I . Ujian
Halo, selamat malam di hari pertama di bulan Rokugatsu. Ini pertama kalinya ikut NUBAR, pertama kalinya juga buat tantangan ke diri sendiri buat nggak nulis lebih dari 2000 kata, sedikit susah tapi bikin nagih, ehee.
Semoga suka, chapternya sesuai huruf keyboard biar beda sendiri, habis itu, gue cuma update 10 chapter ya, so.., lanjut baca ya, semoga suka, dan jangan lupa cek cerita penulis NUBAR yang lain ya, terima kasih.
---------
29 Mei xxxx
Kantor QW, Jakarta.
Lembaran-lembaran kertas berisi sketsa gambar berterbangan di dalam ruangan bernuansa gelap. Seorang pemuda menundukkan kepala dengan kedua tangan berada di balik punggung, di hadapannya terdapat seorang yang lebih tua tengah menatap tajam dengan urat-urat yang menonjol di pelipis, wajahnya benar-benar menunjukkan seberapa emosinya pria itu dengan alis yang menukik tajam.
"Dimana sketsa yang kamu sudah janjikan?!"
Brak.
Telapak tangan itu menggebrak meja kayu yang ada di dalam ruangan itu dengan keras, sampai membuat beberapa orang yang berada di luar ruangan mengintip melalui celah tirai yang sedikit terbuka dan menampilkan keadaan di dalam ruangan. Pemuda itu tetap diam dengan bahu yang merosot. Ia sudah menyiapkan sketsa itu, sungguh! Sketsa yang membuatnya tidak tidur selama empat hari karena mencari ide dan baru mendapatkan ide itu di dua hari yang lalu, namun semua perjuangan nya sia-sia karena keteledorannya.
"Saya akan memberhentikan kamu."
Kata-kata sakral itu keluar dari mulut pria yang lebih tua, membuat pemuda itu membulatkan mata tidak percaya. Mendongakkan kepala, kedua tangan yang sebelumnya di sembunyikan dibalik punggung pun bergerak kedepan lalu menggenggam tangan pria yang lebih tua dengan raut wajah memohon.
"Ja-jangan pecat saya Pak, saya mohon!"
Menepis tangan pemuda itu, pria yang lebih tua berjalan memutar untuk duduk di balik meja kerjanya. "Saya sudah terlalu sering memberikan kamu kesempatan, tetapi hasilnya tidak pernah memuaskan." Melonggarkan dasi, pria itu menyandarkan punggungnya pada tempat duduk. "Kinerja kerja kamu menurun akhir-akhir ini Wyasa (dibaca : Wiyasa) benar-benar menurun, mulai dari hal terkecil, absensi kamu selalu terlambat dua puluh menit setiap hari."
Bola mata itu bergerak liar melihat kesegala arah, berusaha agar tidak bertemu dengan mata pria yang lebih tua. Terdengar suara helaan napas kasar membuat Wyasa semakin putus asa, pemecatan sudah berada di depan mata dan ia tidak bisa memberikan pembelaan sedikitpun karena ia juga menyadari kinerja kerjanya benar-benar merosot dari puncak tertinggi.
"Saya berikan kesempatan satu kali lagi," mendengar hal itu, Wyasa melebarkan matanya tidak percaya. Sungguh, hati bosnya terlalu baik karena memberikan ia kesempatan terus menerus, dan Wyasa mensyukuri hal itu. "Jika kali ini gagal, kamu akan benar-benar saya pecat, tidak perduli jika kamu adalah anak dari Kakak saya sendiri."
Mendengar ucapan bosnya itu membuat cahaya mata yang sebelumnya bersinar pelahan-lahan redup. Jadi karena Ayah ya, segala kekuasaan dan uang memang gak bisa mengalahkan bakat yang gue punya sejak lahir 'kan. Tersenyum hambar, Wyasa mendongak lalu mengangguk. Kali ini gue akan buktiin, kalau tanpa uluran tangan orang tua itu gue mampu berdiri sendiri, dan gue harus buktiin kalau gue memang mampu bertahan karena gue memang pantas! Tekad Wyasa.
Pria itu harus menelan pil pahit saat melihat kebohongan dari senyum itu, walaupun ia bisa melihat tekad bulat yang terpancar dari kedua mata Wyasa. "Bulan Juni nanti, akan ada pameran lukisan terbesar di salah satu tempat yang ada di Bandung, dan petinggi dari tempat itu menginginkan beberapa karya dari tempat kita dipajang di pameran tersebut untuk melakukan penggalangan dana melalui penjualan lukisan."
Wyasa mendengarkan dengan saksama penjelasan dari pria yang lebih tua. "Mereka tidak menentukan tema dari pameran, tetapi mereka mencari sebuah lukisan yang memiliki makna yang mendalam, jadi saya pikir ini adalah satu kesempatan emas untuk kamu Wyasa, jika di tentukan tema seperti yang sudah-sudah kamu akan lama mencari rasanya jadi saya memberikan kamu satu tugas ini agar kamu lebih mudah mencari ide." Tangan pria itu bergerak turun untuk membuka laci meja kerja, mengambil sesuatu lalu mengambil isi dari map cokelat itu. "Untuk tugas yang seharusnya kamu pegang kemarin, saya sudah mengalihkan tugas itu pada Andro, karena dia memberikan sketsa yang bagus untuk saya."
Mendengar hal itu, perasaan Wyasa mendadak tidak enak. Saat pria yang lebih tua menyuruhnya untuk mendekat kearah meja, kedua mata Wyasa membelalak saat sekilas melihat sketsa yang ia buat sudah berubah nama menjadi nama Neandro Sabian, rekan kerja sekaligus orang yang benar-benar ingin melihat dirinya di pecat dari QW semenjak pertama kali bertemu.
"Boleh saya lihat gambarnya?" ujar Wyasa meminta izin.
Ia ingin memastikan sebelum membuat perhitungan pada Andro. Pria yang lebih tua memberikan sketsa ke tangan Wyasa, menerima sketsa itu, tangan Wyasa benar-benar gemetar menahan amarah yang sudah berada di kepala. Terkekeh kecil, kepalanya mengangguk lalu menyerahkan sketsa itu pada pria yang lebih tua.
"Kamu boleh keluar, dan saya harap lukisan kamu selesai sebelum tanggal lima belas Juni."
"Baik Pak."
[ .. ]
Wyasa duduk di cafétaria dengan wajah sendu. Kedua telinganya tertutup oleh headset yang memutarkan lagu musisi dari dalam Negeri, jemarinya bergerak saling meremat satu sama lain dengan pandangan lurus menghadap ke depan, menghela napas panjang, Wyasa melihat seorang perempuan tengah tertawa bersama seorang laki-laki dengan suasana romantis yang sangat mencolok di kedua matanya.
Perempuan yang dulunya selalu membuatkan ia makan siang, selalu merengek jika ia terlalu memforsir dirinya sendiri untuk memberikan hasil sempurna di setiap lukisan dan sketesa yang di minta oleh Bos mereka, perempuan yang selama ini selalu menjadi rumahnya selama ia lelah, kalut, dan bahagia kini tengah tertawa bersama laki-laki lain dengan suasana bahagia dan romantis.
Tersenyum kecil, kepala Wyasa menunduk saat laki-laki itu menoleh kearahnya dengan senyum mengejek, tanganya terkepal kuat menahan emosi. Jika perempuan itu berbahagia dengan laki-laki baik di luar sana, mungkin Wyasa akan membuka lebar-lebar pintu di dalam hatinya untuk melupakan perempuan itu. Tetapi, laki-laki yang sial nya beruntung mendapatkan hati perempuan itu adalah orang yang ingin menendang dirinya dari QW. Ya, orang itu adalah Neandro Sabian.
Menghembuskan napas panjang, Wyasa mengambil gelas yang terisi kopi hitam, meminum cairan itu secara cepat, ia beranjak dari tempat duduk lalu pergi keluar dari cafétaria dengan membenarkan rambut yang menutupi penglihatannya.
"Pergi saja engkau pergi dariku.. biarku bunuh perasaan untukmu, meski berat melangkah hatiku hanya 'tak siap terluka."
[ .. ]
Menutup pintu gerbang, Wyasa masuk kedalam rumah nya setelah memakirkan motornya di tempat yang teduh. Duduk di teras depan, Wyasa membuka sepatunya satu persatu, kemudian menjepit ujung atas sepatu menggunakan kedua jari, masuk kedalam rumah, Wyasa membiarkan pintu terbuka lebar agar cahaya masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum, Ranjawy pulang." Ucapnya setelah menyimpan sepatu di rak dekat pintu masuk.
Membuka tirai jendela, Wyasa melihat kekosongan di dalam rumah itu. kekosongan yang melubangi hatinya dan hidupnya karena seluruh keluarganya memilih pergi mengikuti Ayahnya dan meninggalkannya seorang diri hanya karena ia ingin memulai semua dari nol, dan karena dulu ia dibutakan oleh cinta, semuanya meninggalkannya, bahkan cinta yang sebelumnya ia bela mati-matian pun juga meninggalkannya bersama luka yang semakin lebar.
Menghela napas panjang, telapak kakinya menginjak sebuah amplop. Memundurkan langkah, Wyasa membungkukkan tubuhnya dengan tangan yang terulur kebawah mengambil ampolop. Melepas tas selempang yang sebelumnya terselampir di bahu, Wyasa memilih duduk di salah satu sofa, lalu membuka surat dan membacanya.
Bola mata itu bergerak kekanan dan kekiri saat membaca isi surat dari amplop yang tadi ia injak. Kepalanya bergerak kebelakang bersamaan dengan helaan napas berat yang keluar melalui bibir, tangan kananya bergerak keatas lalu menempelkan surat pada dahinya.
Surat dari Ayahnya benar-benar seperti bom atom yang meledak tepat di wajahnya. surat yang benar-benar turun dari Ayahnya, terlihat dari tulisan sambung yang sangat amat rapih, beserta tanda tangan di bawahnya. Merampas surat yang ada di dahi lalu membuangnya sembarangan, Wyasa beranjak dari sofa pergi menuju kamar yang tidak jauh dari ruang tamu, meninggalkan surat yang melayang di udara lalu terjatuh di depan pintu masuk.
Jika kamu masih mau menikmati fasilitas seperti rumah dan motor yang kamu gunakan sebaiknya kamu pulang. Dan, selamat untuk patah hatinya, memilih cinta karena merasa perempuan itu lebih mengerti kamu, pada akhirnya perempuan itu juga yang meninggalkan kamu karena kamu tidak memiliki apapun, berhenti memperjuangkan sesuatu yang tidak akan bisa kamu raih dan kembali, kamu tahu kemana kamu harus pulang.
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top