♥ 2. Tidak Asiknya Jalan-jalan Sendirian Itu Adalah Karena .......♥
* Isilah titik-titik di kolom komentar setelah membaca part ini.
"Do you need my help, Miss?"
Niel menggertakkan giginya menyaksikan seorang pria asli penduduk Thailand mendekati cewek yang baru melepaskan gaun hijau dan kini hanya mengenakan bikini putih yang diincarnya itu. Si cewek kelihatan agak terkejut ditanya dengan pertanyaan provokatif seperti itu. Sementara pria asal Thailand itu tersenyum sambil memamerkan giginya yang kotor seperti nggak pernah menyikat giginya.
"Thank you. But I don't think I need any help from you, Sir," jawab si cewek itu lugas. Kemudian ia mengacuhkan sang pria. Pria itu nekad duduk di sampingnya, berhimpitan dengannya sampai si cewek bergeser agar tubuhnya tak sampai bersentuhan dengan kulit lengket pria itu. Bahkan ketika pria itu bernapas, ia dapat mengenali aroma alkohol dari mulutnya.
Kalau aku pergi, itu tandanya aku takut. Brengsek ini akan makin jadi.
"Can u leave me alone, Sir?"
Sang pria tertawa dan tawanya cukup membuat merinding.
"I can help to burn you!"
"Hay pi! Ba!"
Pria bergigi jelek itu menoleh ke arah Niel. Niel menatapnya dengan tatapan tajam.
"Khun pen khir?Yungheying!"
Niel melirik cewek yang berusaha untuk tetap berani tapi Niel tahu kalau cewek itu takut. Siapa juga tidak takut diganggu oleh penduduk lokal dengan wajah berangasan, berkulit gelap dengan gigi sewarna dengan tapak kakinya.
"Chan pen sami khxng thex! Hay pi kxn thi chan ca kheaa fan khxng khu!" " jawab Niel dingin.
Pergilah.
Niel memasang wajah geram dan terlihat tidak sabar. Ia sering melakukan tindakan seperti ini seperti waktu Susan atau Dahayu diganggu laki-laki hidung belang.
Niel menyatukan kedua jemarinya dan menggerak-gerakkannya hingga menimbulkan bunyi tulang-tulangnya seolah itu bisa menghajar pria itu dan meremukkan badannya dalam satu kali hantaman. Dilihatnya pria itu tampak berpikir, keningnya berkerut dan ia tampak gentar, mungkin karena gerakan Niel.
Beberapa detik kemudian, pria itu berdiri dan segera meninggalkan cewek itu tanpa menoleh lagi. Kepalanya tertunduk ketika ia melewati Niel. Niel tersenyum penuh kemenangan walau dalam hati ia was-was apakah pria itu akan kembali dengan membawa teman-temannya yang sama telernya dengan dirinya.
Tapi ia secepatnya melupakan hal itu. Kalau pun pria itu akan datang kembali, ia masih bisa menangani dua atau tiga orang. Apalagi ia cuma seorang pemabuk.
"Are you okay?" tanya Niel pada cewek yang masih menatap ke arah perginya pria pemabuk yang bahkan punggungnya sudah tak kelihatan lagi. Si cewek mengangguk lalu mengalihkan tatapannya kepada Niel.
"Thank you."
Saking takutnya pada pengganggu yang tadi, ia baru menyadari kalau orang yang menolongnya mengusir pemabuk adalah penumpang kapal yang sama dengannya yang mengingatkannya agar ia duduk diam. Pria itu ditaksirnya berusia di atas tiga puluh tahun.
Pria dengan mata sipit dan tajam itu mengawasinya, rambutnya yang gondrong tertiup angin, sosoknya begitu kokoh dan seksi dengan balutan baju kemeja pantai dan celana selutut, bahkan ia tak mengenakan alas kaki.
"May I sit with you. I'm worry if that guy...."
Niel memberi kode dengan matanya dan langsung mengangguk. Tanpa canggung Niel duduk di atas pasir, ia tak peduli pasir basah itu akan mengotori celana dan pakaiannya, toh ia sudah basah ketika turun dari kapal menuju pantai dengan terburu-buru tadi ketika melihat cewek ini.
mengambil kembali sunblocknya tapi sebelum ia sempat membuka penutupnya, Niel bertanya, "May I?"
Stella menatapnya dengan galak.
"Don't you ever ask!"
Niel tertawa terbahak-bahak.
Sepanjang siang itu, Niel menemani di Maya Beach. Berbincang dengannya (tentu dalam bahasa Inggris), Niel baru tahu kalau berasal dari Indonesia tapi ia sendiri tidak juga mengaku kalau ia pemegang paspor hijau. Ia merencanakan akan mengajak makan malam dan barulah ia mengaku kalau ia juga orang Indonesia.
Bukankah itu akan menjadi kejutan buat cewek itu?
Niel membantu mengambil foto ketika gadis itu berenang. Dan catat kalau cewek itu bisa berenang tanpa pelampung. Dan berbeda dengan para cewek yang biasanya hanya sekedar memamerkan bikini dan bergaya di pantai, cewek yang ini tahu bagaimana menikmati air laut. Ia bahkan nggak sibuk lagi dengan kameranya ketika berada di dalam air.
"Thanks for that. I will give you tips."
"But you can't pay me, Miss," jawab Niel nakal sambil menatap ke dalam manik mata cewek itu. pura-pura tak mendengar saking malunya. Ia sadar pipinya memanas dan ia menyalahkan sinar matahari yang membakar kulitnya dan sunblock sama sekali tak bekerja secara efektif.
Stella menduga kalo cowok itu sudah sangat mengenal daerah Phuket. Selain ia bisa bahasa Thailand, ia bahkan kenal dengan para penyewa jasa para layang. Beberapa dari mereka bergurau dengan bahasa Thai dan dibalas oleh Niel dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ketika mereka harus kembali ke kapal pesiar, Stella dengan sedikit berat berkata, "Thank you and good bye."
"Wait a moment, please."
Ini dia, pikir .
Mereka akan bertemu lagi. Keduanya berada di kapal yang sama. Tak ada alasan untuk berpisah sekarang. Tidak secepat ini.
Stella menggigit bibirnya lalu membalikkan badannya.
"Yes?"
Cowok dengan gigi rapi itu memamerkan senyum mautnya.
Sekali saja dalam hidupmu, gone with the wind.
"7 PM. See yaa at ballroom," jawab . Cowok itu juga tak bisa menyembunyikan ekspresi senangnya seolah ia menang di kasino.
"See you, Beautiful," desah Niel dengan nada rendah. meleleh ketika pintu lift tertutup. Ia bahkan tidak bertanya nama cowok itu tapi ia yakin dua jam lagi ia akan bertemu dengannya lagi.
Beautiful.
Sumpah! Stella belum siap. Dia belum siap untuk pria yang baru. Apalagi dengan pria yang baru saja dikenalnya. Yang nama lengkapnya saja dia nggak tau.
Tetapi pria itu sama sekali nggak memberi kesempatan dirinya untuk berpikir. Pria itu sudah menghilang di balik keramaian penumpang kapal pesiar bahkan sebelum ia menjawab.
Kurang ajar!
Dia tidak memberi tahu namanya. Dan Stella dia baru ingat kalo ia juga punya janji dengan pasangan suami istri penumpang kapal yang sama-sama berasal dari Indonesia.
Bukankah itu sangat arogan? Dia bahkan tidak menunggu wanita yang diajaknya makan malam untuk berkata ya atau tidak.
Ish!
Mendadak Stella sebel padanya.
Setengah dirinya berharap mereka tidak bertemu. Sebagian lainnya menghianati keinginan pertama agar mereka bisa bertemu, lalu ia akan sibuk mencari alasan gimana membatalkan acara makan malamnya dengan pasangan suami istri itu.
♥ Romeo Pinjaman ♥
Stella mematut dirinya di depan cermin yang berada di samping kamar mandi. Ia baru saja selesai mandi dan mengenakan gaun kuning cerah untuk acara makan malam dengan Leon dan Dara.
Harusnya dia mencari alasan untuk membatalkan janji makan malam mereka tapi lucunya tidak ia lakukan. Sekalipun nanti dia bertemu dengan cowok berwajah unik itu di ballroom, ia akan menolak saat itu juga. Biar dia tau sudah menjadi kewajibannya kalo dia harus menunggu wanita yang diajaknya makan malam menjawab atau menolak ajakannya.
Jangan kira dengan wajah tampannya itu maka semua wanita tidak akan menolak ajakan makan malamnya.
Huh!
Stella akan memberikan pelajaran padanya. Ia rela memilih makan malam dengan Leon dan Dara untuk menyaksikan wajah kecewa pria tampan itu.
Toh makan malam dengan pasangan itu akan menyenangkan kok. Stella yakin. Ia memang baru berkenalan dengan keduanya saat berada di lift yang sama dan kebetulan berhenti di lantai yang sama.
"Same floor," kata Leon waktu itu yang berbaik hati memencet tombol lift.
"Thank you," tukas waktu itu. Dan si istri, Dara juga tersenyum ramah padanya.
Dara adalah gambaran wanita keibuaan dan lembut, usianya kira-kira tiga puluh tahun. baru tahu keduanya berasal dari Indonesia ketika Leon berbicara dalam bahasa Indonesia pada istrinya dan bertanya apakah ia sudah menghubungi Anggraini, putri mereka.
"Are you from Indonesia?" tanya , merasa senang karena bertemu dengan orang sebangsa setanah air di kapal ini.
"Ya. Kau juga?"
Stella langsung menyukai Dara yang memiliki kepribadian ramah. Setiap orang yang bicara dengannya pasti merasa nyaman. Dan cewek itu akhirnya mengetahui kalau Dara adalah seorang janda sebelum menikah dengan Leon beberapa bulan lalu. Dari pengamatannya , ia menilai kalau Leon memang sangat mencintai istrinya itu. Kelihatan dari tatapannya yang selalu tertuju pada Dara dan gerak-geriknya yang selalu memperhatikan istrinya.
Stella iri sih pada Dara. Mengingat hubungannya dengan pria belum ada yang berhasil.
Apa dirinya begitu putus asa ingin dicintai?
Tentu sajalah... wanita mana yang tak ingin dicintai?
Tit tit.
Notifikasi chat WA.
Dara : Malam . Kami sudah ada di ballroom. Segera menyusul ya.
Stella : Oke.
Gara-gara keasikan melamun, hampir melupakan janji makan malamnya dengan Dara dan Leon. Segera ia memoles lipstik warna pink lalu menyambar tas dan mengenakan sandal talinya lalu buru-buru keluar dari kamarnya untuk menemui Dara dan suaminya.
Stella berjalan tergesa-gesa keluar dari kamar menuju ballroom tempat makan malam para penumpang kapal pesiar. Ia melewati counter tas bermerk dan berjanji pada diri sendiri kalo ia akan kembali untuk membeli tas yang ditaksirnya.
Stella mempercepat langkahnya menuju meja yang dimaksud Dara yang berada di samping ia melihat sosok Dara duduk bersama Leon. Dara melihat kedatangannya, langsung berdiri dan tersenyum. baru menyadari kalau ada orang lain bersama Dara dan Leon.
Seorang pria yang duduk membelakanginya.
Mengapa siluetnya tampak familiar?
"Kau datang juga akhirnya," tukas Dara sambil tersenyum ramah. Senyum wanita ini selalu menyejukkan.
"Malam Stella," sapa Leon.
Pria itu berdiri kemudian menoleh ke arah . Dan Stella langsung meleleh menatap mata tajam itu.
"Kami mengundang Nathaniel, kuharap kau tidak keberatan. Kita semua sama-sama berasal dari Indonesia. Niel, kenalkan, ini Stella."
Nathaniel memamerkan senyum mautnya dan membuat ingin meninju giginya yang terlalu rapi itu. Pria itu masih bisa mengulurkan tangannya ingin menjabat tangan tapi diabaikan oleh . Cewek itu merasa telah dibohongi oleh Niel.
"Ehem!" Leon terbatuk dan Stella dengan terpaksa menyambut tangan Nathaniel dan menjabatnya dengan erat. Ia berharap seandainya ia bisa meremukkan tangan pria itu.
"Nathaniel Ardiansyah Utama," tukasnya.
"Stella Natalin."
"Nama kita hampir sama," komentar Niel.
"Ya. Baru kusadari."
Stella menarik nafas sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Dan aku juga baru sadar kalau kau bisa berbahasa Indonesia!" sindirnya tajam hingga membuat Niel dan Leon melotot. Dara sendiri berusaha mencairkan suasana dengan mempersilahkan Stella dan Niel duduk.
"Kalian pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Dara agak curiga karena bahasa tubuh keduanya.
Niel menyeringai.
Tak sopan benar menyeringai di saat seperti ini, pikir Stella tajam.
"Sudah jelas jawabannya, Dara. Buat apa bertanya. Hm..."
Leon geleng-geleng kepala.
"Iya juga sih. Sudah beberapa kali kami mengajak Niel makan malam bersama selalu ditolak. Aku sempat heran kenapa Niel malam ini muncul dengan rapi seperti itu."
Mimik Dara sengaja dibuat polos.
"Niel pasti punya firasat bakal bertemu dengan wanita cantik. Sudahlah Dara... Kurasa kita lebih baik kembali ke meja masing-masing," tukas Leon. Stella jadi merasa tak enak, melirik Niel.
Say something.
"Iya, karena malam ini aku punya kencan dengan wanita cantik, kurasa kita pisah meja saja," tukas Niel seenaknya.
"Oh, sopan sekali dirimu!" raung Leon sebal. Dari wajahnya rasanya ia ingin meremukkan gigi Niel. Tapi tentunya tidak serius karena ia tertawa kemudian.
"Yuk Dara, kita pisah meja saja. Kita juga lagi nggak mau diganggu," ejek Leon sambil membantu Dara berdiri.
"Ah ya. Maaf juga meja kami sudah diganti jadi duduknya cuma di sebelah saja," tambahnya.
Niel mengibaskan tangannya dengan acuh seolah tidak sabar mendengar ejekan Leon.
"Teriak saja kalau dia macam-macam Stella. Kita sama-sama orang Medan!" seru Dara. Stella tersenyum. Dan baru kali ini Niel melihatnya tersenyum hangat begitu. Stella lebih banyak memasang wajah serius dan jarang tersenyum, bukan pribadi yang ramah.
"Aku bukan cowok yang begitu!" raung Niel sebal. Leon terkekeh. Dirinya dan Niel nggak jauh beda.
"Duduklah, Nata. Sampai kapan kau akan terus mendengar mereka mengejekku?"
"Aku tidak..."
Niel mengitari meja lalu menggeser kursi di belakang Stella.
"Please Mam!"
Stella berharap kalau cowok itu tidak perlu berlaku gentle seperti itu. Swear! Biasa saja sudah membuatnya meleleh. Jangan ditambah lagi! Terus kalau yang lebih tinggi satu tingkat dari meleleh, apalagi namanya itu?
Dan Stella bisa melihat kalau Dara sengaja menendang kaki suaminya dan berkata dengan keras, "Kau tidak pernah berlaku manis seperti itu."
Leon terkekeh lalu melirik Niel dan menyindir, "Lihat sekarang, aku kau kalahkan di mata istriku."
Dengan ekor matanya yang sadis, Niel melirik Leon.
"Diam dan nikmati makan malammu, ok?"
Dara menjentikkan tangannya di depan wajah suaminya.
"Sudahlah.... jangan mengganggunya lagi."
"Dengarkan istrimu, Bro! Kasihanilah aku yang masih single ini," tukas Niel pura-pura memelas. Dara dan Leon terbahak. Dara lalu berbisik ke telinga Leon.
"Kuharap ini akan berhasil."
Leon mengiyakan. Dan ia pun tidak mengganggu Niel dan Stella yang memesan menu makan malam pada pelayan.
Kalau dipikir, malam itu akan berakhir setelah makan malam, maka itu anggapan yang salah. Karena Niel tidak akan membiarkan malam indah itu akan berakhir terlalu cepat. Niel awalnya memang nggak ingat kalo dia ada janji makan malam dengan Leon dan istrinya. Dia terlanjur mengajak Stella makan malam. Lalu dengan sopan ia ingin mengabarkan kepada Leon kalo mreka tidak jadi makan malam sewaktu mereka di ballroom dan berharap Leon mengerti lalu mengganti pertemuan mereka di malam yang lain. Tetapi sebelum ia sempat bicara, Leon menunjuk seorang cewek bergaun kuning yang baru saja masuk ke ruangan besar itu. Dan barulah ia tau kalo Leon dan istrinya Dara sengaja mempertemukan dirinya dengan seseorang dan orang itu adalah Stella.
Leon memang kenal Niel sebelumnya sebab mereka pernah menjadi senior dan junior di sekolah menengah atas. Tapi Leon bukan type cowok yang suka mencampuri urusan orang lain. Ia pasti dengan sengaja mengenalkan keduanya karena alasan mereka sama-sama berasal dari Indonesia.
"Ayo kita jalan-jalan dulu di sekitar kolam renang sebelum aku mengantarmu kembali ke kamarmu."
Oh ya, bagi Stella kalimat Niel itu bukan permintaan tetapi lebih merupakan perintah. Niel ingin Stella mengikutinya sebab sebelum Stella mengatakan iya atau tidak, Niel sudah menarik tangannya.
Angin laut malam itu seolah bersekongkol dengan Niel sebab ia terlalu nakal menerbangkan gaun yang berbahan ringan yang dikenakan Stella. Stella berjalan tidak nyaman berusaha menangkap ujung gaunnya yang diterbangkan angin meskipun Niel berjalan cukup santai.
"Kau tidak marah karena tidak jujur padamu soal aku juga berasal dari Indonesia?" tanya Niel.
Stella mengerucutkan bibirnya.
"Ya. Harusnya marah," balasnya ketus.
Akan ada tetapi.
Niel berbalik memandang lurus pada Stella yang jalannya selalu tertinggal. Ia sedang menunggu kelanjutan kalimat cewek itu.
"Aku tidak bisa marah karena kau sudah membantuku mengusir pria lokal itu tadi siang. Anggap saja ini sebagai balas budi," tukas Stella. Niel tertawa memamerkan barisan giginya yang rapi.
"Itu terlalu murah kalau sebagai balas budi," balasnya mengejek.
Ahk, tapi nadanya terlalu provokatif.
Lancang!
Stella menyembunyikan rasa gugupnya dengan pura-pura menyelipkan rambutnya yang berantakan di telinga padahal ia tau nggak ada gunanya. Angin nakal tetap akan membuatnya kembali berantakan.
Niel maju selangkah, Stella ikut mundur. Niel memajukan wajahnya, kini bibirnya dekat dengan telinga Stella.
"Bukankah tadi sudah kukatakan, you can't pay me, Miss," bisiknya lembut. Lagi-lagi provokatif.
Stella berusaha berani, dengan sisa-sisa kekuatannya ia akan melawan jika cowok ini berani macam-macam.
"Kalau kau menginginkan yang aneh-aneh, silakan jauh-jauh. Aku sedang tak ingin terlibat dengan masalah apa pun. Selamat malam!"
Stella membalikkan badannya. Ia harus kabur. Secepatnya. Kakinya melangkah dengan cepat tetapi .....
Tangan kokoh Niel menangkap lengannya.
"Dengarkan aku!"
Stella berusaha menepis tangan Niel tapi sia-sia. Kebetulan di tempat itu sedang tidak ada tamu atau kru kapal.
Gawat, pikir Stella. Kalau dia macam-macam, abis deh!
"Aku tau kau tidak ingin terlibat dengan masalah apa pun. Satu saja, kita jadi teman perjalanan selama dua hari ini, bagaimana?"
Stella terdiam. Menatap mata tajam segaris itu.
Bagaimana?
"Please, hanya teman liburan."
♥ Romeo Pinjaman ♥
Stella tidak menjawab pertanyaan Niel malam itu. Tidak.
Niel juga tidak menunggu jawabannya. Hanya saja...
Mungkin memiliki teman perjalanan juga bisa menyenangkan, apalagi kalau dia juga ganteng, lucu, smart. Meskipun sebenarnya Niel sendiri tidak sedang liburan juga. Kadang ia bisa tidak muncul saat makan siang karena tugasnya sebagai mekanik mesin di kapal pesiar dan jujur Stella merasa kehilangan. Tetapi untungnya Niel akan kembali muncul di saat ia bebas tugas.
Bersama Niel, Stella bahkan bisa masuk ke tempat yang tidak pernah ia datangi sebelumnya. Daerah panjat tebing, lapangan basket, ruangan mahjong, kapel pengantin.
Untuk yang terakhir, awalnya Niel bukan mengajaknya ke sana. Stella nggak tau kalau itu kapel, ia hanya penasaran dan ingin menjelajah sedangkan Niel sudah menunjukkan muka enggan. Tapi makin Niel enggan, Stella makin penasaran.
Justru setelah tau kalau itu kapel pengantin, Stella jadi kikuk entah untuk alasan apa dan Niel menunjukkan wajah, bukankah sudah kukatakan sebelumnya?
"A...ku baru tau ada kapel pengantin di kapal pesiar," tukas Stella.
"Ya, nggak ngerti mengapa harus ada di kapal pesiar," tukas Niel sambil pura-pura melihat ukiran cupid di dinding kapel. Ia menyadari kalau mata cupid itu terpejam. Ia agak tidak nyaman dengan ruangan itu dan berusaha menyembunyikan rasa tak nyaman itu dari Stella, sedangkan Ari malah duduk di bangku paling depan terlihat seolah ia menghadiri pernikahan seseorang. Sinar matahari menerobos masuk menerpa rambut panjang cewek itu sehingga bagaikan bayangan halo membingkai wajahnya.
Dia cantik.
Niel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia kuatir satu hal. Ia kuatir kalo ini akan menjadi kisah yang panjang. Dan bayangan ayahnya muncul sekilas di benaknya membuatnya mengumpat kesal.
Untungnya keadaan seperti itu tak berlangsung lama sebab Stella berdiri dari duduknya dan berkata kalau ia tiba-tiba lapar dan ingin makan pizza di Cafe Promenade.
Ah, coffee time!
Jadi kalau ditanya apa menyenangkan punya teman di kapal pesiar?
Jawabnya iya.
Punya teman ngobrol di cafe, ada yang ngambilin foto, ada yang temeni berenang, ada yang ngebantuin habisin es krim, ada teman main golf. Hehehe.
Stella sempet mengirimi Jun foto Niel yang diambilnya diam-diam walau ada beberapa foto di mana Niel sadar kamera. Tau nggak apa yang dibilang cowok itu?
Lanjutkan saja hubungan itu menjadi hubungan yang berstatus.
Ntah apa maksud Jun mengatakan itu padahal Stella sudah menekankan kalo mereka hanya teman seperjalanan dan Stella berkomitmen tak akan menanyakan nomor ponsel Niel. Poinnya ia senang karena ditemani Niel. Itu aja.
Tetapi tak ada pesta yang tak usai kan?
Tiga hari berlalu begitu saja ketika kau menikmati setiap detiknya.
Pagi itu Niel tidak muncul saat breakfast. Cowok itu bahkan tak kelihatan saat Stella turun dari kapal pada jam 11 siang waktu Singapura sesuai dengan nomor antrian bagasinya, ia sengaja berjalan lambat sambil melihat ke sana-sini berharap menemukan Niel di antara antrian para tamu yang turun dari kapal.
Sia-sia sih karena mungkin saja Niel tidak ikut turun. Ia kan bekerja di kapal, sedangkan nantinya kapal akan berlayar lagi, so buat apa dia turun untuk kemudian berlayar lagi.
Bahu Stella lunglai memikirkan hal itu.
Kemungkinannya kecil bisa bertemu dengan Niel. Dan ia menyadari betapa bodohnya dia untuk memegang komitmen bahwa mereka hanya teman liburan dan tidak menanyakan nomor kontak cowok itu.
Makan itu prinsip!
Stella menghela nafas panjang.
Sepertinya ia memang kena kutuk deh. Nggak bisa menjalin hubungan dengan pria baik-baik yang single.
Kalo begini terus-terusan, ia akan jadi perawan tua. Kedua adik tirinya saja sudah punya tunangan. Untungnya keluarga bukanlah keluarga normal, kalo tidak, maka setiap pertemuan keluarga pasti dirinya sudah ditanya kapan kawin.
"Apa kau sedang melamunkan aku sekarang?"
Bisikan itu dekat sekali di telinga Stella. Stella menoleh ke samping, ke jalur lenggang milik para kru kapal. Dan di sana ada Nathaniel.
Tanpa sadar bibir Stella tertarik membentuk senyuman, memamerkan giginya.
"Senang melihatmu tersenyum karenaku," bisik Niel lagi. Hati Stella berdebar kencang karenanya.
"Kru juga harus turun?" tanya Stella berusaha menenangkan degupan jantungnya. Dirinya berharap antriannya akan berjalan lambat supaya ia dan Niel dapat berbicara lama.
"Tidak juga. Teman-temanku mengajakku turun. Merindukanku?"
Ya, tentu saja.
Stella tertawa. Tawa yang sangat kaku. Dan ia menyesali kenapa ia harus tertawa dengan suara sejelek itu.
"Nathan! Hurry up!"
Salah seorang kru berkulit putih melambaikan tangannya pada Niel seolah tidak sabar Niel mengobrol dengan Stella. Niel mengangkat tangannya meminta temannya bersabar.
"Well, Nata..."
Stella menatap mata Niel yang tampak suram. Mereka berdua dipisahkan oleh seutas tali antara antrian tamu dan kru kapal.
"Terima kasih telah menjadi teman seperjalanan yang menyenangkan," tukas Niel. Dan sebelum Stella menjawab, Niel merengkuh Stella ke dalam pelukannya. Stella larut dalam perasaan hangat yang mengaliri jiwanya sampai ia tidak sadar telah menjadi tontonan dalam antrian itu.
"See you soon, Nata," bisik Niel sambil mengecup puncak kepala Stella. Stella terdiam, terpaku di tempatnya ketika Niel mulai melangkah meninggalkannya. Ia pun masih diam ketika sosok tinggi itu menghilang di balik pintu imigrasi.
"Niel, aku belum tau bagaimana cara menghubungimu!" teriaknya.
Ahk, dia nggak bisa menyusul Niel yang sudah menghilang sebab antrian panjang ini. Ia hampir saja menerobos jalan untuk kru tetapi petugas imigrasi melotot kepadanya.
Tuan Kumis, kapan kita akan bertemu lagi?
Tadi dia bilang apa?
See you soon.
Soon.
Kalo tak salah soon artinya secepatnya.
♥ Romeo Pinjaman ♥
Pergi! Berengsek! (Bahasa Thai).
Siapa kau? Ikut campur saja.
Aku suaminya. Enyah sebelum aku merontokan gigimu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top