Romance Slap (14)

"Ya Allah! Sumpah, ini enak banget!" Ara terus memuji hidangan yang sedang ia santap. Hampir ia tersedak beberapa kali karena makan terlalu lahap.

Mereka berdua sedang menikmati nasi goreng di warung lesehan pinggir jalan. Awalnya, Dimas mengajak Ara makan di restoran jepang langganannya. Alasan mengapa mereka beralih tempat karena gadis itu sempat muntah-muntah ketika menyantap sushi yang ia pesan sendiri. Maklum, lambungnya belum terlalu akrab dengan makanan asing. Jadilah mereka pindah ke tempat ini.

"Pelan-pelan aja," nasihat Dimas ketika melihat anak itu tersedak.

Ara membentuk jarinya membentuk huruf 'o' dan mengambil segelas air putih yang ada di hadapannya. "Dimas gak makan?" Ara keheranan karena cowok itu hanya mengaduk-aduk nasi. Dari mimik mukanya terlihat kalau Dimas terlihat tidak nafsu.

"Nanti dimakan, kok," balas cowok itu. Ia melipat kedua tangan di atas meja dan menumpu dagu.

Mengenai tempat ini, Dimas agak ragu sebenarnya. Tempat mereka makan hanyalah warung pinggir jalan. Peralatan masaknya pun terlihat kuno dan nampak tidak higienis. Ia tidak terbiasa makan di tempat-tempat seperti itu. Kalau sudah bersama teman, minimal restoran fast food yang digunakan sebagai tempat berkumpul.

"Nga-ngapain, lu?" tanya Dimas tergagap. Sedari tadi merasa kikuk karena Ara terus memandangnya. Pipinya memerah. Ia berusaha berekspresi datar, tapi jantungnya berdebar kencang.

"Ngelihatin kamu," jawab Ara singkat. Ara mengambil piring di hadapan Dimas, meraup nasi nasi goreng dengan sendok dan menyodorkannya tepat di depan mulut Dimas, membuat anak itu mengerutkan keningnya.

"Ra, lu ngapain?" tanya Dimas, keheranan.

"Cobain!"

"Hah?" Dimas menaikkan satu alisnya kebingungan.

"Buka mulut kamu," perintah Ara.

"Aku mau lihat kamu makan."

Dimas terbelalak, "Ra, apaan, sih? Malu tahu diliatin orang!"

Ara menekuk wajah. Gadis itu hanya beritikad baik dengan memberi suapan dan kelakuannya dianggap memalukan? Harusnya kata-kata itu yang ia lontarkan karena Dimas lebih sering berkelakuan absurd

"Daripada kamu enggak makan-makan," tukas Ara masa bodoh.

Dimas menyadari beberapa pengunjung memerhatikan tingkah laku mereka. Pipinya terasa panas. Namun ia tetap membuka mulut untuk menerima suapan yang Ara berikan. Pelan-pelan ia mengunyah nasinya dengan lembut. Mata mereka saling menatap kala itu. Dengan cepat Dimas menundukkan pandangan.

"Enak?"

"Iya." Dimas tersenyum. "Enggak nyangka nasi di sini enak banget."

Ara membalas dengan charming smile-nya, membuat cowok itu makin merasa tak karuan. Apa, sih yang dilakukan gadis itu? Apa Ara sedang coba mengintimidasi dan membuatnya salah tingkah?

Dimas memalingkan wajahnya. "Gue bisa makan sendiri," ucapnya sembari mengambil piring di tangan Ara.

"Aku nggak nyangka kalo kamu suka nasi goreng pinggir jalan gini." Ara kembali menelan suapannya. Sesekali pandangannya mengedar, menuju tempat dimana kendaraan sedang berlalu lalang

"Kue-kue yang lu jual, itu bikinan sendiri?" Dimas mencoba mencari topik pembicaraan.

Ara menggeleng, "Itu nenek yang bikin, kadang aku bantu-bantu bungkusin atau siapin bahan-bahannya."

"Lu tinggal sama nenek doang?" Ara mengangguk.

Dimas mengernyitkan dahi, "Terus, orang tua lu kemana?"

"Bapak udah meninggal, ibu jadi TKW di Malaysia. Tapi, udah lama banget sampai sekarang ... dia gak pernah pulang ke rumah. Juga nggak ada kabar mengenai dimana keberadaannya." Nampak raut kesedihan tercetak di wajah Ara. Agak merasa bersalah Dimas menanyakan hal itu.

"Sorry, gue gak maksud."

"Nggak pa-pa, Dim. Lagian, itu udah lama banget. Aku gak bisa terus-terusan menyalahkan nasib."

Dimas tertegun.

Cewek ini bener-bener sabar. Biarpun dia udah nglewatin masa-masa yang berat, dia gak pernah nyerah. Gue masih beruntung punya orangtua lengkap, punya saudara perhatian. Apa yang bakal gue rasain kalo ada di posisinya?

Dimas benar-benar merasa seperti pecundang sekarang. Ia dilahirkan di keluarga yang berkecukupan, apa-apa yang ia minta juga bisa dipenuhi. Mengapa ia tak bersyukur?

"Dimas? Kok bengong?" ucapan Ara membuat ia buyar.

Tanpa berucap, cowok itu melakukan hal yang sama. Persis, seperti yang Ara lakukan padanya pagi tadi. Tangan kekarnya terangkat, lalu menangkup tangan lemah itu. Gadis itu kaget, tapi ia hanya pasrah. Seakan tidak ada tenaga lagi untuk memberontak.

"Merasa lebih baik?"

"I-iya."

"Kalau lu ada unek-unek, lu boleh cerita sama gue. I'm not a therapist, but i promise to hear." Entah grammar-nya benar atau tidak, Dimas masa bodoh.

"Makasih, Dim." Ara tersenyum simpul.

"Sebelum kita pulang ..." Dimas merogoh saku. Ia mengambil ponselnya. Hampir saja syarat yang Drupadi ajukan hilang dari ingatan. Bisa gawat kalau uang jajannya ditahan. Jelas itu tidak boleh terjadi, ia tidak mau berakhir kelaparan di sekolah. "Lu mau nggak foto bareng sama gue?"

"Dih, apaan? Abis ngeluarin kata-kata gitu langsung main modus aja," ucap Ara sambil terkekeh. Membuat Dimas memasang tampang masam.

"Gue nggak lagi modus. Ini semua syarat buat keberlangsungan hidup," tegas Dimas.

"Alay! Bilang aja mau modus!"

Sebuah kernyitan hadir di kening Dimas. Memang apa yang salah dari meminta foto bareng? Apa itu masuk dalam tindakan amoral?

"Yaudah. Kalau lu nggak mau juga nggak pa-pa." Cowok itu menyimpan kembali ponselnya. Tentu tingkah itu membuat Ara kesal sekaligus heran. Ia yang meminta sesuatu, ia juga yang membatalkan seenaknya. Dasar undur-undur labil! Bukannya gadis itu mau berharap, setidaknya usaha sedikit, lah. Mohon-mohon dikit, kek.

"Iya-iya aku mau," balas Ara sembari mengerucutkan bibir. "Sekarang?"

Lagi-lagi Dimas mengerutkan kening. Apa memang cewek itu selabil ini?

"Kalau nggak ikhlas nggak usah. Gue nggak pengen maksa," Dimas menjawab. Demi apapun, kelakuannya membuat Ara gregetan maksimal.

Apaan sih ni cowok. Udah minta-minta, pake acara sok jual mahal segala, batin Ara.

"Iya-iya, aku ikhlas. Suer dah!" Ara berusaha meyakinkan. Dua jarinya terangkat dan membentuk simbol peace.

"Nah, gitu, dong!" Wajah Dimas berseri seketika. Cowok itu mengambil ponsel kembali dan membuka kamera depan.

CKREEK

Kedua anak itu melakukan swafoto. Dimas tersenyum lega. Setidaknya uang bulanannya aman kali ini.

~~~

To Be Continued

16 Maret 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top