Chapter 37 : Wanita Misterius
Tiba-tiba hujan turun. Xuxian pamit untuk pulang lebih dulu ke pondok sederhana yang ia punya di pinggir kota. Ia sengaja tidak mau pulang ke Kuil Giok dulu karena khawatir dirinya malah tertekan karena kultivasinya selalu terhambat. Di tengah jalan, Xuxian memegang payung berwarna hijau yang selalu ia bawa ke mana-mana. Payung itu adalah pusaka sekaligus senjata andalannya. Tapi tetap saja, sebuah payung, fungsi utamanya untuk menangkal air. Xuxian pun membuka payung itu dan menjaga dirinya tetap kering.
Ia pergi melintasi jalanan yang mulai basah oleh air hujan. Angin menderu sedikit dingin. Udara di sekitar Kota Selatan selalu terasa lebih dingin. Hujan malah semakin membuatnya terasa lebih buruk. Untungnya jubah hijau yang tadi Yan Liang lepaskan tetap ia simpan. Cukup untuk membuat dirinya hangat selagi berjalan menerjang hujan.
Ketika melintasi jembatan batu setengah melengkung di atas sungai di samping pasar, langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita berpakaian serba putih duduk bersandar dan memeluk lutut menepi ke dinding jembatan. Rambut wanita itu panjang dan berkilau terkena air hujan. Bajunya menempel lekat di tubuh. Ia sudah basah kuyup tapi tidak terlihat ingin menghindari hujan.
Dengan keragu-raguannya, Xuxian melangkah pelan dan mendekat. Wanita itu tidak merespons apapun. Tatapannya kosong, tapi rahangnya bergemeletuk kedinginan. Wajahnya pucat tapi matanya indah.
"Nona... apa kau baik-baik saja?"
Wanita itu tidak menjawab. Untuk beberapa saat, Xuxian setengah ragu untuk mendekat lagi. Tapi ia tidak berniat meninggalkannya basah kuyup sendirian di sini. Rintik hujan membentur permukaan payung. Membuat suara Xuxian sedikit tenggelam oleh rinai hujan. Ia mengulurkan tangan dan dengan satu jari, menyentuh tangan wanita itu.
Segera, wanita itu meliriknya dengan wajah terkejut.
"Nona..."
"Kenapa ada air di mana-mana?"
Pertanyaan itu membuat kening Xuxian mengerut. Ia menatap wanita itu beberapa saat, tapi sorot mata penuh tanyanya membuat Xuxian merasa wanita itu cukup serius.
"Apa maksudmu?" tanya Xuxian. Ia masih berjongkok di bawah payung, menatap wanita aneh itu.
"Ini... di dunia ini... sebetulnya apa yang terjadi?"
Xuxian hanya menghela napas. Mungkin dia wanita banyak pikiran atau sedang terkena musibah.
"Ini hanya hujan. Jangan takut. Kau akan baik-baik saja. Tapi sebaiknya kau meneduh. Jangan biarkan dirimu nanti sakit."
"Sakit... aku tidak akan sakit. Aku tidak bisa sakit."
Xuxian terdiam, menatap wanita itu sedikit curiga. Tapi karena hujan masih deras, ia tidak ingin mengambil pusing. Udara juga semakin dingin. Ia hanya ingin istirahat supaya besok bisa kembali memulai kultivasi.
"Baiklah. Sudah cukup. Ayo bangun." Xuxian bangkit berdiri. Ia mengulurkan satu tangan sementara wanita itu menatap tangannya bingung.
"Lihat apa? Ayo bangun. Jangan duduk sampai basah kuyup di sini. Tidak baik untukmu."
Wanita itu mendongak. Matanya yang indah dibingkai alis dan bulu mata yang basah membuat sebagian permukaan kulitnya yang sebening es dan semulus giok memberi kesan cantik yang luar biasa. Meskipun parasnya dapat membuat orang tergila-gila, Xuxian tidak memedulikan itu sama sekali. Ia hanya takut wanita itu nanti malah diculik atau mendapat musibah lain.
"Tidak baik..." gumam wanita itu. Lalu ia mengulurkan tangan dan dengan lembut, Xuxian menariknya bangun. Tak sengaja, ketika menarik wanita itu, tubuhnya tersentak dan membuat mereka berdiri saling berhadapan dalam jarak dekat.
Wanita itu menatap mata Xuxian, sementara Xuxian mendadak merasakan jantungnya terlonjak dalam sensasi aneh. Ia teringat ketika dirinya batuk-batuk parah di aula doa. Ia takut batuk-batuk lagi, jadi segera melepaskan diri dan membagi payungnya dengan wanita itu.
"Ayo, kuantar kau."
Tanpa menolak, wanita itu pun berjalan pelan mengikuti Xuxian pergi melintasi jembatan.
Di bawah rinai hujan yang lebat, pakaian putih Bai Suzhen mengantar ingatannya kembali dan hatinya mendadak terasa hangat.
*
Setelah mendatangi beberapa penginapan, wanita itu terus-menerus menolak dan tidak melepaskan Xuxian. Ia bilang kalau tinggal di tempat asing masih belum terbiasa dan alhasil, dengan terpaksa, Xuxian membawanya ke pondok sederhana miliknya di pinggir kota.
Pondok Xuxian sebenarnya bukan bangunan kecil sederhana. Ada pekarangan luas yang mengelilingi bangunan utama berbentuk U di bagian tengah kediaman. Xuxian tetap memegang payung seraya membuka kunci pintu depan dan menyuruh wanita itu masuk. Sampai sekarang, wanita itu memang seperti orang linglung yang bisa saja memang butuh bantuan. Xuxian tidak berpikir banyak dan hanya ingin segera istirahat. Ia menyuruh wanita itu mengikutinya dan menunggu di depan teras.
Hujan sudah tidak terlalu deras.
Tapi air masih menetes-netes dari pinggir atap.
Dari dalam pondok, Xuxian melirik wanita itu menatap langit dengan sendu.
Beberapa menit, Xuxian keluar dengan baju sederhana miliknya dan menyerahkannya pada wanita itu.
"Ini. Ganti pakaianmu dengan ini. Kamarmu ada di ujung lorong. Untuk sementara, aku izinkan kau tinggal di sini. Tapi jangan sampai ada orang yang tahu. Aku tidak mau orang lain mengira aku menyimpan wanita tanpa status di pondokku," kata Xuxian acuh tak acuh. Ia melihat wanita itu tidak mengucapkan apa-apa dan hanya memeluk pakaian barunya.
Xuxian baru sadar ia belum tahu namanya.
"Siapa namamu?"
Wanita itu terperangah sedikit. Selama perjalanan tadi, tatapan kosongnya berubah pelan. Kali ini tidak terlihat begitu linglung seperti pertama kali tadi.
"Xiao... Xiao Bai," katanya pelan.
"Xiao Bai. Kenapa kau bisa duduk di jembatan tadi hujan-hujan begini? Kau kabur dari rumahkah?"
Xiao Bai menggeleng, tidak menatapnya.
"Tidak masalah kalau kau memang kabur. Temanku juga kabur karena menolak perjodohan yang dilakukan orangtuanya."
Kali ini Xiao Bai mengangkat wajah dan menatap Xuxian.
"Kalau kau khawatir dengan keberadaanku, besok pagi-pagi sekali aku akan pergi. Kau jangan khawatir."
Setelah mengatakan itu, Xiao Bai berlalu dan masuk ke kamarnya. Xuxian menutup pintu, sedikit merasa aneh mendapati kalau ada orang asing yang tinggal di pondok kecilnya ini. Tapi karena lelah, ia pun tidak memikirkan banyak hal lagi lalu pergi tidur.
*
Besoknya, pagi-pagi Xuxian terbangun oleh suara orang menggedor-gedor pintu pondoknya. Ia terlonjak dari kasur dan segera keluar. Begitu melihat pintu kamar di ujung lorong terbuka, Xuxian segera menghampiri kamar itu dan mendapati kamarnya kosong. Ia menatap kamar itu beberapa saat lalu samar-samar ingatannya tentang Xiao Bai menyergap.
"Dia sudah pergi?" gumam Xuxian pelan. Ia berbalik dan tanpa mempertanyakan lagi segera keluar rumah. Dari depan pintu gerbang, suara yang amat ia kenal berseru-seru.
"Xuxian! Xuxian cepat bangun! Kau harus tolong aku! Xiao Pan punya pengawal ganas, dan ia akan menangkapku! Aduh, pangeran sialan, kenapa kau tidur seperti babi!? Xuxian! Xu—"
Pintu kayu besar itu ditarik membuka. Xuxian menyipitkan mata melihat pernak-pernik menyilaukan sudah menempel di bagian rambut dan tubuhnya. Gadis itu sudah mengenakan gaun pengantin merah dari bahan sutra mahal dan kain brokat melapisi lengannya. Rambutnya diikat ke atas dengan tiara emas yang cantik. Wajahnya dirias tebal, bibirnya dilapisi warna merah terang. Sebelum Xuxian mengatakan apa-apa, Yan Liang segera masuk dan menutup pintu. Gadis itu terengah-engah dan bersandar di balik pintu dengan mata melotot lebar.
"Aku yakin, sebentar lagi mereka pasti sampai," kata Yan Liang terengah-engah. Xuxian masih terpaku dengan dandanan pengantin gadis itu.
"Kau benar-benar kabur dari acara pernikahan?"
Yan Liang menatap frustasi. "Menurutmu? Sebelum Xiao Pan muncul di aula utama, aku sudah lari duluan. Tadinya aku mau kabur pagi-pagi sekali, tapi nampaknya ibuku menjaga ketat. Sungguh, aku harus bersembunyi. Kau boleh izinkan aku, kan?"
Dari luar, suara ribut-ribut langkah orang banyak saling menyahut. Xuxian dan Yan Liang melotot. Mereka mendekat ke pintu pondoknya lalu seolah bisa mencium seperti binatang, seseorang berseru.
"Putri walikota ada di sini! Lihat, ini antingnya jatuh!"
Refleks, Yan Liang memegang telinganya dan merutuk. Xuxian menghela napas setengah meringis.
Ini bukan pagi yang dia maksud.
Sebelum memikirkan ide, seseorang sudah lebih dulu mendobrak pintu dengan kasar.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top