Sepuluh -

Pagi yang cerah ini, Wina sudah berada di halaman belakang, tepatnya berada di tempat cuci, sedang mencuci pakaian kotor milik keluarganya. Wina adalah anak tunggal dan yang tinggal di rumahnya hanya 3 orang, Ibunya Wina, Bapaknya Wina, dan Wina sendiri. Makanya pembantu juga tidak datang setiap hari, hanya 4 kali seminggu, karena rumah Wina mungil, jadi tanpa pembantu pun, keluarga Wina masih bisa mengerjakan tugas rumah tangga, alias bebersih.

"Wina!" panggil Bapaknya.

"Ya Pak!?"

"Ada Reza dan Tata nih!"

Sebelum Wina berdiri dari posisi jongkoknya, karena dia sedang mengucek baju, Reza keburu datang dengan membawa plastik putih.

"Woi! Nggak lagi siaran lo?" tanya Reza.

"Ntar siang, kok datang nggak bilang-bilang?"

"Kita kan ngikutin lo, pergi nggak bilang-bilang!"

Wina mencibir. "Eh, kebetulan banget nih...," ucap Reza sambil melirik ke tumpukan cucian Wina di bak.

"Kebetulan apa?"

Reza membuka plastik putihnya dan menjebloskan isinya ke dalam bak itu. "Gue bawa baju kotor dari Jakarta, sekalian ya, Bi!!" ucap Reza yang lalu langsung kabur.

"Reza!!! Itu cucian yang udah bersih!! Rese lo!!"

"Gue udah ngobrol sama Wina, tapi dia kayak masih antipati gitu sama lo, dia malah nge-klaim langsung kalau lo pasti udah cerita ke gue, tau aja ya tuh orang? Hehe.., gue jadi ikut mikirin masalah cinta lo, kayak Dewi Cinta aja nih gue.. Eh gimana kalau lo telepon aja ke studio? Dia kan lagi siaran nih lo ajak kencan aja langsung. Ajakin ketemuan, kan elo selama ini telepon dia susah banget tuh, jadi lo minta maaf sekalian, kayak curhat tentang dia gitu lah...," Dhani menyerocos panjang.

"Kalau samperin langsung aja ke rumahnya gimana?" tanya Jarvis di telepon.

"Jangan! Kalau lo ke rumahnya elo kan musti menghadapi orang tuanya yang nanti jadi bakalan tau masalah lo. Males banget kan? Malu...,"

"Iya sih, terus kalau gue telepon ke studio ternyata diputus gimana?"

"Nggak bakalan, siapa pun yang on air, kalau di kantor gue sih nggak boleh diputus. Pamali katanya. Ntar gue sms no studionya. Udah dulu ya..., Jarvis. Dudu..,"

"Eh, Dhan! Tunggu! Yee..., ni anak udah ditutup lagi."

"Jadi gimana?" tanya Riki.

"Telepon ke studio katanya."

Di lain tempat...

"Guyz..! Hm.., siang-siang dan panas-panas begini enaknya ngapain ya? Gimana kalau kamu cek jemuran di luar, kali aja udah kering..., hehe..., atau kamu sedang makan siang? Atau leha-leha? Ya udah.., apapun itu yang pasti jangan dibuat bete ya, oh ya, sesuai janji Wina tadi, kita akan terima satu orang penelepon untuk on air dan ngobrol-ngobrol sama Wina, ngobrol apa aja, mau curhat silakan.., nah kita udah ada penelepon nih, halo...!?"

"Hai, gue Jarvis."

Wina terdiam beberapa saat begitu mendengar suara Jarvis. "Halo..., lo masih di sana kan, Win?"

"Yap! Gimana, Jarvis? Ada yang mau lo ceritain hari ini kepada gue?" tanya Wina sok manis.

"Ada, ada! Gue lagi kangen banget sama satu orang cewek yang dulu satu kantor sama gue, sekarang sih dia udah pindah ke Bandung, tapi gue udah menyusul dia kok ke Bandung, cuma... dia nggak mau ketemu sama gue, kayaknya dia udah benci banget tuh sama gue, padahal gue kesini buat dia, gue pengen minta maaf sama dia, Win. Gimana caranya ya?" tanya Jarvis sambil senyam-senyum kepada Riki, Riki cekikikan mendengar percakapan Jarvis dan Wina di radio. Sedangkan Dhani dan Tante Rika khusyu banget mendengarkan di ruangan Tante Rika.

"Hmm..., emang kesalahan lo sama dia apa?" tanya Wina dengan nada suara yang mulai adem.

"Gue terlalu egois, gue mau sama cewek yang gue susul ke Bandung ini, tapi..., begitu gue mau memperbaiki hubungan gue dengan dia, dia udah keburu pergi ke Bandung,"

Wina terdiam. Dalam hatinya dia merasa terharu.

"Menurut lo, kira-kira dia mau nggak ya maafin gue?"

"Mungkin," jawab Wina singkat.

"Hmm..., malam minggu ini Radio Jacuzzi stand by di Dago nggak?" tanya Jarvis.

"Iya, emang kenapa? Ada yang mau lo sampaikan ke dia?"

"Buat dia.., kita ketemuan di tempat Radio Jacuzzi ya jam delapan malam. Terima kasih ya, Win...,"

"Sama-sama, Jarvis! Oke, Guyz! Itu tadi Jarvis sang pengembara cinta.., cieeehh..., buat Jarvis, mudah-mudahan cewek itu mau maafin lo ya, dan ini ada satu lagu buat elo dari gue..dari Yovie and The Nuno, Maukah Denganku? Enjoy the song, Jarvis!" Setelah mengucap kata-kata itu, Wina menghela napas panjang dan mengusap air matanya diiringi dengan senyuman simpul.

***

Malam yang ditunggu-tunggu Jarvis akhirnya tiba juga. Di Jalan Dago yang sedang ramai di malam minggu ini, Jarvis dan Riki sudah siap siaga di tempat Radio Jacuzzi stand by. "Kemana sih si Wina? Gue jadi deg-degan sendiri nih. Dhan..., Wina datang nggak ya?" tanya Jarvis sambil menarik-narik jilbab Dhani.

"Baru jam delapan kurang, sabar kenapa sih?" protes Dhani.

"Tapi kan dia crew di radio, kenapa nggak datang dari awal?"

"Aduh, lo bawel amat sih! Yang penting sekarang lo tuh positive thinking, kali aja dia lagi dandan yang cantik buat ketemu elo.., walaupun.., nggak penting juga dandan buat cowok kayak elo!"

"Tapi gue masih bingung nih, Dhan. Gue ajak dia kemana ya?"

"Ke The Peak aja, atau ke The Valley yang deketan dikit, atau...ke Kampoeng Daun, atau..., ke Kedai Susu di sekitar Lembang, apalagi ya...? kalau mau murah, makan ayam gantung di Lembang!" Dhani menjawab lalu sesaat dia melamun dan memegang perutnya. "Eh, gue jadi lapar deh, jadi pengen makan ayam gantung...," lanjutnya.

"Yee..., malah elo lagi yang lapar!"

"Jarvis! Wina datang tuh bersama 'bodyguard-nya,'" panggil Riki sambil mencolek lengan Jarvis.

Akhirnya datanglah Wina bersama Reza dan Tata di belakangnya, Jarvis yang melihat Wina langsung berasa keringat dingin, seketika Jarvis merasa lebih baik dia ketiban batu daripada malam ini menghadapi Wina. Tapi Jarvis harus berani melakukannya, daripada dia kehilangan cintanya lagi!

Malam ini Wina datang dengan rok gypsy panjang warna coklat tua dan T-shirt polos warna putih, ditambah aksesoris kalung berwarna coklat sampai ke dadanya, gelang berbentuk spiral warna putih di tangan kirinya, dan sepatu teplek dari warna coklat muda. Rambut panjangnya yang biasanya selalu diikat satu kali ini dibiarkan tergerai dan poninya dijepit ke belakang sehingga memperlihatkan dahinya yang terdapat anak-anak rambut. Kacamatanya disematkan di atas kepala. Wajahnya hanya dinodai bedak dan maskara, tanpa tambahan make up yang lain dan hasilnya Wina tetap menjadi cewek modis yang tidak neko-neko namun terlihat jauh lebih manis dari biasanya.

"Hai." sapa Jarvis begitu Wina berhenti di depannya. Dia sangat gugup. Wina hanya membalas dengan senyuman.

"Apa kabar, Vis?" tanya Tata.

"Baik..., lo berdua gimana?"

"Kita juga baik-baik aja kok," jawab Reza.

Obrolan mereka terputus ketika salah satu crew Radio Jacuzzi yang datang menghampiri Wina. "Nih Win, data yang lo minta kemaren," ucapnya.

"Oh, iya, makasih ya."

"Data apaan Win?" tanya Dhani.

"Data survey kok, nggak begitu darurat." Wina pun mulai membacanya, tapi..., "Hm.., ngomong-ngomong...Za, kacamata gue dimana ya? Kayaknya ketinggalan di mobil elo deh!"

Dhani dan Riki menahan tawa mendengarnya.

"Aduuh ni anak...," ratap Reza.

"Wina...,"

"Kenapa sih!?" tanya Wina keheranan sampai jadi sewot melihat tampang teman-temannya.

"Win, itu apa?" tanya Jarvis sambil menunjuk ke kepala Wina diiringi dengan senyuman.

Wina langsung memeriksa kepalanya dan tangannya pun menyentuh kacamatanya. "Oh iya.., gue lupa..., hehe...," ucap Wina pelan. 'Aduh bego banget sih gue' ucapnya dalam hati.

"Makanya jadi orang tuh pelupa banget sih!" seru Reza.

"Gue kan nggak selalu pakai kacamata, wajar dong lupa..? Sebentar gue tinggal dulu, gue mau tanya sesuatu sama teman gue yang tadi,"

"Lo berdua memang mau pergi kemana?" tanya Tata.

"Belum tahu, mungkin ke The Peak atau Ciwalk aja,"

"Owhh..., Za, aku pengen makan jagung bakar nih atau roti bakar, kita cari yuk," ucap Tata.

"Boleh... Vis, good luck ya!" ujar Reza seraya menepuk pundak mantan musuhnya itu.

"Thanks, Za."

"Eh, kita kemana dong, Dhan?" tanya Riki.

"Mana gue tahu, gue mah masih ada kerjaan, lo cari cewek gih."

"Sialan! Udah ah gue ikut lo kerja aja! Good luck, Jarvis!"

"Yo!" Akhirnya Jarvis ditinggal sendirian menunggu Wina, tak lama kemudian Wina datang.

"Lho, yang lain kemana?" tanya Wina.

"Cari makanan, mau berangkat sekarang?"

"Emang mau kemana sih?"

"Ngajak lo makan. Yuk."

"Ya udah....,"

Sesampainya di The Valley, sebelum masuk ke restorannya, Jarvis dan Wina berjalan-jalan dulu di sekitar situ. "Gimana lo di kantor? Senang dong yah bisa langsung siaran?"

Seraya menyunggingkan senyum, Wina menjawab. "Ya iyalah.., nggak banyak disuruh-suruh,"

"Nyindir nih...?"

Wanita itu menggosok-gosokkan lengannya tanda kedinginan. Melihat itu, Jarvis berinisiatif membuka jaket untuk kemudia dia berikan pada Wina. "Nih, pakai jaket gue. Payah deh, masa udah pakai sweater masih kedinginan, nggak bisa gue ajak jalan-jalan ke tempat bersalju dong?"

Wina mendelik. Pun begitu, dia tetap menerima jaket milik Jarvis. "Halaah, niat nggak sih lo? Ngomong-ngomong, lo sekarang sama Vera gimana?"

"Nggak gimana-gimana. Kita cuma teman,"

"Lho, kenapa!?" tanya Wina sedikit kaget sampai-sampai setengah berteriak. Jarvis sampai bengong melihat reaksi Wina. "Eh..., maksud gue.., kenapa nggak jadi...?" pertanyaan Wina diulang kembali, tapi kali ini dengan suara yang rendah. Mimik muka Jarvis langsung berasa menang.

"Bukan dia yang gue mau."

"Ohh...," Wina tidak melanjutkan pertanyaan.

Tiba-tiba Jarvis langsung berhenti berjalan. "Kenapa?"

"Hmm..., " Jarvis merogoh-rogoh kantong celananya. "Kayaknya gue nggak bawa uang banyak deh, gue lupa ke ATM. Ke ATM dulu yuk,"

"Dimana ada ATM di sini? Udahlah..., mendingan kita nggak usah makan di sini aja,"

"Tapi suasana di sini kan enak. Nggak masalah kan?"

"Oh ya? Dengan nggak punya uang? Nggak usah maksa lah...! Emangnya lo pikir gue nggak bisa apa diajak makan di emperan?" ucap Wina yang sudah mulai sewot.

"Kok lo langsung sewot gitu sih? Apa gue salah dengan ngebawa lo ke sini? Ke tempat dimana gue bisa leluasa ngobrol-ngobrol sama lo?"

"Emang mau ngobrolin apaan sih?"

"Ya..., pokoknya banyak yang mau gue omongin."

Mendadak Wina merasa bete. Entah kenapa. "Udah ah, gue mau balik lagi aja ke Dago,"

"Lho, kok balik?"

"Daripada gue berdebat dengan elo, mendingan gue di sana deh!"

Jarvis menghela napas frustasi. "Tuh kan mulai lagi kan?"

"Lo mau nganter gue pulang atau nggak? Kalau nggak, gue bisa kok pulang sendiri." ucap Wina.

Jarvis tidak menjawab sesaat. "Nggak mau, gue tetap pengen ngajak lo makan di sini."

"Ya udah, kalau gitu gue juga tetap mau balik ke Dago, terserah lo mau apa nggak."

"Silahkan kalau itu memang mau elo, elo tinggal cari tukang ojek yang mau ke bawah, atau...lo bisa jalan kaki di tengah-tengah kegelapan."

"Gue nggak takut!" Wina berbalik badan dan mulai berjalan menjauh dari pandangan Jarvis.

"Hhh..., gue kenapa sih? Kok kayaknya susah banget ngedeketin si Wina? Tapi nggak apa-apa deh, gue yakin kalo emang jodoh dia pasti balik lagi ke gue!" gumam Jarvis sendirian. Dia lalu berjalan menuju tempat parkir.

Di lain tempat, Wina sedang bersungut atas kejadian yang baru saja terjadi. "Aduuh gue kesel banget ma tu cowok. Unrespectable! Masa gue dibiarin pulang sendiri sih? Kalau dia memang sayang sama gue, dikejar kek!"

Wina melihat sekeliling jalan, tidak ada satupun ojek yang lewat depan dia, sedangkan suasana di situ semakin lama semakin horor, sepi banget! Pohon-pohon semua, lampu penerangan juga tidak berniat menyala terang. Wina mulai merinding. Dia langsung mengusap-usap lehernya.

Sedangkan Jarvis, cowok itu sedang berdiri di depan mobilnya sambil menghisap sebatang rokok, begitu hisapan terakhir, dia mulai membuka pintu mobil, menyalakan mesin mobil, dan bersiap pergi dari The Valley, tapi tiba-tiba ada ketukan yang cukup keras dari jendela sebelah. Ternyata Wina! Wina meminta Jarvis membuka pintu mobilnya. Jarvis membukanya dan Wina pun langsung masuk serta duduk di sebelah bangku supir.

"Ada apa ya, Nona Wina? Takut? Apa berubah pikiran?" tanya Jarvis meledek dengan sedikit tawa.

"Mending lo sekarang nyalain argo lo, sampai Dago gue bayar, keberatan?"

Jarvis memandang mata bulat milik Wina. "Oke...., apa sih yang nggak buat lo...?"

Lalu tak lama setelah itu, mobil Jarvis melaju meninggalkan The Valley.

Selama di mobil, Jarvis cuma bersenandung kecil mengikuti lirik lagu yang sedang diputar di radio. "Non, tahu lagu ini nggak? Enak nih!"

"Judulnya Sparks, yang nyanyi Coldplay, siapa penciptanya gue nggak tau," jawab Wina datar. Jarvis tersenyum kepada Wina sambil meliriknya.

"Apa lihat-lihat? Nggak suka?"

"Ya..., gue nggak suka, tapi gue sayang...,"

Mendengar jawaban Jarvis, Wina yang tadinya mukanya jutek, langsung menahan senyum. "Sebentar lagi sampai Dago kok, Non..., sabar ya..," lanjut Jarvis.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top