuh! Kau membunuhku! Kau gila! Kau membuatku seperti ini!" teriaknya lagi.
"Membunuhmu? Kau lucu," jawabku enteng dengan sedikit tawa di dalamnya. Aku yakin ada sesuatu yang salah padanya. Pasti. Bagaimana bisa aku membunuhnya, sedangkan dia masih berdiri di depanku dengan sehat, tanpa cacat.
"Aku Kim Sejeong! Aku gadis yang kau bunuh empat bulan silam. Karenamu aku tak bisa hidup di dunia dan tak bisa pergi ke akherat. Kau memang brengsek gila. Kau penipu!"
"Justru Kau yang penipu, Sejeongku ada di sini, dia tak mati. Kau saja yang berimajinasi menjadi kekasihku."
"Kau memang gila, kau mengawetkanku seperti ini. Kembalikan ragaku! Kembalikan!" Ia kembali berteriak dan mengguncang tubuhku. Sial, tenaga wanita ini cukup kuat, membuatku sulit mempertahankan keseimbangan. Dengan kekuatannya, ia menyeretku ke sudut sofa bagian kanan. Aku membiarkannya saja.
"Di sini kau memukulku dengan barbel itu!" ia menunjuk sebuah barbel yang berada di meja dekat jendela. Mataku mengikuti jari telunjuknya. Sebuah bayangan terlintas tiba-tiba. Jantungku berdetak lebih cepat. Sungguh, ini membuatku bingung sendiri.
"Dengan bantal ini, kau membuatku tak bisa bernapas." Ia meraih bantal yang berada di sofa itu. Menunjukkannya padaku, lalu menekan bantal itu di wajahku. Aku sengaja tak melawannya. Namun, bayangan-bayangan lain mulai bermunculan. Napasku mulai sesak. Hingga akhirnya, Arghhhhhhhhhhhhhhhhhh .... Jantungku seakan berhenti berdetak ketika potongan bayangan itu menjadi satu rangkaian film utuh. Aku mengingatnya.
Sejeong tiba-tiba datang ke apartemenku. Dia memamerkan lesung pipit dan gigi putihnya. Bibirnya terangkat ke atas membentuk lengkung bulan sabit nan cantik. Hatiku berdebar melihatnya. Tumben sekali dia datang menjengukku. Aku tahu, dia sedang ingin bermesraan denganku.
"Jangan membohongi teman-temanmu lagi, Daniel," ujarnya sesaat dia duduk di sampingku. "Aku tak berbohong pada teman-temanku," jawabku lantas menyibak surai hitamnya.
"Kau berbohong mengaku sebagai kekasihku."
"Aku memang kekasihmu."
"Kita bahkan hanya bertemu tiga kali di pemotretan. Bagaimana mungkin aku menjadi kekasihmu. Jadi, buang hayalanmu itu," tegasnya masih dengan wajah tersenyum. Ia mengambil napas sejenak, lalu berkata kembali, "Kau juga harus mendapat hukuman. Aku tahu kau yang membunuh asistenku, Lee Sunghan."
Sejeong mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya. Lantas mengulurkannya pada Daniel. "Minum ini, dan terima hukumanmu di neraka," ucapnya lagi. Ia beranjak dari sofa. Saat itu, kulihat ada sebuah barbel di dekatku. Entah darimana datangnya, kuambil barbel tersebut, lalu menarik tangan Sejeong dan membuatnya berada di sudut sofa. Kulayangkan barbel itu pada tempurung kepalanya.
"Arrghhhh..." teriaknya. Darah segar mengalir dari tempurung kepalanya. Namun, aku tak mendapati ada wajah kesakitan di sana. Sejeong masih tersenyum. Kuambil bantal putih di sofa. Lantas, kututup wajah tersenyumnya.
Jantungku seakan berhenti berdetak, kudorong bantal yang menutupi wajahku, membuat gadis itu terhempas. Napasku tersengal, kini jantungku kembali berdetak kencang. Bayangan tadi, itu bukan aku. Aku tak membunuh Sejeong. Bagaimana mungkin aku bisa membunuh gadis yang kusayangi. Tidak! Ini tidak benar. Jeon Somi yang berbohong. Bukan aku. Lantas kudekati Sejeong yang masih duduk di kursi roda.
"Love, katakan bahwa sahabatmulah yang berbohong." Kugoyangkan tubuh Sejeong. Ia tak menanggapi. Ia diam. Tubuhnya dingin. Matanya pun tertutup. Tidak ada senyum di wajahnya.
"Katakan Love, buktikan bahwa omongan gadis itu hanya hayalan saja," ujarku masih mencoba menggerakkan tubuh gadisku yang makin terasa dingin dan lemah.
"Kau yang membunuhku! Polisi harus tahu agar mereka bisa menemukanku dan aku bisa dikuburkan dengan benar." Suara keras Jeon Somi membuatku semakin frustasi. Tidak, ini semua kebohongan. Akupun beranjak dari Sejeong yang sudah tak bisa berbicara itu. Berlari sekuat yang aku bisa. Melewati lorong apartemen, gang sempit. Hingga aku pun berdiri di sini. Di tengah jalan raya, tubuhku merosot. Netraku bisa menerima sinyal cahaya terang. Mungkin ini keputusan tepat. Aku akan bersama Sejeongku.
(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())
"Tubuh mati Kim Sejeong ditemukan di sebuah apartemen mewah milik model terkenal, Kang Daniel. Di sana juga ditemukan tubuh seorang mahasiswa bernama Jeon Somi. Wanita ini sebelumnya dinyatakan hidup kembali setelah mengalami kanker otak. Namun, Jeon Somi pun ditemukan meninggal di sana.
Sedangkan, pemilik apartemen, Kang Daniel ditemukan meninggal di jalan raya akibat tertabrak truk. Diketahui, bahwa Kang Daniel lah yang membunuh Kim Sejeong empat bulan yang lalu karena alasan asmara."
Suara seorang lelaki membacakan headline koran menyadarkanku yang sedari tadi fokus pada prosesi pemakaman tak jauh dari tempatku berdiri. Aku menoleh ke kanan. Kutatap pria bertopi hitam dengan wajah dingin itu. Aku masih mengingatnya, ia pria tak peka yang ada di cafe tempo lalu. Rahang wajahnya tampak tegas. Apalagi bentuk hidung besarnya yang tak gampang dilupakan.
"Ah kau memang gila. Tak kusangka ripley syndrom yang kau miliki benar-benar membuatmu hidup di dunia kebohonganmu sendiri," ungkapnya sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Ripley Syndrome? maksudmu aku menderita sakit jiwa?" tanyaku bingung.
"Tentu kau tak sadar jika selama kau hidup, kau senang berbohong. Kebiasaan berbohongmu sejak kecil pemicunya. Sampai akhirnya kau tak bisa membedakan kebenaran dan kebohongan. Di fantasimu, Sejeong adalah kekasihmu, kau bahkan membohongi teman-teman dekatmu. Lalu kau mulai bertindak selayaknya kekasih yang tak ingin kehilangannya," jelasnya lagi.
Potongan fragmen masa kecil hingga dewasa, kembali bermunculan di otakku. Aku mulai mengingat bahwa aku memang seorang pembohong demi merebut perhatian semua orang. Aku ingin orangtuaku memperhatikanku, begitu pula dengan teman-temanku. Aku takut sendirian, aku takut tak ada yang peduli padaku.
"Aku membunuh Sejeong?"
"Ya kau membunuhnya. Kau juga membunuh asistennya. Kau tahu, karenamu aku harus bersusah payah membuat arwah Kim Sejeong hidup di tubuh mati Jeon Somi. Apalagi aku harus menuntunnya mencari tubuh dan ingatan kematiannya sendiri. Empat bulan waktu berhargaku lenyap karenamu!" Pria ini kembali berujar, "Sekarang giliranku harus mengantarmu. "
Aku kembali diam, tak merespons ucapan pria berbusana hitam itu. Aku kembali melanjutkan pengamatanku pada proses pemakaman di sana. Ratusan orang menangis mengantar kepergian Kim Sejeong di peristirahatan terakhirnya. Sungguh aku ingin mendekat, tetapi pria ini menahanku.
"Jangan mendekat, Sejeong sudah berada di akhirat. Kau sudah kuberi kesempatan terakhir melihat proses pemakamannya, sebelum menjalani hukumanmu sebagai pencabut nyawa." Aku sadar, aku adalah arwah. Tak ada yang bisa melihatku. Hanya aku yang bisa melihat kerumunan mereka.
"Waktumu sudah habis, ingatanmu akan terhapus saat kau masuk ke pintu itu." Ia menekuk wajahnya sambil menunjuk sebuah pintu bercahaya hitam yang tiba-tiba muncul. Dunia sekelilingku pun berubah menjadi putih. Ia menuntunku ke arah yang ditunjuknya tadi.
"Mulai sekarang, kau harus memanggilku Lucas Sunbaenim."
(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())(())
FIN
a.n
Well, di sini ada dua sindrom ya. Kalau Smile mask syndrome emang dihadapi oleh Kim Sejeong. Smilemask syndrome tuh sejenis kaya orang yang suka fakesmile gitu. Sedangkan Daniel mengalami Ripley syndrome yang membuatnya menjadi pembunuh Kim Sejeong. Ripley Syndrom adalah kelainan psikologi akibat terlalu banyak berbohong , akhirnya dia ngga bisa bedain kebohongan dan kenyataan.
Screenwritter :
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top