MONSTER (Songfict)
MONSTER
A songfiction by Zeakyu
"I'm sorry you make me so crazy!"
******
She got me gone crazy
Wae simjangi ttwini
"Kim Jisoo," panggil seorang lelaki lirih.Suaranya tak mampu menjangkau gadis yang ada lima meter di depannya. Lelaki ini mengeluarkan seringaian tajam. Ia menatap lekat punggung gadis bersurai hitam itu. Ia kembali mengangkat bibirnya, tatkala gadis itu berbalik, tertawa renyah dengan gadis lain di belakangnya.
"You will be mine again, Kim Jisoo!"
*****
Neon areumdawo naui goddess
Dathyeoiji Yeah yeah
Dudeuril teni nal deuryeobonaellae?
Gamchwojin seurireul julge
Gadis itu terengah. Hawa panas sudah merasuki tubuh dengan peluh mengguyur kulit putihnya. Dia berusaha keras menahan napas. Dia tak ingin usahanya untuk melarikan diri menjadi sia-sia. Ia kini meringkuk di belakang tempat sampah berukuran besar.
Ini semua kebodohannya karena mau menerima ajakan Jinyoung, si playboy kampus. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana kejadian tadi di mobil. Kehormatannya hampir saja terambil. Dengan tangis yang ditahan, ia masih bisa merasakan sentuhan tidak senonoh Jinyoung.
"Kim Jisoo, kau sudah tidak bisa lari dariku!" Sebuah bisikan terdengar di telinga kanannya. Jisoo memalingkan wajahnya ke kanan. Bola matanya membulat begitu raut Jinyoung terpampang dengan begitu jelas. Refleks ia mendorong tubuh lelaki ini. Sayang, efek tenaga Jisoo masih lemah, bahkan dorongannya tidak berpengaruh pada lelaki itu. Justru, Jinyoung mampu meraih pinggang Jisoo.
"Kumohon, lepaskan aku Ji," pinta Jisoo memelas. Jinyoung menggeleng pelan. Ini sudah ia tunggu sejak lama. Ia ingin menjadikan Jisoo miliknya seutuhnya. Dengan sekali tangkap, Jinyoung mengangkat tubuh Jisoo, membopongnya ala bridal style. Ia melangkahkan kakinya keluar dari gang. Sesekali ia membenamkan wajahnya pada leher Jisoo. Memberikan sentuhan dari bibirnya. Jisoo masih berusaha memberontak. Namun, tidak berhasil.
Tiba-tiba, sebuah pukulan mendarat di pipi Jinyoung. Pria itu tersentak. Reflek, ia menghempaskan tubuh Jisoo yang dibopongnya. Jisoo mengaduh, menjerit, ketika tubuhnya menyentuh tanah. Sedangkan Jinyoung, ia melotot kepada lelaki tinggi di hadapannya.
"Yak! Beraninya Kau!" bentak Jinyoung, tangannya mengepal, hendak memukul lelaki itu. Namun, belum sempat mengenai wajah yang ditutupi oleh masker, Jinyoung berteriak keras. Sebuah benda tajam, menusuk perutnya. Mengonyaknya beberapa kali, hingga terasa sakit amat dalam.
Perih, membuatnya memegang perut. Ia bisa merasakan ada cairan bening di telapak tangan. Bahkan, ia bisa merasakan sesuatu yang halus keluar dari dalam perutnya, menciptakan genangan merah di bawahnya. Sebuah tendangan melumpuhkan kakinya. Jinyoung menekuk tubuhnya, oleng, dan tanpa kata ia pun hilang kesadaran.
Pria bermasker ini menyeringai, melihat hasil dari perbuatannya. Pandangannya beralih pada gadis yang meringkuk di sebelah lelaki yang ambruk itu. Gadis itu memegangi kepalanya yang pusing. Air mata terus menerus terdesak keluar dari mata. Tanyakan perasaannya yang sudah tercabik-cabik.
"Tolong lepaskan aku," lirih Jisoo berulang kali. Dengan sigap, sang pria bermasker itu pun mendekatinya. Merengkuh tubuh mungil itu posesif. Gadis itu tidak menolak, malah makin keras tangisannya. Pria itu membopongnya, keluar dari gang sempit ini.
"Kau akan baik-baik saja, dewiku." Suara berat itu sampai pada saraf pendengaran Jisoo. Gadis itu terdiam, ia mulai memberanikan diri menatap mata tajam itu. Matanya tidak asing, tetapi Jisoo tidak mengenalinya. Entah mengapa, indra penglihatan Jisoo memburam, tubuhnya melemas seketika.
"Kau hanya milikku, Kim Jisoo!" lirihnya dalam hati..
*****
Nundongjaui hogisime imi neon ppajyeodeureogo
Don't be afraid.
Love it the way
Shawty I got it
You can call me monster
Aroma teh menyeruak kuat pada alat pencium Jisoo. Sedikit demi sedikit, kelopak matanya terbuka. Pupilnya berusaha untuk mengatur intensitas cahaya. Asing. Itulah yang ia rasakan. Kepalanya terasa berat seketika. Tangannya terulur memegangi kepalanya yang pening. Ia meringis, bayangan kejadian kemarin memenuhi neutronnya.
"Good morning, My Angel." Suara berat itu kembali terdengar, dan mengagetkan Jisoo. Kepalanya yang sakit, tidak terasa lagi. Ia terfokus pada lensa cokelat pria di depannya.
"Kau siapa?" tanyanya perlahan. Kini ia bisa melihat sebuah senyuman manis mengambang di wajah pria itu. Ia yakin, pria itu adalah pria yang kemarin menolongnya.
"Kau melupakanku?" Bukannya menjawab, pria itu malah membalik pertanyaan. Gadis ayu itu menggeleng pelan. Lagi-lagi pria berkulit putih seperti vampire itu menyunggingkan sedikit senyumnya.
"Aku akan membantumu mengingatku, perlahan." Perlahan, jemarinya ia gerakan pada ujung kaki Jisoo. Berjalan perlahan, melewati lutut, paha, perut, dada, leher, berhenti di pipi Jisoo. Sebuah desir menjalar pada jantung gadis itu. Satu hal, sebuah keanehan ketika Jisoo tidak menolak segalanya.Telapak tangan itu, menangkup pipi Jisoo. Sekali gerakan, pria itu sudah berada di atas Jisoo yang berbaring. Mengunci kaki Jisoo dengan kakinya.
Jisoo mulai ketakutan. Tangannya yang bebas berusaha ia gerakan untuk memukul pria yang menindihnya. Kepalanya menggeleng keras. Tangkupan pada pipinya terlepas, tangan pria itu malah mengunci pergerakan tangan Jisoo. Kini Jisoo sudah terkukung olehnya.
"Jangan ... tolong lepaskan aku!" pekik Jisoo. Justru ia mendapatkan bibir pria itu melahap rakus bibirnya. Ia bisa merasakan decapan. Napasnya tersengal. Pria itu terus menerus mengecup bibirnya tanpa henti. Bahkan, sesekali pria itu menggigit. Mendesakkan lidahnya untuk bertarung dengan lidah Jisoo.
Air mata Jisoo menetes perlahan. Ia ingin memberontak, tetapi ia masih lemah. Bahkan, ia tak memiliki tenaga untuk menolak ciuman penuh nafsu dari pria yang menindihnya ini. Sialnya, ada sesuatu yang menjalar pada dadanya. Hawa panas dengan getaran jantung abnormal. Ia berharap ini akan segera berhenti, tapi ada sisi di mana ia tidak ingin menghentikannya.
Pria itu menghentikan perilaku ganasnya, ia terengah. Bola mata mereka saling bertemu. Kini, deru napas pria itu terasa jelas di wajah Jisoo. Hidung mereka saling begesekan. Pria itu mengambil oksigen, "masih melupakanku, sayang?"
Kepala Jisoo berdenyut keras, "hentikan, kumohon, hentikan!".
"Jangan takut, aku akan membuatmu merasakan surga dunia." Perlahan, Pria itu menenggelamkan wajahnya pada leher Jisoo. Mengecupnya kasar berulang kali. Hingga tercipta sebuah tanda keunguan. Sedangkan Jisoo, berulang kali menahan napas dan berteriak, "lepaskan ... lepaskan aku."
"Itu adalah tanda bahwa kau milikku," ucapnya lembut dan menakutkan.
"Kumohon lepaskanku tuan, kumohon," pinta Jisoo lagi.
"Tidak akan, kau adalah milikku!" Dengan tubuh yang masih mengunci pergerakan Jisoo, bibir pria itu kembali melahap bibir Jisoo dengan penuh nafsu. Bermain dengan lidah. Saling berpagut. Hingga akhirnya, Jisoo mendesah. Ciuman pria ini memabukan, sungguh. Kini bibirnya beralih pada telinga Jisoo. Menggigitnya pelan dan perlahan. Jisoo kembali merasakan desiran yang tidak biasa. Sensasi geli mendominasinya. Dia tak bisa berbohong, dia menikmatinya, meski dengan rasa ingin menolak. Namun, kenikmatan sudah membuatnya bungkam.
"Panggil aku monster," ucap pria itu tepat di depan lubang telinga Jisoo.
*****
Naega jom seonggyeogi geuphae
geudak onsunhaji moshae (Neol miwohaesso)
Hajiman neoreul wonhae
That's right, my type
Gaseumeun geojismal an hae
Sijakdwaesseo nae aneseo Wiheomhan sinhoreul bonae
Don't be afraid
Love it the way
Shawty I got it
You can call me monster
Matahari sudah menengok bumi. Paparan sinarnya sampai ke sela-sela ruangan bercat putih yang ada di daerah gunung Halla. Menelisik lipatan mata yang tertutup di ranjang king size itu. Dua sejoli yang terbaring dengan posisi sang laki-laki memeluk erat sang wanita. Mereka hanya tertutupi oleh seprei putih nan tebal.
Wanita itu adalah Jisoo. Sedangkan pria itu adalah si Monster. Sehari semalam mereka telah melakukan olahraga nikmat yang melelahkan. Entah berapa kali si Monster berada di dalam Jisoo. Bau sperma kering menyeruak di segala penjuru ruangan.
Jisoo meleguh, membuka kelopak matanya perlahan. Dilihatnya rahang keras menawan. Hidungnya dapat mengenali aroma memabukan dari sosok di depannya. Dia mengutuk dirinya sendiri. Ia tidak berusaha melepaskan diri. Jisoo terpaku pada sang monster.
Tak lama, kelopak indera penglihatan si monster ikut terbuka. Yang ia bisa lihat pertama adalah tatapan sendu Jisoo. Monster itu menarik bibirnya ke atas. Ia berkata, "Inilah impianku setiap hari. Menatap dua bola matamu ketika aku bangun tidur."
Wajah Jisoo memerah. Namun, hanya sebentar. Ia segera memukul monster itu. Berusaha melepaskan dirinya dari kukungan sang pria. "Kembalikan aku ke rumah. Aku tak mengenalmu! Jadi, lepaskan aku," ujar Jisoo memohon. Usaha Jisoo sedikit berhasil, karena ia sudah tak dipeluk oleh lelaki itu. Ia berusaha meloncat dari ranjang. Namun, digagalkan oleh si monster. Jisoo meronta, ketika ia dipaksa kembali pada dekapan lelaki itu.
"Aku tidak mungkin akan melepasmu." Perkataan tajam si lelaki ini membangkitkan emosi Jisoo. Ia berusaha keras melepaskan dirinya lagi. Gerakan Jisoo sedikit menyulitkan si monster.
Plak ...
Bunyi tamparan terdengar. Pipi putih nan mulus milik lelaki itu memerah. Entah bagaimana, Jisoo mendapat sedikit kesempatan untuk menamparnya. Dengan mata melotot, pria itu meludaih seprei. Lalu, menatap Jisoo marah. Sekali hentakan, tangan kiri si monster menggenggam rambut panjang Jisoo. Menariknya kencang, hingga terdengar suara kesakitan Jisoo. Sedangkan tangan kanannya, mencengkeram mulut Jisoo sampai memerah.
"Belum waktunya untuk mengasariku!" lirih pria itu
"Pria sepertimu harusnya hilang dari dunia ini!"
"Tidak akan pernah seorang Lee Taeyong melepas Kim Jisoo lagi untuk kedua kalinya." Taeyong berkata keras, sebelum bibirnya membungkam bibir Jisoo.
*****
I'm creeping in your heart babe
dwijipgo muneoteurigo samkyeo
geurae neol humchyeo tamnikhae
neol mangchyeo noulgeoya
Tubuh Jisoo telentang, dengan tangan dan kaki yang terikat di masing-masing pilar ranjang. Tanpa sehelai benang pun, Jisoo merasa kedinginan. AC di kamar menyala, menunjukkan angka di bawah nol. Ia menggigil. Bibirnya gemetar. Bagian intimnya terasa sakit, akibat hujaman Taeyong berulang kali yang seakan tidak pernah puas.
Ini sudah hari ke sepuluh ia ditawan oleh Taeyong. Ia masih tak mengerti, kenapa Taeyong memperlakukannya seperti ini. Terkadang Taeyong bersikap super manis, terkadang ia menjadi buas.
Harga diri Jisoo sudah hilang. Benar-benar tidak berbekas. Ia ingin pulang, tapi untuk keluar dari kamar ini saja mustahil. Kamar ini memiliki tralis yang kuat, apalagi terkadang, sebelum pergi, Taeyong mengikatnya..
Tubuh Jisoo yang mulus pun, kini telah berubah menjadi keunguan di berbagai bagian. Bekas sayatan pisau ada di sekujur tubuhnya. Yang paling menyakitkan adalah tato yang baru kemarin Taeyong buat di dekat labia mayora milik Jisoo. Tato itu bertuliskan 'taeyong'. Sungguh, Jisoo masih merasakan bagaimana sakitnya itu.
Bagaimana ia terus berteriak ketika Taeyong menancapkan alat tato itu. Mengukir satu persatu huruf di sana. Rasanya ingin mati saja. Tanpa obat bius, rasa sembilu terasa kuat. Leher Jisoo juga tak luput dari perbuatan Taeyong. Puluhan kissmark memenuhi leher jenjangnya itu. Bukit kembarnya pun sudah banyak terisi tanda Taeyong.
Kadang kala, Taeyong bersikap baik pada gadis itu. Ia membelikan berbagai pakaian bagus untuk Jisoo kenakan –meski hanya sejam digunakan, karena akan hancur setelahnya—. Dengan telaten, Taeyong menyuapinya, meskipun ia lebih sering mulut ke mulut. Jisoo memang masih diberi makan, tetapi tubuhnya kering kerontang.
Bunyi knop pintu terdengar. Pintu terbuka, menampilkan sosok pria berwajah pucat memberikan smirk. Jisoo menoleh, harapan dan ketakutan muncul. Taeyong melangkah, mendekati Jisoo yang bibirnya mulai berkerut.
"Kau kedinginan, sayang?" tanya Taeyong sembari melepas satu persatu ikatan Jisoo. Jisoo tidak menjawab. Dia lebih takut dengan apa yang akan dilakukan oleh Taeyong setelahnya.
"Tubuhmu memang menggoda sayang, tapi hari ini aku tidak akan memainkannya. Jadi, kenakan pakaian ini." Taeyong memberikan sebuah kotak. Jisoo mulai menegakkan badannya dan menerima kotak itu. Membukanya perlahan, tampak sebuah gaun berwarna putih di sana. Jisoo menatap manik Taeyong, lantas ia mulai beranjak dari posisinya.
"Kenakan di sini saja, biar aku yang membantumu." Benar saja, Taeyong langsung mengambil alih pakaian itu. Tanpa menolak, Jisoo membiarkan Taeyong memakaikan gaun putih ditubuhnya. Tentu, tanpa dalaman apapun. Dress ini hanya selutut. Bentuknya simpel dengan sebuah pita di bagian pinggangnya. Lantas, Taeyong menarik resleting yang belum terpasang. Sembari sesekali memberikan sentuhan pada punggung gadisnya.
Jisoo sudah pasrah, Taeyong tidak mengasarinya sudah cukup. Toh, dia sudah tak memiliki harga diri lagi. Jadi buat apa ia menolak gerakan seduktif Taeyong. Kini Taeyong melingkarkan tangannya di pinggang Jisoo, menaruh kepalanya di leher. Beberapa kali ia mengembuskan napas, sehingga bulu leher Jisoo terbangun.
"Apa Kau masih melupakanku, Jisoo? Sungguh begitu menyakitkan dilupakan olehmu." Suara Taeyong bergetar. Hal ini makin membuat Jisoo merinding. Ada segumpal rasa yang tiba-tiba mencuat.
"Kau tahu, melihatmu dari kejauhan sungguh membuatku sedih," lanjut pria bersurai hitam itu. Ia menghela napas kembali. Bibir seksinya mulai meraba bagian leher Jisoo. Menyedot, menggigitnya, membuat tanda di sana.
"Aku akan mengingatkanmu malam ini." Taeyong langsung membalik tubuh Jisoo. Menatapnya tajam. Jisoo membalasnya, seakan tersedot oleh pesonanya. Wajah mereka saling mendekat. Saling menautkan bibir tanpa paksaan. Saling menguasai dan menyesap segalanya. Bertarung lidah dengan gigitan yang membengkak. Bertukar rasa air liur bukan atas nama nafsu. Desahan dan decapan tercipta meramaikan kamar ini.
*****
Ne mamsoge gagindoen chae
jugeodo yeongwonhi sallae
Come here girl
You call me monster
Ne mameuro deureogalge
Sebuah lilin menetes, memberi sensasi panas pada kaki kiri yang terikat oleh tali. Manusia itu meronta, air mata leleh setelahnya. Pisau bermata tajam mulai terasa dinginnya pada kulit arinya. Ditempelkan perlahan dari telapak kaki. Merambat naik ke atas. Ujung pisau yang tajam mulai menggores kulit itu sedikit demi sedikit betis kanannya. Perlahan, mengenai paha yang tertutup kain putih.
Berhenti di sana sejenak, bermain mengukir huruf. Kembali merangkak, kini mata pisau bermain di sekitar perut yang tertutup. Ia tekankan lebih dalam mata pisau, hingga terasa kentalnya darah mengucur. Berputar-putar di area pusar, dalam sekali hentakan, pisau itu telah tertanam diiringi jeritan penuh nestapa. Dalam hitungan singkat, pisau itu menonyak bagian perut. Hingga akhirnya, isi perut penuh darah itu mendesak keluar. Untungnya masih tertutup kain, sehingga tak tampak.
Berkali-kali, ditancapkan pisau itu sembarang arah. Tiba-tiba seguyur air garam menghujani tubuh tersebut. Rasa perih berubah berlipat ganda. Belum selesai, pisau itu kini menghujam dada kanan. Menusuk tulang rusuk dan paru-paru. Bergerak lincah membentuk goresan menyakitkan. Rintihan dan tangisan saling bersahutan.
"Hhheeennn-tttttiiii-kkkaaan," ucapnya terbata, tetapi tak dihiraukan. Ekor mata sang pencabut nyawa itu, kini terarah pada jemari tak berdaya. Dia tersenyum miring. Ia berbalik, berjalan menuju sebuah meja kecil di pojok kanan kamar.
Di meja itu, terpampang berbagai jenis pisau. Ia memilih sebuah pisau daging dan pisau kecil bermata tajam. Ia kembali pada tubuh yang menghadapi sakaratul maut. Tersenyum kecil, sebelum sebuah jeritan kesakitan mengisi tiap sudut ruangan. Bagaimana tidak menjerit, sang pencabut nyawa telah mengiris jemari kiri korbannya. Memutus sendi pelana, sehingga tulang belulangnya mencuat.
Seakan belum puas, sosok berpakaian serba hitam itu kini memegang pisau bermata tajam. Ia arahkan pada mata besar yang menutup itu. Dalam sekali hitungan, pisau itu menancap pada bola mata.
"Argghhhh...." Jeritan korban memberikan efek bahagia pada pelaku. Namun, tidak berarti ia puas. Ia berkali - kali menusuk kedua bola mata itu, mencukilnya hingga keluar. Hingga akhirnya, ia beralih mencabik organ peredaran darah manusia. Jantung.
"Argghhhh ...." Inilah jeritan terakhir dari tubuh lemah tersebut. Napasnya sudah hilang. Denyut jantungnya sudah tak berdetak. Namun, darah masih terus mengalir dari dada, perut, mata, dan tangan. Baju putihnya sudah menjadi merah, begitu pula dengan seprei putih itu. Bau anyir bahkan terlalu harum untuk dihirup di sana.
Jeonyuri wa ne salmeul da dwijibeo beorineunge
I'm sorry you make me so crazy, you know you do
Sebuah tepukan mengaum dengan ramai di kamar. Sosok laki-laki berahang keras yang sedari tadi duduk di sofa, mendekati sosok berpakaian hitam. Ia menepuk pundak, tanda kebanggan.
"Very great, dear!" puji laki-laki itu, yang tak lain adalah Taeyong.
"I'm sorry. Permainanku tidak seperti dulu, mungkin kalau aku tidak amnesia, aku bisa mengasah kemampuanku." Terdengar suara seorang gadis di balik tudung tersebut. Benar saja, ketika tudung dibuka, tampaklah sosok cantik nan menawan. Wajahnya terlihat masam, kurang puas dengan tindakannya pada sosok perempuan yang terbujur kaku di sana.
Taeyong menggeleng, baginya permainan yang baru ditunjukan oleh wanita itu sudah cukup mengagumkan. "Memang masih agak kaku, tapi sudah menakjubkan," ungkap Taeyong meyakinkannya.
"Gara-gara wanita ini, aku jauh darimu. Harusnya aku lebih kejam kepadanya!" rutuk gadis itu, lalu meludahi mayat yang bersimbah darah itu.
"Yeah! Dia sudah mendapat pelajaran karena menjauhkanku dan dirimu, tapi jangan kau ludahi ia."
"Kenapa? Perempuan brengsek sepertinya pantas untuk kuludahi! Dia membuatku melupakanmu!" Wajah gadis itu memberengut kesal.
"Dia memang pantas kau ludahi, tapi aku tak suka makan malam kita diludahi. Ya meskipun aku sudah berulang kali merasakan ludahmu," kata Taeyong menjelaskan. Gadis itu merasa bersalah, mendengar penuturan Taeyong. Ia mengambil napas sejenak, "aku sudah menyiapkan bumbu di dapur, jadi lebih baik kita cincang daging itu. Kurasa bisa jadi makanan kita selama seminggu."
*****
Modu nal duryeowohae so I'm untouchable man
geunde ne jinsimeun wae gyeolguge nal geobu motae
Sumeoseo humchyeobodaga kkamjjak nollaji (Who?)
negen antinomi gateun nan ne jonjaeui ilbu (How we do?)
Nal geudaero badadeuryeo
Neoui duryeoun geokjeongeun jeobeoduryeom
Nega gyeondilmanhan gotongeul nuryeo
deo gipi ppajyeodeureo
Neol mamdaero gajigo nora nae soneseo mamkkeot nora
Domanggajima neon yeongwonhi maemdora
You can call me monster
Semua orang takut padaku, jadi aku pria tak terkalahkan
Tapi pada akhirnya, kau tak bisa menolakku
Kau akan menyembunyikan dan mencuri pandang ke arahku kemudian terkejut (siapa?)
Aku kenyataan kontroversialmu, aku bagian dari keberadaanmu (bagaimana kita melakukannya?)
Terima aku untuk siapa diriku
Singkirkan kekhawatiran takutmu
Nikmati rasa sakit yang kau bisa menahannya
Jatuh lebih dalam
Aku akan bermain denganmu namun aku ingin
Bermain dalam tanganku
Jangan lari, kau akan selamanya tinggal dalam dekat
Kau bisa memanggilku monster
Di bawah senja gunung Halla, Jisoo dan Taeyong saling memandang. Jemari mereka bertautan. Seakan-akan mereka adalah lem dan perangko yang tak bisa dipisahkan. Taeyong mulai mendekat. Helaan napasnya terasa. Jisoo sudah mulai menutup matanya. Namun, Taeyong hanya menyatukan kening mereka. Memeluk erat Jisoo. Tanpa berucap apapun. Mereka hanya merasakan angin bersama.
"Aku tidak akan kehilanganmu lagi kan?" Taeyong membuka matanya. Menjauhkan keningnya, dan menatap Jisoo.
"Selama kau selalu memelukku erat, aku tidak akan kehilanganmu, lagi." Tatapan Jisoo menggambarkan kesungguhan. Ia berusaha meyakinkan Taeyong. Taeyong tersenyum, melepakan dekapannya. Lalu mengambil sebuah pisau lipat yang selalu terselip di saku celananya. Ia menyerahkan pisau lipat tersebut pada Jisoo. Setelah itu, membuka baju hangatnya. Terpampanglah perut sixpeck putihnya. Ia pun menunjuk dadanya.
Jisoo menerimanya dengan senang hati. Kemudian, membuka lipatannya. Mulai menggoreskan pisau itu pada dada bidang lelakinya. Darah mengalir, tetapi tidak ada rintihan sama sekali. Satu persatu huruf terukir. 'Jisoo' itulah yang dapat dibaca selanjutnya.
"Jadi, siapa lagi yang akan menjadi target kita sayang?" tanya Jisoo yang memunculkan seringaian keduanya.
Creeping, creeping, creeping
Creeping, creeping, creeping
You, Oh creeping
Headline News
Sesosok kepala wanita tanpa anggota tubuh ditemukan di sekitar kawasan gunung Halla. Wanita ini disinyalir adalah Nyonya Kim Ae Ja. Wanita ini diketahui sedang mencari keponakannya, Kim Jisoo yang telah menghilang selama dua minggu. Polisi pun memberikan peringatan waspada kepada seluruh masyarakat, akibat aksi mutilasi tersebut.
FIN
A/n
Hello! Zea here! Maaf sekali jikalau kurang mengesankan kisahnya. Ini pertama kalinya Zea bikin cerita genre ini. Sebenernya itu NC-nya memang nanggung, tapi Zea gak mau meracuni otak kalian. Hehehe. Maaf juga kalau kurang thriller. Bdw. Terima kasih sudah membaca. Ditunggu Vote dan komentarnya!
Story & editor by zeakyu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top