❤ 6. Aku Tak Tahu Alasan Aku Terlalu Peduli ❤





Jun bisa jadi kepo dan Niel benci orang yang kepoin urusannya. Jackson bisa jadi sok akrab dan Niel benci orang yang sok akrab dengannya. Dan kalau bisa memilih, ia paling menyukai Junior yang sebenarnya juga tak terlalu menyukainya. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, Niel menyukai orang-orang aneh ini.

Orang-orang aneh yang mau-mau saja ikut membantu mengasuh Jo ketika Niel sibuk. Orang-orang aneh ikutan sibuk kalau mendadak Jo nggak mau minum susu dan rewel. Dan rumah Niel mendadak jadi pos yang senantiasa disinggahi Trio J. Mereka sih, alasannya mau tau apakah Stella butuh bantuan atau tidak dan sekedar kuatir Stella dibully Niel.

Halah! Memangnya Stella bakal diam saja kalo memang diapa-apain Niel? Memangnya Niel  bisa ngapain?

Apaan?

Nggak kok.

Stella belum diapa-apain!

BELUM!

Ya, sebenarnya kalau Niel mau jujur. Dia tergoda sih. Sedikit banyak tergoda buat merasain bibir kayak kuncup mawar itu berhubung waktu di kapal pesiar belum dirasain.

Sialnya dia merasa munafik banget kalo bilang nggak tertarik pada Stella. Tuh Andro tuh sering bilang, dia siap sedia menerima Stella dengan suka cita dan ikhlas jika Niel nggak minat padanya. Dan ini dibalas Niel dengan tatapan membunuh. Andro cukup tau diri setelah itu. Meskipun begitu Niel tau Andro nggak langsung berhenti melirik Stella.

Andro dan dirinya memang jarang naksir cewek yang sama. Type mereka berbeda dan sumpah sebenarnya type cewek Andro itu yang seperti Stella. Hanya Andro nggak berani melangkahi temannya sendiri sebelum dikasih lampu hijau oleh Niel.

Tapi persetan dengan type!

Intinya Niel nggak akan mundur soal Stella. Toh cewek itu kasih tanda-tanda suka ke Niel kan? Bukan ke Andro. Nah kalo memang Stella lebih suka Andro ya itu gimana nanti baru dipikirkan.

"Broh!"

Krontang!

Niel menjatuhkan sumpitnya karena kaget dipanggil tiba-tiba. Dia lagi masak sarapan  ramyeon yang baru dibelinya di minimart di kota sambil mencuri-curi pandang ke arah Stella yang sedang menjemur pakaian di belakang. Ia merasa beruntung karena halaman belakang rumah mereka bersambung. Jadi sambil memasak sambil menikmati pemandangan indah.  Niel menghilangkan perumpamaan sambil menyelam minum air. Coba bayangkan kalau nyelamnya di kolam renang, di mana semua orang kencing di situ. Blah!!!

"Bangkee, Juneidi Lennon! Ngapain kau masuk rumah orang diam-diam?"

Jun meringis.

Juneidi Lennon. Dipanggil lengkap. Nggak lebih nggak kurang.

Niel memungut sumpitnya yang terjatuh ke lantai lalu melemparnya secara sembarangan ke bak cuci. Kemudian ia mengambil sepasang sumpit yang baru.

"Ngapain kau melamun sambil masak? Aku sudah panggil tapi kau tak menyahut," omel Jun. Niel meliriknya curiga lalu melirik Stella yang ada di halaman belakang.

"Ngapain kau ke rumahku? Biasanya yang kau cari kan si Perez," tukasnya datar.

"Persik! Perez kepalamu!"

"Ah!" Niel menggaruk-garuk kepalanya. Jun meninggikan badannya, melihat Stella dari jendela dapur.

"Woy Persik!!! Perlu bantuan?" teriaknya. Niel menutup telinganya dengan tangan. Suara Jun khas suara orang Batak, keras dan kuat. Stella menoleh, tersenyum dan melambai. Lalu melanjutkan kembali pekerjaannya. Dirinya tahu kalau Jun hanya basa-basi sepertinya. Jun tersenyum senang karena memang hanya basa-basi.

"Ada kopi?" tanya Jun sambil matanya mencari-cari teko kopi. Niel menyipitkan matanya yang sudah segaris itu.

"Tidak ada! Belum bikin!"

Jun menghela nafas.

"Terpaksa harus cari Stella. Dia biasanya kopi tapi nggak enak. Duh, rasanya.... Katanya kopinya itu import tapi nggak enak."

Entah mengapa Niel merasa iba. Padahal Jun bukan temannya. Padahal Niel juga bukan orang yang ramah untuk orang-orang yang baru dikenalnya terkecuali terhadap cewek, kalau lagi ada maunya. Tapi rasanya ia nggak tega membiarkan Jun minum kopi Stella yang katanya nggak enak itu. Lalu ia mengeluarkan panci kecil dan mengisinya dengan air kran. Air di Brastagi ini berasal dari pegunungan, jernih, nggak berbau, dan layak minum, sudah dites oleh ahlinya. Jadi penduduk Brastagi nggak perlu membeli air galon. Dan salah satu perusahaan air minum galon terbesar juga ada di kota ini.

Jun tampak girang melihat Niel akhirnya mengeluarkan bubuk kopi yang tersimpan dalam lemari dapurnya.

"Kenapa nggak pakai mesin pembuat kopi?" tanya Jun. Lagi-lagi kepo.

"Orang miskin," jawab Niel seenaknya. Jun mendengus sebal.

"Kenapa dengan kopi Nona Persik itu? Sangat parahkah?" tanya Niel. Tangannya sibuk mengaduk-aduk ramyeon. Matanya sempat melirik Ari yang sedang menjemur pakaian... eh....

Pakaian dalam berwarna pink.

Brengsek!

Mengapa itu cewek harus menjemur pakaian dalam di luar? Apa dia sengapa supaya aku tahu ukurannya? Tapi kurasa aku tahu kok.

Eh, itu memang pakaian dalam tanpa busa. Asli, Broh!!!

Niel menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Iya, rasanya tidak enak karena dia suka mencampur gandum dengan kopi hitam. Eh, kau tak perlu sampai menunjukkan ekspresi sedemikian menjijikkan. Rasanya juga nggak seburuk itu kok," tukas Jun ketika menyadari Niel menggeleng-geleng dengan cepat.

Aku menunjukkan ekspresi menjijikkan?

Sama sekali nggak!

Itu bukan menjijikkan tetapi....

Tetapi....

Tetapi apa?

Niel menelan ludah lalu menyerahkan sumpitnya pada Jun.

"Jaga ramyeon dan air panasnya. Aku mau mandi dulu!"

Lalu Niel menghilang ke kamar mandi. Jun bengong. Bengong karena rasanya sedetik kemudian ia mendengar guyuran air kamar mandi. Niel sepertinya sedang menghabiskan stok air sebak. Terus ia girang karena ramyeon sudah matang sementara Niel masih mandi jadi ia bisa menghabiskan ramyeonnya. Begitu Niel keluar, ramyeon sudah ada di perut Jun.

Jun tersenyum licik.

♥ Romeo Pinjaman ♥

Niel sedang duduk di meja kerjanya di ruang tamu ketika Stella keluar dari kamarnya setelah menidurkan Josua. Jo baru saja menghabiskan sebotol susu lalu Stella mengganti popoknya. Anak itu lalu tertidur tak lama kemudian, setelah mengomel beberapa menit.

Niel sedang mengerjakan admistrasi pembayaran gaji karyawan pertaniannya saat itu. Pertanian yang dikelolanya makin berkembang. Sebenarnya pertanian ini sudah dikelolanya dua tahun lalu namun ia masih tidak fokus. Ia menyerahkan pengurusannya pada salah seorang pegawainya sampai baru-baru ini tiba-tiba ia memutuskan untuk mengurusnya sendiri. Alasannya... adalah Susan.

Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah on-offnya hubungan mereka, Susan nggak menghubungi Niel lewat telepon, chat, atau lewat e-mail. Niel sendiri ogah menghubungi mantan pacarnya itu karena dengar kabar dari Andro, yang adiknya teman Susan juga, katanya Susan punya gebetan baru. Pemilik restoran dan hall di Medan. Lulusan Australia. Ortunya kaya raya.

Pendek kata, singkat cerita, Niel kalah soal latar belakang. Dan tau nggak betapa teganya adik Andro bilang kalau satu-satunya yang bisa dibanggakan Niel saat ini hanya wajahnya yang ganteng. Yep! Pacar baru Susan itu nggak seganteng Niel. Niel kepoin media sosialnya Michael Angkasa, segera setelah mendengar berita tentang Susan ini. Sebelumnya Susan memang nggak pernah mengupload foto pacarnya di media sosial, soalnya Susan kan public figure. Tapi khusus untuk Michael Angkasa ini, mengherankan dunia persilatan, Susan mengupload foto mereka bersama sedang makan malam di restoran mewah The Edge di Swiss Bell Hotel. Dan memang sih, wallpaper si Jason ini nggak menjanjikan. Bila dibandingkan dengan namanya yang keren, tak sesuai. Orangnya agak pendek dan gemuk, usia masih lebih muda dari Niel sih seharusnya tapi boros muka. Agak-agak anak mami gitu.

Semalaman Niel terus memandangi foto dalam media sosial itu. Terus berpikir apa yang membuat mantan pacarnya itu tergila-gila pada pria seperti itu dan sampai berani mengupload foto bersama. Dan Niel sampai pada suatu kesimpulan kalau Susan mungkin kesal padanya karena dirinya nggak pernah menetap. Susan butuh kemapanan.

Selama ini Niel memang tidak mapan. Bukan dari segi materi. Niel punya uang kok. Ia punya usaha kapal boat yang membawa turis di Thailand. Ia punya tanah pertanian yang selalu menghasilkan uang. Tapi kedua usahanya itu tak pernah diurusnya sendiri. Ia pergi ke mana-mana ikut kapal pesiar dan baru kembali ke Indonesia bila sedang cuti, meluangkan waktu untuk melihat tanah pertaniannya lalu jalan-jalan ke Singapura untuk bertemu dengan ibunya. Di Singapura, ia punya usaha penjualan biji kopi tapi lagi-lagi yang tak pernah diurusnya sendiri.

Mungkin jalan pikiran wanita yang rumit memang menginginkan pasangannya bekerja. Bekerja kantoran, nine to five. Dan Niel nggak bisa lakuin itu. Niel nggak suka diikat dengan peraturan harus memakai pakaian rapi dan berdasi, jam sekian harus ada di kantor lalu jam sekian pulang. Niel benci rutinitas yang membosankan.

Lalu ia berpikir kembali. Ia harus membuat Susan kembali padanya tapi ia tidak ingin memohon.

Bisa nggak bayangin Niel memohon mantan pacarnya kembali?

Tidak!

Lebih baik Niel pacaran sama kambing kalau itu harus dilakukan!

Jadi satu-satunya cara membuat Susan menyesali keputusannya memutuskan Niel adalah dengan menunjukkan kalau dirinya juga bisa mapan, bekerja dalam rutinitas tapi bukan rutinitas yang membosankan. Walaupun di antaranya semua pendapatan utama yang paling disukainya sebenarnya adalah menjadi mekanik kapal sebab ia bisa kemana-mana dan bertemu dengan banyak orang, ia rela resign.

Sebenarnya alasannya resign nggak murrni karena Susan juga sih. Dia bosan juga bekerja di kapal. Tetapi biar begitu, dia nggak mau tinggal di Pattaya juga nggak mau tinggal di Singapura di dekat ibunya.

Ibunya kayaknya sejak zaman dulu kala sudah mencium adanya hubungan antara anaknya dengan Susan. Sering tanya soalnya kalo ketemu Niel atau waktu mereka bicara di telepon. Niel nggak mau ibunya ikut kepo.

Ehem, jadinya nggak deh. Kalo dia memutuskan menetap, dia akan menetap di Medan karena ada Andro dan adiknya, si Bangsat Dahayu.

"Ehem!"

Suara deheman Stella membuat Niel tersentak. Spontan dirinya mengangkat wajahnya menatap ke arah cewek itu. Stella berdiri di depan pintu kamar sambil membawa termos air panas. Kelihatannya ia baru saja memanaskan air lagi untuk keperluan Jo minum susu di malam hari. Memang kadang-kadang Jo terbangun karena lapar tapi Stella mengingatkan Niel bila Jo memang tidak bangun untuk minum maka biarkan saja Jo tidur. Tidur lebih baik daripada minum susu di malam hari.

Itu menurut pendapat Stella. Seperti dirinya pernah punya anak saja.

Stella meletakkan termos air panas di meja sebelum menghampiri Niel. Kemudian dari sakunya ia mengeluarkan foto.

Niel agak terkejut melihat foto Susan, mantannya ada di tangan Stella.

"Maaf, aku tak sengaja menemukan ini di antara pakaian kotor," tukas Stella dengan wajah bersalah. Niel pura-pura tak terlalu peduli dan menekuni pekerjaannya lagi.

"Buang saja," desisnya datar.

Stella bingung dan Niel ingin sekali menjentik jidat cewek itu kalau ia memasang ekspresi wajah begitu. Menggemaskan.

"Masa dibuang?"

Bukannya ini pacarmu? Fotonya ukuran masuk di dompet, agak kucel, pasti karena sering dipandangi.

"Kalau sudah kubilang kubuang, ya buang aja. Artinya itu memang sampah!" tukas Niel kesal.

"Yakin nih?" tanya Stella tapi tidak kunjung mengambil foto itu kembali sampai Niel bersuara.

"Bawa pergi," desisnya.

"Buang sendiri. Itu milikmu jadi kalau kau memutuskan membuangnya, kau juga yang harus melemparnya ke tong sampah," tukas Stella sambil membalikkan badannya berniat meninggalkan Niel. Niel yang bengong sekarang. Namun ketika Stella baru berjalan beberapa langkah meninggalkan rumah Niel, ia berbalik dan menoleh pada Niel yang masih menatapnya dengan mata tajam.

"Oh ya, lain kali tolong pisahkan pakaian dalammu dengan pakaian Jo. Aku bersedia menjadi pengasuh Jo tapi aku bukan pembantumu!" tukas Stella judes.

Lalu dengan kepala terangkat dengan angkuh dan punggung lurus ia berbalik dan meninggalkan rumah Niel. Meninggalkan Niel yang masih bengong.

Pakaian dalamku? Dia mencuci pakaian dalamku?

Dan dia mengulangi kalimat itu berulang-ulang seperti orang tolol.

♥Romeo Pinjaman♥

Jika bertanya pada Niel apakah dirinya penasaran dengan orang yang telah menghadirkan Trio J ke dunia maka jawabannya adalah iya. Niel ingin sekali berkenalan dengan orang tua Trio J. Tapi menurut pengakuan Junior sewaktu anak itu datang ke rumah Niel sewaktu mengantarkan makanan untuk Stella, Niel tahu kalau ayah Trio J yang keturunan Chinese sudah meninggal karena serangan jantung beberapa tahun lalu, tepatnya sewaktu Jun masih kuliah. Tapi biar begitu, Niel yakin sekali kalau orang tua Trio J pastilah orang yang memiliki kepribadian menarik sehingga dapat menghasilkan 3 pria dengan karakter unik seperti itu.

Niel menyukai harum masakan yang dikirim oleh Mamak, begitulah cara Trio memanggil ibunya yang berdarah Batak. Kalau Niel memanggil ibunya dengan begitu, ibunya pasti akan menjambak rambutnya. Mengapa?

Ya kan memang begitu ibunya. Suka merasa terpandang, malu kalau kelihatan ndeso gitu. Biasalah, ibunya sekarang tinggal di Singapura jadi malu dibilang kampungan. Padahal dulunya juga sebelum menikah dengan ayahnya Niel, lahirnya juga di kota kecil di Sumatera Utara, terus pindah ke Medan karena kuliah. Baru menikah dengan ayahnya.

Ibunya lebih suka dipanggil Semu yang artinya ibunda dalam bahasa Mandarin yang sangat halus. Apa Niel sukarela memanggil ibunya begitu? Oh, tentu tidak!

Niel manggil Nyonya M. M dari nama ibunya, Marini.

Mamak Trio J pastilah adalah kebalikan dari Nyonya M. Niel yakin sekali. Dan Niel berkesempatan membuktikan kalau pandangannya itu memang benar pada suatu sore ketika ia mengajak Stella berbelanja susu dan popok ke kota. Setelah sebelumnya Stella mengomel dan menolak ikut serta karena pintu di kursi penumpang mobil Hillux Niel rusak dan tidak bisa dibuka dari dalam. Jadi kalau ada yang menumpang di mobil itu tidak akan bisa membuka pintu mobilnya dari dalam harus menunggu seseorang membukakannya dari luar. Niel beralasan kalau ia tak mungkin meninggalkan Jo sendirian di rumah hanya untuk memperbaiki pintu mobil karena bengkel di sini nggak sanggup memperbaikinya. Ia berjanji akan segera memperbaikinya bila ada waktu dan membeli kursi bayi agar Jo bisa duduk nyaman di mobil barulah Stella bersedia ikut serta.

Nah, di kota, sewaktu Stella menunggu Niel membuka pintu mobil, Jun datang menyapa tiba-tiba.

"Woyyy! Romantis amat nih, sampe mau buka-bukain pintu," goda Jun dengan suara khasnya, kuat, keras, dan berlogat.

Nyebelin?

Iya banget!!!

Maka dari itu Niel memberinya tatapan horor begitu Stella turun sambil menggendong Jo.

"Romantis kepalamu, Juned!" umpatnya sebal. Tapi biar sambil mengumpat, tangannya ikut sibuk membantu Stella memasang gendongan karena Stella tampaknya kesusahan.

"Cieee.... Si Muka Mesum marah..."

Damn! Sekarang Juned ikut memanggilnya Muka Mesum! Kurang ajar! Ini gara-gara Andro!

Andro tanpa sengaja membocorkan kalo Niel dijuluki Muka Mesum sewaktu sekolah dulu.

"Natalin?"

Stella membeku di tempat. Suara kuat dan keras namun tetap terdengar ramah, dan dari seluruh manusia di muka bumi, yang memiliki suara khas seperti itu adalah...siapa lagi kalau bukan...

"Tante Nella..."

Stella melirik Jun, ia menyalahkan Jun karena tidak memberitahukan dirinya kalau Jun sedang bersama ibunya.

Help me!

Jun malah senang Stella kepergok gitu sama Mamaknya. Kenapa coba?

Mamaknya pasti menyangka kalau Stella pacaran sama cowok lain. Terus berhenti menjodoh-jodohkan dirinya dengan Jun. Dirinya senang bukan main meskipun bisa saja Jackson memberi penjelasan kalau Niel bukan pacar Stella. Tapi biarin aja!

Jun tinggal meyakinkan Mamak kalau begitu. Toh emang kok, Niel memang suka sama Stella kalau nggak, ngapain dia sengaja menetap di sebelah rumah Stella. Itu hanya satu alasan, dan masih banyak beribu-ribu alasan kenapa sampai Jun yakin Niel suka Stella.

"Natalin..."

Sekarang Mamak sudah berdiri di depan Stella dan Niel. Dan Mamak baru sadar kalau ada cowok lain yang bersama Stella dan yang membuat Mamak agak-agak syok ternyata Stella menggendong bayi. Tapi Mamak nggak bertanya lebih lanjut sih, karena wajah bayi Jo kan memang ada mirip-mirip sama Niel.

"Jadi pacarmu duda ya, Nak?"

"Mak!"

"Bukan begitu, Tante."

Jun menggaruk-garuk kepalanya, nggak tahu harus ngomong apa. Niel bahkan lebih bingung karena dirinya sendiri nggak tahu siapa wanita ini.

"Ya, kalau memang Natalin jodohnya bukan Jun, ya tak masalah. Tapi kau harus tetap jadi anak Mamak. Mamak kan nggak punya anak perempuan. Harus sering datang ke rumah kalau Mamak lagi masak enak."

Duh!

Jun nyengir.

"Itu Tante, saya..."

Sekarang Mamak menatap Niel yang juga masih saja bingung.

"Mak, kenalin, ini Niel. Dan Jo..."

Belum habis kalimat Jun, Mamak sudah memotong, "Nggak masalah kalau kau pacaran sama laki yang sudah punya anak. Yang penting kau nggak merebut dia dari istrinya. Bukan kan?"

Wajah Stella pasti pucat. Tangannya langsung dingin.

Iya, dia memang pelakor. Hanya saja cowoknya bukan yang ini. Tetapi Mamak nggak tau masalah ini. Fakta bahwa Mamak nggak tau Stella pernah menjadi pelakor membuat Stella makin kikuk. Jadi ini bukan salah Mamak dong.

Jun pun menyadari situasi tak mengenakkan ini berusaha mencairkan suasana.

"Mak bukan gitu. Niel..."

Dipotong lagi.

"Iya, Nak Niel lebih ganteng sih dari Juneidi jadi ya, Juneidi kalah sama Nak Niel," tukas Mamak. Jun menepuk jidatnya sendiri. Stella sekarang malah ingin ketawa.

"Mak, bukan begitu!"

Niel terbatuk-batuk.

"Ganteng bayinya kayak bapaknya. Dulu Jun juga seganteng bapaknya tapi tambah dewasa tambah jelek dia!"

"Mak!" protes Jun. Mamak terkekeh. Suasana ini bikin Stella merasa nyaman walaupun pada awalnya dia serba kikuk

"Begini, Mak. Saya belum pernah menikah," aku Niel.

Siapa yang mengijinkan dia memanggil Mamak? pikir Jun sebal.

Sekarang Mamak menatap Niel dan bayi bergantian, agak curiga gitu. Pikiran diracuni energi negatif. Biasalah mamak-mamak, curigaan mulu bawaannya.

"Jo adalah keponakan saya, Mak," aku Niel. Hanya itu yang diakuinya sampai Stella rasanya ingin menendang kakinya supaya ia juga menjelaskan hal lainnya yaitu kalo mereka tidak pacaran. Tapi nggak dijelaskan juga nggak apa-apa. Anggap saja mereka memang pacaran. Stella merasa tidak dirugikan.

"Oh begitu. Lalu bayi ini tinggal bersamamu?"

"Iya, adikku sedang ada keperluan jadi Jo dititipkan ke saya. Untung ada Natalin yang membantu saya menjaga, Mak. Kalau tidak, saya pasti kewalahan," jawab Niel dengan wajah lurus. Dilihatnya ekspresi wajah Stella juga seperti mendukung kalimatnya dan itu malah membuat hatinya senang.

Biar saja Mamak mengira dirinya berpacaran dengan Stella. Eh, Stella heran kenapa Niel ikut-ikutan memanggilnya Natalin ya?

Sekarang Mamak tampak lebih tertarik pada bayi Jo daripada mengorek keterangan dari Niel.

"Siapa namamu, Anak Ganteng?"

"Namanya Joshua, Tante," jawab Stella. Ujung matanya masih melirik Niel seperti ingin menelan pria itu karena telah membuat kesalah pahaman ini berlanjut.

"Tapi Tante... saya dan..."

"Eh, Jun, kenapa kita nggak makan malam bersama saja bersama Mamak. Sekalian merayakan perkenalanku dengan Mamak," potong Niel cepat. Dan ini diucapkannya tanpa sekalipun melirik Stella.

"Ah, nggak usah, Nak. Mamak masak tadi. Si Junior pengen makan semur jengkol," tolak Mamak.

"Oh..."

"Tapi jika kau nggak keberatan makan di rumah kami, silakan datang bersama Natalin dan Jo," lanjut Mamak.

"Eh?"

Niel merasa Mamak Trio J pastilah orang yang bisa menerima kehadiran orang luar, terbukti kalau ia bersedia mengundang Niel yang baru saja dikenalnya ke rumahnya. Apalagi kalau boleh dikatakan ia merebut calon menantunya.

"Yep, kalau kau tidak keberatan dengan semur jengkol campur keju!" celetuk Jun jail.

"Apa?!"

"Ah, tidak! Mak, tadi Jackson nggak ikut membantu Mak masak kan?" tanya Jun setengah berbisik. Mamak nyengir memamerkan giginya yang mirip gigi Jun dan Jun sudah tahu apa jawabannya tanpa perlu Mamaknya menjawab.

♥ Romeo Pinjaman ♥

Sesungguhnya...

Dari lubuk hati yang terdalam...
Semur jengkol rasa keju juga nggak seburuk itu.

Rumah keluarga Trio J tergolong rumah sederhana. Satu tingkat. Tiga kamar. Ruang keluarga bersambung dengan dengan ruang makan. Mamak punya dapur kotor di belakang yang masih memakai kayu bakar meskipun memiliki kompor gas.

Suasana makan malam, ributnya ampun!

Trio J saling rebut makanan. Rasanya segentong nasi pun nggak akan bisa mengenyangkan Trio J. Jackson masih saja sibuk dengan bubuk keju. Junior bilang bubuk kejunya sudah dibuang Jun karena saking sebalnya dengan masakan berbau keju. Mamak melerai ketiganya meski Jackson sepertinya nggak akan bisa tenang sebelum yakin masakan Mamak memang sudah diberi keju.

Niel dengan sopannya membantu Mamak menghidangkan makanan ketika Stella menawarkan bantuan kepada Mamak. Ia dengan manisnya berkata, "Biar aku saja. Kau duduk saja bersama Jo."

Ah, manisnya...

Ah, tapi itu kan hanya cari muka!

Bukan itu saja. Niel juga menawarkan agar Jo ditidurkan saja di kereta bayi selama makan malam agar Stella bisa makan dengan tenang. Stella sempat melihat Jun mengedipkan sebelah matanya. Entah apa maksudnya. Dia bertanya pada Niel sebelum berangkat tadi mengapa Niel bersikap seolah Stella adalah pacarnya di depan Mamak. Dan tahu nggak jawaban Niel apa?

Memangnya kamu mau terus-menerus dijodohkan dengan anaknya karena saking ngebetnya Mamak bermantukan kamu.

Hedeh!

Sebenarnya Stella ogah duduk deket-deket Niel. Takut terbakar dengan sikapnya yang tiba-tiba manis kayak cotton candy hingga terus-terusan menganggap Niel pacarnya. Tapi pengaturan tempat duduk sudah diatur Mamak bahkan Mamak menendang kaki Jackson yang berusaha duduk di samping Stella sampai Jackson nyeletuk dengan gaya khasnya.

"Whatsupp Mom?"

"Mom kepalamu? Mamak. Mentiko kali kau!" teriak Jun.

Mamak duduk di kepala meja selama makan malam, Jun ada di sisi kanannya dengan Jackson, dan Junior sementara Niel dan Stella duduk di hadapan Jun.

Mamak dengan sopan santunnya sebagai tuan rumah mengambilkan hidangan dengan porsi besar untuk Niel sampai Niel merasa tak enak.

Tapi sewaktu menyendokkan nasi beserta semur jengkol, ia curiga dengan tatapan mata Jun dan Junior namun demi kesopanan ia tetap melanjutkannya.

Glek!

Rasa semurnya sedikit aneh. Asin-asin enek gitu.

Melihat ekspresi wajah Niel, meledak tawa Jun.

"Rasanya... aneh ya?"

Junior ngikik.

"Jackson suka berekperimen dengan keju," bisik Stella sambil nyengir.

Bicara sedekat itu membuat kepala Niel kayak diserang migrain. Bukannya nggak suka, hanya saja ia merasa dadanya diserang topan badai. Niel berusaha menggerakkan kakinya yang tiba-tiba merasa kaku yang sialnya tanpa sengaja menendang kaki Stella hingga membuat cewek itu mendelik.

Niel menatapnya.

Sering-sering saja berbisik.

"Maaf kalau rasanya aneh, Nak. Tapi kami sudah biasa dengan rasa seperti itu. Tadi Mamak nggak tahu kalau akan mengundang kau dan Natalin ke sini jadi Jackson sudah terlanjur memasukkan bubuk keju," tukas Mamak dengaan rasa menyesal. Niel merasa tak enak dengan rasa penyesalan Mamak ini.

"Tidak apa, Mak. Bukan masalah besar. Kalau Natalin bisa makan semur rasa keju, saya harus menyesuaikan diri. Ya kan, Nata?" tanya Niel dengan suara rendah. Matanya menggoda. Banget. Kakinya sampai kesemutan. Pengen balas nendang kaki Niel sih, tapi nggak mampu saking lemahnya pertahanannya.

"Kalau nggak suka, nggak dimakan juga nggak apa-apa. Biar Kak Stella saja yang makan," celetuk Jackson sambil mengejek tentu saja.

"Nata paling suka makan tomyam masakanku, iya kan?"

Eh, lagi-lagi suara Niel menggoda gitu.

"Tomyam?"

Trio J sudah sakaw masakan Thailand itu gara-gara Niel.

"Mak, belajar masak tomyam lah," rengek Jackson. Dirinya merasa malu harus ngemis-ngemis ke Niel. Apalagi Niel masih dianggapnya saingannya dalam mendapatkan hati Stella.

"Tomyam? Nak Niel bisa masak? Wah, Natalin, dikau sangat beruntung," puji Mamak. Wajah Niel tampak berseri, kebalikan dari ekspresi wajah Jackson yang bagai ditendang kuda.

"Apanya yang beruntung? Masakannya juga nggak enak kalau nggak ditaburi keju bubuk!" gerutunya.

Niel menyeringai tajam ke arah Jackson. Kalau saja Mamak nggak berada di antara mereka, calon dokter gigi itu pasti sudah dicekiknya sampai mati.

"Iya Mak, kan nggak semua rumah tangga harus istri yang bisa masak."

Natalin syok dengarnya. Jun cengo. Terdengar bunyi kerontang karena Junior menjatuhkan sendok sup ke dalam mangkok.

Rumah tangga? Istri?

Makin aneh saja pembicaraan ini, pikir Stella.

Dia berniat buka mulut tapi...

"Mak, ada tape ketan kan, Mak? Aku ambil buat penutup ya, Mak," tukas Jun cepat.

Bagus! pikir Niel.

Sekarang dia punya komplotan. Jun pasti berada di pihaknya ketimbang membela sahabatnya sendiri. Padahal Jun hanya kuatir Mamak terus berharap pada hubungannya dengan Stella. Paling tidak Niel mengalihkan perhatian Mamak kalau hubungan Jun dan Stella itu adalah nol persen.

Niel menyatukan tangannya di depan bibirnya dan menyembunyikan senyum sementara ia tahu kalau Stella yang duduk di sampingnya sedang kesal dongkol setengah mati.

Jun menghilang ke dapur. Stella ingin ikut pergi ke dapur agar dapat bicara dengan Jun namun dicegah oleh Niel. Tangan Niel menahan lengannya.

Apaan sih ini?

Niel tersenyum jail.

Duduk saja. Nggak ada ruginya kalau kau jadi pacarku.

Stella menatapnya dengan tatapan membunuh tapi tak bisa menakuti Niel. Apa sih yang menakutkan bagi cowok itu?

"Laki yang bisa masak sangat jarang. Kau mengingatkanku pada bapaknya anak-anak," kilah Mamak dengan mata menerawang. Niel menatap Mamak. Lalu pandangannya terarah lurus di belakang Mamak di mana tergantung foto mendiang bapaknya Trio J.

"Sudah berapa lama Bapak meninggal, Mak?" tanya Niel dengan nada suara yang berbeda. Suara yang menunjukkan kalau ia bukan hanya sekedar basa-basi tapi benar-benar perhatian.

Mamak menghela nafas.

"Waktu Jun masih SMU," jawabnya.

Niel masih menatap foto lama itu, yang kertasnya sudah menguning. Foto itu berlatar belakang gunung Sinabung, Bapak berdiri bersama Mamak di tengah kebun jeruk yang buahnya sudah setengah matang. Bapak tertawa, benar-benar bahagia. Tangan kanannya memeluk pinggang Mamak.

Dan tawanya lebih mirip Jackson daripada Jun. Jun dan Junior lebih mirip Mamak.

"Ini salah Mamak sampai tidak tahu Bapak tidak sehat. Ia menyembunyikan sakitnya dari kami semua," tukas Mamak dengan rasa penyesalan.

Dari perkataan dan raut wajahnya, Niel tahu betapa Mamak mencintai suaminya yang sudah tiada itu. Tidak seperti orang tuanya, ibunya, Nyonya M, awalnya cinta pada suaminya. Iyalah, siapa yang nggak jatuh cinta sama Bandot Tua itu. Sekarang, Nyonya M bahkan nggak mau mendengar nama ayahnya disebut di depannya. Pokoknya tidak boleh membicarakannya.

"Mamak teringat Bapak lagi ya? Terus menyalahkan diri sendiri," tukas Jun muncul dengan tray berisi beberapa mangkuk tape ketan. Mangkuk pertama ia letakkan di depan Mamak. Kedua diletakkan di depan Stella. Stella menggumamkan terima kasih yang tak terdengar.

"Mamak nggak boleh menyalahkan diri setiap teringat Bapak. Bapak juga nggak menyalahkan siapa pun. Ia tidak ingin kita sedih. Karena itu ia menyimpan rasa sakitnya," tukas Jun sambil menyerahkan gelas kepada Niel.

"Memangnya Bapak sakit apa, Jun?" tanya Niel.

"Sakit jantung," jawab Jun.

"Bapak meninggal waktu tidur, nggak ada yang tahu, Bang Niel," tambah Junior.

Mamak menghapus air matanya yang tiba-tiba saja mengalir. Ia tidak ingin para tamunya tahu kalau ia menangis teringat suaminya.

Niel tak tahu harus mengucapkan apa, hanya ia menyentuh tangan Mamak yang berada di atas meja dan menepuk-nepuknya dengan lembut. Ia tidak tahu bagaimana adat Batak, apakah sopan jika menyentuh tangan orang yang lebih tua tapi ia merasa nyaman melakukannya. Dan dilihatnya Mamak juga tersenyum padanya.

Dan ketika ia melirik Trio J, tahulah ia kalau ia melakukan hal yang benar karena ketiga laki-laki dalam keluarga itu menatapnya seolah sedang mengucapkan terima kasih tanpa kata-kata padanya. Tahulah ia kalau ia telah dianggap teman oleh mereka. Dan ia merasa sangat senang karena telah menerima undangan makan malam dengan disuguhi semur jengkol rasa keju.

♥ Romeo Pinjaman ♥

Hujan...

Niel melihat ke arah luar rumahnya, dari ruang tamu suara tetes air membasahi bumi Berastagi terdengar makin lama makin deras. Sementara... ehem... Stella belum pulang dari hotel.

Jujur ia agak kuatir, apalagi mendengar petir bersahut-sahutan. Dikeluarkannya ponselnya dan mencari kontak, Jun.

Niel : Jun, bisa anter Stella pulang nggak? Kebetulan adikmu si dokter gigi gila itu ada di sini.

Tak lama kemudian dibalas oleh Jun.

Jun : Kenapa nggak kau sendiri yang jemput? Kuatir kan? :p

Sotoy!!!

Niel kesal dengan emoji yang dikirim oleh Jun.

Niel : Nggak kasihan apa sama Natalin kalo ujan-ujanan?

Tahu nggak apa jawaban Jun.

Jun : Nggak!!!

Niel : Hei Jing! Anter nggak?

Jun : Nggak!!! Kau datang saja ke hotel sekalian turunkan adikku di hotel. Lebih gampang. Jangan lupa bawa payung.

Niel memandangi iphonenya. Mengetuk-ngetuk jarinya ke atas meja, lalu menatap Jackson yang membaca buku pertanian milik Niel tentang tanaman strawberi. Jackson menanyakan sesuatu padanya tapi tak dijawab karena suara Jackson dikalahkan oleh suara hujan.

Kuatir kan?

Wajah Jun yang mengejek dirinya terbayang di matanya.

Brengsek!

Bayangan sosok Stella yang basah kuyup sekarang mengganggunya.

Ia baru mau bangkit ketika terdengar suara chat WA yang masuk. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya seketika membaca nama kontak.

Susan?

Apa ia belum menghapus kontak Susan, ya?

Matanya membaca isi chat. And beidewei.... pesan status di WA Susan adalah hati yang terbelah tapi fotonya tetap foto dirinya dengan pacarnya yang buruk rupa. Well, apa maksudnya ini?

Susan : Hai, Ko! Apa kabar?

Basa-basi.

Terlanjur chatnya tertanda read.

Niel : Baik. Kau sendiri? Lagi nggak sibuk ya?

Tak sampai satu menit ada balasan.

Susan : Lagi ada di Medan. Koko ada di Medan? Ketemuan yuk?

Niel : Nggak di Medan, Say. (Say? Duh, Niel menghapusnya lagi).

Jadinya : Nggak di Medan.

Susan : Tapi posisi bendera Koko di Indonesia.

Niel : Iya, di Indonesia tapi nggak di Medan. Di Berastagi.

Susan : Oh, lagi ngurus farm ya?

Niel tersenyum.

Nah, sekarang kau harus tahu kalau aku juga fokus dengan masa depanku.

Niel : Iya. Sekarang ngurus sendiri.

Susan : Aku boleh datang berkunjung kan?

Sure. Datang saja. Lihat saja kalau aku juga bisa mengerjakan bisnisku dengan baik. Aku juga punya pacar.

Niel : Datang saja. Aku kirim petanya.

"Peri Gigi, mau jemput Kak Stella nggak? Hujannya deras banget!" teriak Jackson berusaha mengalahkan suara hujan di atas seng.

Ah, Natalin!

Niel harus jemput cewek itu.

"Kasihan Kak Stella kalau ujan-ujanan. Kalau mau jemput, aku ikut. Biar kugendong Jo. Nanti aku ikut mobil Bang Jun pulang," tukas Jackson.

Niel bangkit, meskipun dia nggak rela juga kalau chatnya dengan sang mantan terputus sampai di situ. Beberapa bulan sebelumnya, chat dari Susan yang memang ditunggunya tapi yang ditunggu nggak pernah ada.

"Aku bawa payung, nih!"

Niel menyambar kunci dan memasukkan iphonenya ke dalam saku. Tak lupa ia menyambar jaket biru berlogo klub sepak bola Chelsea. Temperatur di Berastagi ini bisa menjadi sangat dingin bila hujan begini.

"Bang Peri, sudah perbaiki pintu mobilnya?" tanya Jackson.

Niel menggeleng lemah.

Alamat basah kuyup ini.

♥ Romeo Pinjaman ♥

Stella cukup syok melihat mobil Hillux itu telah terparkir di depan hotel begitu ia keluar bersama Jun. Jun malah cengengesan. Si Muka Mesum keluar dari mobil dengan payung besar berwarna hitam. Stella merasa tersanjung.

Sumpah beneran tersanjung. Meskipun ia berusaha menolak perasaannya dengan berusaha meyakinkan dirinya kalo kebaikan Niel itu mungkin karena dipaksa Jackson.

"Kalau kau mau bengong terus sambil nunggu hujannya berhenti, aku akan basah kuyup," tukas Niel tajam.

Eng..

Stella makin besar kepala ketika tiba-tiba melepaskan jaket parasut berlogo Chelsea yang sebelumnya dipakainya lalu menyerahkannya kepada cewek itu. Tangan Stella yang kedinginan secara kebetulan bersentuhan dengan tangan Niel jadinya ia seperti kebakaran sampai pipinya panas.

"Cuit! Cuit! Kenapa nggak sekalian dipakein? Lebih kayak di film-film gitu. Iya kan Dek?"

"Diam!"

Niel dan Stella memakinya dalam waktu bersamaan malah membuat Jun makin senang. Sementara Stella yang sudah memakai jaket Niel merasa kalo dirinya sedang dipeluk cowok kekar itu. Gimana nggak?

Jaket itu bau khas Niel. Karena sering dipake Niel pergi ke tanah pertanian, ada bau daun bercampur dengan aroma khas pria itu.

"Ehem! Niel basah lho. Kena hujan," sindir Jun yang nggak bisa menyembunyikan senyum jailnya. Stella memandangnya sebal.

Tendang dia, Niel.

"Kami jalan dulu, Juned. Nanti adikmu aku antar ke mobilmu," pesan Niel sambil berbalik dan berjalan bersisian dengan Stella melewati hujan. Rasanya payung hitam itu terlalu kecil untuk mereka berdua. Bahu Stella harus beradu dengan lengan kiri Niel yang memegang payung.

Kenapa juga Niel bawa payungnya hanya satu? Menyebalkan sekali!

Meskipun berada di luar ruangan yang dingin, Stella merasa nafasnya sesak. Kurang oksigen. Dan panas. Tahu gitu dia tidak usah memakai jaketnya Niel, belum lagi aroma maskulinnya yang menggoda.

Niel mengantar Stella ke kursi penumpang di mana Jackson menunggu bersama Jo. Niel membuka pintu mobil lalu Jackson turun sementara Jo ditidurkan di kursi. Niel mengingatkan dirinya sendiri untuk segera membeli kursi bayi. Jika ia tidak sempat ke Medan, ia bisa menitipkannya kepada Andro.

Stella lalu duduk di kursi yang ditinggalkan oleh Jackson dan Niel kembali mengantarkan Jackson ke mobil Jun. Kebetulan mobil Jun diparkir di parkiran yang dekat dengan pintu masuk kantor jadi Jun bisa langsung lari menuju mobil.

Heran juga cara pikir Jun. Padahal dia bisa kan bawa mobilnya mengantar Stella menuju mobil Niel. Dasar Abang Batak ini memang nggak pernah mau ngebantu Niel! Maunya Niel susah terus!

Jackson masuk ke mobil Xenia warna silver milik Jun, sebelum Jackson menutup pintu mobil, Jun berteriak, mengalahkan suara hujan yang cukup deras, "Besok kami libur. Kita jalan-jalan, ya. Bawa Stella!"

Kenapa aku harus mendengarmu?

Niel membanting pintu mobil Jun lalu dengan langkah lebar hingga sepatu conversenya basah berjalan menuju mobilnya. Dan di mobil ia masih harus mendengar omelan cewek yang tak tahu terima kasih itu.

"Kapan kau baru akan memperbaiki pintu mobilmu?"

Niel mengacak-acak rambutnya yang basah karena dengan demikian ia bisa sedikit mengalihkan keinginannya untuk mencium bibir wanita itu.

♥ Romeo Pinjaman ♥


Sok (Bahasa gaul Sumatera Utara)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top