Chapter 12 : Kaisar Yu
Sebelum mencapai Gerbang Utama Istana Giok yang ada di Langit—perbatasan dunia mortal, sebuah gelombang besar meluncur cepat ke arah Hei Suzhen. Memiringkan tubuh untuk menghindar, gelombang itu malah mengenai ujung sayap Hei Suzhen dan membuatnya oleng. Cepat-cepat Hei Suzhen menyeimbangkan kembali posisinya.
Sial, gumam Hei Suzhen. Pasti para dewa tadi sudah melaporkan kemunculannya di segel batas alam. Sekarang mereka mulai menyerang dan ini bukan sesuatu yang mengejutkan seharusnya. Tapi tetap saja, Hei Suzhen tidak menduga kalau ini saatnya ia benar-benar melawan para dewa.
Gelombang energi besar kembali datang. Bentuknya seperti meteor yang meluncur ke arahnya. Hei Suzhen bisa merasakan sekuat apa energi cahaya menembak ke arahnya. Ia berputar di udara, menghindari serangan. Dua, tiga sampai lima gelombang datang bersamaan. Di sekitar langit dan gumpalan awan yang menghalangi pandangan, Hei Suzhen bisa melihat Gerbang Utama Istana Giok yang dinding-dindingnya terbuat dari batu kristal berkilau. Ia segera mengepakkan sayapnya dan melesat ke arah gerbang sambil menghindari serangan.
Mo Lushe bilang, di belakang Gerbang Istana Giok, tepatnya di bawah langit, adalah batas terakhir ia bisa melintasi dunia mortal. Selama ini walau para dewa tidak memiliki segel khusus yang bisa menahan para iblis untuk turun ke dunia mortal, tapi Gerbang Istana Giok selalu dijaga para dewa. Hei Suzhen tidak meremehkan hal itu. Ia tetap berhati-hati dan melesat bagai burung elang di antara awan.
Sayangnya, ketika Hei Suzhen hendak melewati ujung gerbang, sebuah meteor cahaya menghantam dirinya. Hei Suzhen oleng, sayapnya hancur oleh meteor cahaya. Ia terkesiap, sudah pasrah karena dirinya pasti akan jatuh. Tapi dari tubuhnya, ia merasakan sebuah kekuatan menarik dirinya dan dengan kuat mengendalikan tubuhnya.
Hei Suzhen menoleh, melihat ke arah ruang terbuka yang ada di belakang gerbang. Ia terkejut karena di ruang terbuka yang memiliki lantai kaca dari awan ramai para dewa saling berjajar dan menarik dirinya menggunakan kekuatan mereka. Hei Suzhen hendak meloloskan diri, tapi sebagian kekuatannya tidak bisa mengelak dan ia terpelanting jatuh ke atas lantai kaca dan di hadapan para dewa.
Susah payah, Hei Suzhen bangun. Sekitar sepuluh dewa berpakaian putih dengan jubah emas yang tersulam beragam ornamen, serta memegang masing-masing senjatanya menghadang Hei Suzhen. Di atas lantai kaca yang dingin, Hei Suzhen mencoba bangkit. Tapi kekuatannya sudah habis dikerahkan sejak tadi. Ia menatap ke sepuluh dewa di depannya.
"Jadi selama ini dunia mortal bergantung pada dewa-dewa seperti kalian?" tanya Hei Suzhen dengan senyum menyungging.
Salah satu dewa yang berambut putih panjang menjawab tenang. "Sebelum kau mati, sebaiknya kau kembali."
"Aku tidak butuh pengampunanmu." Seketika Hei Suzhen bangkit, angin menderu di sekitarnya. Di bawah tangannya, gumpalan asap berwarna hitam memenuhi telapak tangannya. Ia menghempaskan kekuatannya lalu melemparkan bongkahan energi hitam itu ke arah sepuluh dewa. Para Dewa dengan kompak membuat barrier pertahanan. Sinar putih dan hitam beradu, pecah dalam sekali gerakan. Angin menderu dan kacau bagai badai.
Hei Suzhen sudah tidak punya sayap lagi. Ia harus hati-hati bergerak. Lantai kaca awan ini dibatasi oleh pilar-pilar putih yang mengelilingi ruang terbuka. Bentuknya hampir menyerupai lingkaran. Tapi Hei Suzhen bertarung sambil berpikir. Bagaimana caranya melawan para dewa sementara ia tidak bisa melarikan diri?
Gawat. Benar-benar gawat.
Ketika membuat asap hitam untuk memblokir tembakan meteor dari dewa, tak jauh dari sana, muncul sinar teleportasi bagai bintang jatuh. Hei Suzhen berhenti menyerang, bersamaan para dewa. Ia menoleh dan mendapati seorang pria bertubuh besar dan gagah, mengenakan sutra putih perak dengan jubah keemasan berjalan mendekat. Bayangan wajahnya yang terkena sinar teleportasi tadi lambat-laun berubah jelas. Ujung jubahnya menyeret lantai dan ia berjalan tenang ke tengah kekacauan diikuti seorang pria di belakangnya.
Para dewa berdiri di atas lutut mereka. "Yang Mulia Agung, Kaisar Langit."
Hei Suzhen menelan ludah. Ia bukan takut mati. Tapi ia takut rencananya benar-benar gagal total.
"Apakah menangani iblis kecil sepertiku memerlukan Kaisar Langit yang agung turun dari kultivasinya? Kudengar kau masih lemah dan memulihkan tenaga?" Hei Suzhen berkacak pinggang. Berdiri dengan lagak sombong sebagai kekuatan untuknya meneguhkan hati. Walau sebenarnya ia sudah khawatir setengah mati.
Kaisar tersenyum tipis. "Kau merasa dirimu iblis kecil?"
"Tentu. Buktinya aku tertangkap oleh para dewa kacungmu ini."
"Beraninya!" seru salah satu dewa di belakang.
"Kenapa? Yang aku takutkan di dunia ini hanya Ratu Iblis. Kalau kalian berani, justru lawan aku satu-satu. Jangan sepuluh dewa sekaligus. Bukankah itu licik?" Hei Suzhen memainkan siasat.
"Kau iblis licik, menyebut diri sendiri iblis kecil. Padahal kami semua tahu kalau kau adalah iblis pelindung Mo Lushe dan mereka memiliki sebagian kekuatan Ratu Iblis yang sama-sama kuat."
Hei Suzhen tidak bisa tidak tersenyum. Ia senang mendengar orang-orang mengakui kehebatan gurunya. Dengan begitu, usahanya untuk kultivasi selama ini tidak sia-sia.
"Kalau kau tahu begitu, baguslah." Hei Suzhen menarik pedang dari pinggangnya. Gerakan cepat itu berhasil ditangani oleh Kaisar Yu Huang. Ketika Hei Suzhen menarik pedang, sebuah cahaya hijau keunguan keluar dari aura pedang. Hei Suzhen mengalirkan energi besar dari pedang itu lalu menembak ke arah Kaisar Yu Huang. Yu Huang dengan satu tangannya menahan sentakan energi dan memblokir kekuatan Hei Suzhen.
Di belakang Yu Huang, Jenderal Denglai bersigap. Ia melihat kekuatan Hei Suzhen yang kuat dan berbisik.
"Yang Mulia, itu adalah Pedang Kesesatan dan Sekte Kesesatan di Tanah Iblis. Konon, jika kau melawannya lebih dari satu menit, maka ada energi aneh yang bisa membuat pikiranmu kacau. Kau harus melepaskannya."
"Aku tahu. Ini hanya teknik sederhana. Kau lihat, Hei Suzhen tidak secerdik itu. Dia bahkan menikmatinya."
Yu Huang membalikkan tapak, memutar kendali energi di dalam pergelangan tangan lalu barrier sinar putih yang tadi menghalanginya meledak di depan muka. Hei Suzhen terkejut. Ia terbang dan siap menyerang dalam jarak dekat. Dengan tenang, Yu Huang membuat sebuah tali emas dari sebelah tangannya lalu mengikat tubuh Hei Suzhen.
Dalam sekali tangkap, Hei Suzhen membelalak terkejut. Ia tidak mengantisipasi tangkapan Yu Huang, namun berhasil berputar dan membentangkan tangan untuk membuat gelombang hitam di sekitarnya. Ketika pandangan Yu Huang terhalang asap hitam, sosok Hei Suzhen sudah tidak nampak lagi sebagai perempuan. Melainkan gelombang hitam tadi berubah semakin besar dan wujud Hei Suzhen berubah menjadi ular.
Ular Hei Suzhen yang hitam berkilau, dengan sisik-sisik keunguan hijau melingkar di atas lantai kaca. Ia berderik panjang, dengan sirip ungu hijau di punggungnya. Kedua mata Hei Suzhen masing-masing berwarna hijau dan ungu. Denglai langsung mengayunkan dua tangan dan sebekeras sinar kebiruan menghunus Hei Suzhen.
Ular itu berderik panjang, mulutnya terbuka, menampilkan keganasan dua taring panjang di depan mulutnya.
"Dia tidak bisa dibunuh," gumam Yu Huang. Angin menderu kencang, para dewa di belakangnya saling berpegangan.
"Apa maksudmu, Yang Mulia?"
Pertanyaan Denglai tidak dijawab. Yu Huang menariknya menghindar dari serangan Hei Suzhen. Dari sirip di belakang punggungnya, Hei Suzhen mengeluarkan energi berwarna ungu yang mengalir ke matanya lalu ia menembakkan asap ungu dari mulutnya. Asap itu adalah racun. Para dewa berseru, membentuk perlindungan. Lantai kaca bergemuruh. Ular Hei Suzhen semakin menguasai keadaan.
Yu Huang bangkit. Ia mendongak dan melihat kepala ular itu mengarah padanya. Ia meneliti bagian sisik-sisik ular yang ujungnya berkilau ungu-hijau. Di sana pasti sumber inti kekuatannya. Dengan sekali pemahaman, Yu Huang mengeluarkan pedang kristal es di sebelah tangan, lalu ia membentuk formasi di atas langit menggunakan pedang itu.
Salur-salur tipis energi putih mengelilingi Hei Suzhen. Siripnya bergetar, mulutnya membuka hendak menembakkan racun. Namun Yu Huang sudah memblokir dan membuat batas kaca di antara pergerakkan Hei Suzhen. Ular itu menggeliat, berusaha melepaskan diri dari bongkahan batas kaca yang mengelilinginya.
Sementara Yu Huang tidak melepas formasi, bintang-bintang di dalam kaca membentuk garis kristal, menyelubungi tubuh Hei Suzhen. Garis rasi bintang saling menyambung, saling menembak. Di dalam bongkahan es kristal itu, tubuh Hei Suzhen tertusuk rasi bintang es, lalu ia berderik, menjerit kesakitan. Ujung sisik Hei Suzhen yang berwarna ujung-hijau itu meredup. Yu Huang mendapat kesempatannya.
Dengan sebelah tangan, Yu Huang melempar pedang es ke arah sirip Hei Suzhen lalu pedang itu melesat terbang, menghunus lapisan sirip. Ular Hei Suzhen menjerit. Punggungnya menghantam lantai kaca lalu semburat energi hitam mengelilingi ular besar itu semakin mengecil.
Seiring energi hitam itu menghilang, wujud Hei Suzhen kembali menjadi perempuan. Namun ia terbaring penuh luka dan terengah-engah.
"Kau memang kuat," kata Yu Huang, "tapi tidak sekuat itu."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top