EVENT SINDROM _ Lil Friend, Big Trouble

Screenwriter: sipuhan01 // Casts: BTS Suga, BTS Jungkook & OC

***

Min Daum tahu betul bahwa ia memang pelupa. Namun ia sendiri tidak tahu kapan tepatnya bisa sepelupa ini.Sejak kecil ia memang terlambat mengenal huruf dan angka, lebih lambat dari yang lain saat mulai bisa mengeja tulisan di koran karena selalu lupa huruf satu ditambah yang lain jadinya apa jika dibaca, atau bahkan tidak juga pernah bisa mengingat tugas apa saja yang diberikan guru di sekolah untuk dikerjakan di malam hari. Kalau tidak ada Yoongi, kakak laki-laki beda satu tahunnya itu, dipastikan bahwa ia sudah akan tersesat karena kadang melupakan jalan pulang menuju rumah sendiri.

Segalanya berlanjut sampai ia menginjak kelas satu sekolah menengah. Di satu musim panas yang terik, ketika membuka mata setelah dua jam tidur siang, Daum melupakan satu kejadian paling vital dalam hidupnya.

"Oppa, eomma kemana?" tanyanya membuka pintu kamar milik Yoongi dan menemukan laki-laki itu tengah bertelanjang dada. Memukul-mukul samsak tinju yang menggantung di langit-langit kamar.

Dengan keringat yang mengucur, Yoongi menghentikan aksinya lalu menatap Daum dengan satu alis terangkat. "Kau bercanda?"

"Apa? Eomma kemana? Kenapa di meja makan tidak ada apa-apa? Aku lapar. Kau sudah makan?" tanya Daum lebih panjang masih memegangi knop pintu kamar kakaknya.

Lalu entah kenapa, raut wajah Yoongi jadi berubah. Kerutan-kerutan samar tercetak di sana sambil menatap Daum intens. "Kau tidak bercanda, 'kan?"

"Apa, sih?! Aku yang seharusnya bertanya begitu. Are you kidding me, dude?"

"Oh, ini tidak bagus." Tanpa melepaskan lilitan kain di kedua tangannya, Yoongi menyambar sebuah kaos hitam lalu dengan cepat memakainya. Menarik tangan Daum dengan wajah super cemas. Kemudian setelah mengambil kunci mobil di atas nakas, mereka bergegas untuk masuk ke dalam mobil.

"Mau kemana? Kau sudah betulan gila atau bagaimana, sih? Aku hanya menanyakan keberadaan eommadan perutku keroncongan. Kenapa kau malah menyeretku ke dalam mobil?!" protes Daum di depan mobil sebelum Yoongi berhasil mendudukkannya di jok. "Dan juga, ya! Kau belum punya izin mengemudi! Kuadukan pada appa nanti!"

Yoongi mendorong Daum masuk ke dalam mobil, dan sebelum menutup pintu dengan keras, ia berujar, "Asal kau tahu, eomma sudah meninggal tiga bulan lalu dan ini kali keduanya kau melupakan hal itu dalam satu bulan. Jadi, berhenti mengoceh!"

***

Awal bulan Juni, sudah hampir empat minggu Daum berada di Seoul Medical World. Bukan untuk menemani ayahnya bekerja, bukan juga mengantar makanan untuk sang ayah setelah berjam-jam berada di ruang kerja. Kini, Daum berada di sini sebagai pasien yang rutin mendapatkan tindakan.

Bulan lalu, setelah Yoongi membawanya menuju ayah mereka, Daum langsung diberi "label" pasien rumah sakit. Padahal, ia sendiri tidak mengerti pada bagian mana ia merasa sakit. Sungguh, saat itu, satu-satunya rasa sakit bersumber dari ucapan Yoongi sebelum ia duduk terhenyak di dalam jok mobil. Bahwa ibu mereka sudah meninggal dunia, tiga bulan sebelumnya. Belum lagi katanya ia sudah melupakan hal ini dua kali dalam satu bulan. Yoongi bukan orang yang senang berdebat karena dia keras kepala dan tidak suka dibantah. Jadi saat itu, selain karena menahan diri dari Yoongi yang kelihatan amat serius ditambah perasaan bingung dan takut yang menyergapnya tanpa ampun, Daum memutuskan untuk diam.

"Sayang, apa yang terakhir kali kau ingat mengenai eomma?"

"Kau tahu usiamu sekarang berapa?"

"Sekarang bulan apa?"

"Kemana terakhir kali kau meminta izin untuk pergi malam hari tanpa Yoongi?"

Dan berbagai pertanyaan yang membuat kepala Daum hendak pecah karena diserang rasa bingung bertubi-tubi. Kenapa ia dinyatakan sakit? Kenapa Yoongi dan ayahnya amat cemas saat membahas mengenai 'kali kedua' sesuatu yang sama terjadi padanya? Memang apa yang terjadi padanya? Kenapa para staff rumah sakit juga mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja, padahal segalanya memang sudah baik-baik saja? Dimana ibunya? Dimana ibunya? Dimana ibunya?

"Appa, dimana eomma?"

Namun dari segala pertanyaan mengenai dirinya, satu pertanyaan yang justeru terucap adalah tentang keberadaan ibunya. Dari segala kecemasannya pada sesuatu yang salah dalam dirinya, nyatanya pernyataan Yoongi mengenai ibunya yang sudah pergi terlalu penting dibanding pertanyaan lain.

Saat itu Daum, ayahnya, dan Yoongi tengah berkumpul di ruang kerja ayahnya. Tepat setelah pemeriksaan pertama terjadi, tengah malam. Ayahnya tidak menjawab, hendak bergerak untuk memeluk Daum yang kemudian ia hentikan.

"Tolong jangan memelukku lagi. Itu tidak menjawab pertanyaanku dan justeru membuatku semakin sakit kepala karena kebingungan." Daum menatap mata ayahnya yang sudah memerah. Keadaannya buruk, sudah jelas. Jadi untuk meyakinkan diri sendiri atas pertanyaan yang hendak ia keluarkan, Daum menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. "Yoongi Oppa bilang bahwa eomma sudah meninggal tiga bulan lalu. Benarkah itu?"

"Ya, eomma sudah meninggal, tiga bulan lalu, awal Februari. Serangan jantung."

Daum hancur. Lebih hancur lagi saat ia sendiri tidak bisa mengingat apa pun mengenai kepergian ibunya. Buntu, sama sekali tidak ia temukan dimana letak memori yang menyimpan kenangan saat ibunya dinyatakan meninggal, atau barangkali saat ia menangis tersedu di rumah duka.

Kenangan terakhir yang tersimpan dalam kepalanya mengenai ibunya adalah pada Januari akhir. Saat perempuan itu menunjukkan sebuah gaun peach pink yang katanya bisa Daum gunakan untuk kencannya yang pertama nanti. Kemudian Daum menjawab bahwa itu gaun yang kuno dan ia tidak akan mengenakannya jika tidak mau ditinggal pergi pada kencan pertamanya nanti. Lalu Yoongi yang melewati kamarnya menyahut jika sesuatu yang kuno memang cocok untuk Daum, yang dibalas dengan usulan bahwa Yoongi akan sangat cocok dengan si gaun karena warna kulitnya dengan gaun itu sungguh perpaduan yang sempurna. Kemudian ibunya menarik Yoongi untuk memaksa mengenakan gaun itu, Yoongi memberengut protes dan membuat mereka berdua tertawa.

Seperti baru saja terjadi kemarin karena suara tawa ibunya bahkan masih bergema di samping telinganya.

Kemudian satu minggu setelah hari pertama ia masuk ke rumah sakit, setelah bangun tidur di pagi hari, tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu. Membuat Yoongi yang tidur di sofa tersentak bangun dan menghampirinya dengan kecemasan luar biasa. "Ada apa?"

Daum merangsek pada perut Yoongi, melingkarkan tangannya pada pinggang laki-laki itu dan menangis semakin keras. Yoongi duduk di ujung ranjang, memperbaiki posisinya agar adiknya bisa memeluknya dengan benar dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Yoongi. Masih tersedat-sedat karena menangis, ia berbisik, "Aku mengingat semuanya. Aku mengingat semuanya."

Namun tujuh hari setelahnya, ketika bangun tidur di tengah malam, pertanyaan yang sama dengan objek berbeda kembali membuat Yoongi tersentak. "Di mana aku?"

***

"Yoongi kemana?"

Daum menggeleng menanggapi pertanyaan Jungkook, seorang pasien laki-laki yang katanya berasal dari bangsal anak-anak.

Tadi ia merasa bosan dan memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi bagian rumah sakit. Setelah bangun dua hari lalu dari tidurnya, mendadak Daum tidak tahu dimana ia berada dan kenapa ia bisa berada di sini. Sampai akhirnya Yoongi menyodorkan sebuah buku berisi tempelan foto-foto apa saja yang terjadi sejak bulan Februari sampai awal Juli, saat ini. Juga banyak kliping mengenai tanda-tanda sebuah penyakit yangditulis ayahnya.

"Seven Days Loss Memory Syndrom?" tanyanya pada Yoongi. Daum tertawa, "Hei, jangan bodoh. Aku hanya sedikit lupa mengenai sejak kapan aku di sini dan apa alasannya. Yeah, kau tahu aku memang pelupa. Mana mungkin aku di sini karena sebuah sindrom atau apalah ini namanya."

Yoongi menatap lurus pada Daum. Memegang sebelah tangannya. Lalu menjelaskan segalanya.

Seven Days Memory Loss Syndrom. Seperti namanya, gejala hilang ingatan dan berkaitan dengan "tujuh hari". Berbeda dengan Short Term Memory Loss yang hanya akan membuat penderitanya kehilangan memori secara tiba-tiba, sejenak dan hanya memori-memori kecil, bukan juga Functional Neurological Disorder yang dimana penderitanya mengalami gangguan memori sesaat dan kerap kejang-kejang.

Daum tidak mengalami kesalahan apa pun dalam tubuhnya, satu-satunya hal yang terjadi padanya adalah kehilangan ingatannya selama tujuh hari dan semua memori yang hilang adalah kenangan-kenangan sejak satu minggu sebelum ibunya meninggal hingga hari dimana ia terbangun dari tidur dan melupakannya. Kemudian ingatannya akan kembali dengan sendirinya setelah satu minggu. Tepat di hari ke tujuh, ia akan menangis, mengingat segalanya. Namun tujuh hari kemudian, ia akan bangun dari tidurnya dan melupakan segalanya lagi. Tujuh hari mengingat, tujuh hari lupa, terus seperti itu.

Dua hari lalu, ia terhenyak; ibunya sudah tiada; ia mengalami sindrom aneh; tau-tau sudah hampir dua bulan ia di rawat; segalanya membuat kepalanya sakit.

"Nuna...?"

Daum tersadar dari lamunannya. "Eh, iya? Maaf Nuna memikirkan sesuatu tadi," jawabnya dengan tawa samar. Mereka duduk di sebuah tangga darurat yang pintunya sedikit terbuka. Di sini sepi, dan karenanya Daum jadi mudah melamun.

"Penyakit itu jangan dipikirkan, nanti juga sembuh sendiri," ucap bocah itu sambil memainkan robot figur Iron Man dengan suara, "Bzzz bzzz!" dan tangannya yang ia gerakkan ke udara. Sedang terbang, katanya.

Daum betulan terkekeh mendengar penuturan sok tua dari bocah enam tahun di sampingnya. "Jadi, apa yang harus Nuna lakukan, hm?" tanyanya sambil mengelus rambut Jungkook. Duh, anak sekecil ini sudah harus menderita gagal jantung bawaan—terlihat dari gelang merah rumah sakit yang di sana tertuliskan nama, usia, dan penyakitnya.

"Ya jangan dipikirkan lah!"

"Kalau Nuna masih memikirkannya bagaimana?"

"Nanti penyakitnya bertambah parah. Terus Nuna akan meninggal."

"Eh?" Gerakan tangan Daum terhenti. Ia memegang kedua bahu Jungkook, mengambil alih minat bocah itu dari robotnya. "Jangan bicara begitu. Itu kasar dan tidak baik. Belajar dari siapa?"

Dia tersenyum lebar, memperlihatkan kedua gigi kelincinya. "Dariku."

"Jangan bicara begitu lagi, oke? Kita pasti sembuh, kok."

"Nuna akan sembuh kalau tidak memikirkan penyakit Nuna terus." Jungkook kembali pada dunia Iron Man miliknya.

"Iya, iya. Dasar bocah." Daum menatap ke sekitar. "Hei, kau tidak takut bermain di sini?"

"Tidak, kan ada Nuna."

"Eish." Daum menatap anak itu malas. Pintar sekali bicaranya. "Memang biasanya kau main di sini?"

"Iya. Sama Nuna."

"Jadi biasanya aku memang main di sini bersamamu?"

Jungkook mengangguk. "Iya. Tapi kemarin dan kemarinnya Nuna tidak ada. Aku main sendiri, deh."

Dua hari yang lalu ia baru bangun dari tidurnya, dan melupakan segala hal yang terjadi beberapa bulan ke belakang.Pantas ia tidak bisa mengingat siapa bocah laki-laki bergigi kelinci yang tiba-tiba mengaku sebagai temannya ini. "Sejak kapan aku suka main denganmu?"

"Sejak Nuna datang ke rumah sakit ini."

Daum mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Mungkin benar apa yang bocah ini katakan kalau mereka adalah teman. Yeah, terserahlah. Daum tidak mau menambah banyak beban pikiran. Jadi anggap saja mereka memang berteman, meskipun ia tidak dapat mengingat apa pun mengenai bocah ini.

"Daum...?"

Sayup-sayup terdengar sebuah suara dari luar. Yoongi. Daum segera bangkit, keluar dan diikuti Jungkook yang memanggil namanya kemudian.

"Daum Nuna, aku pulang dulu, ya. Nanti kita main lagi."

"Mau kuantar?"

Jungkook menggeleng, tersenyum lebar, "Besok aku akan kembali lagi. Seperti biasanya."

"Oke. Hati-hati, ya."

"Hei, kemana saja? Sudah waktunya makan malam. Kau membuatku khawatir saja." Tau-tau, Yoongi sudah menepuk bahunya. Membuat Daum menengok, "Hehe. Aku hanya jalan-jalan, dan bertemu teman kecilku."

"Jungkook?"

"Iya! Kau tahu?"

Tiba-tiba Yoongi menarik lengannya dan berjalan cukup cepat. Daum keningungan. "Pelan-pelan, ish! Mau kemana, sih?"

Namun rupanya, Yoongi mengajaknya turun ke lantai bawah.Bangsal anak. Mereka menuju bagian data dan informasi.

"Tolong berikan kami data pasien anak bernama Jeon Jungkook, enam tahun, menderita gagal jantung bawaan."

Daum masih tidak mengerti sampai sebuah berkas berada di tangannya. Kakinya seketika lemas. Mereka mengambil duduk di kursi lobi bangsal anak.

"Jeon Jungkook, anak itu sudah meninggal enam bulan lalu, Daum."

Kepala Daum tiba-tiba kosong, tapi di telinganya tiba-tiba berdenging sebuah suara riang namun membuatnya tidak bisa bernapas.

"Besok aku akan kembali lagi. Seperti biasanya."

Seperti biasanya. Seperti biasanya. Seperti biasanya.

Oh, gila. Saat ini juga, Daum mengumpati sindrom lupa yang rutin menyerangnya.[]

END

screenwritter by sipuhan01

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top