SNOWFLAKE (Vignette)

White

.

.

.

Jihyun merasa begitu lelah, saat keluar dari laboratorium rumah sakit yang penuh dengan bau obat-obatan. Ia berpikir, untuk apa dia ke rumah sakit hampir setiap dua minggu atau satu bulan sekali? Begitu melelahkan, menyebalkan, dan menghambur-hamburkan uang.

Baekhyun merasa begitu sedih melihat hasil tes laboratorium adiknya. Jihyun adik perempuan Baekhyun, kesehatannya terus memburuk dari waktu ke waktu. Entah apa yang harus Baekhyun lakukan agar adiknya dapat sembuh total dari penyakitnya.

"Oppa, wae geureyo? Kenapa kau diam saja? Apa kata dokter?" Tanya Jihyun penasaran. Baekhyun merasa begitu bimbang. Haruskah ia memberitahukan hal ini kepada Jihyun?

"Kau harus sembuh. Itulah yang dikatakan dokter," jawab Baekhyun dengan ekspresi datar. Hatinya seperti ditusuk ribuan jarum setelah mengatakan hal itu. Ia berharap Jihyun akan merasa tenang dan tidak penasaran lagi.

"Kakak harus beri tahu aku. Dokter bilang apa?" Paksa Jihyun. Baekhyun benar-benar tak tahan dengan ucapan adiknya itu. Ia diam termenung tak menjawab pertanyaan Jihyun. Baekhyun berusaha agar kuat dengan cobaan yang bertubi-tubi menghantam dirinya.

"Kajja! Kita pulang. Sudah larut, aku lapar," ucap Baekhyun lalu menggandeng tangan Jihyun. Ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, tapi tiba-tiba Jihyun menahan tangan Baekhyun yang sudah menariknya. Mata Jihyun mulai berkaca-kaca, sehingga Baekhyun terpaksa menghentikan tarikannya.

"Apa aku bisa normal seperti dulu? Apa aku bisa melihat senyummu lagi seperti dulu? Apa aku bisa melakukan sesuatu yang kumau tanpa bantuanmu? Apa ... hiks, aku bisa merasakan itu lagi? Aku bahkan tidak tahu, kenapa aku jadi begini!" Jihyun menangis. Meratapi dirinya yang menyedihkan. Baekhyun lantas memeluk Jihyun dan mengusap rambut panjangnya.

Tangis Jihyun semakin menjadi-jadi setelah mendapat pelukan dari kakaknya. Baekhyun ingin Jihyun tidak mengetahui penyakitnya, agar ia tetap memiliki semangat hidup yang tinggi, karena semangat hiduplah yang dapat memanjangkan usia Jihyun.

Baekhyun melepas pelukannya dan mengusap air mata adiknya. Laki-laki itu tersenyum kepada Jihyun, lalu mencium keningnya yang tertutup oleh poni. "Uljima, kau sangat jelek jika menangis seperti itu. Aku janji akan berusaha menyembuhkan penyakitmu dengan cara apapun. Jadi, jangan cengeng, arasseo?" Ujar Baekhyun berusaha menenangkan Jihyun.

"Arasseo. Gomawo, Oppa." Jihyun lalu memeluk kakaknya. Dia dapat mendengar dengan jelas suara detak jantung kakaknya yang sangat cepat, serta bisa mencium aroma Baekhyun yang begitu harum dalam indranya.

Jihyun melepas pelukannya dari tubuh tinggi Baekhyun. Gadis itu tersenyum dan menggandeng tangan Baekhyun. Ia sudah merasa lebih baik, walau Baekhyun tetap bungkam dan tak mau memberitahukan apa penyakit Jihyun sebenarnya.

"Kajja! Kita pulang. Aku sudah mulai lapar dan mengantuk." Baekhyun yang lagi-lagi mengeluh karena rasa lapar.

"Arasseo. Aku juga sudah lapar." Jihyun lalu tersenyum kecil sambil menyipitkan matanya. Keduanya pulang dengan berjalan kaki, meskipun tahu jarak antara rumah mereka ke rumah sakit sangatlah jauh.

.

.

Saat di tengah perjalanan, Baekhyun tiba-tiba menghentikan langkah ketika merasa sesuatu yang dingin jatuh ke kepalanya. Musim favorit Jihyun kini telah tiba. Ternyata, benda dingin itu adalah salju pertama yang turun setelah musim gugur yang sangat indah. Musim dingin, musim penuh kenangan yang sangat indah terjadi.

"Jihyun-ah," panggil Baekhyun. Jihyun refleks tertarik ke belakang ketika Baekhyun menarik tangannya.

"Waeire?" Tanya Jihyun. Baekhyun mengambil tangan Jihyun dan membuat telapak tangannya berada di atas. Jihyun merasa heran dengan Baekhyun. Namun saat sebuah kepingan salju mendarat tepat di telapak tangannya, barulah ia menyadari maksud Baekhyun. Jihyun pun tersenyum tidak percaya bahwa kepingan salju pertama telah turun dan ia berhasil menyentuhnya.

Dingin ...

"Igeu mwoya? Ini benar-benar kepingan salju?" Tanya Jihyun tidak percaya.

"Eoh, eotteokke? Rasa penasaranmu selama sekian tahun sekarang sudah terjawab, Byun Jihyun-ssi? Aku ucapkan selamat!" Ledek Baekhyun.

Jihyun tersenyum kecil setelah diledek Baekhyun. Hidung, pipi, telinga serta ujung jari kaki dan tangan tubuh Jihyun sudah mulai kedinginan. Hal itu terlihat dari memerahnya bagian-bagian tubuh tersebut. Karena cuaca semakin dingin, mereka pun terpaksa naik bus untuk pulang.

.

.

.

.

Sesampainya di rumah, Jihyun langsung tidur dan tidak mau makan karena terlalu lelah. Baekhyun mencium keningnya dan menyelimuti Jihyun dengan penuh kasih sayang. Baekhyun tersenyum dan berkata, "maafkan aku Jihyun, kuharap kau bahagia setelah ini." Baekhyun pun mematikan lampu kamar Jihyun dan meninggalkannya.

Air mata Jihyun keluar dan napasnya kini terasa begitu sesak. Dia menutup mulutnya dengan telapak tangan agar tak menghasilkan suara. Jihyun memang belum tertidur saat Baekhyun masuk ke dalam kamarnya. Jadi, dia mendengar ucapan Baekhyun barusan.

"Apa aku akan mati?" Itulah yang dipikirkan Jihyun setelah mendengar ucapan Baekhyun.
Jihyun menangis lama hingga ia lelah. Jantungnya tiba-tiba melemah. Ia merasa begitu pusing dan tubuhnya sangat letih hingga perlahan kesadarannya hilang.

.

.

.

.

.

Jihyun merasa begitu lemas dan tubuhnya terasa begitu sakit, terutama pada bagian dada dan mata. Dia merasa heran, karena tak dapat membuka matanya. Dia mencoba memegang kelopaknya, lalu mendapati perban yang mengitari matanya.

Gadis itu mencoba memanggil Baekhyun untuk membukakan perban di matanya, tapi tidak ada seorang pun yang menyahut. Dia langsung berteriak karena tidak ada seorang pun yang menjawabnya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara seseorang yang tidak ia kenal.

"Nuguseyo? Di mana Oppa?!" Teriaknya.

"Byun Jihyun-ssi ..." Suara seorang yeoja terdengar bimbang. Sebenarnya ada apa ini?

"Di mana Kakakku?!" Jihyun begitu ketakutan, sebab ia merasa begitu asing dengan orang-orang ini.

"Tenanglah, sekarang tarik napasmu dan keluarkan dengan perlahan," ujar yeoja itu. Jihyun pun menuruti ucapan yeoja tersebut. Gadis itu kini sudah sedikit tenang, siap mendengarkan ucapan dari yeoja tadi.

"Kuucapkan selamat padamu, Byun Jihyun-ssi," ujar yeoja tersebut. Jihyun kebingungan, karena tak tahu apa maksud dari ucapan yeoja itu. Dia hanya terdiam lalu sedikit memiringkan kepalanya. Yeoja itu pun membuka perban di mata Jihyun dengan sangat hati-hati.

"Jangan buka dulu matamu, ya?" Ucapnya dengan lembut. Jihyun hanya mengangguk dan lepaslah perban itu dari mata Jihyun.

"Nah, sekarang buka matamu secara perlahan. Hati-hati dan lakukan dengan lembut," ujar yeoja satunya. Jihyun pun membuka matanya dengan sangat perlahan dan ...

"Apa yang-" Ucapan Jihyun terputus oleh yeoja berpakaian putih yang berada di hadapannya.

"Selamat! Kini kau sudah bisa melihat, Byun Jihyun-ssi," ujar yeoja itu seraya bertepuk tangan. Dia tampak seperti seorang dokter. Tunggu, bagaimana bisa Jihyun berada di rumah sakit?

"Bagaimana bisa? Siapa yang mendonorkan matanya untukku?" Tanyanya gelisah. Dokter wanita itu tampak ragu, bingung harus menjelaskan dari mana.

"Itu dia kabar buruknya, Jihyun-ssi. Byun Baekhyun ... dia telah mendonorkan mata dan jantungnya untukmu, karena keadaanmu sudah semakin kritis."

Deg.

Jihyun merasa pusing tiba-tiba. Rongga dadanya seolah menyempit, tak memberikannya ruang yang cukup untuk bernapas.

"D-donor jantung dan mata?" Tanya Jihyun tak percaya. Kini terasa seperti ribuan jarum menusuk hatinya secara bersamaan. Matanya berkaca-kaca dengan bibirnya yang bergetar. Dia tak percaya dengan apa yang telah Baekhyun lakukan padanya.

"Benar, jantungmu hampir tidak berfungsi dan tidak mau berdetak lagi. Karena jalan satu-satunya agar kau dapat hidup adalah donor jantung, kakakmu memutuskan untuk memberikan jantung dan matanya padamu," jelas dokter tersebut.

"Memangnya aku sakit apa?!" Tanyanya bingung. Kini air mata Jihyun sudah menetes membasahi pipi halusnya.

"Kamu menderita gagal jantung stadium akhir. Kau sering datang ke sini, bagaimana bisa kau tidak tahu?" Tanya dokter itu. Jihyun terdiam, kini air matanya benar-benar mengalir deras dari mata hazel milik Baekhyun yang ada padanya.

"Aku ... aku tidak pernah tahu apa penyakitku karena Oppa menyembunyikan semuanya. Lalu, sekarang apa yang harus aku lakukan?! Aku memang dapat melihat sekarang, tapi aku tidak dapat melihat kakakku sendiri. Aku tak dapat melihat senyuman terakhir kakakku karena aku buta! Sekarang aku dapat melihat, tapi dia sudah pergi karena mengambil keputusan bodoh dengan memberikan jantungnya padaku! LEBIH BAIK AKU SAJA YANG MATI! Hiks ... hiks ..." Teriak Jihyun diiringi tangisan yang menyakitkan.
Dokter berusaha menenangkan Jihyun dengan mengelus-elus pundaknya. Meski begitu, tangis Jihyun tetap tak berhenti.

.

.

.

.

.

Jihyun tampak begitu sedih membawa guci berisi abu jenazah kakaknya. Matanya sembab dan wajahnya sangat pucat. Dia sedang menuju ke pantai untuk menaburkan abu jenazah Baekhyun di sana. Di bawah hujan salju yang begitu dingin dan angin yang berhembus kencang, hal itu tidak membuat Jihyun merasa kedinginan, karena ia merasa diselimuti oleh awan panas dari hatinya.

Sesampainya di pantai, Jihyun menaburkan abu tersebut dengan perlahan. Abu yang telah disebar ke laut kini telah tercampur dengan air laut dan salju. Dingin dan asin, itulah yang dirasakan. Dinginnya salju, serta asinnya air laut dan air mata.

Jihyun sadar, semua yang dilakukan Baekhyun semata-mata untuk kebahagiaannya. Laki-laki itu terlalu menyayanginya. Dan kini Jihyun tahu, ia tak bisa selamanya menyalahkan Baekhyun atau dirinya sendiri. Menyesali kepergian Baekhyun mungkin bukan hal yang salah. Setidaknya, dia pantas untuk bersedih karena tak bisa melihat sosok itu seperti harapannya. Namun Jihyun berjanji, dia akan menjaga apa yang diberikan Baekhyun padanya. Dia berjanji untuk bahagia seperti keinginan kakaknya. Karena dia tahu, Baekhyun ada bersamanya.

.

.

.

Melakukan sesuatu dengan tulus, dapat membuat semuanya berubah.

.

.

.

-END-

Screenwriter : mitchibee
Editor : Rilamickey
Covered : mitchibee

A/N :
Halo, namaku Michelle :D.
Maaf jika kurang seru dan feelnya kurang dapet, hehe.
Gamsahabnida~ ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top