EVENT SINDROM _ INARIAN


Screenwriter: Hana_fk // Casts: Blackpink Jisoo & BTS V

Warning: Pembaca diminta untuk membaca dengan saksama agar memahami perubahan waktu dalam cerita

Happy reading

.

.

.

"Besok, jika terjadi sesuatu ikutilah petunjuk buku Ayah ...."

.

.

.

"Jisoo, kau mau kemana?"

"Aku mau ke bukit untuk melihat bintang," jawab Jisoo tanpa mengalihkan pandangan dari kegiatannya, memasukan beberapa makanan ringan dan teropong bumi ke dalam ransel coklatnya.

Taehyung menghela napas. "Apa kau tidak bosan mengunjungi bukit setiap malam untuk melihat hal yang sama?"

Jisoo diam, enggan menjawab pertanyaan yang sudah puluhan kali Taehyung ajukan tiap Jisoo hendak pergi ke bukit di belakang rumah. Ia sudah pernah mengatakan alasannya sekali dan ia rasa Taehyung tidak perlu mendengarnya untuk kedua kali atau bahkan menanyakan hal yang sama berulang kali.

"Minggir," ucap Jisoo karena Taehyung berdiri di ambang pintu kamarnya.

Kakak kembar Jisoo itu kembali menghela napas, seolah-olah berbicara dengan Jisoo membuat hidupnya sungguh berat "Ini tengah malam Jisoo, tidak aman bagi seorang wanita keluar."

"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah terbiasa dan buktinya aku masih berdiri di hadapanmu saat ini."

"Lalu bagaimana pendapat tetangga nanti jika melihat anak gadis keluarga Kim menyelinap di malam hari, apa kau tidak memikirkan nama baik keluarga kita?"

Jisoo mendengus, lalu mencubit pipi Taehyung. "Sejak kapan kau memikirkan nama baik keluarga kita huh!" Ia melepas cubitannya setelah mendengar ringisan Taehyung. "Lagipula mereka sudah tahu kalau aku pergi ke bukit untuk melihat bintang."

Sebelum tangan Jisoo menyentuh gagang pintu, Taehyung berkata, "Apa kau pergi untuk membuktikan racauan pesawat alienmu itu benar!" Dan tidak ada jawaban dari Jisoo selain suara bedebam pintu yang di tutup kasar.

Lingkungan pedesaan yang masih jarang serta jauh dari polusi udara membuat langit malam tampak bersinar oleh cahaya bulan dan bintang. Seakan tiada celah karena bintang menyesaki setiap bagian dari langit malam, kontras dengan langit malam di perkotaan.

Gadis berambut hitam itu pun mengeluarkan camilan, teropong serta peta bintang lalu mulai mengamati. Mengamati bintang merupakan kegiatan yang sudah rutin Jisoo lakukan sejak kelas dua sekolah dasar. Semula ia melakukannya bersama ayah, Taehyung, bahkan ibu, tetapi selepas kematian ayah, Jisoo melakukannya seorang diri.

Seandainya saja ia mampu mengulang waktu, saat-saat itulah yang ingin ia putar kembali. Keluarganya utuh dan bahagia, ayah yang penyayang, ibu yang tidak sibuk, ia dan Taehyung yang bebas bermimpi. Sayang, kini semua kebahagiaan telah sirna, berganti menjadi serpihan kenangan yang kian mengabur bersama waktu.

Tidak terasa satu jam terlewat, Jisoo bergegas membereskan bungkus camilan serta peralatan lain sebelum sebuah benda ... tidak, sepuluh pesawat mirip piringan berjalan beriringan ke arah hutan.

"Pasti itu—" Jisoo langsung berlari menuju hutan, meninggalkan peralatan dan tasnya agar tidak menghambat langkahnya mengejar piringan terbang itu, mungkin termasuk logikanya juga, karena saat ini Jisoo tidak mampu memikirkan apapun alias blank.

Melewati pohon-pohon besar dan semak belukar dengan hanya mengandalkan sinar rembulan adalah ide buruk, jarak pandang Jisoo terbatas dan bisa saja Jisoo bertemu seekor ular kelaparan yang sanggup menelannya bulat-bulat atau terjebak dalam lumpur hisap. Ia menyesal tidak berpikir untuk membawa senter tadi, jika bertemu ular setidaknya aku dapat melihat agar dapat menghindar, pikirnya.

Ia pasti telah berjalan sangat jauh ke dalam hutan karena kedua kakinya terasa begitu pegal, dan ini pun sama sekali tidak membuahkan hasil, ia tidak mendapati apapun selain suara jangkrik.

"Ini sia-sia," bisik Jisoo putus asa. Ia bermaksud kembali, tetapi baru sadar jika ia sama sekali tidak meninggalkan jejak agar bisa keluar dari hutan. "Aku baru mengerti mengapa Taehyung mengejekku si ceroboh pelupa."

Tiba-tiba tanah tempat Jisoo berpijak bergetar, disusul suara dentuman dan angin yang bertiup sangat kencang dari arah barat. Mata Jisoo langsung bergerak awas, kemungkinan besar itu merupakan piringan terbang yang tengah ia cari. Reflek, Jisoo mengikuti arah suara dentuman itu berasal.

"Astaga, mengapa tanaman di sini banyak sekali," gerutu Jisoo, ia kerepotan menepis tanaman liar yang menghalangi langkahnya hingga Jisoo tiba di sebuah tanah lapang dengan sepuluh pesawat berbentuk piringan berjejer rapi, hampir memenuhi seluruh bagian tanah lapang tersebut karena besar pesawat.

Jisoo membelalak dan menutup mulut untuk mencegah suara teriakan kaget secara spontan keluar dari mulutnya. "Ya Tuhan," bisiknya pelan. Ia mundur perlahan menuju semak-semak agar keberadaannya tidak kentara oleh makhluk asing tersebut.

Pintu pesawat terbuka, menampilkan siluet kelompok makhluk asing tersebut. Jisoo memicingkan mata untuk melihat makhluk asing itu lebih jelas. Bentuk tubuh mereka terasa familiar, tanpa kepala besar berwarna hijau atau mata hitam aneh yang umum digambarkan dalam buku atau film fiksi ilmiah.

Mereka mirip manusia, hanya saja ukuran tubuh mereka lebih besar.

Atau mungkin mereka sengaja membentuk tubuh mereka layaknya manusia.

"Jadi Ayah memang tidak pernah berbohong." Tanpa sadar air matanya jatuh, ia terisak pelan. "Bintang berjalan itu adalah pesawat Alien. Aku ... aku harus mengatakan ini pada Taehyung."

Jisoo berbalik, tetapi alangkah terkejutnya ia saat melihat seorang makhluk asing berdiri menjulang di hadapannya. Makhluk itu memandang Jisoo dingin sementara Jisoo terpaku, keringat mulai membasahi beberapa bagian tubuh Jisoo. Gadis itu jelas ketakutan.

Makhluk itu mengulurkan tangan, dan saat makhluk itu menyentuh kening Jisoo, gadis itu sontak menutup mata. Beberapa saat kemudian, Jisoo merasakan dirinya terbakar, dadanya begitu sesak seakan ditimpa sebuah batu besar, berkali-kali Jisoo mencoba membuka mata tetapi gagal.

"Tolong hentikan, ini menyakitiku," mohon Jisoo.

Setelah Jisoo merasa ia lebih tenang, karena sudah terlalu lelah meronta, perlahan Jisoo membuka mata dan berhasil. Ia memperhatikan sekeliling. "Ini tidaklah asing." Jisoo berjalan mendaki bukit itu dan baru sadar bahwa ini adalah bukit di belakang rumah nenek.

"Taehyung, jangan ganggu adikmu!"

Jisoo memutar tubuh saat mendengar bariton seorang pria yang ia kenal. Ia tertegun dan berbisik lirih, "Ayah." Jisoo lagi-lagi menangis, tidak percaya atas apa yang ia lihat. "Ayah." Ia merapalkan kata itu berkali-kali bagaikan sebuah mantra.

"Kalian tidak mau mendengarkan Ayah, hm?"

Jisoo merentangkan tangan saat ayahnya berjalan ke arah Jisoo, ia ingin memeluk ayah. Namun ayah malah menembus tubuh Jisoo yang ternyata transparan. "Ke—kenapa."

"Ayah, Taehyung merebut teropongku."

"Tapi aku kan juga ingin melihat Alien."

"Kau cukup melihat dirimu sendiri di cermin untuk melihat Alien."

Ayah memeluk Taehyung dan Jisoo kecil, mencium pipi gembul mereka bertubi-tubi. "Sudah, jangan bertengkar. Besok Ayah akan membelikan kalian masing-masing teropong agar bisa melihat Alien."

Sudut bibirnya terangkat, ia ingat kala itu adalah hari terakhir ia, Taehyung dan ayah mengunjungi bukit untuk melihat bintang karena besok mereka harus kembali ke kota, sekaligus hari terakhir ayah menghabiskan waktu bersama ia dan Taehyung sebelum sebuah kecelakaan merenggut nyawa ayah.

Jisoo mendekati raganya ketika kecil, Taehyung dan ayah yang sedang duduk membelakangi Jisoo. Ia masih tidak mengerti mengapa alien itu membawa Jisoo ke masa lalu atau bagaimana cara agar ia kembali, tetapi Jisoo berjanji akan menikmati ini selagi bisa.

"Ayah ingin memberikan ini pada kalian, tolong jaga baik-baik."

Ia terdiam, menatap lamat-lamat buku yang di pegang ayah sebelum berpindah tangan pada Taehyung. Membaca judul jurnal tersebut. "Inarian?"

Semua memudar, termasuk Taehyung, dirinya di masa lalu dan ayah, berubah menjadi kegelapan yang pekat. Untuk sesaat Jisoo merasa buta, sampai ia menangkap sebuah cahaya kemerahan di kejauhan. Ia mengikuti cahaya itu dan malah berakhir di kamarnya sendiri.

"Sebenarnya apa maksud semua ini?" Jisoo memijat pangkal hidugnya. "Semua jadi ambigu."

Cahaya kemerahan itu berasal dari luar kamar Jisoo, ia pun melangkah menuju jendela kamar dan kembali dibuat terkejut karena itu bukanlah sebuah cahaya matahari, melainkan api yang membakar hutan serta rumah-rumah di sekitar rumah nenek. Berbagai macam hewan liar keluar dari hutan dengan tubuh terbakar, tatapan Jisoo terarah pada kalender di dinding.

Tanggal 23 Juli.

"Taehyung dan Nenek!" Jisoo berlari, menuruni tangga menuju lantai satu dengan tergesa-gesa, tetapi tidak menemukan sosok Taehyung dan nenek. "Taehyung-ah, Nenek, kalian dimana?"

Jisoo sangat khawatir, ia membuka setiap kamar lalu memeriksa ruang bawah tanah dan hasilnya nihil. Ragu-ragu Jisoo membuka pintu luar, ia disambut oleh panas yang luar biasa menyengat karena kebakaran, menyebabkan manusia maupun hewan berlarian menyelamatkan diri. Jisoo masuk melawan arus orang-orang yang tengah di evakuasi demi mencari keberadaan Taehyung dan nenek.

"Taehyung, Nenek, Ibu!" Teriak Jisoo ketika menemuka dua orang yang ia cari beserta sang ibu—yang entah mengapa juga di sini—berada di barisan paling belakang. Ia tersenyum seraya melambaikan tangan, tapi senyumnya pudar saat sebuah pohon besar yang terbakar jatuh menimpa mereka bertiga.

"TIDAK!"

***

"TIDAK!"

Teriakan Jisoo sukses membuat Taehyung lari terbirir-birit menuju kamar Jisoo. Ia memeluk dan mengelus punggung adik kembarnya. "Sssttt ... tenang Jisoo."

"Taehyung, aku bersyukur kau masih hidup," ucap Jisoo disertai isakan pelan. "Bagaimana dengan nenek dan mengapa aku bisa di kamar?"

"Aku dan paman Ong menemukanmu tertidur lagi di bukit," ucap Taehyung. Ia mengusap air mata Jisoo dengan lembut. "Tidak ada yang perlu kau cemaskan karena semua itu hanya mimpi. Lebih baik kita sarapan hm?"

Jisoo mengangguk dan mengikuti Taehyung menuju dapur, terdapat nenek dan ibu yang tengah bersenda gurau seraya mengoleskan selai pada beberapa lembaran roti. Ia tersenyum senang dan menghampiri nenek, mengecup sayang pipi wanita tua itu, kemudian pandangannya beralih pada ibu dan terlihat kaget melihat Ibu ada di sini.

"Selamat pagi Nenek, Ibu," sapa Jisoo. Ia turut mengecup pipi ibunya. "Kenapa Ibu pulang hari ini?"

"Karena kantor Ibu tiba-tiba saja menerima permintaan cuti Ibu," ucap ibu seraya meletakan piring berisi buah di depan Jisoo. " Ibu baru saja pulang."

Nenek menepuk pundak Jisoo ketika gadis itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Apa kau ada masalah?"

"Sebenarnya aku mengalami hal aneh kemarin. Aku melihat Alien."

Ibu tiba-tiba berhenti mengoleskan selai pada roti, begitu pula Taehyung dan nenek yang tampak kaget lalu saling berpandangan. Namun Taehyung langsung tertawa canggung dan berkata, "Jisoo pasti bercanda seperti kemarin dan kemarinnya lagi, iya kan Jisoo-ya?"

"Kali ini aku benar-benar melihatnya," sanggah Jisoo. "Aku mengikuti mereka ke hutan."

"Bagaimana kau bisa pergi ke hutan padahal aku melihatmu jelas-jelas tertidur di bukit itu!"

Ibu menatap Jisoo bimbang. "Jisoo, apakah nanti kau mau ikut Ibu ke rumah sakit?"

***

"Putri Anda menunjukan gejala Samedream Syndrome. Sebuah sindrom yang menyebabkan putri Anda selalu memimpikan hal sama setiap hari dan bertingkah laku seolah mimpi itu adalah nyata. Sindrom ini dapat disebabkan oleh benturan keras di kepala maupun depresi, seperti kehilangan orang yang dicintai."

Ibu Jisoo menggenggam tangan Jisoo erat sementara Jisoo menatap dokter di hadapannya tidak percaya. Ibu Jisoo bertanya, "Apa yang harus kami lakukan agar putri saya sembuh?"

"Untuk penanganan awal mungkin Ibu bisa membawa Nona Jisoo secara rutin kemari agar dapat melakukan therapy."

Jisoo menggeleng tidak terima, itu semua bukan mimpi tetapi nyata. Ia mungkin tidak memiliki bukti tapi bukan berarti hal itu hanya angan belaka. Ia memalingkan wajah dan menatap kalender yang tergantung. Sekarang tanggal dua puluh dua dan besok adalah waktu dimana alien akan mengadakan invasi.

"Aku tidak sakit Bu, Ibu harus percaya padaku!"

Ibu Jisoo mengelus rambut Jisoo. "Kau tidak sakit nak, hanya—"

"Kalau begitu untuk apa Ibu membawaku kemari!" Jisoo meninggikan nada bicaranya. "Hanya karena aku tidak punya bukti, bukan berarti apa yang aku katakan itu bohong!"

"Jisoo!"

Jisoo berdiri dan menghentak genggaman ibunya. "Kalau Ayah masih hidup, ia pasti percaya padaku, bukan malah membawaku ke dokter dan menganggap aku gila!"

"Ayahmu memang gila Jisoo!" Ibu memegang pundak Jisoo. "Dan ibu tidak ingin kau berakhir seperti Ayahmu," ucap ibu Jisoo lirih.

"Ibu Jahat!" teriak Jisoo sebelum berlari keluar dari ruangan dokter.

Taehyung yang sedang menunggu ibu dan Jisoo di depan ruangan kaget saat melihat Jisoo berlari kemudian disusul ibu yang keluar ruangan dan memasang wajah khawatir. Tanpa bertanya, Taehyung segera mengejar Jisoo. Taehyung sudah hampir meraih Jisoo hingga sebuah mobil yang sedang melaju kencang menabrak Jisoo.

Taehyung panik, ia menghampiri dan memangku kepala Jisoo yang bersimbah darah. "Jisoo, ku mohon bertahanlah." Ia tidak mampu menahan tangis.

Jisoo menggeleng pelan. "Aku akan mati Taehyung," bisik Jisoo, tercekat oleh darah yang menggumpal di tenggorokan. "Besok, jika terjadi sesuatu ikutilah petunjuk buku Ayah ...."

Usai pemakaman Jisoo, mereka semua pulang ke rumah dengan langkah gontai. Namun rasa sedih atas kehilangan Jisoo tergantikan oleh rasa terkejut—terutama Taehyung, ketika sebuah jangkar raksasa mendarat di bukit tempat Jisoo biasa melihat bintang.

Taehyung meneguk ludah kasar lalu menatap jurnal ayahnya. Setelah membaca seluruh jurnal ayah kemarin malam dan menyaksikan jangkar itu, Taehyung sadar jika ayah dan Jisoo Selama ini benar.

Inarian siap mengadakan invasi dengan mengirimkan lima gelombang bencana.

Di mulai dari tanggal 23 Juli.

fin

Screenwritter : 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top