EVENT SINDROM_Tears for A Dryas Iulia

Screenwriter:  9ShineD// Casts: BTS Jungkook & OC

***

Entah apa yang dipandangnya melalui jendela setinggi tubuh ringkihnya itu. Gelap telah menyelimuti malam dengan sempurna, tapi wanita tua itu masih senantiasa berdiri di sana sejak 20 menit yang lalu. Tangan kiri menempelkan ponsel di telinga, sedangkan tangan kanannya menggenggam sapu tangan. Jungkook tak dapat melihat dengan jelas bagaimana air muka sang nenek, namun ia cukup percaya diri untuk mengatakan bahwa sapu tangan di genggamannya telah basah oleh air mata.

Dengan siapa nenek berbicara?

Apa yang mereka bicarakan hingga membuat nenek menangis?

Pertanyaan-pertanyaan itu sekadar berkeliling dalam pikiran Jungkook. Tak ada jawaban meskipun ia menginginkannya karena tak ada keberanian untuk melontarkannya

Jungkook tidak bermaksud menjadi cucu kurang ajar yang bisa tersenyum setelah melihat neneknya menangis. Wanita dengan rambut yang hampir putih seluruhnya itu merupakan harta berharga milik Jungkook. Ia tak punya siapapun lagi. Tentu saja Jungkook merasa sesak jika air mata sang nenek meleleh, tapi di saat bersamaan ia pun merasa lega karena 'kebutuhannya' bisa terpenuhi.

Setelah dipastikan neneknya beranjak menuju kamar, Jungkook mengambil langkah sunyi. beruntung sapu tangan itu tak dibawa serta ke dalam kamar. Benda itu tergeletak di meja kecil tepat di samping jendela. Jantung yang mulanya tenang sedikit demi sedikit bergemuruh saat jarak tubuhnya mendekati meja kerdil yang terpaku di sana.

Masih terasa hangat.

Seolah tengah mengambil lempengan kaca yang sangat tipis, sapu tangan itu kini berada di atas telapak tangannya. Dilipatnya begitu rapi kemudian ia hirup begitu dalam bak memasok paru-parunya yang kosong dengan oksigen hingga kedua matanya terpejam. Rasa nyaman memenuhi jiwanya. Detik-detik yang sangat Jungkook nikmati. Aroma air mata yang begitu ia inginkan, aroma kesedihan telah lama ia rindukan ... kini bisa ia rasakan kembali. Pria itu semakin serakah. Jungkook menginginkan lebih, tidak hanya aroma, ia butuh rasa.

Sensasi hangat sekaligus segar dan sedikit asin seketika hadir ketika lidahnya bersentuhan dengan sapu tangan basah itu.

Emosi manusia memang rumit. Seseorang memerlukan perasaan bahagia untuk merasakan kesedihan, begitupun sebaliknya. Banyak cara untuk meluapkan perasaan, salah satunya adalah air mata. Jangan pernah berpikir bahwa air mata hanya berlaku untuk kesedihan. Seseorang yang merasa bahagia akan tersenyum atau tertawa untuk meluapkan perasaannya, tapi tak hanya itu, ia pun bisa meneteskan air mata sebagai ganti senyum dan tawa. Orang-orang menyebutnya dengan air mata bahagia. Namun, bagaimana dengan seseorang seperti Jeon Jungkook yang sama sekali tak bisa mengeluarkan air mata baik saat merasa bahagia maupun sedih? Kesedihan yang tak bisa ia luapkan hanya akan berujung menghilangnya kesadaran beserta sebagian ingatan.

Air mata hanya dapat digantikan oleh air mata.

***

"Jungkook, kau mau kemana?"

Wanita tua itu mulai meragukan penglihatannya. Melihat Jungkook bergegas keluar kamar dengan pakaian rapi: kemeja bermotif kotak-kotak dan bawahan jeans hitam sambil menggendong Byeol – kucing peliharaan Jungkook sejak beberapa bulan yang lalu – memunculkan pertanyaan besar.

"Jungkook?"

"Byeol sakit. Aku ingin memeriksakannya ke klinik hewan."

"Biar nenek yang membawa Byeol ke sana."

Ia terlalu khawatir jika harus membiarkan cucunya keluar rumah begitu saja. Selama hampir enam bulan Jungkook mengurung diri, yang dilakukannya hanya berbaring di kamar, sesekalitidur di kamar mendiang ibunya, makan hanya ketika disuruh atau sekadar mengelus lembut Byeol sambil melamun seharian. Emosinya pun agak sulit dikontrol. Terkadang Jungkook marah tanpa alasan, setelah itu ia tak mau berbicara apapun sampai keesokan harinya. Kehilangan orang yang berarti dalam hidup seringkali membuat kehidupan seseorang menjadi kacau. Satu hal yang membuatnya bisa sedikit tersenyum yaitu bermain dengan Byeol. Tak mengherankan jika saat ini Jungkook tampak cemas dengan keadaan Byeol yang tak baik.

"Aku saja."

"Kalau begitu nenek antar."

"Aku bilang aku saja," nada bicaranya meninggi. Namun, raut penyesalan segera tergambar di wajahnya. "Aku bisa sendiri, Nek." Kali ini terdengar lebih lembut.

Byeol sangat berharga untukmu? Kau bahkan memberikan namanya pada kucing manis itu.

Enam bulan bukan waktu yang sebentar. Cukup banyak perubahan yang terjadi pada Seoul selama Jungkook mendekam di rumah. Hasilnya, ia mulai kebingungan karena tak kunjung menemukan klinik hewan terdekat. Di saat cemas seperti itu, Jungkook menyadari ada seseorang yang terus mengintainya sedari tadi. Ekor matanya menangkap sosok gadis di balik lensa kamera tengah membidiknya.

"Maaf jika aku salah, apa kau sedang memotretku?"

Terganggu, tentu saja. Ini pertama kalinya Jungkook keluar rumah setelah sekian lama. Bukan untuk bermain-main, Byeol harus segera ditangani.

"I-iya. Maaf."

Gadis itu menurunkan kamera miliknya. Tak ada niatan untuk membeberkan alasan mengapa ia melakukannya, Jungkook pun tak terlalu peduli dengan apa yang dilakukan gadis berambut sebahu itu.

"Apa kau sedang mencari sesuatu?"

"Klinik hewan." Jungkook memperlihatkan kucingnya yang tampak lemas.

"Ah! Aku tahu tempatnya. Ayo, kuantar."

Berjalan di tepi jalanan kota yang padat bersama orang asing sama sekali tak pernah terpikirkan oleh Jungkook. Sejujurnya ia tak bisa nyaman berada di dekat orang yang tak dikenalnya, tapi kali ini apaboleh buat. Jika ia tak menerima tawaran gadis itu, keadaan Byeol mungkin bisa memburuk.

"Bagaimana keadaan Byeol?"

Jungkook tak menjawab melainkan hanya menatap kucing dalam gendongannya tanpa ekspresi setelah keluar dari klinik. Ia menangkap sesuatu yang janggal, namun perasaan sesak menenggelamkannya. Kucing yang tampak terlalu tenang itu ikut bergetar karena tangan Jungkook.

"Boleh aku menyentuhnya?"

Gadis itu segera menyadari bahwa hal tidak baik meimpa kucing dalam dekapan pria di hadapannya. Ia tahu betul bagaimana perasaan kehilangan sesuatu yang berharga. Ia merasakannya tepat enam bulan yang lalu.

Hanya mengangguk, Jungkook tampaknya sama sekali tak keberatan jika gadis yang baru ditemuinya membelai Byeol. Kedua manik di hadapannya telah berkaca, tak lama kemudian setetes meluncur perlahan di pipinya.

Masih dengan mendekap Byeol di kedua tangannya yang bergetar, Jungkook mendekatkan wajahnya pada gadis yang tengah menatap lekat dan mengelus kucing tak bernyawa itu. Dengan sangat hati-hati ia menyesap tetes yang telah mencapai ujung wajah gadis di depannya.

Mematung.

Terkejut, tentu saja.

Jungkook melihat wajah kebingungan itu dengan jelas. "Maaf."

***

Dryas iulia.

Hanya satu hal yang muncul dalam pikirannya ketika bibir pria itu menyentuh wajah dan menghisap tetes air matanya. Seekor kupu-kupu bersayap oranye yang meminum air mata kura-kura. Ia pernah membaca artikel tentang kupu-kupu itu di internet. Nama latin hewan tersebut juga dipakai sebagai nama salah satu sindrom untuk seseorang yang memiliki kebiasaan aneh. Lazimnya orang yang merasa sedih akan mengeluarkan air mata sebagai cara mengekspresikan perasaan, namun pengidap Sindrom Dryas iulia tak bisa mengeluarkan air mata. Bukan tidak bisa, lebih tepatnya mungkin tak seharusnya untuk mengeluarkan air mata jika orang itu tak mau kehilangan kesadaran maupun sebagian ingatannya. Maka, sebagai gantinya dia meminum air mata orang lain untuk meluapkan perasaannya. Karena tak bisa menangis saat merasa sedih itu lebih menyedihkan daripada kesedihan itu sendiri.Bisa dibayangkan bagaimana tumpukan sesak yang harus dipendam ketika tak ada air mata yang bisa diminumnya.

Saat itu salju pertama turun, suhu yang cukup rendah terasa menusuk kulit, tapi orang itu hanya mengenakan kemeja yang dilapisi sweater. Rambutnya ditaburi salju-salju kecil. Gadis itu memotretnya lagi dari kejauhan, lantas menuliskan beberapa kalimat pada hasil jepretan kamera polaroidnya tersebut.

"Kau tidak kedinginan?"

Jungkook menoleh pada sumber suara yang muncul tiba-tiba itu.

"Ini." Gadis itu menyerahkan selembar foto yang baru saja ia ambil. "Kalau dipikir-pikir, kamera itu hebat ya? Bisa mengabadikan suatu momen yang tidak abadi, bisa membawa kita kembali mengingat yang sudah lalu."

"Memotretku lagi?" Jungkook menerima foto dirinya dengan sedikit perasaan heran. Kenapa dia mencoba memotretku terus?

"Hehe, maaf ya. Kupikir, kau membutuhkannya. Untukmu."

Kamera polaroid berwarna putih yang bahkan telah diberi nama 'Shiro' itu diserahkan pada Jungkook. "Namanya Shiro. Potret apapun yang menurutmu berharga, potret segala sesuatu yang ingin selalu kau ingat. Jadi, kau tak perlu takut kalau ingin menangis, kau tak akan melupakan apapun lagi selama kau menyimpannya dalam lembaran foto."

Ckrek!

Selembar foto bergambar wajah gadis itu keluar dari kamera. Jungkook hanya tersenyum sambil memasukkan lembar foto itu ke dalam sakunya.

"Terima kasih."

***

Ruangan yang cukup luas dan terbengkalai itu kini terlihat berbeda. Seprai yang terpasang rapi tanpa kerutan, meja rias, bingkai jendela dan barang-barang lainnya begitu mengilap tanpa debu, seperti bukan kamar yang tak terpakai. Jika biasanya Jungkook menghabiskan waktu di ruangan itu hanya untuk duduk melamun dengan pikiran tak menentu, cemas dan merasa sedih yang tak ia ketahui alasannya, kali ini tangannya tak bisa diam membersihkan ini-itu sampai kamar ibunya terlihat rapi.

Hari ini adalah tepat 15 tahun ibunya meninggal. Jungkook masih berusia 12 tahun dan memiliki emosi yang labil saat itu. Setelah sering menyaksikan ayah dan ibunya bertengkar hebat, ayah meninggalkannya, kemudian ibu sakit-sakitan hingga meregang nyawa membuatnya lupa bagaimana merasa tenang dan senang. Gejala aneh itu berawal enam hari setelah kematian ibunya. Jungkook kecil yang menangis hampir setiap pagi dan malam tiba-tiba tak bisa lagi menangis, ia hanya terisak tanpa adanya air mata. Dua hari setelahnya ia ia menangis lagi, namun hal itu membuatnya pingsan dan jatuh sakit. Jungkook pun kehilangan sebagian ingatannya. Sejak itu ia memiliki kebiasaan yang tak biasa, mengumpulkan tisu yang penuh air mata dari kerabat yang berdatangan untuk mengucapkan belasungkawa kemudian menghisapnya seperti tengah menghisap permen lolipop.

Jungkook hendak memotret kamar sang ibu setelah benar-benar rapi, lalu mencatat hari ketika ia membereskannya dan menuliskan barang-barang berharga yang ia temukan di kamar ibu, sesuai saran gadis itu.

Sebuah foto album yang masih terlihat baru Jungkook temukan di dasar boks di dalam lemari, tertutup barang-barang usang. Ia berharap di dalamnya banyak foto ibu dan dirinya, namun apa yang ia dapatkan bukan itu ....

Halaman pertama berisi dua foto yang diambil dari hasil USG, bentuk janin di sana masih belum terlihat jelas. Halaman kedua dan ketiga pun berisi foto yang sejenis. Halaman keempat gambar janin terlihat lebih jelas. Apa ini foto yang diambil saat ibu mengandungku?

Jungkook mengambil foto terakhir itu. terdapat tulisan di belakangnya.

Kami telah memilih nama yang manis untuknya. Byeol.

Jeon Byeol.

"Jeon ... Byeol?"

Nama itu.

Jungkook kini mengingatnya.

Malaikat kecil yang belum sempat melihat dunia itu ... seseorang yang akan memanggilnya 'Appa' jika saja ia tak membunuhnya. Ya, jungkook ingat pertengkaran hebat saat itu. Ia berteriak pada wanita yang dicintainya, ia bersikap kasar bahkan menamparnya, tapi setelah itu ia malah memeluknya dan meminta maaf dengan gampang. Wanita itu jatuh dari tangga karena dirinya. Jungkook tak hanya menyakiti istrinya, ia juga membunuh sesesorang di dalam perut istrinya. Jeon Byeol.

Jantungnya bergemuruh, sekujur tubuhnya bergetar hebat. Jungkook mulai berteriak, terisak, meremas rambutnya dengan kasar seperti hendak memecahkan kepalanya sendiri. Ia kembali pada dirinya yang kacau. Seberapa keras pun ia terisak, air mata tak kunjung keluar, hanya ada sesak yang mencekik.

"Jeon Jungkook! Tenang!"

Sang nenek terlihat kewalahan menghadapi cucunya. Ia tak tega melihat Jungkook yang hancur kembali lagi.

"Halo, bisakah kau kesini sekarang? Jungkook sangat kacau."

Keadaan Jungkook masih belum membaik saat seseorang datang. Gadis itu. Gadis yang tempo hari memberikannya sebuah kamera polaroid tiba dengan napas terengah. Air matanya tak terbendung lagi saat melihat sosok pria di sudut ruangan itu terisak dengan kedua tangan meremas rambutnya kuat-kuat.

"Jungkook ...."

Perlahan langkahnya mendekat. Gadis itu berlutut di hadapan sosok yang rapuh.

"Kau mengingatnya? Tidak apa-apa. Kau tidak salah. Lihat aku."

Tangannya menyentuh wajah pria itu, memberikan senyum yang paling tulus padanya. Jeon Jungkook, suami yang sangat ia cintai.

"Aku sudah baik-baik saja. Kau sama sekali tidak menyakitiku, saat itu hanya kecelakaan. Aku tergelincir. Itu sama sekali bukan salahmu. Kau ingat? Kau mencoba menolongku, tapi kau malah ikut terjatuh bersamaku."

Jungkook melepaskan tangan dari kepalanya seolah tak tersisa tenaga sedikit pun. Ia terlihat takut-takut untuk menatap wanita di hadapannya.

"S-Shinji ...."

"Kau mengingatku?"

Ya. Wanita bernama Han Shinji yang mengantar Jungkook ke klinik hewan dan memberikannya kamera itu istrinya. Jungkook mengingatnya dengan jelas.

"Maafkan aku ...."

Shinji berhambur memeluknya. Ia merindukan Jungkook. Setelah menghabiskan waktu beberapa minggu di rumah sakit akibat keguguran saat itu, ia mendapat kabar dari nenek Jungkook mengenai keadaan suaminya.

"Jungkook, minumlah air mataku. Aku tidak mau melihatmu sesak seperti ini."

Perlahan tangan lebarnya meraih jemari Shinji dengan hati-hati. Setiap tetes yang membasahi wajah wanita itu ia hisap hingga perasaannya menjadi sedikit lebih tenang.

"Terima kasih. Maaf karena telah melupakanmu ... Byeo kita juga."

"Aku tahu itu bukan keinginanmu. Jadilah ayah yang kuat. Byeol pasti bangga memiliki ayah sepertimu."

END

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top