Romance Slap (5)

Ara mempergegas langkah agar segera sampai di kelas. Entah apa dosa yang sudah ia lakukan, sampai-sampai terus dikejar cowok aneh yang sebelumnya belum pernah ia temui.

Tidak sampai di situ, anak itu juga meminta nomornya setelah Ara menghadiahi sebuah tamparan keras.

Apa sih maunya?

"Ara!" panggil Naya yang secara mendadak sudah berjalan di samping gadis itu. "Kata anak-anak, kamu tadi pagi berantem sama cowok?"

Ara mengerjapkan mata.

Darimana Naya bisa tahu? Padahal gadis itu belum berangkat saat pagi-pagi tadi. Gosip di sekolah memang begitu cepat menyebar.

"Iya. Lagian dia kurang ajar banget. Bisa-bisanya main cium tangan aku. Padahal kenal juga enggak," sungut Ara.

"Kamu tahu siapa namanya?"

Ara berusaha mengingat. Sesaat kemudian ia menjentikkan jari, "Kalau nggak salah namanya Adimas. Eh, apa Marimas, ya? Aduh, jadi endorse."

"Maksud kamu Adimas Putra?" Naya meluruskan.

"Kayaknya iya, deh."

"Astaga Ara! Kamu tahu nggak kalau udah menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin belum tentu terjadi sekali seumur hidup?" Naya berdecak kesal. "Memang kamu nggak tahu dia itu siapa?"

Kening Ara berkerut. Memang seistimewa apa cowok itu sampai Naya terlihat marah begitu? Jelas gadis itu tidak tahu. Satu hal pasti, Dimas hanya cowok genit yang hobi meminta nomor lawan jenis.

"Enggak," jawab Ara santai. Lagipula, Naya terlalu mendramatisir. Buat apa juga kalau ia bisa kenal dengan cowok itu.

"Ya Allah, Ra! Dia itu cowok paling diincar di sekolah ini tahu!" Naya menjerit histeris sambil mengguncang lengan Ara.

Ara yang merasa risi langsung mengernyit sembari melepaskan tangan Naya dari lengannya.

"Naya! Kamu terlalu lebay tahu, nggak? Kita jadi dilihatin orang, nih!" desis Ara ketika beberapa pasang mata tertuju pada mereka.

"Ih, biarin. Sayang banget kalau di sini banyak cogan tapi nggak kita grab," celoteh Naya tetap keukeuh pada pendiriannya.

"Lagian, cowok nggak jelas model gitu aja bisa disenengin. Hobinya aja mintain nomor hp cewek yang belum dia kenal."

Mendengar pernyataan Ara, kedua mata Naya membulat seperti hampir meloncat dari kelopaknya.

Cowok itu meminta nomor hp?

Sungguh Naya shock bila hal itu benar-benar terjadi. Kabarnya, Dimas tidak pernah me-notice cewek yang terang-terangan menyukainya.

"Masa sih, Ra?" Ara mengangguk yakin.

"Tapi nggak aku kasih."

Naya menekuk wajah. Cukup kecewa dengan kata-kata Ara barusan. "Kok nggak dikasih sih, Ra? Padahal di luar sana banyak tahu cewek yang pengen ada di posisi kamu," gerutu Naya.

"Bodo! Lagian, sekolah itu tempat kita buat belajar."

Ara memang tidak menyukai sikap Naya yang terlalu berlebihan terhadap cowok. Kalau sudah masuk ke ranah cogan, beuhh. Bisa-bisa Naya menggelar karpet untuk talkshow sendiri selama 7 hari 7 malam.

"Nggak bisa gitu dong, Ra. Kamu tahu pepatah sambil menyelam minum air? Artinya, kita sebagai murid bisa belajar sambil mencari cogan." Naya terkekeh sendiri mendengar celotehannya.

Ara memilih diam dan tutup telinga, ketimbang meladeni omongan Naya yang sebenarnya tidak berfaedah.

Pernah satu kali Naya terus menyerocos tentang cowok yang disukainya bertepatan dengan Ara yang tengah mengukus bakpau. Alhasil, Ara lupa dan bakpau itu menjadi penyok.

"Ra, dari yang aku denger, sih, ya. Katanya, selain ganteng dia juga anak dari kepala sekolah SMA kita."

Ara melirik hati-hati ke arah Naya. "Terus? Kamu mau deketin dia gitu?"

"Niatnya sih gitu. Tapi dia agak susah dideketin. Beberapa cewek yang ngasih kode nggak dia respon," gerutu Naya sebal.

Ara hanya diam mendengar pengakuan Naya. Memang seberapa istimewanya sih manusia bernama Dimas itu? Ara jadi penasaran.

Tunggu.

Ara baru tersadar.

Kalau dia putra kepala sekolah, bukankah posisinya saat ini terancam?

~~~

Hari pertama masuk sekolah adalah waktu penyesuaian bagi para siswa. Guru-guru sengaja belum mulai memberikan materi pelajaran. Hal itu memang kebijakan dari sekolah, supaya anak-anak bisa beradaptasi dahulu sebelum memulai pelajaran.

"Dim? Dimas! Halo!" Ricky terus merecoki Dimas yang terlihat melamun sambil menopang dagu.

Pandangannya kosong.

Terang saja, gagal mendekati seorang cewek dan disiram air teh panas membuatnya merasa seperti orang paling suram di jagad raya.

"Tett ... tett ... tett ada sepeda, sepedaku roda tujuh." Ricky berdendang sembari menarik hidung Dimas berkali-kali.

"Sakit kampret!" Dimas mencoba balas dengan menjitak kepala Ricky, tapi dengan segera anak itu berlari terbirit-birit. Kesal sendiri, Dimas memilih duduk kembali. "Lagian mana ada sepeda rodanya tujuh!" teriak Dimas.

Beberapa anak di kelas melongo heran. Cukup langka ketika mereka mendapati Dimas berlaku kekanakkan seperti itu.

"Itu anak kenapa, deh?" tanya Ricky.

Syukron mengendikkan bahu. "Entah, gara-gara ditolak mentah-mentah kali sama cewek di kantin tadi."

"Udah gitu disiram teh panas pula," tambah Risang. Cukup geli bila mengingat kejadian tragis tadi.

"Hah? Serius? Kok lu payah banget sih, Dim?" ejek Ricky memanas-manasi.

Dimas mendengkus kesal. Bukannya membantu, ketiga anak itu lebih memilih tertawa di atas penderitannya.

Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga, ketiban tabung gas sama tukang-tukangnya.

"Dari awal gue udah bilang nggak tertarik sama cewek. Lagian, kalau lu pada bisa ngatain gue payah, kenapa nggak coba aja deketin dia? Biar ngerasain langsung pengalaman berinteraksi sama cewek bermulut cabe-cabean," ujar Dimas dengan nada bicara yang begitu menggebu-gebu.

"Gue pribadi nggak mau ikut-ikutan, ya. Nanti kalau ketahuan Natasha my babe bisa berujung salah paham," dalih Ricky. Natasha adalah siswi kelas X, sekaligus cewek yang tengah Ricky gebet.

Sekadar informasi, Ricky hanya sedang mendekati satu perempuan saja. Iya, satu. Satu di kelas X, satu di kelas XI, satu di kelas XII, satu di komplek rumah, dan masih banyak lagi.

"Gue juga nggak mau. Tipe gue itu yang lemah lembut, penyayang, bisa diminta nemenin kapan aja, bisa disuruh-suruh, bisa—"

"Lu nyari cewek apa nyari TKI, sih?" potong Dimas sambil merengut jengkel.

Teman adalah salah satu anugerah, sekaligus rezeki yang tuhan berikan. Tapi kalau punya teman seperti ini, Dimas merasa seperti ditimpa musibah. Tidak menyelesaikan masalah, malah menambah beban kehidupan.

"Gimana kalau saya saja?" tawar Risang yang disambut dengan tatapan ketiga cowok itu.

Benar juga!

Dari ketiga cowok itu, Dimas berpikir kalau Risang adalah kandidat yang paling menjanjikan. Selain punya wajah ganteng dan sifat kalem, cowok itu tidak segila Ricky dan Syukron.

"Lu yakin?" Risang membalas dengan anggukan.

"Tenang aja. Kalau berhasil, saya bakal kasih ke kamu langsung tanpa imbalan."

Dimas tersenyum menyeringai. Nampaknya, rencana balas dendam cowok itu bisa berjalan lancar.

~~~

Keempat anak kurang kerjaan itu sudah berdiri di ambang pintu kelas XII IPA 2.

Sesuai kesepakatan, Risang akan masuk sendirian dan mencoba mendapatkan nomor cewek itu. Anak itu cukup percaya diri. Pasalnya, ia sudah menyusun strategi dan menyiapkan siasat apabila planning-nya gagal.

"Pokoknya, lakuin sebisa lu. Jangan terlalu memaksakan diri! Kalau ada sinyal tanda bahaya, cepat-cepat mundur. Gue nggak mau lu kenapa-napa. Keselamatan lu yang paling utama!" cerocos Dimas mendramatisir suasana.

"Gini nih kalo bocah kebanyakan makan bawang basi," bisik Syukron sebal.

Ketika Risang menginjakkan langkah pertama, beberapa siswi memandanginya takjub. Ada yang melongo, bahkan menganga hingga liurnya berceceran.

Indera penglihatan Risang berpendar mencari sang target. Setelah ia merotasikan leher ke kanan dan kiri barulah gadis itu terlihat. Ia duduk di bangku nomor dua sebelah kiri paling ujung.

~~~

Ara mengerjapkan matanya berkali-kali, seperti merasa heran plus terganggu dengan kehadiran Risang yang mematung di hadapan mereka.

Sebaliknya, Naya di sebelah Ara malah menatap Risang dengan berbinar-binar, seperti melihat hewan langka yang belum pernah ditemukan siapapun.

"Boleh saya bergabung di sini?" tanya Risang tak melepas pandangan dari Ara.

"Boleh kok, ini bukan punya kakek moyang kita. Asal nggak dipake buat main kerambol aja." Sambil menopang dagu, Naya menyunggingkan senyum ramah. Sekarang justru Risang yang merasa terganggu.

Risang melontarkan tatapan malas, "Saya nggak lagi tanya sama kamu."

"Sebelumnya, kamu siapa, ya? Apa kita pernah ketemu?" Ara merasa asing. Ia lupa kalau Risang satu komplotan dengan Dimas.

Risang menunjukkan buku tulis yang ia bawa. "Panggil saja Risang. Saya dari kelas XII IPS 1." Risang mengulurkan tangan, bermaksud menyalami Ara. Namun, dengan gerak secepat kilat Naya meraih tangan itu.

"Aku Naya Ariani. Panggil aja Naya." Risang mengangguk. Bibirnya terangkat dengan paksa.

Ihh, kok banyak cogan di sini! Mama, Naya pengen satu yang model kayak begini, batin Naya.

"E-ekhem ..., Sang. Duduk aja dulu." Ara buru-buru menyela sebelum Naya bertambah liar.

Risang berdeham pelan, kemudian duduk di bangku. Ia membuka halaman buku paling belakang, lalu pura-pura seperti menulis sesuatu. "Saya mau minta bantuan sama kamu, Ara."

"Kenapa enggak minta tolong sama Naya yang cantik ini?" tanya Naya tiba-tiba langsung menyambar.

Risang bergidik ngeri, Ini tali puser kambing qurban kenapa nyerobot mulu sih?

"Kamu mau minta tolong apa emang?" tanya Ara ramah.

"Jadi, saya dapat tugas buat wawancara sama guru bahasa indonesia. Saya diminta buat mewawancarai murid berprestasi di sekolah ini. Saya dengar-dengar, kamu itu sering mendapat peringkat satu paralel kelas ipa."

Dengan memakai kedok wawancara, Risang bisa menanyakan informasi pribadi tentang Ara. Dia berpikir dengan cara ini pasti Ara tak akan menolak memberikan nomor handphone. Saya memang pintar, batin Risang.

"Aku enggak keberatan, sih. Tapi kayaknya aku enggak begitu berkontribusi banget deh sama sekolah ini. Kalo soal prestasi, mending kamu nanya sama—"

"Gimana kalau Mas wawancara aku aja?" Naya memotong pembicaraan mereka. Netra kecoklatan itu tak lepas menatap Risang, seperti ada kilauan yang mengitari tubuh cowok itu.

"Nah, iya tuh. Naya juga sering jadi juara kelas. Lebih lagi, dia pernah jadi juara fashion show tingkat provinsi," dukung Ara.

Risang meneguk ludahnya, antara kesal dan bingung harus bagaimana. Demi kadal gurun yang hidup di kutub utara, saya enggak peduli! Mau kamu juara fashion show kek, juara makan kerupuk se-Asia Tenggara kek, juara balapan odong-odong kek, saya nggak mau tahu.

"Naya juga dikontrak jadi model majalah remaja selama satu tahun. Kurang apa coba dia? Iya enggak, Nay?" Ara menolehkan kepala ke wanita itu dan dibalas kedipan mata darinya.

Mau kamu model majalah kek, model shampo lain kek, model makanan ayam kek, saya beneran enggak peduli.

Risang berusaha memutar otak sebelum urusan akan jadi semakin runyam. Dia mengeluarkan ponselnya dan pura-pura sedang membaca pesan. Kemudian memasang muka serius sambil menganggukkan kepalanya.

"Aduh, maaf Ra, Nay. Kayaknya saya gak jadi wawancara sama kalian. Baru dapet kabar kalau guru saya resign ke Timor Leste. Sekali lagi maaf, ya," ujar Risang sambil bergegas melarikan diri.

"IHH, MAS!!! TERUS GIMANA?! KAN NAYA YANG CANTIK INI UDAH SIAP JADI NARASUMBER!" 

~~~

To be continued

20 February 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top