˗ˏˋ *ೃ ✧50 - Endॢ ໑࿐ ྃˎˊ˗
˗ˏˋ Bagian 50, DREAMING #End — O.1 ˎˊ˗
vote plis, aku sakit liat viewersnya jauh dr angka vote :( sorry for typos and late update, maaf ga nge feel..
warn—
a. alur bosenin, ga ada humor secuil pun.
b. gayus, garing, ga nge feel.
c. end terdiri dari 3 part, kayaknya.
d. banyak typo. susah benerin, saking ribetnya.
e. semoga bisa nyaman membaca, jangan lupa vote ya sayang :).
hari kedua eksistensi Hyena tanpa Seonho, Hyena hanya menghabiskan waktunya dengan Jihan—memandikannya, mencuci piring bersama, bermain, dan menunggu kehadiran Seonho. Sungguh, Seonho tak memberi kabar sedikit pun ke Hyena dalam kurun waktu 2 hari ini.
Kemarin lusa, sehabis Jihan bermimpi tentang—entah apa itu, Jihan langsung tertidur pulas di pelukan Hyena dengan hidung merahnya, nahan nangis.
Mencekam. Iya, sekarang Hyena kalut banget, takut mimpi Jihan itu bakal nentuin jalan hidupnya.
Takut. Oh jelas, kan barusan di bilangin, yaaa goblok sih lu. g
Hyena sama sekali tak berkutik ketika seluruh pesan yang ia kirimkan pada Seonho berakhir dengan hanya di baca oleh si Suaminya itu. Hyena gak bisa marah, ia terlalu takut kalau saja marah, Seonho akan menjauhinya.
Rencana sih rencana; rencana saling intropeksi diri namun berakhir dengan kegalauan yang berkepanjangan untuk Hyena. Jujur, Hyena sudah enggan bertemu dengan Jihoon lagi semenjak fenomena ini. Gundah gulanah lah yang Hyena rasakan, saat Jihan sibuk sendiri, Hyena memainkan ponselnya—biasa, chat dengan teman-teman di RP-nya atau sekedar bertukar cerita dengan Kai dan yang lainnya di group chat.
Nayeon pindah ke Kalimantan.
Lucas sendiri masih sibuk menuntaskan dunia perkuliahannya yang menginjak semester 2 ini.
Kalau Kai, jangan di tanya. Pria ini sudah menikah dengan perempuan yang kerap di sapa Jennie itu. Ah, pasti kalian bertanya-tanya mengapa harus Jennie. Nah, ini juga Hyena bingung, namun setelah Kai mengkonfirmasi tenyata Jennie ini bagian dari keluarga Ahn Sehun, alias adik Sehun yang ke 4. Kai dan Jennie pernah ketemu waktu di pemakaman, dan Kai bersikeras buat nyari profil dari perempuan itu lalu mengikutinya hingga jenjang perkuliahan dan mereka pun resmi menikah. Ya, seperti itulah takdirnya, siapa juga yang bisa menyangkal?
Sudah, sudah, kenapa jadi membicarakan si burik?
“Mamaa! Telornya ada apa ini?” teriak Jihan. Dari dapur.
Hyena mendengus, kemudian menjawab. “Merah merah? Itu saos, Jihan.” jawabnya sedangkan Jihan hanya ber-oh ria.
“Mamaa! Pedess! Hu-Hah! ” pekik Jihan lalu berlari pelan sambil memeluk kaki Hyena yang bertengger di atas meja.
Hyena ketawa pelan. Heran, “namanya saos atu pedes lah, cantik. Masa asem, gimana sih anak bunda nih?”
Jihan mendecih lalu mengusak-usakan kepalanya pada leher jenjang Hyena—kini Jihan duduk bersebelahan dengan Hyena. “Kan aku gatau! Kalo asem mah aku tau itu rasa apa, biasanya ada di ketek, Mah.”
“Ketek bukan makanan, Jihan. Ketek itu bau,” tutur Hyena dan Jihan hanya mengangguk. “tapi leher Mama juga bau, ini namanya ketek juga?”
Hyena hanya tersenyum, terpaksa. Berpikir dua kali lipat, mengapa gobloknya Jihan ini sangat murni, heran sendiri Hyena. “Leher mah leher, ketek tuh yang ada disini, nih—”
Hyena langsung menggelitiki ketiak Jihan dengan tempo pelan namun berhasil membuat anaknya ini memekik kegirangan akibat rasa geli yang menjalar pada tubuhnya.
“—ABABABWABWABWA, GELI ADAW MAMA! ABWABWABWA!” ravau Jihan hingga tertawa dengan puasnya. Hyena tersenyum lebar.
“MAMAAA! KANGEN PAPSKY!” pekik Jihan setelahnya lalu turun dari sofa. Hyena hanya memandang Jihan yang berjalan pelan mengambil sebuah photo book yang ada di dalam lemari kaca.
Jihan menunjukkan halaman dimana ada foto Seonho yang tertera disana. “Nih! Papsky! Aku kangen tau gak sih?!” katanya.
Jihan membalikkan lagi ke halaman-halaman berikutnya—Hyena hanya terdiam, menunggu reaksi Jihan.
“Nah! Ada foto Om Babon sama Kak Baejin ya, Mah?! Ini yang peot siapa, mah?” tanyanya sambil berlari pelan ke arah Hyena dan menunjukkan photo book itu kepada sang Ibunda.
“Oh, ini Om Babon, ini Kak Baejin, ini Om Minhyun, terus ini Papah. Waktu itu foto bareng pas keluarga Om Taemin ke rumah Mas Youngmin itu,” jelas Hyena dengan tatapan kosongnya.
“Terima gak? Kasian loh itu Seonho jauh-jauh kesini, pusing juga Bunda liat kamu maen-maen sama cowok online.”
“Kak Baejin lucu ya, Mah? Aku suka deh, hehe. Nikahin aku dong mas.” gumam Jihan sambil membelai-belai foto dimana Baejin yang tengah memasang gaya v-sign, bersebelahan dengan Minhyun.
“Heh! Ngomongnya!”
“Biarin! Afifah pernah ngomong gitu, katanya geh; Aku jijik, Mas! Jangan sentuh-sentuh aku! Aku jijik!. Gitu katanya. Yaudah aku ikutin biar aku masuk tivi.” kata Jihan sambil ketawa kenceng terus mukul-mukul paha Hyena, puas katanya.
Lelah Hyena harus berhadapan untuk menahan emosinya agar tidak meluap begitu saja kepada Anak semata wayangnya ini. Mana anak hasil si Hyungseob yang notabene friend with benefits nya itu. Kan ini kenangan terindah, WKWKWKW.
Orang mah, kenangan terindah tuh kayak Bunga tah apa, lah ini anak, wekwekwek. receh bgt njs.
/abaikan/
Jihan narik lengan Hyena berkali-kali. “Mah, telponan sama Koh Lucas, yukk! Kangen aku liat cogan.” gerutunya dan Hyena menatap Jihan, kaget. “Kamu belajar ngelantur kayak gitu dari mana sih? Hm? ”
“Indosiyar.” jawabnya watados.
Hyena mengulum bibirnya miris sambil mendongak melihat langit-langit rumah dan menggumamkan kalimat zikir yang kemudian akan di lemparkan kepada Jihan agar tidak mabok lagi. Pusing pala Mermaid.
“Ayok, geh. Vc-an, Mah...” pinta Jihan berulang kali.
Hyena mengangguk lalu Jihan berteriak kesenangan dan segera mengambil ponsel Ibundanya itu.
Jihan terdiam bagaikan patung ketika melihat wallpaper lockscreen Hyena yang merupakan foto Seonho. Bagai diterjang angin laut, Jihan kembali merasakan bahwa matanya memanas dalam hitungan detik. Kemudian menangis.
Jihan takut, kalau mimpinya itu akan berujung pada kehidupannya yang saat ini. Jihan tidak mau semua itu terjadi.
Hyena yang melihat dari belakang kalau tubuh Jihan sedang bergetar itu bergegas memeluknya kemudian mengusap kepalanya. Lembut,
“Heee, kenapa ini? Koh Lucasnya gak jawab telepon? Jangan nangis... Nanti Mamah marahin Koh Lucasnya, tuh, udah nakalin Jihan.” ucap Hyena dengan kalimat penenang andalannya; berlagak memarahi orang yang mempunyai ikatan dengan Jihan, hanya sekedar candaan belaka.
“E—enggak.. Ini ada papah di hape. Aku, t-takut...” katanya, lirih.
Hyena mendekap seluruh tubuh mungil Jihan ke dalam pelukannya yang hangat lalu menciumi pipi Putrinya itu dengan rasa yang tulus. “Ssshhh, gaboleh gitu, bentar lagi Papsky pulang kok—Tuh, liat jamnya. Bentar lagi bakal pulang kok...”
Jihan semakin menangis kencang, dan Hyena merutuki dirinya sendiri.
Ia tahu, Jihan sedang sensitif ketika membicarakan Papahnya yang belum pulang sama sekali itu, seolah-olah Jihan sedang membicarakan tentang mantan, sensitif rasanya.
“Jihan.. Kenapa, hm? Cerita sama Mamah sini, masa Jihan gak cerita, nanti dosa, gimana? Mau?” ancam Hyena. Jihan pun menurut.
“Nah, Jihan sok cerita.” tutur Hyena ketika Jihan sudah sedikit tenang—hanya sesegukan saja.
Selang 2 menit tak mendapat jawaban yang logis dari bibir sintal Jihan, anak itu kembali menangis kencang dan Hyena kalut, ia tak punya susu—b-bukan susu yang itu! Susu kotakan maksudnya!
Jihan hanya bisa tenang dengan satu gelas susu stroberi dan roti j.co nya. Memang beda anak konglomerat satu ini. Bapaknya aja Sultan, eya. g
Hyena mengusap kepala Jihan dengan lembut, berharap Jihan segera tenang lalu tertidur.
Hyena gak mau Jihan terus-terusan nangis, soalnya Jihan bakal pusing lalu demam dan langsung di larikan ke rumah sakit, karena sekalinya Jihan berpikir keras, anak itu langsung demam tinggi dan Hyena gak mau itu terjadi.
Jihan masih menangis, namun mampu mengutarakan emosionalnya. “A-ada Pap-sky d-di situ...”
“Mana? Dimana?” Hyena celingukan, takutnya emang ada Seonho beneran di sekitarnya.
Jihan ngegeleng keras, “b-bukan.. Papsky ada di Pintu sambil bawa kertas gede! Aku takut kertas itu bakal mukul Mamah, terus nangis...” katanya, ngelantur.
Hyena berpikir keras, menelan seliruh ucapan Jihan yang mungkin terbesit sebuah makna. Tap—Lupakan, itu hanya omong kosong. “Gak kok enggak. Papa gak bawa kertas, nanti Papa bawa CD Mahabarata yang Episode 12, Oke?”
“Aku gamao! Emoh! Aku maunya Papah! Gamao Om Babon nangis aku, hiks nangis mulu nanti, gamau!”
Hyena meringis, “Kenapa jadi Om Babon, Jihannn...”
Jihan cuma ngeringkuk kesel terus mukul-mukul bantal sofanya sambil masang muka cemberut gitu. “gamau! Muka Om Babon disitu ancur banget, aku gamau ketemu!”
Hyena ngusap wajahnya kasar. “Kan Mamah gak ngomongin Om Babon, Jihan cantik.. Anak kesayangan Mamah...” ucapnya halus—meskipun sedikit menahan kesal.
“Bodo! Ayok ketemu Om Babon!“
LHA SIA KATANYA GAMAO KETEMU?! BWAJINGAN! UNTUK ANAK GWA. KAMBRED.
—Hyena yang pusing.
.
Setelah Jihan mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Jihoon, Hyena berpikir keras seraya memukul jidatnya berkali-kali.
Ia sebenarnya mau saja menuruti permintaan Jihan, namun, rasa takutnya jauh lebih dominan. Hyena takut kalau Seonho tau gerak-geriknya—bahkan, jika Hyena mengatakan kalau ini kemauan Jihan; bukannya Seonho luluh malah suaminya ini menentangnya dengan kalimat andalannya, yaitu;
Kamu udah jadi Ibu. Tau yang bener mana yang salah, emang kamu gak mikir apa, lelaki di luar sana tuh banyak yang mau kamu, aku udah jaga kamu sedemikian rupa ternyata kamu malah asik sendiri sama Jihoon—kenapa gak Baejin, aku masih nyangkal dia temen deket kamu. Kalo Jihoon kan emang udah jelas kamu dulu pernah suka sama dia.
Selalu aja seperti itu. Hyena jadi bingung. Sesekali Hyena ngelirik ke arah ponselnya yang lumayan sepi, karena emang dia non-aktifin bunyi notifikasi pesannya gitu.
Hyena jadi berpikir yang tidak-tidak soal mimpi Jihan.
Kertas—ya, kertas.
Logikanya gini, kertas itu kalo di pukul ke si korban, pasti gak sakit kan? Maybe aja bagi sebagian orang itu tuh sakit, paling cuma sebentar doang, sedangkan Jihan bilang—kalau rasa sakitnya itu bisa sampe ngebuat Hyena nangis, so, ini permasalahannya.
Kertas itu, tipis—ketika di pukul bisa menimbulkan rasa sakit sampe Hyena bisa nangis.
Buku kan tebel, wajar aja kalo Hyena nangis.
Nah ibaratnya aja, kalau kertas itu sebuah masalah yang dapat menjerumuskan Hyena masuk ke luka yang pilu serta mendalam, dan itu merupakan pukulan terbesar yang dapat merobek fatamorgana kemudian tercatat pada sejarah di dalam sanubari, hingga membuat Hyena menangis.
Nah, udah nemu tiga poin itu; Kertas—Pukulan—Menangis.
Oke, tak sia-sia rupanya Hyena berpikir keras. Ia memandang Jihan yang tengah tidur dengan senyum getirnya lalu mendongak menatap langit-langit kamar.
Seonho... Kamu kenapa?
Hyena meringis sesekali memandang pigura foto—pernikahan Seonho dan Hyena tentunya, yang ber-asaskan atas belas kasihan Hyena kepada Seonho. Namun, takdir lah yang menahannya dan memberantas semua rasa belas kasihan itu lalu berubah dalam satu kedipan mata menjadi rasa sayang dan takut kehilangan.
(.n) Hyena Jung : wanita berdimensi 3, percaya akan takdir yang terus menguntitnya, walaupun ia bosan dan terus mengeluh, Hyena selalu percaya bahwa ia sudah jatuh terlalu dalam kepada pria dari keluarga Yoo yang sudah merubahnya menjadi; Yoo Hyena
anjg gwa ngakak namanya :""""")
lupakan.
Hyena merupakan nama agung alias penerus dari keluarga Jung yang selalu mendapatkan takdir buruk dari Tuhan—bukan kutukan, namun memang takdir keluarga mereka. Ibunda Hyena yang ditinggal mati oleh suaminya, nenek Hyena yang ditinggal cerai oleh suaminya, serta buyut Hyena yang di tinggal akibat perselingkuhan suaminya tersebut.
Akan kah kutukan—ralat, Takdir—itu akan terus mewarisi hingga kehidupan Hyena ataupun Jihan dan selanjutnya?
Ataukah, Seonho yang terus bersamanya atau ada lelaki lain yang bersanding dengannya?
Sungguh, satu kali saja Hyena kehilangan Hyungseob, jangan Seonho, jangan. Hyena tahu, ini karma terbesarnya. Jihan, maafkan ibu mu yang berdosa ini ya,
Maaf kalau Jihan akan menjadi korban selanjutnya dari serangan bertubi-tubi ini.
“Mam? Kertas..”
Jihan, kembali dengan gumamannya saat tidur, dan Hyena kembali merutuki dirinya sudah membawa Jihan ke dalam masalahnya ini.
Maafkan Papah ( Hyungseob ) ya, Jihan. Maafin Bunda juga. Kamu gak salah, kitalah yang berdosa.
. . .
“GOBLOOK! GUA KENA GAPLEK MATI LO TOFU!”
Pekikan Woojin, membelah semesta. Jihoon saja sampai tertawa tak tertahankan bersamaan dengan Minhyun yang masih meringkuk karena tak kuasa menahan tawanya.
Sekarang, di rumah Woojin, Jihoon serta Minhyun bermain bersama—sesekali reunian lah meskipun bertiga doang—sedang bermain kartu, yang kalah akan di pukul tangannya menggunakan sapu lidi.
Kejam banget, anjing.
Jihoon memasang kartu dengan gambar boboi boy nya itu lalu memekik, “Kekuatan Api, bukan?!”
Tau gak sih, pas SD tuh banyak babang-babang ngejual kartu gambar kartun gitu terus ada 4 pilihan. Nah, yang udah ke kumpul jadi 4 buah dengan seri sama, nanti menang. Nah, itu yang di mainin sama si trio goblok itu.
Kalo lupa, haddddduuuuu keterlaluan!
Minhyun ngasih kartunya ke Jihoon lalu mendesah kecewa, “Gua padahal udah 3 kartu yang sama!”
Woojin ketawa. “Mampus! Ketawain jangan ya. Wkwk, ngakak anjir perut Sam Smith sampe sakit gini!”
Jihoon naruh kartunya yang sama alias udah 4 buah kartu yang gambarnya sama lalu di taruh di lantai gitu sambil pamer. “Wohoo, gua balap Woojin dong. Mana nih punya Minhyun, baru 2 doang yang sama.”
“Babi! Tunggu aja nanti, kimak.” Kata Minhyun, nyolot.
Giliran Woojin yang jalan, Minhyun tadi udah ngambil satu kartu buat ngegantiin kartunya yang di kasih ke Jihoon. “Gua masang Gopal, seri yang di taman bukan, Hoon? Nyun?”
Jihoon menggeleng, sama seperti Minhyun. Woojin melempar kartunya kasar,
“WALAAA! NASIB GWA GINI BAT.” katanya, lalu ngambil satu kartu lainnya.
Jihoon ketawa kenceng, sampe gak nyadar kalau ada telepon masuk ke handphonenya. Minhyun ngelirik sedikit dan mendesis, “Yoojung?”
Jihoon ikutan ngelirik lalu nyumputin handphonenya dari pandangan Minhyun, “Apa siaa asu, liat liat?!”
Minhyun melambai-lambai tangannya sambil menggeleng, bukan itu yang ia maksud. “Bukan anjeng! Gua cuma nanya, dia siapa!”
“Gatau gua juga, Nancy bilang dia suka ma gwa. Hadaq, pesona ku memang tiada taranya, ya Jin, Nyun?”
“Bodo amat kentot. Buru sana angkat.” gumam Woojin yang sibuk membereskan kartu gapleknya itu.
Kartu gaplek itu, punya Woojin sama Dara, katanya mau di kasih ke Anaknya nanti kalo dah tekdung si Daranya. Padahal, mereka baru aja mau lamaran, masih lama buat nikah. Mikirnya udah jauh emang Woojin, gitulah kalo otak bokep kolaborasi sama otak bisnis.
Jihoon berdiri lalu ngejauhin Woojin sama Minhyun dulu, biar gak berisik.
“Iya?” interupsi Jihoon, Yoojung yang di sisi sana hanya memekik kegirangan,
“Hai, Kak Ji! Sibuk gak? Masih kerja?” tanya Yoojung. Yoojung emang lebih muda satu tahun dari Jihoon.
“Engga, ini libur, kenapa?”
“Aku mau minta Kak Ji bantuin tugas kuliahan aku, bisa gak, Kak?”
Yoojung dari balik telepon sedang mempoutkan bibirnya sembari mengotak-atik kalkulator disampingnya dengan kasar. Jihoon mendengus,
“Tapi Kakak lagi di rumah temen. Gak bisa. Jarak ke rumah Yoojung kan jauh.” katanya, berusaha tenang.
Yoojung menggeleng, “Gapappa, Kak Ji gausah ke rumah. Aku fotoin aja tugas aku, pusing bangeeeet! Deadlinenya besok, mana aku banyak kuis gini lagi. Kaka tau kan, Pak Heechul kalo ngajar tuh bacot banget?”
Iya, Yoojung kuliahnya sama kayak kuliahnya Jihoon yang duli, jurusannya juga sama, Yoojung Kedokteran, Jihoon juga.
Kata Nancy mah, Yoojung pengen ngikutin jejak Jihoon, just that.
“Yauda iya, fotoin ya, nanti Kakak bantuin.” tutupnya secara sepihak lalu menghela napas kasar.
Woojin memekik, “Ngape, Hoon? Nge gas si cewek?”.
Jihoon menggeleng, “Enggak. Biasa aja, cuma—gatau ah pusing gua!”
Jihoon tiduran di ranjang Woojin dengan santainya, kerasa kalau Rumah Woojin ini miliknya, ya, sesantai itu. Toh, Woojin juga temen dari oroknya gini.
Minhyun menggaruk tengkuknya pelan, “Btw, gua balik ya. Bini gua udah bacot. Salamin ke Dara ya, Jin.” Pamit Minhyun.
Woojin memasang gestur ‘Oke’nya seraya mengangguk.
“Hoon, Jin, duluan. Assalamualaikum.” kata Minhyun dan hanya di balas deheman oleh pihak Jihoon maupun Woojin.
Jihoon yang asik membalas pesan Yoojung; mengajarkan tugas Yoojung, sedangkan Woojin yang asik bercengkrama dengan Dara lewat VC.
Ya, sesibuk itu mereka sekarang, sampai lupa daratan.
. . .
Kriet,
19.30 WIB—
“Mamaa! Tu Papah, tu Papah!” teriak Jihan semangat.
Jihan langsung turun dari ranjang dan bergegas lari ke lantai bawah untuk menemui Seonho—bisa jadi, Seonho.
Hyena hanya diam di kamar dengan tatapan kosongnya. Rasanya, semua ini mimpi.
Jihan dan Seonho yang di lantai bawah ini sedang berpelukan—pasti. Karena, itulah yang biasanya dilakukan oleh kedua manusia yang cukup bermakna bagi Hyena.
Hyena tersenyum tipis, hingga buliran air mata turun di kedua pipinya—melihat pintu kamar yang terbuka, menatap Seonho yang tengah menggendong Jihan sembari membawa berkas-berkas yang kelihatannya seperti sebuah laporan penting.
Jihan—menatap Hyena bukan dengan tatapan berbinar senang karena bertemu Seonho, melainkan menatap Hyena dengan tatapan sendunya seperti habis menangis.
Seonho menurunkan Jihan dari gendongannya namun, Jihan merengek tak mau. Jihan masih setia memeluk leher Seonho erat, seperti tak mau kehilangan.
Seonho senyum laku duduk di pinggir ranjang sembari mengelus puncak kepala Jihan, Hyena membenarkan posisinya menjadi duduk lalu memandang Seonho, “Jihan kenapa? Kenapa kamu 2 hari ini gak pulang, Ho?”
“Ada kerjaan, Jihan tadi katanya terlalu seneng ngeliat Papah, soalnya aku bawa—
—Tadaaaa! Selamat ulang tahun, istriku!”
Sungguh, jika ini memang takdir, Hyena ingin berhenti sampai sini saking tak kuatnya—
—ini memang ulang tahun Hyena, hari kelahirannya, Seonho tak melupakannya. Dan... Seonho memberikan Hyena sebuah hadiah yang sangat bermakna bagi hidupnya, ini lah yang dinamakan cinta.
Cinta sementara.
Karena yang Hyena pegang saat ini adalah hadiahnya; surat cerai, beserta laporan-laporan pekerjaan Seonho menandakan kalau Seonho akan pindah kerja ke luar negeri dan meninggalkan Hyena serta Jihan, dengan kenangan pilunya.
Kebahagiaan, yang sementara.
Berawal dari mimpi bodoh Jihan, berakhir mengenaskan seperti hadiah ulang tahun Hyena yang terakhir, dari suami tercintanya, Yoo Seonho.
Inilah kertas, yang dimaksud oleh Ahn Jihan.
END—O.1
FINISH
next,
END—O.2
maap aku baru back, dan ini cuma 2,775k words so ga nge feel banget. Ya gini lah adanya, alurnya, sampe akhir nanti kayaknya ada 3 seri end dah, kayaknya y gtw juga :""") sesuai ide yang nyalur.
oke, see you soon!
mau buru buru end sebelum 31 Des euy.
unpub ga, apa lanjut? :( maaf ga ngefeel, intinya udah taukan apa maksudnya :"""") kalo gatau nanya aja di komentar. gapapa,
love,
keyna!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top