Chapter 13 : Dunia Mortal

Pusat Kota Utara, Klan Langit.

"Aku tidak mau! Aku hanya mau menikah dengan Pangeran Xu Xian! Ibu! Jangan paksa aku menikah dengan keluarga kaya bodoh itu! Mereka memang kaya tapi mereka bodoh dan ingusan!"

Di pusat kota, tepatnya di bawah kaki Gunung Qianshi, sebuah kota kecil yang dekat dengan wilayah Klan Langit menjadi tempat yang sering Xu Xian kunjungi. Pasalnya, hari ini ia mendengar kabar kalau salah satu putri dari walikota akan dinikahkan dengan seorang keluarga kaya. Xu Xian mengenal anak perempuan itu. Dan ia jelas-jelas tahu kalau gadis itu sebenarnya sudah menyukai seseorang.

Buru-buru saja Xu Xian turun gunung dan mengunjungi kediaman walikota di pusat kota.

"Beraninya kau menyebut dia ingusan! Yan Liang, dia itu pria gagah dan yang memiliki ratusan hektar tanah di dekat Hutan Shumei! Kau tahu, kan, tanah di Hutan Shumei sangat subur. Sangat bagus untuk pertanian dan perkebunan. Bahkan kedua orangtua sudah sepakat, Xiao Pan juga terlihat menyukaimu. Kau malah berani-beraninya meminta dinikahkan dengan Pangeran Langit. Kau—"

Sebelum pertengkaran berujung parah, dengan tenang Xu Xian menyela. "Eh, Nyonya Yan. Aku tahu aku ini terlihat tidak seperti pangeran. Walau kau barusan menyebutkan Pangeran Langit—yang mana kedengarannya seperti sebutan formalitas saja—tapi sebenarnya aku... aku... juga cukup menyukai putrimu."

Nyonya Yan melotot, mulutnya sudah membuka hendak berseru. Dari sebelah Xu Xian, Yan Liang berbisik serendah mungkin. "Bagaimana ibuku bisa yakin kalau kau terbata-bata begitu. Cepat lakukan aksimu seperti biasa!" gerutu Yan Liang sambil menepuk punggung Pangeran Langit seperti seorang teman akrab yang sudah biasa.

Xu Xian menatap sinis ke arah Yan Liang. Dia memang berencana membantu temannya ini, tapi bukan artinya dia mau berbohong juga. Tapi yang namanya sudah terlanjur, terpaksa Xu Xian menurut. Ia pun jadi tidak segan-segan lagi.

"Pa—Pangeran Langit... ka—kami tidak begitu. Kami—maksudku, Putri kecil kami sangatlah kurus, tidak begitu cantik dan mulutnya sangat cerewet. Kau barusan dengar rengekannya terdengar amat menyebalkan, bukan? Kau... kau tidak mungkin menyukai putriku..." Nyonya Yan jadi takut sendiri. Ekspresi khawatir menyelimuti wajahnya. Ia menatap bingung sekaligus takjub ke arah Yan Liang yang kini sudah bersandar-sandar manja di pudak Xu Xian.

Xu Xian menyengir. "Ehm, begini. Bagaimana... bagaimana kalau Nyonya Yan memberikan kami waktu. Hm... sekitar satu atau dua minggu lagi. Jika... jika memang tidak bisa memutuskan perjodohan dengan keluarga Pan, aku... aku..."

Yan Liang langsung mencubit perut Xu Xian betulan sampai ia berjengit mengaduh.

"Apa-apaan kau ini! Xianxian, kau berani memutuskan hubungan ini? Kau berani—" Yan Liang pura-pura melengos dan menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Dalam hati Xu Xian sudah mau muntah melihat aksinya itu.

"Aduh, aduh, cintaku... jangan begitu, dong. Liangliang," balas Xu Xian menahan geli. Ia meraih pundak Yan Liang dan menatap mata gadis itu yang berair. Ia sedikit takjub karena akting Yan Liang betulan menangis.

"Kau jahat! Kau tega membiarkan hubungan kita kandas hanya karena kau lebih menyetujui keinginan ibuku! Dasar pangeran tidak berguna!" Yang bicara Yan Liang, tapi yang langsung memohon ampun ibunya.

"Pangeran Langit, ampuni kami! Putri kecil kami memang tidak tahu aturan! Yan Liang, cepat menunduk minta ampun!"

"Aku tidak mau!" seru Yan Liang langsung melengos dan langsung pergi ke luar rumah. Tidak ada waktu menjelaskan, Xu Xian juga hanya menyengir sambil melambai berpamitan. Ia buru-buru mengejar Yan Liang yang sudah mencapai pagar. Gadis itu melangkah lebar dan pergi menjauhi kediamannya.

Xu Xian meraih payung kertas yang selalu ia bawa-bawa di depan rumah lalu mengejar gadis itu. Sambil menghela napas keras, ia berseru, "Yan Liang! Kau tunggu aku dong!"

Di jalan setapak yang mengarah ke luar kampung, gadis itu berhenti. Rambutnya panjang dan dikuncir dua ke samping. Sebagian rambutnya yang panjang dibiarkan terurai, sebagian lagi diikat dua menggunakan pita berwarna merah muda dan jepit-jepitan tembaga berbentuk bunga kecil yang menggantung dan selalu bergemerincing pelan setiap dirinya bergerak.

"Xu Xian, kau benar-benar pangeran yang payah! Masa dengan gelar sebesar itu kau masih tidak bisa meyakinkan ibuku? Kau itu Pangeran Langit, loh. PANGERAN LANGIT. Masa mau kalah dengan pria ingusan seperti Pan Jia. Meski mereka memang keluarga kaya dan punya tanah di sekitar Hutan Shumei, apa peduliku? Aku tetap menyukai Qingfeng."

Mendengar itu, Xu Xian hanya menghela napas. Ia berjalan ke samping Yan Liang. "Kau bicara begitu besar, tidak takut ibumu mengejar?"

Tepat Xu Xian berkata begitu, dari pintu kediaman, Nyonya Yan melongokkan kepala.

"Yan Liang! Yan Liang!"

Yang dipanggil buru-buru menarik Xu Xian dan kabur sebelum wanita itu melihatnya. Mereka berlari keluar dari kampung kecil dan pergi ke pusat kota yang ramai. Sebenarnya kediaman resmi keluarga besar Walikota ada di tengah kota. Rumah tadi merupakan kediaman istrinya yang lebih senang daerah tenang.

Setelah mengikuti jalan setapak yang meliuk-liuk dan semakin menuruni bukit, mereka tiba di pusat kota yang ramai. Langit nampak cerah tanpa awan tapi suhu di sekitar kota tetap rendah.

Orang-orang di sekitar kota sudah biasa. Mereka rata-rata berpakaian tebal dengan jubah panjang atau pakaian dari kulit binatang. Di daerah pusat kota, lebih banyak orang-orang berdompet tebal dibanding di tiga kota besar lainnya. Kota Timur, Barat dan Selatan. Karena posisi Kota Utara sendiri berada paling ujung dan berdekatan dengan batas spiritual Gerbang Utama Istana Giok, kota ini memiliki tanah yang cukup subur dan menjadi kota 'magis' karena menjual banyak sekali cidera mata atau obat-obatan berkhasiat yang diturunkan langsung dari Kaisar Langit.

Bagi penduduk kota di luar Kota Utara, kota ini termasuk kota yang mewah dan menantang.

Di antara keramaian kota, berjajar beragam toko dan kedai makanan. Orang-orang sibuk memenuhi sudut kota, sibuk menjalani aktivitas mereka seperti biasa. Ada yang berdagang, menawarkan beberapa barang, membeli makanan atau anak-anak kecil yang bermain dengan kelereng batu dan lompat tali. Ketimbang di atas Gunung Qianshi yang sepi, Xu Xian lebih senang berada di sini.

"Yan Liang, lalu bagaimana dengan perjodohan itu nanti? Aku tidak mau terus-terusan datang untuk menyelamatkanmu, loh. Kenapa sih kau tidak bilang saja pada ibumu kalau kau sudah menyukai Qingfeng?"

Yan Liang yang sedang memandangi bunga-bunga yang dijual oleh salah satu toko langsung berdiri tegap di depan Xu Xian. Ia menatap pemuda itu dengan alis mengerut.

"Kau tahu sendiri ibuku tidak suka dengan Qingfeng karena dia anak dari pemilik kedai makanan sederhana. Qingfeng tidak sekaya pemilik tanah itu. Sejak ayahku meninggal, ibuku selalu bergaul dengan keluarga-keluarga kaya. Ibuku bisa begitu karena dia cantik. Mudah mendapat teman dari manapun. Termasuk mencuri hati Pan Hou. Ayah si Pan Jia itu. Kukira tadinya ibuku akan menikah dengannya, tahu-tahu, dia malah menjodohkanku dengan putranya. Aku mana bisa bilang? Dengan temperamen seperti ibuku itu, yang ada aku malah disuruh putus dan pindah ke kediaman Pan Jia. Menyebalkan." Yan Liang menyentakkan satu kakinya saking sebalnya.

"Kau ini seharusnya beruntung ibumu masih memberi perhatian begitu. Daripada bohong, aku lebih tidak tega membiarkannya menebar mulut manis ke orang-orang kaya itu. Siapa tahu dengan kau bicara jujur, dia membiarkanmu memilih kebahagiaanmu sendiri."

Yan Liang bukan tipe perempuan yang menurut. Tapi setiap Xu Xian bicara dengan nada serius dan wajah lurusnya, entah kenapa gadis itu seperti merasakan ada emosi mendalam terkait ibunya. Yan Liang sendiri ingat cerita dua puluh tahun yang lalu—tentang Permaisuri Langit, ibu kandung Xu Xian—harus mati karena terkena racun dari seorang iblis.

Gara-gara itu, Kaisar Yu Huang mengalami kesedihan mendalam dan Pangeran Langit sendiri harus berpisah dari ayahnya karena tidak bisa mengajarkan kultivasi di istana. Pangeran Langit pun diserahkan ke Kuil Giok yang ada di Gunung Qianshi hingga akhirnya tumbuh besar seperti manusia biasa yang sekarang.

"Menurutmu begitu?" tanya Yan Liang sambil menarik satu tangkai bunga berwarna putih dengan kuncup menutup seperti tulip. Ia mengusap permukaannya dalam tatapan sendu.

"Ya. Setidaknya, jangan membuat ibumu khawatir lagi. Toh, perjodohan itu juga untuk masa depanmu. Jika kau yakin dengan Qingfeng, maka pikirkan masa depan kalian bersama. Kau selamanya tidak akan tinggal bersama ibumu. Menikah itu hidup yang baru."

Yan Liang mendongak, menatap sosok Xu Xian yang mendadak berubah serius. Dengan potongan rambut pendek dan poni mencuat acak-acakan dari rambut bagian depannya, mata biru Xu Xian terlihat cerah dan bening. Di atas keningnya terdapat simbol bulan memeluk matahari. Tanda kalau ia adalah setengah dewa.

Kadang, terlalu sering bermain bersama Xu Xian membuatnya lupa kalau pemuda itu adalah Pangeran Langit yang suatu hari nanti juga tidak akan selamanya bisa bermain bersama. Wajah Xu Xian yang kecil, dipadu dengan hidung mancung dan mata besar dibingkai alis tebal, menatap Yan Liang serius.

"Kau benar. Malam ini aku akan menemui Qingfeng dan memberitahu masalah ini."

Xu Xian mengangguk. Dari ujung jalan, beberapa pria berpakaian biru muda dengan ikat pinggang hitam dan saling memegang tombak perak memenuhi jalan. Dari kejauhan, Xu Xian tahu kalau mereka adalah pengawal dari Gunung Qianshi. Xu Xian mendengus malas. Ini pasti sudah waktunya latihan lagi.

"Pangeran Mahkota," sapa salah satu pengawal yang memakai topi kain keemasan. Yan Liang yang sedang mengendus aroma bunga langsung berbalik dan terkejut.

"Kami mendapat perintah dari Ketua Lei bahwa Anda mendapat pesan penting dari Yang Mulia Agung, Kaisar Langit." Pengawal itu bicara sambil menundukkan kepala. Mendengar mendapat pesan penting dari sang ayah, Xu Xian langsung terlonjak gembira.

"Ayah?! Ayah memberi pesan!? Itu bagus." Xu Xian langsung menoleh ke arah temannya, "Yan Liang, aku akan menemuimu nanti malam, ya!"

Yan Liang mengangguk. "Baik!"

Tapi pengawal itu keburu menyela lagi. "Maafkan hamba yang tidak sopan ini, tapi Pangeran Mahkota, nampaknya pesan ini penting dan tidak bisa membawamu untuk pergi dari Kuil Giok untuk beberapa hari."

Xu Xian mengerutkan alis, sedikit curiga.

Kalau begitu ini bukan pesan yang bagus.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top