Love You, Good Bye (Vignette)
Dark-Grey
.
.
.
"Bisa sekali saja kau tidak kasar padaku?! Aku kekasihmu!"
Wanita itu berusaha melepaskan cekalan tangan besar yang menariknya paksa. Air mata yang sudah tergenang di pelupuk matanya hampir mencelos keluar diiringi dengan suaranya yang terdengar parau.
"Diam! Bukankah kau mencintaiku huh?" Lelaki itu menghentikan langkahnya.
DAK!
"Aw!" Tubuh wanita itu terbentur dengan kerasnya oleh lelaki tadi hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Sang lelaki mencekal kedua tangan wanitanya di samping badan agar tidak berontak.
"Kau yang bilang sendiri, kau mencintaiku dan mau melakukan apa saja denganku, huh? Sekarang aku ingin melakukannya denganmu. Ini sudah malam dan hujan deras, sayang. Aku tidak memperbolehkanmu pulang." Lelaki itu mengusap lembut rambut wanitanya sampai ke pipi yang mulai basah oleh air mata dan keringat. Mata elangnya ia sipitkan tajam, yang artinya terdapat kepribadian lain dari dirinya.
Wanita itu hanya bisa menangisi perlakuan lelaki yang dianggap kekasihnya itu. Memang benar, lelaki yang sedang berhadapan dengannya adalah kekasihnya. Kekasih yang begitu dicintainya kurang lebih selama tujuh bulan ini. Ia terlalu buta dengan semua perlakuan orang itu terhadap dirinya. Begitu banyak luka yang ia toreh dari kekasihnya itu. Tapi ... perasaan cinta dan sayanglah menjadi penyebab ia masih saja bertahan dengan lelaki brengsek itu.
"Aku ... hiks, tapi bisakah kau ... hiks ... tidak kasar padaku sekali saja?" Tanya wanita itu lirih tanpa menatap lelaki di hadapannya.
"Aku bisa saja, Jion. Sayangnya, kau terlalu polos dan sangat mudah dimanipulasi. Bukankah kau tahu aku sangatlah brengsek? Hah, kau yang bodoh mencintaiku!"
PLAK!
"Ayolah, tatap aku! Jangan membuatmu yang bodoh menjadi tambah bodoh, Nona Park."
Jion yang tersungkur setelah tangan besar kekasihnya itu menampar keras pipinya, tidak kuasa untuk hanya sekedar bangkit.
"Sehun ..." ucap Jion sangat lirih.
Sehun yang melihat Jion tersungkur dan tak kunjung bangkit, memposisikan dirinya untuk membantu Jion. Perasaan khawatir mulai menyelimuti hati Sehun. Napasnya memburu ketika ia membalikkan tubuh Jion yang sudah sangat lemah, dilihatnya secercah darah keluar dari sudut bibir dan pelipisnya.
"J-jion ... Jion ... ap-apa-apa pe-perl-perlakuanku terlalu k-kas-sar? Eoh? J-jion." Sehun berbicara terbata mendapati Jionnya terlihat tidak baik-baik saja. Dengan segera, Sehun membopong Jion menuju kamar untuk mengobati lukanya. Sehun membaringkan Jion dengan lembut, menatap Jion tepat di manik matanya dengan sorot yang berbeda. Tatapan khawatir terpancar jelas dari mata elang Sehun.
"Sehun ..."
"Iya, ini aku. Sebentar aku ambilkan obat dulu un-" Sehun yang hendak bangkit tapi ditahan oleh tangan lemah Jion.
"Tidak usah." Sehun terduduk kembali mendengar ucapan Jion. Satu tetes air mata Sehun jatuh tepat di tangan Jion. Wanita itu lalu mencoba menghapus air mata Sehun dengan jarinya. "Jangan menangis. Aku tidak apa-apa," ucap Jion sambil mengusap pipi Sehun.
"Aku terlalu kasar padamu ... hiks." Sehun terisak, lalu menggenggam tangan Jion yang semula berada di pipinya. "Maafkan aku."
"Kau selalu saja seperti ini, sayang. Meminta maaf, tapi melakukannya lagi. Bukankah itu tidak baik?" Tanya Jion lembut seraya merasakan hal yang begitu membuat hatinya teriris. Kekasihnya, tidak normal.
"Aku berjanji tidak akan berbuat seperti ini lagi. Aku berjanji!" Ucap Sehun bersemangat. Mata elangnya menyiratkan kesungguhan di sana.
"Kau akan sama. Ucapanmu selalu saja omong kosong."
"Jion ..."
"Kau sakit, sayang." Sehun terkesiap, melepaskan genggaman tangannya dari Jion. Menatap kekasihnya itu tidak percaya. Tatapan itu lagi. Tatapan yang Jion benci dari Sehun.
"Jangan menatapku seperti itu!" teriak Jion.
"Aku baik-baik saja, Jion! Jangan berbicara yang tidak benar!" Ucap Sehun tidak kalah nyaring dengan gadis itu. Jion yang hendak bangkit itu ditarik dengan kasar oleh Sehun menuju kamar mandi. Entah apa yang akan Sehun lakukan selanjutnya terhadap Jion.
"Yak! Kau benar-benar sudah gila! Aw!" Jion meronta ingin dilepaskan. Tetapi Sehun makin menariknya dengan kasar.
Jion lalu terduduk di bathtub setelah Sehun memintanya. Begitulah, kenyataan cinta yang sangat tidak mengenakkan. Bodohnya Park Jion menerima setiap perlakuan Sehun terhadapnya.
BYURRR.
"Sehun ..."
"Diam! Ini hukuman untukmu karena berbicara yang tidak benar tentang diriku. Rasakan ini!"
Berkali-kali Sehun mengguyur kekasihnya itu dengan air dingin dari shower tanpa perasaan bersalah. Jion hanya dapat menangis dalam diam diperlakukan tidak adil oleh kekasihnya. Bibirnya bergetar merasakan air yang mengaliri tubuhnya itu sangat dingin.
Sehun lalu menarik rambut Jion dengan kasar, "Lihatlah! Bukankah aku begitu kuat? Aku tidak sakit, bodoh!" ia melepaskan tangannya dari rambut Jion itu dengan kasar pula.
"Bukankah kau sudah berjanji tidak akan kasar lagi terhadapku, Hun?" Jion menahan dinginnya cairan bening yang masih mengguyur dan sakit di kulit kepalanya. Tidak lebih dari lima belas menit, keadaannya cepat sekali berubah.
Sehun menghentikan aliran cairan itu seketika setelah mendengar suara Jion yang membuatnya iba. Segera, ia mendekap kekasih yang ia perlakukan bukan seperti manusia itu erat. "Maaf." Suaranya berbeda dari sebelumnya, ia merasa sangat bersalah.
"Kau melanggar janjimu ... kau brengsek!"
"Jangan berkata seperti itu lagi kalau kau tidak ingin aku perlakukan sep-" Jion melepaskan pelukan Sehun dengan cepat, memotong ucapan Sehun lalu menangkup kedua pipinya, merasakan getaran tak terkira di hatinya. Benda kenyal itu saling bersentuhan tanpa ada yang memprotes. Air mata Jion mengalir lagi dari manik hazelnya tanpa Sehun ketahui.
.
.
.
"Aku mengerti kenapa kau seperti ini, Hun. Bertahanlah, kau pasti akan sembuh," ucap Jion sambil menatap lembut Sehun yang berada di sampingnya. Rahang tegasnya terpampang jelas di wajah Sehun yang tertidur itu.
Jion merasa sudah saatnya ia pergi dari Sehun. Mental yang ia bangun selama ini sudah terlalu rapuh baginya. Namun, kecintaannya terhadap manusia albino itu masih bersikeras menetap di hatinya.
"Aku masih mencintaimu sampai kapanpun. Aku hanya ingin menenangkan hati dan pikiranku. Uhm ... mungkin aku juga akan melakukan pengobatan atas apa yang telah kau perbuat pada tubuhku ini. Aku tidak menyalahkanmu, sayang."
CUP
Kecupan terakhir dari Jion untuk Sehun berhasil dilayangkannya. Jion lalu bangkit dari samping Sehun untuk segera bersiap meninggalkannya tanpa sepengetahuan Sehun.
"Berubahlah, sayangku. Aku akan mengingatmu, selalu. Entah aku akan kembali atau tidak. Yang jelas kita masih sepasang kekasih. I love you, goodbye."
.
.
.
One year later
Sehun tengah terduduk di sebuah taman sambil membaca buku bersama Jion kecil di sebelahnya. Kacamata cukup tebal menghiasi kedua mata Sehun untuk membantunya membaca.
"Selesai," ucapnya lalu menutup bukunya. Ia melepas kacamatanya lalu menghembuskan napas panjang. Menatap Jion kecil di sampingnya yang sedari tadi hanya terdiam tanpa memprotes seberapa lama Sehun membaca buku.
"Anak yang baik. Kau sama seperti Jionku." Sehun mengelus lembut kepala Jion kecil diiringi dengan senyuman manisnya. Tak lama setelah itu, seorang berbaju putih menghampiri mereka berdua dengan bahagia. Langkah besarnya dengan cepat mengantarkannya pada Sehun.
"Oh Sehun," panggil wanita itu seraya menumpukan tubuhnya dengan lututnya untuk memposisikan dirinya lebih rendah dari Sehun. "Kau sudah selesai?"
"Iya, aku baru saja selesai, Dokter Jung."
"Bisa kita kembali sekarang? Choco chips dan teman-temannya sudah menunggu di kamarmu," ucap Dokter Jung lembut. Pria berusia 24 tahun itu menampakkan wajah kesalnya mengetahui kalau sekarang waktunya untuk memakan benda kecil itu. Ia tidak menyukai choco chips dan teman-temannya. Sebenarnya Sehun tidak mau memakannya lagi, tapi itu semua tuntutan untuk dirinya karena Dokter Jung mengancam kalau ia tidak mau memakannya, Jion kecil akan berada dalam bahaya.
"Baiklah, ayo." Sehun lalu membawa buku dan Jion kecil dalam pelukannya. Sedangkan kacamatanya ia kenakan kembali setelah dilepas tadi. Dokter Jung menuntun Sehun menuju kamarnya dengan sangat baik dan sabar. Karena selama beberapa bulan ini, Sehun tengah melakukan penyembuhan terhadap kaki kanannya yang patah setahun lalu setelah mengetahui kalau Jion menghilang darinya. Untungnya sekarang kakinya sudah 80% sembuh.
.
.
.
"Dokter Jung, maukah kau menjaga Jionku sebentar? Aku ingin ke kamar mandi," pinta Sehun setelah menelan semua choco chipsnya.
"Baiklah. Jangan lama-lama."
Dengan segera Sehun berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Sedangkan Dokter Jung menjaga Jion kecil untuk Sehun.
"Jion ... Park Jion. Aku tidak tahu rupamu, tapi sepertinya kau sangat cantik seperti yang selalu Sehun ceritakan padaku. Seorang penderita bipolar seperti Sehun saja jatuh cinta padamu. Uhm, semoga kau segera kembali. Aku kasihan dengan kekasihmu ini, Jion-ssi." Dokter Jung bermonolog sambil mengelus lembut bulu-bulu Jion kecil milik Sehun itu.
Sepuluh menit berlalu tetapi Sehun belum juga keluar dari kamar mandi. Dokter Jung yang merasa tidak tenang, segera menuju pintu kamar mandi untuk memastikan Sehun keadaan Sehun.
"Oh Sehun, kau baik-baik saja, kan?" Tanya Dokter Jung cukup keras sambil menggedor pintunya.
Tidak ada jawaban. Sekali lagi ia memanggil nama Sehun tidak kalah keras dari sebelumnya. Tetapi sang pemilik nama tidak kunjung menjawabnya. Dengan khawatir, Dokter Jung meninggalkan kamar Sehun untuk menemui petugas atau siapapun lelaki di rumah sakit jiwa itu.
"Ah! Taemin-ssi!" panggil Dokter Jung pada lelaki yang sedang mengganti galon yang habis di bagian resepsionis. Pria galon langganan rumah sakit jiwa tersebut yang berteman baik dengannya lantas menoleh setelah selesai memposisikan galon yang baru dengan benar.
"Eoh, seperti ada yang tidak beres. Ada apa, Dokter Jung?" tanya Taemin, si pria galon itu.
"Tolong ikut aku. Seseorang dalam bahaya!" ucap Dokter Jung tergesa-gesa.
"Baik. Ke mana?"
"Sudah, ikuti aku saja." Wanita bernama asli Jung Soojung itu menuntun Taemin dengan cepat menuju kamar Sehun.
"Kenapa kau tidak memanggil petugas rumah sakit ini saja? Aku hanya-"
"Sudah diam. This is such an urgent situation, Mr.Lee."
"Okay, I can see it on your face, Ms.Jung"
"Yeah yeah, just shut the hell up! We have to save him. Aku sangat khawatir padanya."
Sesampainya di kamar Sehun, Dokter Jung sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada pria yang ada di kamar mandi itu, lalu meminta Taemin untuk segera membuka pintu kamar mandi yang terkunci.
"Apa dia sangat ... menakutkan?" tanya Taemin hati-hati.
"Dia sangat tampan! Asal kau tahu. Sudahlah cepat dobrak pintunya," pinta Dokter Jung. Taemin mengannguk lalu mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar mandi itu.
BRAKK!
Hanya dengan beberapa kali usaha, pintu itu dapat terbuka dengan lebar. Tapi ... di mana Sehun? Juga Jion kecil yang sudah tidak berada di tempat tidur berlapis sprei putih polos itu.
"Astaga. Di mana lagi pria albino itu?" Dokter Jung yang merasa sangat frustasi, menahan amarahnya setelah mengetahui bahwa pasiennya tidak ada lagi di sana.
"Mungkin dia sudah keluar dan mengunci pintunya dari luar," tutur si pria galon santai. Dengan langkah panjang, Dokter Jung meninggalkan Taemin untuk mencari keberadaan Sehun.
"Yak! Dokter Jung, jangan tinggalkan aku!" Taemin yang merasa diabaikan itu berlari menyusul Dokter Jung yang sudah berlalu.
"Kau bisa pulang. Terima kasih atas bantuannya. Aku harus menemukan pria itu." Dokter Jung berbicara tanpa melihat ke arah Taemin yang berusaha mensejajarkan langkahnya.
"Huh, baiklah. Aku pulang."
"Ya, terima kasih sekali lagi."
"Hm. Dasar lelaki menyusahkan."
.
.
.
Setelah berjalan cukup jauh dari kamar Sehun, pandangan Dokter Jung tertuju pada seorang pria albino yang dicarinya. Dia berada di taman yang sama seperti sebelumnya. Dengan segera ia menghampiri pria yang membuatnya kelewat khawatir itu.
"Yak! Aku mencarimu, Tuan albino!" Dokter Jung datang dengan kesalnya lalu memukul lengan Sehun cukup keras. Sehun hanya mendelik tanpa memperhatikan raut wajah Dokter Jung yang kelewat khawatir, ia justru melakukan kegiatannya lagi. Ya, Sehun sedang menuangkan imajinasinya tentang wanita yang begitu ia rindukan. Park Jion.
"Okay, kau menggambarnya lagi?" tanya Dokter Jung lalu menduduki bagian kosong di samping Sehun sambil melihat-lihat gambaran Sehun.
"Hm, aku merindukannya," balas Sehun singkat.
"Ya ya ya, itu lebih baik ketimbang kau melakukan hal-hal bodoh lagi seperti dulu," jelas Dokter Jung, mengambil Jion kecil yang sendirian.
"Jaga Jionku dulu sebentar."
"Aku menjaganya. Oh ya, kau ... tidak melakukan apa-apa kan saat di kamar mandi tadi? Kau membuatku khawatir, Hun."
"Tidak. Perutku sangat sakit dan aku tidak bisa menjawab panggilanmu. Dan ketika aku keluar, kau sudah pergi. Hhh, aku merasa bosan jadi aku putuskan untuk menggambar wanitaku lagi bersama Jion kecilku di sini."
Dokter Jung mendengarkan tuturan Sehun dengan saksama. Hatinya bergetar bagaimana Sehun mengingat kekasihnya itu. Sehun juga yang bercerita bahwa dirinya sering memperlakukan Jion dengan tidak baik. Dan malam terakhir bersama Jion lah yang paling parah bagi Sehun.
"Baiklah, selamat berimajinasi. Aku menunggumu sambil bermain dengan Jion kecilmu, ya?"
"Iya, hibur dia seperti Jion yang selalu menghiburku." Sehun tetap terfokus pada kertas gambar dan pola wajah yang sedang digambarnya. Dalam lubuk hati Sehun yang paling dalam, ia begitu mencintai Jion tanpa pernah berpikir kekasihnya itu akan meninggalkannya sendirian. Seiring berjalannya waktu, syndrom-nya terobati dengan baik berkat Dokter Jung juga yang bersedia membantu Sehun selama satu tahun belakangan.
Jangan salahkan pria normal seperti Sehun yang menyebabkan Jion pergi, tapi salahkan syndrom yang telah merenggut kenormalannya. Sehun tidak membenci dirinya sendiri. Malah ia makin mencintainya. Ia berjanji untuk memperlakukan dirinya lebih baik dulu sebelum bertemu dengan Jion. Jika benar bertemu. Dan yeah walaupun Sehun tidak yakin itu.
"Masalah choco chips ... jangan berbicara kalau itu choco chips, Dokter Jung. Katakan saja itu obat. Aku sudah merasa lebih baik sekarang." Dokter Jung yang tengah bermain dengan Jion kecil itu terkesiap, "Eoh?! Bukankah kau tidak menyukainya?"
"Aku tahu. Tapi bisakah kau tidak memperlakukanku seperti orang gila? Aku merasa membaik, Dok."
"Benarkah?! Kau sedang tidak kambuh, kan?" Dokter Jung mengerjapkan matanya berkali-kali apakah Sehun sudah benar-benar membaik.
"Benar! Aku tidak membohongimu."
"Syukurlah. Aku turut bahagia."
Sehun hanya mengangguk mengiyakan.
"Cha! Gambaranku sudah jadi. Bagaimana? Bagus tidak?" Sehun memperlihatkan gambarannya yang kelewat sempurna itu pada Dokter Jung.
"Astaga! Bagus sekali, Hun! It's called masterpiece by a bipolar's. Wow!" Dokter Jung berbinar melihat gambaran Sehun yang membuatnya terkagum-kagum.
"Sudah, jangan dilihat terus. Nanti kau suka dengannya," kata Sehun setengah kesal yang lalu berlari meninggalkan Dokter Jung dan Jion kecil.
"Yak! Oh Sehun! Kau pikir aku apa!?"
END
.
.
.
Screenwriter : milkaiyeol
Editor : Rilamickey
a/n:
Hamdalah akhirnya kelar dan bisa tayang juga film abal-abalku kkkk. Awalnya bingung banget sampe h-3 mau bikin kaya gimana. Alhasil jadilah ff absurd ini yang dibuat dalam waktu sehari. Semoga memenuhi genre yang diusung sama room 2 ini. Thank you ^O^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top