EVENT RUMAH_Comeback Home
Screenwriter: Fail_author // Casts: Ong Seongwoo & Go Ara
***
Suara rintik air hujan turun perlahan di malam musim dingin. Lampu putih taman membiaskan cahaya tersebut, membuat seberkas cahaya pelangi di sekitarannya. Menambah dekorasi manis menyambut pertemuan dua insan disana.
Gadis rambut hitam itu berdiri tertegun ketika melihat seorang lelaki kurus berdiri cukup di depannya. Rambutnya warna hitam, dan gambaran rahang yang tajam membuatnya terlihat tegas, tetapi juga lembut dengan senyum lebarnya.
Biasanya hujan akan membuat tubuh terasa dingin, tetapi tidak bagi gadis ini. Ia merasa hangat hingga di tubuhnya hingga mencairkan air matanya, membuatnya menetes bersamaan dengan rintik hujan di wajahnya.
Lelaki di depannya itu merentangkan tangannya, membuat tubuh gadis ini dengan refleks berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Menumpahkan segala perasaan yang selama ini di tahannya selama enam tahun. Perasaan yang biasa disebut rindu.
"Aku juga merindukanmu" balas lelaki itu.
"Kau terlihat lebih muda 30 tahun" ucap si gadis sembari menatap lelaki itu
"Wajahmu bahkan masih sama seperti saat kita baru menikah dulu,"
Gadis itu tertawa kecil lalu menggelitik si lelaki karna sudah keterlaluan memujinya. Mereka berdua tertawa bahagia seperti saat-saat mereka muda dahulu. Tanpa ada beban apapun.
...
Go Ara membuka matanya perlahan, mengintip alarm di ponselnya yang kini menunjukkan pukul 04.25. Ia menghela nafas,merutuki dirinya yang bangun begitu pagi hari ini. Sepertinya ia butuh tidur sepuluh menit lagi, sampai alarmnya berbunyi untuk yang kedua kalinya.
Ia menari selimut, segera menutup kembali matanya dan melanjutkan mimpinya bertemu Ong Seongwoo di acara fansign besok. Suara hujan deras menjadi lagu tidurnya selama sepuluh menit ke depan.
Hujan di pagi hari buta ini adalah anugrah yang seharusnya tidak boleh di lewatkan bagi pecinta tidur seperti Ara. Hawa dingin yang bertemu selimut tebal seperti sepasang kekasih yang tidak akan lekang oleh waktu. Yang bahkan tidak pernah bertengkar masalah uang kala dompet keduanya kosong.
Tidak sampai Ara bangun membuka kedua matanya lebar-lebar dengan nafas yang terengah-engah.
Ia segera membuka selimut yang ada di tubuhnya dan melirik ke arah seorang wanita tua yang tergeletak lemah di hadapannya.
Ara naik ke kasurnya, lalu mengamati dada wanita tersebut yang kini dalam posisi datar. Pikirnya, itu adalah proses menghembuskan nafas, sehingga membuat dadanya kembali seperti semula. Tapi di tunggu selama beberapa detik, dada wanita itu tidak juga segera mengembang.
Ara menyisir poninya ke belakang sembari menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya sejenak. Tetapi tidak bisa, nafasnya tetap saja keluar pendek-pendek.
"Nenek"
Dengan agak ragu, ia mengguncang tubuh dingin itu. Namun tidak ada reaksi dari tubuh yang kini matanya terpejam.
Ara beralih ke tangan neneknya. Tangannya bergerak-gerak gelisah di sana mencari nadi tangan neneknya yang semalam masih berdetak sebelum ia tertidur. Namun tidak ada tanda-tanda detakkan pada nadi itu.
Sambil menahan air matanya yang segera keluar, ia mencoba meletakkan tangannya di depan hidung neneknya. Berharap masih ada udara yang keluar masuk dari sana. Dan hasilnya masih sama, nihil.
"Hiks .. nenek ..."
Ara segera meraih jaket dingin dan payung lalu pergi keluar menemui dokter yang tinggal tidak jauh di dekat rumahnya. Ia mengetuk pintu kayu rumah tradisional itu beberapa kali dan di sambut seorang wanita muda dengan rambutnya yang di ikat kuncir kuda.
"Ada apa ?" Tanyanya
...
Lee Ho Jae melangkahkan kakinya ke kamar mandi sembari merutuki dirinya yang terbangun di pagi buta untuk ke sekian kalinya hanya untuk buang air kecil. Suhu begitu dingin hari ini akibat hujan dan membuatnya menjadi lebih sering buang air kecil.
"Loh, Young Ae ? Kau sudah sehat rupanya ?"
Wanita tua itu menoleh kepada Ho Jae tersenyum kecil "Aku pinjam kamar mandimu ya ?"
"Wah, syukur lah ! Aku senang mendengarnya !"
Dengan agak tertatih Young Jae segera pergi keluar rumah. Hatinya berbunga-bunga tidak sabar memberitahukan berita bahagia ini kepada Ara. Mungkin ia ada di ruang tamu sedang mengantar neneknya.
Young Ae sendiri sebenarnya adalah mantan pasiennya. Namun karna usia Ho Jae sudah memasuki masa pensiun, kini Young Ae menjadi pasien temannya selama satu bulan ini. Dan ia dengar belum ada tanda-tanda membaik dari Young Ae sendiri.
Begitu Ho Jae tiba di ruang tamu, yang ia lihat bukanlah Go Ara, melainkan suami dari Young Ae. Ia kaget luar biasa. Seperti mulutnya terkunci rapat dan hanya air mata yang tiba-tiba menetes membasahi pipinya. Lalu tubuhnya dengan refleks memeluk tubuh sahabatnya yang sudah beberapa lama tidak bertemu semenjak ia di makamkan.
Belum selesai melepas rindunya, suara ketukan pintu terdengar berkali-kali di depan. Ia melepas pelukan rindunya lalu menyusul putrinya yang juga pergi keluar. Tiba-tiba perasaannya terasa tidak enak. Seperti sesuatu yang sepi menghampirinya.
Kini di hadapannya Go Ara berdiri dengan wajah sedih "Dokter..Periksa nenekku.."
...
Tak berapa lama, Dokter Ho Jae lalu pergi mengikuti Ara ke rumah lalu segera memeriksa nadi neneknya sama dengan yang dilakukan Ara. Lalu ia mengecek juga nadi yang ada di leher. Melihat reaksi mata wanita tua itu terhadap cahaya senter kecil miliknya dan terakhir memegang dadanya.
Dengan agak luyu, Dokter Ho Jae berdiri sembari menutupi wajah Young Ae dengan selimut.
"Kim Young Ae, waktu kematian sekitar 04.20"
Kini tangis Ara sudah tak terbendung lagi. Sambil menangis ia memeluk tubuh sang nenek. Menyesali dirinya yang tertidur dan tak menemani neneknya di detik-detik terakhir hidupnya. Neneknya pasti merasa kesakitan di saat-saat terakhirnya.
Dokter tersebut memeluk Ara "Dia sudah tidak merasakan sakit lagi sekarang" hiburnya.
"Tapi aku tertidur dokter. Kalau tidak, mungkin aku bisa menyelamatkannya,"
"Ini memang sudah waktunya dia pulang. Bukan salahmu. Sebaiknya kau telfon ayah dan ibumu agar mereka pulang,"
Pintu terbuka sebelum Ara sempat menelpon keduanya. Disana, ayah dan ibunya sudah datang membawa sebungkus roti yang kini sudah tergeletak di lantai. Ara segera berlari ke arah keduanya.
"Ibu ... Ayah ... Maafkan aku. Nenek sudah ..."
Ibunya mengerti Ara bahkan tidak bisa mengatakan hal itu secara utuh. Ia membelai rambut anaknya perlahan, mencoba menenangkannya. Sedangkan ayahnya sudah duduk tertunduk di depan tubuh ibunya yang sudah ditutupi selimut.
"Ibu ... !!!"
Ayah Ara sudah tidak bisa lagi menahan rasa sedih di dadanya. Sambil memeluk erat tubuh kaku ibunya, air matanya terus mengalir membasahi selimut yang menutupinya.
Sambil di iringi rintik hujan, seorang pahlawan pulang.
...
Ara menatap kosong ke arah foto besar neneknya yang kini terpajang di dengan untaian bunga putih mengelilinginya. Wajahnya terlihat lebih cantik dari biasanya. Ara menundukkan wajahnya, tidak sanggup melihat wajah itu.
Banyak orang datang memberi penghormatan terakhir untuk neneknya. Beberapa datang sambil menangis tersedu karna tidak percaya kalau ia akan pergi secepat ini. Termasuk Ara.
Ia teringat senyum neneknya saat meledek betapa besar tubuhnya sekarang yang sudah dua kali lebih besar dari tubuh neneknya. Tangan itu juga tidak henti-hentinya mengelus lengan besar Ara dengan bangga.
Sekarang, setiap kali pemimpin agama membacakan doa, ia pasti menangis. Sepertinya ini pertama kalinya ia menangis saat berdoa. Bahkan ia tidak tau doa yang menurutnya biasa ini bisa membuatnya menangis.
...
"Sudah waktunya pulang"
Gadis itu meraih tangan lelaki di sampingnya. Sambil tersenyum menatap satu sama lain, mereka berjalan perlahan di telan kegelapan di bawah rintik hujan. Setelah enam tahun terpisah, akhirnya kini mereka bisa bersatu kembali seperti dahulu. Duduk berdua, tersenyum melihat anak cucu mereka berkumpul bersama di rumah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top