Chapter 43 : Petir di Langit
"Bolehkah aku bertanya padamu?" Xuxian melangkah cepat mendahului Bai Suzhen yang berjalan di sekitar pasar. Sore itu langit berubah mendung. Samar-samar, suara petir menggelegar pelan. Kedai-kedai di samping pasar sudah mulai menyiapkan tenda di depan toko untuk antisipasi hujan.
"Tanya apa?"
"Kenapa kau menyelamatkanku dari Hei Suzhen? Kau bisa saja mati, bukan?"
Bai Suzhen terdiam sejenak. Ia mengingat dirinya yang terkena hempasan energi iblis Hei Suzhen ketika adiknya itu hampir membunuh Xuxian.
"Karena aku tidak mau menyia-nyiakan perjuangan Xianlong yang sudah dihukum oleh Dewa Shanqi. Bagaimanapun, sejak kesepakatan antara aku dan Dewa Shanqi, aku sudah harus melindungi Dunia Mortal lebih dulu."
Mereka berjalan menepi ke sebuah kedai kecil menjual mi. Xuxian berseru ke penjual, penjual itu sempat berseru gembira melihat Xuxian.
"Yang mulia! Apa aku bisa melayanimu secara cuma-cuma hari ini?"
Xuxian sering makan siang di sekitar sini. Kadang-kadang, kalau sedang tidak fokus berkultivasi di Kuil Giok, ia akan pindah ke Menara Kuil Mata Api di tengah kampung. Menara Kuil Mata Api itu sudah terbengkalai karena dibakar oleh beberapa pejabat nakal di masa lampau. Meski bangunannya sebagian sudah runtuh, namun menara tinggi di dalam kuil seolah menolak musnah oleh bencana dan masih berdiri kokoh.
Itu sebabnya juga Xuxian membawa Bai Suzhen ke sana, karena hanya Menara Kuil Mata Api yang lokasinya paling memungkinkan untuk merawat orang sakit.
"Tidak perlu, Lao Yao. Sudah kubilang, singkirkan kebaikan dalam dirimu terhadap orang kaya sepertiku," jawab Xuxian sambil menyengir. Lao Yao hanya terkekeh-kekeh dan membungkuk berterima kasih sambil memberi hormat.
Mereka berdua duduk di samping kedai yang menghadap ke luar. Tak lama, hujan turun gerimis.
"Kelihatannya kau selalu akrab dengan semua orang yang ada di sini. Apa kau bisa mengajakku ke Kuil Giok dan membantuku untuk meyakinkan ketua di sana dan mengajarkanku cara untuk membentuk segel Anti-iblis? Kedatangan Hei Suzhen kali ini membuatku khawatir kalau Guruku pasti akan datang lagi dan mencarimu." Bai Suzhen duduk di hadapan Xuxian yang menarik napas panjang sambil tersenyum. Ia memejamkan mata seraya menarik napas, lalu kedua bahunya menaik, saling merespons aroma hujan yang semerbak memenuhi hidung.
Bai Suzhen menatap ekspresi Xuxian bingung.
"Mari kita lupakan itu sejenak. Apa kau suka hujan?"
"Hujan? Apa itu?"
Xuxian membuka mata, baru sadar kalau di Dunia Immortal tidak ada perubahan cuaca semacam itu. Membuatnya sedikit iri karena ia sendiri setengah Dewa Shanqi, namun tidak pernah merasakan tinggal di dalam Dunia Immortal yang seharusnya.
"Aku lupa kalau di dunia immortal tidak ada cuaca. Eh, bagaimana kalau ktia bertukar cerita saja? Sebenarnya, seperti apa keadaan di dunia immortal jika ditinggali lama?"
Pertanyaan itu membuat Bai Suzhen mengerjap bingung. "Kau adalah anak dari Kaisar Langit. Namun mengapa tidak tahu situasi dunia immortal?"
"Bukankah sudah kukatakan? Aku ini dilempar ke dunia mortal karena membawa Cahaya Roh. Aku dilempar sejauh-jauhnya supaya tidak ada iblis yang bisa mendeteksi keberadaanku, dihalangi oleh kekuatan ayah di Langit Giok. Namun sebenarnya, aku ini ingin sekali tinggal di sana."
"Jadi kau tidak pernah ke sana?"
"Hanya jarang. Ayahku selalu menganggapku adalah pembunuh ibu."
Bai Suzhen melihat perubahan warna dalam ekspresi Xuxian yang ceria. Matanya berkabut, tangannya mengepal pelan di atas meja.
"Ibumu... Mo Lushe membunuhnya," kata Bai Suzhen pelan. Teringat cerita sang guru yang selalu dengan bangganya memplokamirkan setengah kemenangannya karena berkat kematian Permaisuri Langit, Dewa Shanqi sampai harus menyerahkan setengah Cahaya Roh pada Xuxian.
"Itu bukan salahmu," lanjut Bai Suzhen lagi, membuat kepalan di tangan Xuxian mengendur sejenak.
Xuxian mendengar kata-kata itu seolah tertegun. Sudah lama ia tidak pernah mendengar kata-kata itu terucap lagi. Terakhir kali, Guru Lei Hexia lah yang mengatakan itu untuk sekedar menghibur dirinya. Namun ketika siluman ular yang mengatakannya, Xuxian merasa separuh hatinya diketuk.
Itu bukan salahmu.
"Aku tahu tapi ayahku selalu menganggapnya begitu. Dan sekarang, aku malah semakin merepotkannya karena kultivasiku tertahan."
Pesanan mereka datang. Lao Yao membawakan dua mangkuk mi besar dengan asap mengepul di atasnya. Xuxian menyerahkan lima koin perak, namun tetap menolak Xuxian untuk tidak membayar. Keahlian Xuxian tentu saja memaksa. Lao Yao pun diancam untuk dipenggal jika tidak menerima lima koin peraknya. Alhasil, Lao Yao menyerah dan Xuxian menepuk-nepuk bahu Lao Yao puas.
Ketika keduanya tidak memperhatikan, Bai Suzhen mengangkat mangkuk dan menjulurkan lidah ke atas kuah mi sambil mencecap. Xuxian sadar lebih dulu. Ia sedikit mendorong Lao Yo untuk kembali sibuk sementara ia memperhatikan cara Bai Suzhen mengangkat mi dengan ujung lidahnya susah payah.
Tanpa sadar, Xuxian terkekeh pelan. "Bukan begitu caranya, Xiao Bai. Pakai ini." Xuxian memberikan dua sumpit. Bai Suzhen awalnya tidak paham cara guna sumpit. Biasanya sebagai iblis, mereka tidak makan-makanan berbentuk padat begini. Selalu hanya energi murni kekosongan yang mengisi jiwanya.
"Kau cepat belajar," kata Xuxian begitu melihat Bai Suzhen paham menggunakan sumpit dan mencapit beberapa sulur mi lalu memasukkannya ke mulut.
"Lain kali, jika ada orang, jangan julurkan lidahmu lagi. Aku khawatir mereka mengenalimu sebagai siluman ular," bisik Xuxian. Bai Suzhen meliriknya, sedikit tidak begitu memedulikannya.
"Aku tahu. Tapi, cara makan kalian unik. Aku jadi tidak terbiasa. Ketika aku pergi dari rumahmu, aku memperhatikan banyak orang makan menggunakan benda ini. Kukira ini tidak harus. Namun ini sesuatu yang lumrah. Aku kadang lupa kalau aku ini sudah bukan lagi iblis atau dewa. Jadi harus dibiasakan."
Setelah itu mereka makan dalam diam, saling menghabiskan mangkuk mi. Gerimis sedikit semakin lebat. Petir menyambar-nyambar. Ketika Xuxian menatap petir, jantungnya berdetak-detak tak keruan hingga ia terbatuk-batuk. Mi dari mulutnya muncrat keluar. Bai Suzhen kaget, mukanya terkena percikan ludah Xuxian tapi ia diam saja.
"Xuxian, kau baik-baik saja?"
Xuxian tidak menjawab, ia meninju-ninju dada di sebelah kanannya. Keningnya mengerut, matanya melotot. Bai Suzhen langsung teringat Pusaka Iblis yang Hei Suzhen bilang ada di jantungnya. Gawat, apakah ini efek dari Pusaka Iblisku?
Bai Suzhen berdiri dan berusaha menepuk-nepuk dada Xuxian, menganggap itu adalah cara yang benar untuk membantunya tidak terbatuk lagi. Namun tangan Xuxian menunjuk cawan berisi air. Butuh beberapa detik Bai Suzhen memahami kondisinya.
"A...ir..." tenggorokan Xuxian parau. Bai Suzhen langsung paham dan menyerahkan air yang ada di seberang meja.
Cepat-cepat Xuxian menenggaknya dan mukanya yang kemerahan langsung kembali normal. Ia bernapas panjang.
"Ada apa?" tanya Bai Suzhen khawatir.
"Tersedak karena petir besar," jawab Xuxian santai kemudian lanjut makan. Menyinggung petir, Bai Suzhen melihat ke langit lalu melihat kilat saling sambar menyambar. Ia sering melihat kilat seperti itu di Hutan Kematian. Namun kilat berwarna kuning dan ungu itu seketika membuatnya tertegun.
Xuxian melihat Bai Suzhen terpaku menatap langit. Ia menatap ke arah yang sama lalu mengernyit.
"Petir yang aneh..." gumamnya. Mereka berdua berhenti makan. Mengamati petir kuning dan ungu saling sambar-menyambar di langit. Fenomena itu membuat Lao Yao ternyata ikut memperhatikan.
"Petir yang mengerikan. Apakah ini tanda kalau Pusaka Iblis bakal membuat dunia kita hancur oleh perang Mo Lushe lagi? Pangeran Langit, apa kita harus berhati-hati?" Lao Yao saling mengaitkan kedua tangannya di depan dada, matanya menata khawatir.
Xuxian mengusahakan senyum tipis lalu menoleh ke arah Lao Yao di dapur. "Lao Yao, tenang saja, kalian semua akan baik-baik saja. Meskipun Pusaka Iblis jatuh ke dunia mortal, tapi kita punya segel Anti-iblis. Nantinya, perang besar itu tidak mempengaruhi dunia mortal."
"Benarkah?" mata Lao Yao melebar penuh harap. Mendengar kata-kata Xuxian yang menunjuk langsung pada Bai Suzhen membuat wanita itu sedikit gugup. Ia tidak berani menatap Xuxian yang kini menatapnya sambil tersenyum.
"Benar. Percaya saja padaku. Dan abaikan petir itu. Mo Lushe tidak mungkin menyerang Dewa Shanqi sekarang sementara aku di sini."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top