Chapter 23 : Mimpi Aneh

Taman Doa, Kuil Giok.

Embusan angin di sekitar Gunung Qianshi sesekali mengelitik leher Xuxian. Ia sedang duduk, dengan postur tegap dan napas yang teratur, matanya memejam sementara pikirannya fokus ke satu titik. Sudah dua hari ia tidak bersungguh-sungguh berkultivasi. Malam ini, setelah tadi sore mendengarkan rencana Ouyang Feilan, entah kenapa Xuxian jadi tergoda untuk serius kembali memulai kultivasinya.

"Aku akan mencoba membunuh Bai Suzhen menggunakan darah batu Qianfeng."

Bunuh.

Apakah ayah bakal senang mendapat kabar ini? Semisal dirinyalah yang justru mengambil peran itu, apakah ayah bakal lebih bangga?

Kegelisahan pelan-pelan merayap dari hatinya. Xuxian menghela napas keras dan membuka mata. Ia berguling ke lantai kayu tempat Taman Doa berada lalu berbaring menatap ke langit luas di atas kepalanya.

Taman Doa berupa ruangan terbuka tanpa dinding yang berukuran lima kali lima meter. Dikelilingi kolam beku yang sekitarnya tertutup salju, di belakang Taman Doa ada sebuah bangunan kecil yang menampung patung Dewa Shanqi. Patung itu terbuat dari lapisan es beku yang dipahat menyerupai bentuk sang dewa itu sendiri. Di belakang bangunan kecil itu ada koridor terbuka berbentuk setengah lingkaran yang memutari kolam dan menyambung ke taman di samping kolam. Sejauh mata memandang, Taman Doa selain dikelilingi taman dan kolam, di sekitar Gunung Qianshan, puncak-puncak gunung sesekali menyembul dari antara kabut tebal yang menengahi perbatasan Kuil Giok dengan kota di bawah sana.

Xuxian merebahkan diri dan bersantai sejenak di tengah embusan udara dingin. Rambut poninya sesekali terhempas pelan. Ia sudah berusaha menenangkan pikiran hampir dua jam. Seiring ia menikmati waktu yang tenang, tanpa sadar ia tertidur dan bermimpi.

Di dalam mimpi, Xuxian melihat seekor ular putih dengan tanduk kebiruan di atas kepalanya. Ular putih itu memiliki mata biru dan sisik-sisik berkilau dan menakjubkan. Di antara bukit—yang sepertinya adalah Gunung Qianshi sendiri, Xuxian seolah mengenali sosok itu. Mereka berbincang sebentar, dan Xuxian mendapati kalau ular itu ternyata tinggal di sekitar Gunung Qianshi.

"Aku punya satu rahasia yang tidak pernah orang lain ketahui," kata Ular Putih itu.

Xuxian berjalan di samping ular besar itu. Ia mendongak dan menyahut, "Apa itu?"

Bukannya menjawab, ular itu malah bersinar dan berubah menjadi sesosok wanita cantik dengan rambut panjang dan pakaian serba putih melilit tubuhnya yang ramping. Di sekitar pinggangnya terdapat selendang putih yang berkilau. Di wajah wanita itu sekilas terdapat sisik putih, namun dalam beberapa detik, sisik itu menghilang.

Mata cerah itu menatap ke arah Xuxian dan dengan senyumnya yang menggetarkan jiwa, Xuxian mendapati dirinya membeku di tempat.

"Aku akan membunuhmu," ucap ular itu sambil tersenyum.

Belum juga Xuxian sadar dari kecantikannya, selendang berkilau yang ada di pinggang wanita tadi itu langsung ditarik ke udara. Xuxian tersentak. Selendang itu berubah menjadi pedang dan ular putih tadi langsung menghunuskan pedang ke perut Xuxian. Dalam sentakan cepat itu, Xuxian pun bangun dan berteriak.

Napas Xuxian terengah-engah. Ia mendapati mimpi itu terasa nyata sekaligus menyeramkan. Dalam kekalutan, ia meraba-raba jantungnya dan merasakan denyut pelan dan dingin dari sana.

Cahaya Roh masih aman.

Dia masih hidup.

"Xiao Xian?" suara seorang pria tua memecah keheningan. Xuxian menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Lei Hexia sedang melangkah mendekatinya dari arah koridor terbuka.

Samar-samar, cahaya rembulan menyinari Taman Doa yang gelap. Xuxian sengaja tidak menyalakan lentera di sekitar Taman Doa karena demi menjaga ketenangannya.

"Guru, apa ada perlu sesuatu?" tanya Xuxian.

"Aku mencarimu ke mana-mana. Kupikir kau menghilang!" kepanikan sesekali memenuhi wajah Lei Hexia. Pria itu ikut duduk di samping Xuxian yang bergeming.

"Apa yang kau lakukan di Taman Doa malam-malam begini? Tidakkah kau kedinginan?"

Xuxian termenung. Ia teringat mimpi aneh barusan lalu tangannya masih menekan dadanya tanpa sadar. Lei Hexia menyadari itu. Ia menatap Xuxian lurus.

"Xiao Xian, kau bermimpi ular putih itu lagi?"

Xuxian mengangguk pelan. Gurunya itu menghela napas, uap mengembus dari mulutnya. "Itu pasti karena koneksi Cahaya Roh."

"Guru, katamu Cahaya Roh adalah inti energi cahaya yang besar. Jika ia menghidupi jantungku, maka aku akan diberkahi kekuatan yang besar. Itu sebabnya keberadaanku penting untuk semua orang. Namun, kenapa aku yang penting ini tidak diizinkan membantu ayah?"

Untuk sejenak, Lei Hexia terdiam. Ia mendongak, menatap bulan yang menggantung di atas langit. Sinarnya memberkas di antara langit malam penuh bintang.

"Kau belum siap. Kau masih senang bermain-main di pusat kota, bukan?"

"Walaupun aku sering bermain, tapi aku sudah siap, kok."

"Kau yakin?"

Xuxian menatap gurunya bersungguh-sungguh. "Yakin. Hari ini aku dengar kalau Pendeta Ouyang Feilan bakal membantu para dewa di Langit Giok. Aku merasa sedikit cemburu karena harusnya aku yang melakukan itu," ujar Xuxian sambil memberengut. Lei Hexia sedikit tersenyum melihat muridnya itu.

"Ouyang Feilan menjadi pendeta yang memiliki basis kultivasi tinggi. Dari antara murid akademi yang terpilih menjadi pendeta tetap, tidak banyak yang bertahan selama itu. Luo Qinfei pasti menaruh kepercayaannya pada Ouyang sebesar itu. Jika tidak, ia hanya akan melarangnya. Membantu pekerjaan para dewa bukan tugas yang mudah."

"Aku tidak peduli dengan para dewa, aku hanya ingin melihat ayah." Ada nada kesepian yang ikut terbawa udara dingin ketika Xuxian mengucapkannya. Pandangannya kosong. Satu-satunya ingatan yang masih menempel dalam kepalanya mengenai sosok sang ayah hanyalah ketika ia masih berumur tujuh tahun dan sudah disuruh ikut berlatih kultivasi di Kuil Giok.

Lei Hexia termenung seolah memahami situasinya. Sejak umur tujuh tahun itu, Xuxian selalu meronta-ronta dan memaksa ingin kembali ke Istana Giok. Ia tidak suka dengan peraturan ketat yang para pendeta berikan. Di Kuil Giok, Xuxian tidak boleh makan makanan daging. Semuanya harus sayur dan kacang-kacangan saja. Sebagai keturunan manusia, sejak tinggal di Istana Giok, Xuxian selalu diperlakukan seperti manusia pada umumnya. Namun para pendeta bilang kalau ia harus mengubah pola pikir itu dan menyatakan dirinya bahwa ia adalah Pangeran Langit yang akan mengikuti beragam teknik kultivasi untuk mengemban tugasnya serta reputasi sang ayah.

Perlu setahun untuk Xuxian menanamkan pola pikiran itu. Sangat sulit. Ia tidak bisa memenuhi cara makan para pendeta dan lebih sering tersiksa karena pelatihan yang ketat. Belum lagi udara dingin di sekitar Gunung Qianshi sangat merepotkan. Tubuhnya lemah dan tidak terbiasa. Cara didik para pendeta tidak cocok hingga akhirnya Ketua Klan Langit sendiri yang membesarkan Xuxian seperti anak sendiri.

Lei Hexia membantu Xuxian belajar beragam teknik dan jurus bela diri dengan cara yang menyenangkan dan melonggarkan peraturan kuil. Banyak pendeta yang tidak menyukai cara Lei Hexia mengajari Pangeran Langit. Namun Lei Hexia sadar kalau saat itu Pangeran Langit tetaplah anak-anak dan butuh sesuatu yang menyenangkan. Ia tidak mau menyiksa Xuxian dan membuat dirinya mengemban beban berat. Melainkan, dengan pelan Lei Hexia mengajari Xuxian sejarah-sejarah dan cara menerima takdirnya sebagai Pangeran Langit.

Juga terhadap kematian ibunya yang mempengaruhi keputusan sang ayah yang mendepaknya dari Istana Giok.

"Aku kan sudah berkali-kali bilang padamu. Kalau kau merindukan ayahmu, maka berlatihlah dengan sungguh-sungguh. Kau akan kembali ke Istana Giok asal kau bisa menguasai seluruh teknik yang para pendeta ajarkan dan bisa mengolah Cahaya Roh untuk membuat segel Anti-Iblis di langit. Sejak awal kau tentu tahu kalau tujuanmu hidup adalah itu dan ayahmu baru sudi menemuimu setelahnya."

Xuxian merentangkan kelima jarinya. Meski tujuan yang diemban terasa sedikit 'agung' di telinganya, tapi tetap saja, Cahaya Roh yang tumbuh di dalam jantungnya tidak pernah terasa 'agung' sama sekali. Dalam hidup Xuxian, selama bayang-bayang kematian ibu dan pengusiran sang ayah dari Istana Giok masih menghantuinya, ia tidak bisa fokus untuk menjejak ke level kultivasi berikutnya. Sangat sulit untuk berusaha fokus ketika hatimu merasa gelisah.

"Aku tidak bisa. Sedari awal aku memang tidak bisa."

"Lalu kalau begitu menetaplah di sini selamanya dan kau tidak akan pernah bertemu ayahmu lagi," ucap Lei Hexia santai. Ia tahu kalau perkataannya tidak menyinggung Xuxian. Malah anak itu kian mendengus sebal dan memeluk kedua kakinya ke depan dada.

"Apa kau tahu bagaimana caranya membunuh Bai Suzhen?"

Lei Hexia mendelik kaget. Ia sudah lama tidak mendengar Xuxian menyinggung-nyinggung soal 'kewajiban' yang harus ia emban.

"Kau mau menangkap Bai Suzhen?" tanya Lei Hexia heran.

"Aku mau mencoba. Setidaknya, usaha itu cukup layak untukku bertemu ayah." Kadang, kalau dipikir-pikir lagi, Ouyang Feilan bisa semudah itu naik ke puncak Qianfeng dan melewati portal Dunia Mortal hanya untuk pergi ke Langit Giok. Sungguh miris, sementara dirinya terjebak di basis kultivasi yang belum juga berkembang.

"Aku tahu selama ini kau hanya bermain-main dan sibuk sendiri. Jarang berkultivasi sungguh-sungguh dan hanya merepotkan para pendeta. Namun itu semua gara-gara kau berharap Kaisar Yu Huang tidak benar-benar membuangmu. Itu benar, kau tidak pernah dibuang, Xuxian. Kau hanya dititipkan."

Xuxian tahu masalah ini karena kesedihan mendalam yang mengendap dalam hati Kaisar Langit. Bahkan Xuxian tidak pernah berani memberontak. Dan cara-cara untuk menghindari kenyataan itu hanya dengan mendambakan sesuatu yang tidak pernah ia dapat. Xuxian sering bermain di kota karena ia kesepian dan ia ingin mendapat perhatian. Ia ingin dirinya dianggap ada oleh banyak orang di saat ayahnya tidak memedulikan. Ia pikir dengan cara itu ayahnya iba, namun cara pikir itu salah.

Sampai ketika ia mendengar rencana Ouyang Feilan hari ini, rasanya Xuxian tahu kalau ini adalah saatnya ia sadar dan berubah.

"Aku tahu. Maka itu, bisakah kau membantuku untuk kembali memulai kultivasi dan mengajarkanku teknik-teknik untuk melawan iblis?"

Lei Hexia seolah tertohok mendengar muridnya jadi bersemangat. Entah apa yang merasukinya, tapi kesempatan ini tidak boleh di sia-siakan. Lei Hexia sudah berjanji pada dewa-dewa di Langit Giok kalau ia akan menjaga Xuxian dan membesarkan kekuatan Cahaya Roh untuk nantinya dikumpulkan bersama Dewa Shanqi. Sejak dua puluh tahun yang lalu, Xuxian sulit diatur. Apakah sekarang Xuxian akhirnya sadar?

Xuxian anak yang keras kepala, dia tidak semudah itu diajarkan. Apalagi para pendeta di Kuil Giok sudah mulai menyerah dengan kelakuannya yang sering turun gunung hanya untuk bermain.

"Tentu saja aku akan mengajarkanmu! Tapi, kenapa kau tiba-tiba merasa begitu? Apa karena pesan hari ini?"

Xuxian mengangguk. "Dan karena mimpi itu. Bai Suzhen... selalu berusaha membunuhku. Jika apa yang mimpi itu gambarkan adalah sebuah kebenaran, setidaknya aku harus melawan, bukan? Guru, ini waktu yang tepat. Aku harus mulai kultivasi darimana?"

Senyum Lei Hexia pun mengembang, pelan-pelan ia mulai mengajarkannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top