Chapter 18 : Dua Siluman Ular
"Hei Suzhen?" Dewi Xiangshui terperangah panik ke arah Kaisar Yu Huang yang berdiri di depan aula. Ia dan Wuxing tidak jadi pergi.
Yu Huang menoleh dan menangkupkan tangan memberi hormat pada Xiangshui dan Wuxing. "Benar. Aku sudah berhasil membekukannya dan menyuruh para Dewa Wuxian untuk membawa ke penjara siluman di Langit Giok. Hei Suzhen bilang kalau ia berencana mencari Bai Suzhen yang katanya kabur dari Tanah Iblis. Namun para Dewa Wuxian tidak beranggapan demikian. Mereka menduga kalau sebenarnya Hei Suzhen datang ke Langit Giok untuk mencari Cahaya Roh."
Dari tempatnya, Xiangshui langsung terlonjak. "Itu masuk akal! Bai Suzhen ada di Tanah Cahaya—"
Yu Huang membeliak kaget, "Apa?" dia menoleh ke arah Dewa Shanqi yang tidak memunculkan satupun ekspresi kecuali ketenangan.
"Ya. Sudah dua hari ini Bai Suzhen berkeliaran di Gunung Kunlun. Kami para Dewa Shantian sudah berusaha menangkapnya, namun ia punya kekuatan aneh," jawab Dewa Wuxing.
Di sebelah Yu Huang yang mengerut cemas, Denglai sibuk berpikir keras. "Kekuatan aneh apa?" tanya Denglai.
"Kami merasa kalau basis kultivasi Bai Suzhen sangat tinggi. Ia bisa melepaskan diri dari segel alam pembatas dan masuk ke Tanah Bening. Walau begitu, Dewa Agung mengatakan kalau kemungkinannya dia punya penangkal energi cahaya yang membuatnya bisa masuk ke Tanah Cahaya," jawab Xiangshui.
"Itu sama dengan yang Hei Suzhen lakukan. Dia juga merobek segel alam pembatas di Langit Giok. Kata para Dewa Wuxian, Hei Suzhen juga punya basis kultivasi yang cukup kuat sampai bisa merobek segel," seru Denglai menambahkan.
Xiangshui menyipitkan mata sambil berpikir, "Kalau begitu benar. Kedua siluman itu pasti sekarang memang direncanakan untuk berpencar mencari Cahaya Roh. Bai Suzhen mungkin kebagian tugas yang sedikit lebih berat. Ia disuruh mencari di Tanah Cahaya sementara adiknya di Langit Giok. Tapi, apa kalian merasakan energi aneh di sekitar Hei Suzhen?"
"Hei Suzhen tidak pernah turun dari Tanah Iblis. Begitu juga Bai Suzhen. Tapi aku hanya merasakan kalau dia memang Iblis yang kuat," gumam Yu Huang dengan nada merenung.
Kedua siluman itu memang belum pernah turun dan para dewa belum pernah ada yang merasakan kekuatan mereka seperti apa. Bagi para dewa, sosok Ratu Iblis yang pernah menyerang Tanah Cahaya dan membuat Dewa Shanqi harus berkultivasi merupakan sosok yang kuat dan berbahaya. Jika dulu Dewa Shanqi tidak dibantu pusaka suci oleh Dewa Matahari, mungkin Tanah Cahaya tidak akan pernah ada sampai sekarang.
Maka ketika mendengar dua siluman pelindung Mo Lushe itu turun dari Tanah Iblis, para dewa menerima keberadaan mereka seolah pesan penting.
"Lalu, apa Bai Suzhen sudah ditangkap?" tanya Yu Huang.
Wuxing dan Xiangshui sama-sama menggeleng. "Belum. Kami masih harus mencari di sekitar Gunung Kunlun," jawab Wuxing.
"Tapi kami akan segera menyuruh Dewa Kunlun segera membantu. Aku yakin nanti kita bisa segera menangkapnya dan mengadili kedua iblis itu," tambah Xiangshui yang langsung dibalas anggukan Wuxing dan Yu Huang.
Denglai menyela, "Itu bagus. Aku juga sudah mengutus pengawal untuk mengintai ke Tanah Iblis menggunakan Hudie. Mencari tahu sebenarnya apakah benar mereka mencari Cahaya Roh. Jika iya, aku berharap Hudie mendapatkan informasi baru dari Tanah Iblis."
"Sudah hampir dua puluh lima tahun..." ujar Dewa Shanqi pelan dan tenang. Para dewa dan kaisar langsung menunduk. "Kalian mengkhawatirkan dua siluman itu seperti akan terjadi bencana saja," gumam Shanqi. Di sebelahnya, Chi berdiri mematung.
"Kalau begitu, sekarang, biarkan Hei Suzhen sementara di penjara siluman. Suruh Kuil Giok yang ada di Dunia Mortal menjaga ketat Xuxian. Dan segera perintahkan Dewa Kunlun untuk mencari Bai Suzhen. Jika kita mendapat informasi baru dari Hudie, mungkin kita bisa menyimpulkan dan menanyakannya langsung pada Bai Suzhen. Jika siluman itu benar-benar ingin melawanku, jangan hentikan mereka," Dewa Shanqi berbalik menaiki tangga. Ujung bibirnya menaik sedikit, "aku ingin mencicipi kekuatan itu."
*
Seekor kupu-kupu dengan sayap kabut kehitaman memasuki Laut Awan perbatasan. Letaknya sedikit lebih tinggi dan berapa beberapa kilometer jauhnya dari Langit Giok tempat ia dilepaskan. Hudie dianugerahi energi cahaya murni yang mampu membuatnya bertahan dari serangan badai di dalam Laut Awan menuju Tanah Iblis.
Atmosfer udaranya berubah hampa ketika Hudie tiba di pinggir Tanah Iblis. Di sekitar Tanah Iblis, ada banyak kabut samar kehitaman dan abu-abu mengitari lempengan tanah hitam itu. Tanah Iblis letaknya lebih luas dan banyak lembah dan tebing-tebing gunung. Hudie memancarkan sinar kelabu, ia memanipulasi dirinya menjadi kupu-kupu hitam yang suram sementara ia memasuki kawasan hutan.
Tanah Iblis tidak memerlukan segel alam perbatasan. Para Dewa tidak pernah sudi menginjakkan kaki ke sini. Mereka tidak mendapatkan apapun dari tanah ini kecuali peperangan. Jadi Tanah Iblis selalu bisa dimasuki oleh beragam informan rahasia seperti Hudie ini.
Setelah terbang di sepanjang hutan, Hudie bertahan dari serangan-serangan kecil hantu-hantu dan binatang buas di sekitar hutan. Segala yang ada di Tanah Iblis terkesan muram, temaram dan gelap. Hudie dengan hati-hati mengitari hutan dan keluar dari sana. Sayap kabutnya tipis dan sulit terlihat jika ia tidak benar-benar nampak di depan penglihatan makhluk.
Dari luar hutan, garis hitam antara bukit dan lembah saling menumpuk di belakang langit suram berwarna biru-ungu. Semburat kemerahan sesekali timbul seperti asap di antara langit Tanah Iblis. Hudie melihat ujung menara Istana Hei di atas bukit. Beberapa jam melewati lembah, dataran tinggi dan hutan-hutan kecil, akhirnya Hudie tiba di depan Istana Hei.
Namun, sebelum ia mencari sosok Mo Lushe si Ratu Iblis, perjalanannya seketika terhambat oleh segerombolan ular yang meliuk-liuk di depan pintu istana. Para penjaga langsung mengerahkan kekuatan untuk menahan mereka, para ular yang tadi bergerombol meliuk-liuk di tanah batu langsung berubah menjadi sekumpulan prajurit mengenakan baju kulit berwarna hitam dan cokelat. Di wajah mereka muncul sisik-sisik tajam hitam.
Para pengawal di depan gerbang melotot bingung.
"Tetua Hei Luna?"
Seorang wanita berambut putih dengan mahkota meliuk kehitaman di sekitar kepalanya menatap dingin. Di sebelah tangannya, ia menggenggam tongkat kayu berkepala ular.
"Biarkan aku masuk."
Pengawal itu mengangkat pedangnya. "Atas dasar apa kau menginjakkan kaki ke sini? Tidak! Kami tidak akan membiarkanmu masuk—" sebelum pengawal itu selesai bicara, para prajurit yang berdiri di belakang Hei Luna langsung melecutkan asap hitam ke wajah mereka hingga tak sadarkan. Dengan kekuatan dahsyat, Hei Luna mendorong gerbang istana membuka. Anginnya menderu sampai membuat api di lentera-lentera yang menggantung di sekitar bangunan padam.
Hei Luna dan para prajuritnya memasuki area depan istana. Begitu gerbang dibuka paksa, para pengawal di bagian depan istana langsung datang dan menahan Hei Luna bergerombol. Belum sempat Hei Luna mengangkat tangan untuk menurunkan perintah, dari pintu istana, terbukalah ia dan sebuah bayangan ungu kehitaman melayang di udara dengan cepat.
Bayangan itu berputar di udara di tengah kerumunan lalu bayangan ungu yang bergerumul dari asap itu luruh berubah menjadi seorang wanita cantik.
Wanita itu menoleh anggun ke arah Hei Luna dan para prajuritnya. Wajahnya tidak terkejut seolah ia sudah menduga kalau Hei Luna akan datang.
"Hei Luna," ucapnya akrab.
Hei Luna mengernyitkan alis, tidak suka dengan nama panggilan itu. "Berani-beraninya kau mengirim surat pada Sekte Ular dan berharap kami membantu perangmu? Kau pikir kau benar-benar Ratu Iblis yang terkuat, hah?"
Tanpa mengangkat dagunya lebih tinggi lagi, Mo Lushe melirik ke arah wanita itu. "Oh, kau mau apa? Kudeta? Kau sendiri pikir dengan membawa prajurit Sekte Ular dapat membuat memenangkan tahta? Ingatlah, Luna, sejak awal—sejak awal, Guru hanya menunjukku karena ia tahu aku punya potensi ini. Sudah hampir dari tiga ribu tahun kau berselisih, apa kau tidak lelah?"
Hei Luna menghela napas keras. Dadanya naik turun seiring tangannya mengepal. Ia adalah Pemimpin Sekte Ular. Sekte terkuat yang melahirkan Raja Iblis Hei Lixu sepuluh ribu tahun yang lalu. Sekte Ular sudah seperti sistem dari sebuah klan itu sendiri. Sebagai murid Hei Lixu, ia tentu punya persamaan mencolok dengan Ratu Iblis.
"Kau sudah gagal sekali dalam menjatuhkan dewa bodoh itu. Sekarang, setelah kau selesai kultivasi dan menggunakan dua siluman pelindungmu itu kau bisa menang? Kau paling-paling hanya akan melakukan kesalahan yang sama," gertak Hei Luna.
"Lancang!" sahut salah satu pengawal. Tapi Mo Lushe dengan anggun mengangkat tangannya. Bibirnya yang terpoles merah merekah tersenyum. Bentuk senyum licik namun cantik.
"Aku jadi penasaran apakah kau punya sesuatu yang menarik yang sebenarnya bisa membantuku."
Hei Luna mengernyit tak sudi. "Aku tidak akan membantumu!"
"Kau pikir kenapa Guru dulu memilihku untuk menemaninya berkeliling Tanah Iblis sementara menyuruhmu 'menjaga rumah'? Kau masih belum sadar seberapa lemah dirimu dibandingkan aku?"
Ucapan Mo Lushe hanya membuat Hei Luna geram. "Aku tidak akan memberikanmu pasukan Sekte Ular! Justru, kau—"
"Tidak memberiku pasukan, artinya pengkhianat. Kau memilih yang mana?"
Hei Luna makin menggeram. Ia mengangkat tongkat, "tidak keduanya."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top