❤️12. Final : If Something Bad Happens, Travel to Forget it.❤️
Party.
Ah Niel benci suasana itu.
Ini merupakan pesta ulang tahun Susan dan dia tentunya harus menemani calon istrinya itu. Namun nyatanya Niel lebih banyak menghindar. Dia hanya menyapa beberapa orang yang kenal dekat dengannya. Lalu menegak beberapa gelas wine namun ia masih sadar sepenuhnya kalo dia tidak melayang.
"Hai Calon Pengantin Laki-laki!"
Andromeda Candra.
"Ah, kebetulan. Duduklah, temani aku minum," tukas Niel. Andro menurutinya dan menggeser sebuah kursi di sampingnya.
"Kau sudah memutuskan mau seperti apa pesta lajangmu?" tanya Andro sambil menyesap winenya pelan-pelan.
Apa nggak ada yang bisa kau tanya selain itu?
Niel berusaha melupakan fakta kalo pernikahannya tinggal beberapa bulan lagi. Hanya dengan itu dirinya bisa menghapus bayangan Stella.
Teringat soal Stella.
"Kau nggak bawa pacarmu?" tanya Niel dengan nada pura-pura santai.
"Yang mana?"
Itu artinya lebih dari satu.
"Stella."
Ekspresi Andro datar saja. Dengan santai ia mengedikkan bahunya.
"Dia kan nggak diundang."
Bener kau dan dia pacaran?
Andro melirik Niel pengen tau gesturenya.
"Kan kau boleh bawa pasanganmu walaupun dia tak diundang," balas Niel.
"Oh. Memang dia mau datang. Stella kan bukan cewek yang suka ngintilin pacarnya ke mana-mana."
Cukup!
Niel nggak sanggup denger lebih jauh lagi soal hubungan Andro dengan Stella. Andro sama saja dengan dirinya, nggak akan malu-malu ngakuin Stella itu pacarnya. Dulu...
Tapi kalo boleh ia memilih, ia lebih suka Stella menjalin hubungan dengan cowok lain yang tidak kenal dengannya supaya dia tidak perlu mendengar kabar apapun dari cewek itu dan nggak perlu bertemu dengannya lagi.
Tapi di sisi lain.
Andro cowok yang baik.
Dia player sama seperti Niel. Pacarnya banyak. Tapi Andro nggak pernah mainin perasaan perempuan. Sebagai pacar, Andro dapat diandalkan walaupun Andro belum pernah memikirkan komitmen.
"Koko, di sini rupanya. Eh Dokter juga ada di sini. Kebetulan mau kenalin Dokter sama temenku ini."
Ah, untunglah Susan datang menyelamatkan Niel dari situasi nggak enak harus membicarakan Stella dengan Andro. Susan bersama seorang cewek kurus, tinggi, dan bermake up agak kurang sesuai dengan usia. Apa nggak berat mata menahan berat beban bulu mata panjang seperti itu?
Entah kenapa gadis itu tampak agak familiar bagi Niel. Rasanya mereka pernah bertemu sebelumnya. Tapi di mana? Dirinya berpikir mungkin beberapa gelas wine sudah mempengaruhi kemampuan berpikir otaknya.
"Koko Dokter, kenalin ini Dolly. Dia putri teman Papa."
Dolly. Namanya kayak boneka, pikir Niel.
Kemudian ia mengeja nama itu lagi.
Andro menjabat tangan gadis itu. Kelihatannya Susan berniat menjodohkan Andro dengan Dolly. Niel bermaksud mengatakan kalo sia-sia saja usaha itu sebab mata Andro sedang tertuju pada seorang cewek cakep yang dulu disukai Niel.
Dolly.
"Well, hallo! Kau masih ingat padaku Niel?"
Dolly menyapa Niel. Niel meninggikan alisnya menatap cewek itu.
Memorinya.
Dolly tersenyum.
"Aku sudah menduganya kalo Stella Natalin nggak akan mungkin punya pacar baik-baik. Kau akhirnya sadar kalo gadis itu hanya pelakor."
Sial!
Niel baru teringat boneka Jelangkung yang ini. Yang berusaha mempermalukan Stella dan merusak pestanya Winda.
Niel menyeringai tajam. Sementara Andro mulai menatapnya curiga.
"Stella Natalin yang itu lho San, yang bikin Ariyo berpaling dari istrinya. Mereka kan belum punya anak. Sekarang Ariyo cerai dari istrinya. Kau kenal sama istrinya Liza kan? Kalian pernah sama-sama tour ke Shang Hai," tambah dodol itu lagi. Susan mencoba mengingat-ingat. Entah tentang Stella atau Liza.
Dolly berpaling pada Niel.
"Untunglah kau bukan pacarnya. Dia itu memang matre. Sukanya hanya cowok-cowok kaya. Waktu di pesta Winda itu aku sudah menduga sih, dia mendekatimu hanya karena kekayaanmu. Eh San, pacarmu ini keren ya! Waktu aku dan temen-temenku ke Phuket, kami pake ikut paket tournya."
Susan bangga dong punya pacar yang begini. Niel selain good looking juga pria yang sukses, calon suami idaman perempuan mana pun.
"Cewek seperti Stella sama sekali nggak layak dapat cowok baik-baik. Aku udah tau sih pastinya kau hanya Romeo Pinjaman baginya. Temen-temenku juga bilang gitu. Kalo bukan Romeo Pinjaman, kau pasti sudah ditipunya," tambah Dolly lagi. Ceplas-ceplos. Andro mulai gelisah, tampak tidak menyukai kondisi itu.
"Dia bukan Romeo Pinjaman but he is my true Romeo!" tukas Susan sambil menatap Niel dengan bangga. Namun kalimatnya justru membuat Niel makin mual, apalagi ditambah Susan bergelayut manja di lengannya.
"Ah, sebenarnya aku bukan Romeo Pinjaman kok. Stella itu terlalu menarik dibanding cewek-cewek zaman sekarang yang terlalu membosankan. Iya nggak Dok?"
Niel nggak terima Stella dihina seperti itu meskipun orangnya nggak ada di sini, meskipun harusnya Andro yang wajib membela cewek itu. Tapi selama Niel masih bernafas, siapa pun dilarang menjelek-jelekkan Stella di depan wajahnya.
"Tentang matre. Yah itu tergantung cowoknya aja. Mungkin cowoknya itu terlalu miskin dan pelit buat keluar duit buat kebahagiaan ceweknya," tukas Niel tapi kali ini ia tidak meminta pengakuan Andro lagi.
Susan syok mendengarnya apalagi Niel menarik lengannya dan mundur selangkah darinya.
"Kalaupun aku Romeo Pinjaman, itu artinya aku juga Romeo Pengganti buat Susan. Iya kan Beib? Kan tunanganmu sebenarnya Michael Angkasa terus karena keluarganya lagi ada masalah terus aku disuruh menggantikan posisinya."
Susan serba salah, kikuk. Mukanya merah padam. Dia melirik Dolly, seandainya tadi Dolly nggak menyinggung soal Stella pasti Niel nggak akan bersikap di luar kendali seperti ini. Bukannya dirinya nggak tau kalo selama beberapa bulan terakhir ini Niel kayak kehilangan jiwa tapi karena waktu pernikahannya makin dekat, Susan mencoba mentolerirnya. Bukankah dirinya sudah cukup mengenal Niel yang seperti ini? Nanti juga Niel akan menjadi miliknya. Jadi ia hanya sedikit bersabar sampai waktunya tiba.
Andro menyembunyikan senyumnya, mencoba agar dirinya tidak terlalu kelihatan senang.
"Ah, tiba-tiba aku ingin membuat desain kapal yang baru. Aku pulang dulu ya Beib! Happy birthday!"
Semua kalimat itu diucapkan Niel dengan riang seakan-akan dirinya adalah tamu biasa seperti Andro dan bukannya calon suami Susan.
Dengan cuek Niel melangkah pergi meninggalkan Susan dan Dolly yang terbengong menatap punggungnya tanpa bisa mencegahnya. Susan sempet teriak sih tapi karena malu diliatin tamu lain, ia langsung bungkam ketika Niel melambaikan tangannya tanpa menoleh sedikit pun.
Niel nggak menoleh lagi terus melangkah meninggalkan pesta taman itu. Dan dia baru sadar kalo dia tidak membawa mobil waktu ke sini, dia menumpang mobil Susan.
"Tunggu Niel!"
Andro menyusulnya.
"Butuh tumpangan?" tanya Andro sambil tersenyum dan memainkan remote kunci mobilnya.
Niel tertawa sampai matanya tinggal segaris meskipun begitu Andro melihat kalo jiwa sahabatnya sudah kembali.
"Aku nggak bisa nganterin sampe ke sana. Tapi aku bisa anterin ke rumahmu agar kau dapat mengambil mobilmu."
"Okay!" balas Niel ringan.
Mereka berbincang selama di mobil. Andro sebenarnya ingin mengajak Niel menikmati beberapa kaleng bir tetapi Andro tau kalo Niel nggak boleh minum sebab ia akan menyetir selama dua jam.
Andro ngaku kalo selama beberapa bulan terakhir, dirinya menemui Stella. Dia sempat beberapa kali jalan dengan cewek itu, kadang-kadang Trio J ikut. Kadang Andro diundang Mamak untuk makan bersama. Mamak menerimanya dengan tangan terbuka meskipun Mamak tau Stella putus dengan Niel sedangkan Andro adalah temen Niel.
"Aku kira aku dan Stella akan cocok bersama," tukas Andro ketika sampai di depan halaman rumah Niel yang sudah selesai direnovasi.
Niel menjejakkan kakinya di tanah dengan kuat karena dia kesal memikirkan sahabatnya itu dekat dengan Andro. Tapi Andro tak menyadarinya dan dirinya terus bercerita.
"Aku dan Stella menjalani apa yang kalian jalani bersama."
Ah... Stopppp it!!!
Niel berhenti dan menatap Andro dengan tatapan membunuh.
"Peluk-pelukan juga? Dan ciuman juga?"
Andro terkekeh.
"Kau tak ingin aku jujur bukan?" balasnya senang. Senangnya bukan main karena berhasil membuat Niel emosi.
"Bangsat!"
"Kalian sudah putus!" raung Andro. Niel menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menyerah dan memilih untuk tidak mau mendengar lagi.
"Tapi kemudian kami sadar bahwa ini nggak akan pernah berhasil karena bayangmu selalu hadir di antara aku dan Stella."
Andro menunduk lemah dan memandangi sepatu kulitnya. Niel membalikkan badannya menghadap temannya.
"Dia bilang begitu? Natalinku bilang dia nggak bisa bersamamu karena ada aku?"
Andro menggeleng.
"Sama sekali tidak, Broh! Dia terlalu menghargaiku tapi aku menyadarinya. Dia bisa bahagia bersamaku tapi dia akan selalu melihat dirimu dalam diriku."
Niel tertawa. Tawa yang getir.
"Dia bilang padaku kalo dia akan menikah dengan mantan pacarnya."
"Dia bohong! Hanya ada kau. Dia mengatakan itu agar dia tidak kehilangan harga dirinya," sahut Andro cepat.
Ah... Niel mengusap rahangnya dengan dipenuhi sejuta perasaan di dadanya. Ingin segera melarikan mobilnya menuju Berastagi dan menemui Stella. Tapi juga masih penasaran dengan cerita Andro.
"Aku dengar dia mengundurkan diri dari pekerjaan. Aku nggak tau rencana apa yang dia buat. Aku nggak bisa tanya karena yah kami nggak melanjutkan hubungan kami lagi jadi aku nggak berhak tanya..."
Niel bener-bener nggak sabar lagi. Setengah berlari sampai ke pintu rumah, membuka pintu lalu mencari kunci mobil lalu ke luar lagi. Dia bahkan lupa mengunci pintu rumahnya ketika melajukan mobilnya meninggalkan Andro yang geleng-geleng kepala melihat kelakuannya tapi Niel sempet mendengar teriakan Andro yang menusuk dadanya.
"Kau Niel spesies laki paling bodoh. Kau nggak bisa membedakan antara kebiasaan dan kebahagiaan. Kau anggap kebiasaan dan kenyamanan itu adalah kebahagiaan. Pantas saja kau kehilangan kesempatan untuk menjadi bahagia. Kau bangsat kecil!
♥ Romeo Pinjaman ♥
Niel sampai di Berastagi tengah malam. Meskipun lampu di rumah Stella padam, Niel tetep mengetuk pintu rumah gadis itu. Dia berdiri menunggu lama sampai ia yakin kalo Stella nggak ada di rumah. Lalu ia melajukan mobilnya ke rumah Jun. Nggak peduli malam telah larut, dia harus tau di mana Stella berada dan dia yakin Jun pasti tau.
Jun marah ketika melihat Niel mengetuk pintu rumahnya pada tengah malam. Jackson juga ikut menyambutnya dan mengucapkan terima kasih karena mengirimnya koleksi kapal kuno mini dan dibalas Niel sambil mengibaskan tangannya seolah hal itu bukan masalah besar.
Aku sudah tidak butuh koleksi kapal lagi.
"Mau apa malam-malam begini mencariku?" tanya Jun datar.
"Ayo kita bicara sambil merokok," ajak Niel.
Jun menurutinya dan menggiringnya ke teras depan rumahnya, tempat Mamak sering mengunyah sirih.
Ah, Jun menyadari betapa ia merindukan Mamaknya. Masakannya, omelannya, cintanya. Jun lalu mengeluarkan sebatang rokok dan Niel membantunya menyulut apinya lalu Niel mengambil sebatang untuk dirinya sendiri.
"Kalo kau tanya di mana Stella, aku nggak tau," tukas Jun sambil menghembuskan asap rokoknya. Niel diam hanya menikmati nikotin itu memenuhi paru-parunya.
Dirinya sudah menduga Jun akan bilang gitu bahkan sebelum ditanya.
"Aku nggak jadi nikah," tukas Niel.
"Itu bukan urusanku!" balas Jun ketus.
Niel bisa memahami kemarahan Jun, bahkan jika Duo J marah, ia juga akan bisa menerimanya. Masih untung Jun mau menemaninya merokok dan bukan meninjunya.
"Denger dulu Jun. Aku nggak berhak memaksamu. Ini memang kesalahanku. Aku yang meninggalkan Natalin. Aku yang menghancurkan hatinya. Harusnya aku nggak layak duduk di sini sekarang."
Jun diam, dia lupa kalo jarinya masih ada rokok yang masih menyala.
"Tapi aku baru menyadari kalo hidupku nggak sempurna tanpa dirinya. Jiwaku hilang pada detik aku meninggalkannya. Meski begitu aku ingin bilang terima kasih padamu. Kami memang bertemu lebih dulu tapi kau yang membuka kesempatan agar kami bisa dekat. Kau sahabatnya Jun. Apa kau tidak mengerti kalo di hatinya ada aku? Bahwa dia juga tidak merasa lengkap tanpaku. Broh..."
Jun membuang puntung rokoknya ke asbak yang ada di meja. Dia tampak berusaha memikirkan kalimat dari Niel. Ia berusaha mencari-cari dalam pikirannya dan kenangannya kalo yang dikatakan Niel itu sama sekali nggak benar. Ia tidak ingin Niel benar. Yang ia inginkan cowok itu segera pergi dan ia dapat melanjutkan tidurnya. Dan Stella dapat melanjutkan hidupnya.
Jun diam untuk waktu lama. Ia sadar kalo Niel yang benar. Ia tau bagaimana Stella berusaha untuk tertawa walau hatinya hancur sejak Niel pergi. Stella berusaha sekuat tenaganya agar Jun tidak tau kalo dia kehilangan Niel. Jun pernah berdiri di depan pintu rumah Stella dan mendengar isakan tangis tertahan gadis itu dan Jun nggak berani mengetuk pintunya. Ia membiarkan Stella berpikir kalo Jun mengira Stella sudah melupakan Niel.
Jun menarik nafas panjang. Belakangan ini ada Andro. Stella banyak tertawa tapi siapa yang nggak tau kalo di antara Andro dan Stella selalu ada bayangan Niel hadir di antara mereka. Stella akhirnya menyerah sebab menganggap semua itu nggak adil bagi Andro. Ia hanya memanfaatkan cowok itu.
"Maafkan aku. Tapi aku sudah janji tidak akan mengatakannya kepadamu."
Jun menunduk sambil menatap kedua ujung jari kakinya yang memakai sandal jepit. Ia menarik nafas panjang. Niel juga ikut menarik nafas panjang. Jika Andro tak tau dan Jun nggak mau ngasih tau, apa Ariyo yang tau sekarang?
Yah kalo memang demikian, Niel beneran akan pergi menemui Ariyo. Niel juga akan menemui keluarga Stella jika itu diperlukan. Ia harus bertemu dengan gadis itu secepatnya. Ia mungkin bisa saja hidup tanpa gadis itu jika ia mencoba dan mencoba lagi tetapi hidupnya nggak akan sama lagi. Ia akan terus merasa kosong.
"Berikan kertas dan pulpen, aku akan menuliskannya."
Niel mengangkat wajahnya menatap mata jenaka milik Jun. Jun tersenyum memamerkan giginya yang tidak rapi.
"Aku janji tidak mengatakan tetapi aku bisa menuliskannya."
Ah, Jun memang temen keparat!
Tetapi Niel berterima kasih sebab telah mengenal Jun.
♥ Romeo Pinjaman ♥
Pattaya.
When something good happens, travel to celebrate.
If something bad happens, travel to forget it.
If nothing happens, travel to make something happen.
Stella memperbaiki letak topinya sebab bayangan dirinya di kamera ponsel itu menunjukkan kalo topinya sedikit miring. Lalu ia menjepretkan kameranya beberapa kali. Kemudian melihat hasilnya.
Bagaimana pun hasil foto kamera depan akan berbeda dengan kamera belakang kan?
Duh tapi siapa yang bisa membantunya mengambil foto. Dia traveling sendiri ke Pattaya tanpa siapa pun menemaninya. Dia mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bilang akan mencari pekerjaan baru. Jun sebenarnya nggak terlalu setuju kali ini tetapi dia bisa apa dengan keinginan sahabatnya ini. Stella memaksanya berjanji bahwa ia tak akan menceritakan kepada siapa pun ke mana Stella pergi termasuk kepada Andro dan Ariyo.
Ariyo masih berusaha mengejar-ngejar dirinya dan itu menjadi salah satu sebab ia harus mengundurkan diri dari pekerjaanya. Ariyo telah menjelma menjadi sosok yang tidak penting baginya.
Sementara Andro, ia cukup merasa bersalah pada dokter itu karena selalu melihat bayangan Niel dalam diri Andro padahal Andro cukup baik. Hanya saja Stella merasa masih belum siap untuk suatu hubungan yang baru.
Stella menghela nafas panjang.
Mungkin Andro bisa jadi adalah salah satu calon terbaiknya tapi dia melepaskannya. Stella pikir nantinya mungkin akan menyesal. Dan semua itu gara-gara cowok bernama Nathaniel Ardiansyah Utama.
Ah, Stella menoleh ke arah dekat penjual kacamata sebab dirinya menangkap sosok yang familiar. Tapi ternyata itu hanya orang yang kebetulan memiliki gesture yang sama dengan Niel.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya menolak anggapan kalo Niel akan tiba-tiba muncul di sini untuk menemuinya.
Niel kan akan menikah dan nggak tau dirinya ada di sini.
Bangkok.
Bangkok, like Las Vegas, sounds like a place where you make bad decisions. – Todd Phillips.
Chao Praya, siang hari.
Stella menyendokkan pulut mangga itu ke mulutnya. Dia menyukai sensasi rasa buah mangga itu menyatu dengan kekenyalan beras pulut itu. Mango sticky rice merupakan hidangan penutup yang sangat dicari di Thailand. Jun bilang kalo dirinya nggak bisa makan pulut mangga dengan cara bersamaan. Dia makan pulut dulu lalu melahap mangganya.
Memang aneh bocah kampung itu!
Stella menoleh ke samping merasa ada sosok yang dikenalnya. Tadinya sosok itu ada tak jauh darinya tapi ketika ia menoleh, sosok itu menghilang.
Asiatique The Riverfront.
Stella mulanya bingung. Ia baru menjejakkan kakinya di atas cruise. Dirinya memang membeli paket tour menikmati makan malam di atas kapal sambil menyusuri sungai Chao Praya. Tetapi anehnya tidak ada tamu lain selain dirinya.
Ia baru saja ingin bertanya kepada pelayan kenapa kapal bisa sesepi itu ketika kapal mulai bergerak meninggalkan The Riverfront. Pelayan yang tak fasih bahasa Inggris itu mengantarkan Stella ke mejanya. Indoor dan menghadap pentas yang ada di outdoor.
Pelayan itu menuangkan wine dan mempersilahkan Stella mengambil makanan di meja prasmanan. Stella berdiri dan melangkah ke meja prasmanan berisi salad ketika musik mulai mengalun. Stella merasa tidak asing dengan musik itu.
Lagu Indonesia?
Apakah karena dirinya satu-satunya tamu di kapal ini maka lagu juga disesuaikan dengan seleranya.
Datanglah bila engkau menangis~
Begitu lirik pertama dinyanyikan, sendok salad jatuh ke lantai sehingga menimbulkan bunyi heboh tetapi tertutupi oleh suara musik.
Stella begitu mengenali suara rendah itu karena pemilik suara itu dulunya sering membisikan kata-kata indah di telinganya.
Ceritakan semua yang engkau mau
Percaya padaku
Aku lelakimu~
Stella membalikkan badannya menghadap pentas di depannya. Niel berdiri di atas pentas sambil menggenggam mic di kedua tangannya, menghayati lagu itu.
Mungkin pelukku tak sehangat senja
Ucapku tak menghapus air mata
Tapi ku di sini sebagai lelakimu
Akulah yang tetap memelukmu erat
Saat kau berpikir mungkinkah berpaling
Akulah yang nanti menenangkan badai
Agar tetap tegar kau berjalan nanti~
Niel menatapnya lurus dan fokus, Stella diam di tempatnya nggak bisa bergerak seinci pun sebab mata Niel mengunci dirinya. Ia nggak tau mengapa Niel ada di sana, menyanyikan lagu ini. Ntah apa maksud pria brengsek ini, apa dia sengaja mau menghancurkan hati Stella lagi untuk kedua kalinya.
Akulah yang tetap memelukmu erat
Saat kau berpikir mungkinkah berpaling
Akulah yang nanti menenangkan badai
Agar tetap tegar kau berjalan nanti~
Niel berjalan menghampirinya meninggalkan pemain bandnya sambil terus menatap Stella. Sendok salad yang secara nggak sengaja dijatuhkan olehnya telah dipungut oleh salah seorang pelayan. Dan mereka berkerumunan agak jauh menyaksikan Niel menyanyikan lagu itu sampai habis.
Aku lelakimu
Aku lelakimu~
Stella nggak bisa bicara sepatah kata pun sewaktu Niel menyelesaikan lagunya itu, hanya dengan menatapnya dalam diam. Niel tersenyum padanya ketika musiknya berhenti.
"Gimana laguku? Baguskan?" tanyanya dengan percaya diri. Cengengesan, gaya khasnya.
Siapa sih dia? Cowok arogan dengan tingkat percaya diri yang di atas rata-rata. Tidakkah dirinya merasa bersalah sedikit saja karena telah menghancurkan hati Stella berkeping-keping?
"Suaramu jelek!" jawab Stella parau.
Niel pura-pura tersinggung. Bibirnya merengut. Dan dia sangat tampan begitu.
Malam itu ia mengenakan t-shirt putih, celana jeans warna abu-abu dan memakai jaket kulit Harley Davidson, rambutnya sudah agak panjang, diikat rapi ke belakang. Dia tampak lebih kurus sejak terakhir bertemu dengan Stella tapi tetap saja tampan.
"Kau mau kita berdiri terus atau kita duduk sambil bicara?" tanya Niel. Lalu ia mendekatkan wajahnya dan berbisik meskipun Stella yakin kalo tak ada seorang pun di sana yang mengerti apa yang mereka bicarakan.
"Atau kau boleh duduk di pangkuanku?"
Suaranya rendah dan seksi membuat Stella bergidik. Dia benci reaksi tubuhnya terhadap suara Niel. Tubuhnya telah mengkhianati otaknya sebab otaknya menyuruhnya untuk meninju tampang nakal itu.
Stella menelan ludahnya. Ia menegakkan badannya lalu berjalan ke kursinya. Dia tidak akan sedikitpun menunjukkan kalo dia kehilangan Niel dan dia merindukan pria itu. Kalo Niel ingin melihat betapa hancurnya dia, maka cowok itu hanya melakukan hal yang sia-sia.
Niel bersikap jantan dengan membantunya menarik kursinya. Lalu duduk di depannya. Band memainkan musik lagi sementara Niel memberikan kode kepada pelayan untuk menuangkan wine.
"Kenapa kau ada di sini?"
"Jalan-jalan bersama pacarku."
"Ah Susan ikut ya?"
"Dia di rumah."
"Pacar baru?"
Niel mengedikkan bahunya.
Kurang ajar memang pria ini. Dia percaya diri. Gayanya duduk terlalu arogan, tangannya bergerak bebas di lengan kursi dan tangan yang lain memegang gelas wine dan memutar-mutarnya.
"Ini kapalku," akunya nggak berniat menyembunyikan setitik pun kesombongannya. Tampangnya menyebalkan karena tersenyum cengengesan.
"Oh."
"Aku juga punya motor Harley Davidson di sini. Mau jalan-jalan?"
Tidak ragu, Stella menggeleng kaku.
"Kenapa?" tanyanya nakal sambil menatap ke dalam mata Stella. Matanya gelap dan pupilnya membesar.
"Jadwalku padat," jawab Stella.
Buat apa Niel? Agar kau bisa menusuk hatiku lagi? Aku nggak sudi.
"Jadwalku juga padat tapi aku mau menemanimu."
Bicara soal itu, Stella tiba-tiba teringat sesuatu. Ia menatap Niel lurus.
"Apa kau membuntutiku waktu di Pattaya?" tanya Stella menyelidik. Niel mengangguk.
"Tadi siang dari Ayutthaya sampe ke Istana Musim Panas?"
Lagi-lagi Niel mengangguk.
"Aku kan agen pelindungmu."
Stella tertawa dengan nada getir. Entah untuk maksud apa Niel membuntutinya? Apa ia pengen lihat bagaiman hidup cewek yang sudah ia putuskan, apakah masih merindukannya?
Sialan dia!
Hm...Andai saja dia bisa pergi dari kapal ini, ia pasti sudah melakukannya. Tapi ini di sungai, dia nggak bisa langsung terjun. Dia harus bertahan, harus bisa menahan air matanya agar tidak tumpah di hadapan bajingan seperti Niel. Dirinya nggak akan jatuh lagi.
Stella melihat lampu yang sangat terang dari arah belakang Niel. Dia yakin itu pasti Royal Palace di malam hari. Siangnya Stella juga melalui jalur yang sama tapi istana memang tampak berbeda di malam hari apalagi dengan adanya Niel. Niel dibingkai oleh lampu Royal Palace membuat mata Stella silau.
Deja vu.
Dulu ia pernah melihat sosok Niel yang seperti ini di Bianglala Hills Park. Cowok itu bilang ingin menciumnya waktu di atas wahana itu dan kalo Niel melakukannya, dia yakin Stella akan melemparkannya ke luar dari wahana itu.
Stella menggigit bibirnya sendiri. Sakit. Seandainya ia bisa melempar Niel ke luar dari kapal ini. Tapi tidak bisa karena cowok itu pemilik kapal.
Yang ia tau sekarang ia harus menjauhi Nathaniel karena kehadiran cowok itu sangat membahayakan hidupnya. Hatinya masih sakit tapi lucunya ia masih yakin kalo ia memang mengharapkan cowok itu. Gawatkan?
Dia harus pergi. Harus sekarang juga.
"Karena kau pemilik kapal ini, bisa tolong hentikan kapalnya? Aku tidak mau berada di sini."
"Kau mau menikah di sini atau di kapal pesiar?" tanya Niel santai.
Stella mendongak menatap pria sinting itu. Niel tersenyum, matanya membalas tatapan Stella penuh cinta.
"Aku baru saja melamarmu," ucapnya pelan.
"Itu winenya, aku deg-degan karena sejak tadi kau tidak menyentuhnya. Cincinnya ada di sana," tukas Niel dengan tampang begonya sambil menunjuk ke dalam gelas berkaki.
Stella ikut-ikutan melirik ke dalam gelasnya. Memang ada sesuatu yang berkilauan di dalamnya. Mulutnya menganga.
"Aku cukup kaya di sini, lho."
Stella nggak tau harus menangis atau tertawa. Sementara cowok bertampang ngeselin itu menatapnya penuh cinta.
Niel mungkin sudah punya banyak pengalaman dengan wanita tapi melamar baru sekali ini. Karena Stella masih diam, dia nggak tau harus bagaimana. Dia hanya mengusap-usap dagunya dengan perasaan galau.
"Nata..." panggilnya hati-hati. Niel sebenarnya takut ditolak. Dia tau Stella mencintainya tapi dia juga tau, Stella akan gampang mencari penggantinya. Terbukti kan selama beberapa hari ini ngintilin Stella (meminjam istilah dari Andro) kalo beberapa kali pria-pria asing tertarik dengan Stella dan ia berkali-kali harus mengusir orang-orang itu. Tak lupa juga ketika pertama kali mereka bertemu di Phuket. Niel kuatir kalo Stella akan cepat melupakannya.
Stella menatap Niel setelah ia bisa bernafas dengan normal.
"Apa aku harus menghabiskan winenya baru bisa mengambil cincinnya?" tanyanya. Niel mengangguk.
Stella meraih gelasnya lalu memutar gelas itu untuk melihat cincin berlian itu bergerak.
Ia tidak meminumnya dalam sekali teguk namun menyesapnya sekali. Lalu menatap Niel. Niel tersenyum padanya.
Kedua kali. Menatap Niel lagi dan Niel mengangguk padanya.
Ketiga kali sampai tetes terakhir dan dada Niel seperti sedang memainkan lagu marching band.
Ketika Stella meletakkan gelasnya di meja, Niel mengambil cincin itu, berdiri, mengelap cincin yang basah itu dengan bajunya lalu mengitari meja.
"Stella Natalin, kekasihku yang paling manis, maafkanlah aku karena pernah meninggalkanmu. Aku sama sekali nggak bisa bedain mana kebiasaan dan mana kebahagiaan. Aku nggak pernah punya pengalaman dalam hal ini. Aku mungkin spesies lelaki paling bodoh jika tak segera melamarmu tapi kau membuatku merasa lengkap. Kau adalah rumah di mana aku akan selalu pulang. Kita mungkin memiliki masa lalu yang tidak bahagia tetapi... kita akan menuliskan kisah kita sendiri. Bersediakah kau menjadi istriku? Aku janji akan selalu bersamamu dan membahagiakanmu, hari ini dan seterusnya."
Stella menangis sebab kata-kata manis itu ke luar dari mulut Niel. Ia menatap cowok brengsek yang paling tampan dan paling manis itu. Yang masih saja menunggu jawabannya dengan tampang dungunya.
"Ya."
Niel memakaikan cincin berkilauan itu di jari manis Stella dan nampak pas di tangan gadis itu. Para pelayan bertepuk tangan meriah. Band memainkan musik yang Stella pun nggak tau lagi lagu apa itu.
Niel menarik Stella berdiri dan memeluknya.
"Congratulations, Boss!"
Para pelayan mengucapkan selamat kepada Niel dan Stella.
"By the way, Nata. Aku bohong bilang ini kapalku. Ini milik temanku. Punyaku lebih kecil dan ada di Phuket. Tapi kau nggak bisa mundur lagi lho. Cincinnya sudah kau pakai," bisik Niel nakal. Matanya bersinar-sinar jenaka.
Stella menendang lutut Niel pura-pura kesal. Cowok itu memegangi lututnya dan mengaduh kesakitan.
"Tapi barang yang sudah dibeli nggak bisa dikembalikan lagi," teriak Niel.
Stella tertawa dan ia jawab, "Kau saja cukup, Nathaniel."
Niel juga tertawa dengan bahagia
Iya, Niel saja cukup, dia teman liburan yang menyenangkan yang akan menjaga Stella dari goncangan, Stella nggak akan sendirian lagi. Mereka akan menatap masa depan, menulis kisah mereka sendiri yang akan berbeda dengan kisah orang tua mereka. Karena mereka nggak akan menoleh pada masa lalu lagi.
"Aku mau bertemu Josua, Niel. Aku kangen anak itu."
Niel mengiyakan. Ia pasti akan membawa Stella menemui anak itu. Bila perlu Niel akan sering membawa anak itu untuk tinggal bersama dengan mereka di penghujung minggu. Tapi tiba-tiba Niel teringat kalo itu tidak perlu. Niel dan Stella perlu waktu sendiri agar mereka punya banyak kesempatan berduaan.
Niel tersenyum jail.
Niel telah memberikan semua koleksi kapal kuno miliknya kepada Jackson tapi dia membuat kapal yang baru. Kapal mini yang bentuknya adalah kapal pesiar, jadi... sudah tau kan mereka berdua menikah di mana?
♥ The End ♥
♥ Setelah bertahun-tahun nggak bisa nulis karena WB, akhirnya saya menyelesaikan kisah ini dengan jalinan cerita yang lebih berbeda dari sebelumnya. Dulunya nama Stella adalah Arianna tapi dengan berbagai pertimbangan saya ganti jadi Stella Natalin. Jadi jika kamu menemukan banyak typos nama, mohon maafkanlah diriku.
♥ Saya menulis Stella awalnya adalah cewek baik-baik dan banyak pacar. Dia jugalah yang mengejar Niel pertama kali tapi saya ganti karena tertantang menulis tokoh perempuan yang dibenci. Hope you like it!
♥ Andromeda Candra. Tokoh ini dulunya saya tulis sebagai sahabat Nathaniel. Saya pernah menulis kisah sekolah mereka di Kisah Manis di Sekolah. Saya mengubah beberapa bagian dari dirinya. Tapi saya menyukai Andro yang baru karena dia muncul sebagai saingan Niel.
♥ Terakhir, karena ini adalah final part, saya harap para readers bisa komen. Atau sekedar menyapa saya, memberi saya ide dan semangat untuk lebih berkarya lagi. See you soon!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top