Chapter 7 : Gua Mata Peri

Di dalam mimpi, sebuah cahaya putih yang terang memenuhi penglihatannya. Bai Suzhen berusaha memejam untuk menghindar. Namun cahaya itu tidak hilang. Bai Suzhen berlari, menjauhi cahaya, berharap menemukan titik hitam di antara terang cahaya ini. Bai Suzhen tidak pernah melihat cahaya seterang ini sebelumnya. Di Tanah Iblis, kegelapan dan cahaya temaram adalah satu-satunya warna yang ia miliki.

Namun, sebuah bisikan pelan samar-samar terdengar.

"Semua sudah terbukti, kak. Kau membuka ruang terlarang, dan dengan mencuri catatan saja kau sudah melanggar aturan Guru. Kau berkhianat." Itu suara adiknya, Hei Suzhen.

"Aku tidak..." jawab Bai Suzhen pelan padahal ia ingin berteriak keras.

"Energi cahaya dalam darahmu sudah aktif. Sebentar lagi kau akan membelot dan aku sangat membenci para dewa..." kali ini suara Mo Lushe, terngiang tajam dan tegas.

Bai Suzhen berusaha menjangkau pandangan, berharap dapat melihat kedua anggota keluarganya itu, namun hanya suara mereka yang terus berputar-putar seperti kaset rusak. Hati Bai Suzhen terasa berat. Ia terus berlari ke sana kemari di antara sinar putih itu, berharap menemukan mereka. Namun semakin mencari, tak ada satupun dari mereka yang muncul.

"Aku bukan keturunan dewa!"

Bai Suzhen membuka mata dan terlonjak bangun. Detik berikutnya, ia terengah-engah dan sadar kalau itu semua hanya mimpi. Ia menoleh dan mendapati dirinya tertidur di atas sebuah batu panjang dengan kanan dan kiri terdapat banyak jamur-jamur kecil membentuk lampu. Jamur-jamur itu bersinar kebiruan. Ada yang berwarna hijau dan ungu. Bai Suzhen menelaah situasi.

Ternyata ia ada di sebuah gua. Dindingnya berbatu tak rata. Di atas gua terdapat banyak jamur-jamur bersinar penuh warna. Di sekitar jamur itu terdapat bintik-bintik seperti debu kristal yang mengelilingi mereka. Pikiran Bai Suzhen menerjang kembali ingatannya.

"Oh, kau sudah bangun, siluman kecil?"

Seseorang muncul dari ujung lorong tempat Bai Suzhen terbaring. Seorang pria ramping berpakaian sutra putih kebiruan yang dijahit dengan benang perak dan keemasan. Rambutnya panjang, setengah diikat dan berponi tipis. Di atas kepalanya terdapat mahkota giok tanpa mutiara. Mahkota itu berkilau cantik.

Ketika Bai Suzhen menatap pria itu, ia langsung berdiri dan menderik. Hendak bertransformasi menjadi ular untuk pertahanan. Tapi pria itu segera mengangkat tangan.

"Tenang dulu. Aku bukan musuhmu. Dewa setampan aku, tidak menginginkan siluman cantik sepertimu menjadi tawanan."

Bai Suzhen tidak mengindahkan kata-katanya. Ia mengeluarkan sisik di sekitar lengan dan pipinya. Pria yang mengaku dewa tadi sedikit terpana.

"Tawanan apa? Kau siapa?"

Dengan santai, pria tadi mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Ah, sudahlah. Menjadi dewa terkuat juga tidak ada gunanya kalau siluman cantik sepertimu saja sudah tidak percaya padaku."

Bai Suzhen tidak suka mendengar kata-katanya. Dia mengeluarkan selendang, hendak menusuk pria itu dengan sekali gerakan. Ia melangkah cepat dan menebas ke arah muka. Pria tadi memiringkan kepala dan mengangkat satu tangan untuk menepis pergelangan tangan Bai Suzhen. Pedang terlepas dari tangannya. Bai Suzhen terkesiap. Dengan kekuatannya—yang ternyata masih lemah karena masih dalam pemulihan dari pertarungan dengan tiga dewa siang tadi, Bai Suzhen tidak berhasil menggapai pedangnya.

Sedetik, pedang itu berubah kembali menjadi selendang putih panjang dan terkulai jatuh ke lantai.

Pria tadi mendekati Bai Suzhen dan meraih selendangnya untuk dikembalikan. Bai Suzhen menatapnya dingin.

"Namaku Xianlong. Aku Dewa Gunung Kunlun. Kau bisa memanggilku Dewa Kunlun, atau... kalau kau berminat, kau bisa panggil aku Dewa Tampan." Dia tersenyum. Matanya berwarna hijau dan nampak berkilau terkena cahaya dari jamur-jamur di sekeliling gua.

Jika tenaga Bai Suzhen tidak selemah ini, mungkin ia tidak segan-segan mengangkat pedang lagi.

Dari belakang lorong gua, muncul para peri yang berterbangan santai di udara. Mereka menghampiri Xianlong dan berterbangan di sampingnya sambil menunjuk-nunjuk Bai Suzhen.

"Eh, siluman cantik, kau berusaha menyerang Master kami, ya?"

"Benar. Lihat sisik itu muncul lagi. Benar-benar tidak bisa dipercaya!"

"Meskipun siluman setengah dewa, tapi hatinya tetap sekejam Mo Lushe!"

"Aku bukan setengah dewa, kau peri kecil tak berguna!" seru Bai Suzhen sambil bangkit dan hendak menyerang peri-peri itu. Sekumpulan peri ketakutan dan langsung bersembunyi di belakang kepala Xianlong.

Xianlong terkekeh pelan menahan Bai Suzhen. "Baik, baik. Kau bukan setengah dewa. Terkadang, untuk mengakui perubahan memang tidak pernah mudah. Tapi begitulah cara dunia memberimu pelajaran."

"Aku tidak butuh kata-kata bijakmu. Minggir." Bai Suzhen menepis pegangan Xianlong dan meraih selendangnya untuk diikat kembali ke lengan kanan.

"Eh, kau mau ke mana? Memangnya tahu jalan pulang?"

Bai Suzhen menyipitkan mata dan menatap Xianlong galak. "Kau adalah teman Dewa Taiyang. Untuk apa mengurusiku? Cepat atau lambat, meskipun tenagaku pulih, aku tidak akan bisa melawan mereka."

"Sudah tahu tidak bisa melawan mereka, kenapa masih berusaha mau pergi? Tenang saja, di Gua Mata Peri ini, semua jamur-jamur penetral ini menahan aura iblismu. Tidak ada dewa yang bisa mendeteksi keberadaanmu."

Bai Suzhen tentu tidak percaya. Ia melangkah mendekat, sedikit mendongak ke arah pria yang masih tersenyum itu. "Kau pikir aku percaya?"

Dengan sebelah tangannya, Bai Suzhen mengeluarkan selendang dan melecutkannya ke arah kumpulan jamur bersinar aneka warna yang ada di ujung lorong. Sentakan dari ujung selendang mengenai jamur-jamur itu. Namun mereka hanya bergetar pelan dan serbuk debu kristal meledak samar-samar di antaranya.

Bai Suzhen tidak mengerti.

"Sudah kukatakan, bukan? Kau aman di sini."

Di catatan yang ada di ruang terlarang, tidak ada keterangan lengkap soal Tanah Cahaya. Yang ia tahu, di Tanah Cahaya hanya ada Istana Shanqi tempat dewa cahaya itu tinggal. Sisanya, gunung dan tanah bening yang tadi siang ia lewati, ia sama sekali tidak mengerti.

Sebagian diri Bai Suzhen merasa tersesat. Ia terdiam berpikir tanpa sadar kalau Xianlong sedari tadi memandangi wajahnya.

"Bagaimana sisik-sisik itu bisa menghilang kembali?"

Pertanyaannya membuat Bai Suzhen terkejut. Ia mundur beberapa langkah dan masih dengan sikap waspada, ia menatapnya lurus. "Kenapa kau malah menyembunyikanku di sini? Tadi aku ingat sedang tidur sebentar di samping sungai. Apakah para peri peliharaanmu itu yang memanggilmu?"

"Sabar dulu. Mau kujawab yang mana?"

Para peri berseru-seru. "Siluman tidak tahu diuntung! Master kami yang justru menemukan aroma aneh dalam tubuhmu. Jika tidak segera membawamu ke Gua Mata Peri, mungkin kau sudah ditangkap oleh Dewa Taiyang!"

"Benar! Master percaya kalau ada energi aneh yang seimbang dalam pusaka iblismu, maka itu dia mengamankanmu lebih dulu untuk mempelajarinya."

Xianlong menyengir. "Begini, selama hampir sepuluh ribu tahun aku berjaga di gunung suci ini, tidak ada iblis—bahkan sebutir debu energi hitam yang berhasil menembus segel perbatasan Gunung Kunlun. Namun, kau berhasil masuk. Aroma darah iblis memang tercium cukup kuat dari tubuhmu, hanya saja aku lebih penasaran terhadap aroma yang lain. Aroma hangat dari darah dewa."

Seketika Bai Suzhen teringat kata-kata Mo Lushe dan mimpinya barusan.

Semua orang menyebutnya keturunan dewa setelah ia berhasil mengaktifkan ruang terlarang. Apakah sebenarnya Gurunya selama ini memang tahu kalau ia memiliki energi aneh yang berlawanan dengan energi iblis? Setahu Bai Suzhen, ruang terlarang ditutup oleh sihir tinggi—yang pasti berupa energi murni hitam dan pekat. Dan dalam hukumnya, energi hitam yang besar dapat dilumpuhkan jika bertemu energi cahaya yang lebih besar. Begitu juga sebaliknya. Namun jika dipikir-pikir lagi, bagaimana Bai Suzhen melumpuhkan sihir dari ruang terlarang, bukankah itu artinya energi cahaya dalam tubuhnya lebih besar?

Apakah karena itu juga Mo Lushe mengira demikian?

Pemikiran-pemikiran itu tidak berhenti dalam kepala Bai Suzhen. Sekarang, ketika ia mendengar bahwa Xianlong hendak mempelajari energi aneh dalam tubuhnya, setengah hati ia juga penasaran, tapi setengahnya juga tidak yakin.

Siapa yang tahu kalau dia sebenarnya hanya mengulur-ulur waktu lalu besok ia sudah dikepung para dewa dan ditangkap? Mengingat kemampuan Santian, tiga dewa penjaga Dewa Shanqi yang begitu kuat saja sudah membuatnya resah. Terlebih kekuatannya belum pulih, bisa-bisa ia gagal menunjukkan pada Mo Lushe kalau dia tidak akan berkhianat. Mati duluan juga bukan pilihan yang bagus.

"Kurasa kau juga bertanya-tanya soal masalah ini, ya?"

Bai Suzhen mendelik ke arah Xianlong. Pria itu sedikit menunduk untuk melihatnya. Tapi ia tidak menjawab.

"Tidak masalah. Memang jarang sekali ada dua energi murni dalam satu tubuh makhluk. Apalagi ketika kau tidak menyadarinya dan menolak keberadaan itu," kata Xianlong. Dari sebelah tangannya, ia mengeluarkan jejak asap yang membentuk barier kabut dengan serbuk-serbuk kristal mengelilingi lorong. Bai Suzhen sedikit terpana melihat aneka warna dalam serbuk kristal itu mengelilingi kegelapan nampak indah.

Di Tanah Iblis, tidak ada serbuk-serbuk kristal secantik itu. Semuanya hanya ada asap dan gumpalan kabut energi kelam dan hitam. Mengelilingi Hutan Iblis atau Istana Hei setiap harinya.

"Aku sudah membuat barrier penahan energi. Biasanya aku menggunakan ini untuk menyegel roh iblis yang jatuh di Laut Cahaya supaya berkas jiwa yang keluar dari energi mereka tidak mengotori tempat kami."

Dalam keraguan dan tenaga yang belum pulih, Bai Suzhen melirik lorong panjang yang gelap itu kini dipenuhi samar-samar cahaya dari serbuk kristal beraneka warna itu. Tidak ada gunanya juga kalau mau bertarung sekarang, pikir Bai Suzhen. Sebaiknya lihat dulu apakah Dewa Kunlun ini bisa dipercaya atau tidak.

Ia mengerahkan kekuatan dari tapak lalu sebuah energi hitam berbentuk asap menembak ke arah lorong. Energi itu menabrak dinding segel, lalu pecah dan hilang. Xianlong benar, pikirnya. Energi Bai Suzhen tidak berhasil menembus keluar barier itu.

Dengan berat hati, ia melirik Xianlong lalu bertanya, "kalau begitu, apa kau bisa membantuku memulihkan kekuatanku di sini?"

Xianlong tersenyum kecil. "Kau datang di tempat yang tepat."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top