Bagian Satu (2)
Sebelum tinggal di McLangen, Fred bertahun-tahun tinggal di flat sederhana di pusat kota. Bertemu dengan Trice Huge dan menikah hingga dua tahun, nama wanita itu pun berganti menjadi Tricetin Chester. Di tahun terakhir pernikahan Tricetin Chester tengah hamil dan meninggal di bulan kehamilan yang ke delapan, lahirlah seorang gadis bernama Chloe Chester, itu aku.
Tricetin memberikan rumah keluarga Huge kepada Fred sebelum dia meninggal. Rumah panggung dengan tiga kamar, dapur dan ruang makan, ruang perapian, serta ruang tamu. Di halaman belakang terpisah dari bangunan utama terdapat gudang penyimpanan, selain itu ada beberapa barang yang di simpan di loteng termasuk barang-barang ketika aku masih kecil dan beberapa peninggalan keluarga Huge.
Pada minggu pertama kami menempati rumah itu, seorang wanita datang mengetuk pintu rumah, dia memperkenalkan diri. Defian Smith. Dia mengira bahwa rumah kami masih ditinggali oleh keluarga Huge, namun keluarga Huge berakhir dengan kematian Tricetin Chester. Itu yang pernah diceritakan oleh Fred.
Wanita itu menangis dan tidak tahu bagaimana kembali ke California. Kedatanganya hanyalah memberi abu suaminya untuk Jobs Huge, kalau dilihat dari bingkai foto yang terpajang di sudut ruang tamu, pria muda dengan topi hitam dan senyum lebar sedang merangkul anak gadis yang wajahnya mirip denganku. Itu ibuku. Namun dia terlalu nekat dan tidak memikirkan perjalanan pulang.
Fred sempat memberikan uang untuk dia kembali ke California, namun wanita itu terlalu berat hati menerima pemberian orang lain secara cuma-cuma. Singkat cerita, Fred memutuskan agar Defian Smith tinggal beberapa waktu dan diberi pekerjaan untuk merawatku, atau mungkin sampai aku dewasa.
Walaupun seperti itu, Bibi Def tetap menyepakati akan pulang ke California selama libur Natal sampai dua hari setelah tahun baru dan hari Paskah. Di sana dia tinggal bersama anak dan cucunya. Namun, sejak umurku yang ke-16 dan Bibi Def berumur sekitar 49 tahun, sesuatu yang mengejutkan. Bibi Def tidak akan pulang selama libur Natal dan akan kembali ke California dua hari setelah tahun baru. Dia juga berkata bahwa tidak akan merayakan natal di McLangen, lagi.
Seminggu kemudian aku mendapatkan segala rahasia yang selama ini di simpan oleh Daren sebelum dia pindah ke New York. Semua rahasia itu di mulai di sini. Jumlah penduduk di sini kurang dari seribu. Penduduk terkaya kali ini dipegang oleh Madam Bredy, menurut desas-desus wanita tua itu memiliki jutaan dolar USA di balik tempat tidurnya.
Kendatipun demikian Madam Bredy dan anaknya Gergh Bredy bukan orang yang ramah. Tatapannya kerap tidak menyenangkan dan mereka selalu menggerutu jika berpapasan dengan orang lain. Rumahnya berpagar dan tertutup rapat setiap pintu dan cendelanya. Fred pernah berkunjung ke rumah itu katanya, "Rumah itu berbau amis seperti darah." Dan dia tidak mau mengulanginya lagi.
Pagi sekitar pukul tujuh, tetapi tidak rutin, Gregh (jangan harap itu Madam Bredy karena itu tidak mungkin) keluar dari rumahnya untuk membeli beberapa bahan masakan. Tidak lupa dia selalu menyempatkan untuk meninggalkan beberapa uang koin di samping kota surat sebelum masuk ke halaman rumahnya. Sekitar pukul delapan pria itu keluar rumah dengan penampilan cukup rapi seperti Fred ketika berangkat kerja, dia mengambil koran di kotak surat lalu membacanya di beranda sambil menyesap kopi.
Pernah sekali Fred berurusan dengan pria itu. Semua karena Aku mengambil uang koin di kotak surat. Waktu itu saat umurku masih delapan tahun pada musim panas yang terpanas aku berencana mengambil uang itu untuk membeli es krim.
"Siap-siap berdiri di pojok nanti malam," kata Alec. Dia berusaha mencegah.
"Aku punya cukup uang Chloe, aku bisa membelikan untukmu," sahut Daren.
"Kalian diamlah ini lebih menantang," kataku sambil berjalan menjinjit menuju kotak surat.
"Lebih baik jangan Chloe, Mr. Chester akan berurusan dengan Paman Gregh nantinya," cegah Alec.
Seluruh yang dikatakan Alec benar, sorenya sepulang dari kerja Fred langsung datang ke kamarku, dia bahkan belum berganti baju. Mata Fred benar-benar melotot dan segera memberikan aku beberapa lembar uang kertas.
"Aku tidak pernah mengajarimu untuk mencuri, gunakan ini dengan baik." Fred meletakkan uang itu di meja dan segera menyeretku ke pojok ruangan di samping meja makan.
Bibi Def sempat bertanya namun Fred tidak menjawab apa-apa dan langsung pergi menuju kamarnya, membanting pintu dengan keras.
"Apa lagi kali ini Chloe? Apa yang kau lalukan?" tanya Bibi Def sambil berjongkok dan memegang kedua lenganku.
Aku menggeleng. Waktu itu aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Fred hanya mengatakan hal yang tidak pasti, aku bukan pencuri. Kemudian pertanyaan Bibi Def terjawab setelah makan malam, sekitar pukul delapan Gregh datang ke rumah dengan membawa sekotak es krim.
"Berikan ini untuk gadis kecilmu sang pencuri itu, gara-gara dia aku hampir tidak mendapatkan koran pagi," katanya dengan nada kesal, cukup seperti bentakan yang mengejutkan.
Fred tidak keluar kamar setelah makan malam, namun Bibi Def memintaku untuk pergi ke kamar untuk menghabiskan es krim itu sekali waktu. Di dalam kamar aku mendengar suara pintu terbuka, itu berasal dari kamar sebelah, kamar Fred. Kemudian Bibi Def segera menceritakan kedatangan Gregh.
Tampaknya Fred tidak ada niat untuk membuka pintu kamarku, sedangkan aku di dalam sedang memakan es krim, namun kardus itu terdapat sepuluh es krim. Aku tidak akan sanggup menghabiskan ini sekali waktu. Aku memutuskan untuk loncat dari cendela kamarku untuk pergi ke rumah Daren, menyeberangi halaman depan rumah Bibi May. Jika aku keluar dari pintu kamar, perjalananku menuju ke rumah Daren akan lebih sulit, di balik pintu masih ada Bibi Def dan Fred. Lebih baik aku tidak bertemu dengan mereka.
Daren ataupun Alec mungkin bisa membantuku membantuku memecahkan masalah. Aku mempunyai sedikit pertanyaan. Ada yang tidak beres dengan Gregh dan Madam Bredy.
"Besok ambilah lagi uang koin di kotak surat itu, dan belilah sesuatu yang mahal. Aku yakin Paman Gregh akan memberikan lebih dari ini," kata Daren di tengah-tengah jeda dia memakan es krim keempatnya.
"Memangnya isi kotak itu berapa dolar?" sahut Alec. "Dan sesuatu yang mahal apa itu yang setimpal dengan harga sebuah surat kabar harian?"
"Yang menjadi pertanyaan, kenapa dia bisa mengetahui kalau aku yang mengambil uang koin itu? Dan darimana dia mengetahui aku mengunakan uang itu untuk membeli es krim?" tanyaku pada diri sendiri. "Gregh saat itu sedang bekerja dan Madam Bredy tidak keluar rumah waktu itu."
"Rumah itu telah terpasang kamera pengawas," jawab Alec. "Namun, aku yakin Madam Bredy baru melihat tanyangan ulangnya sore ini, kau lewat di depan rumahnya sambil memegang es krim setelah aksimu tidak kepergok." Dia pun tertawa.
"Itu sebabnya Paman Gregh mengirim sekotak es krim," sahut Daren membuka bungkus es krim yang kelima. "Besok pagi ambil uang itu lagi dan gunakan untuk membeli donat. Dia sungguh kaya, kau hanya mencuri beberapa koin namun dia memberikan lebih dari kerugiannya."
"Astaga, kau mempertaruhkan hidupmu hanya untuk donat?" tegur Alec kepada Daren.
"Apa Madam Bredy akan keluar jika aku melakukan itu besok siang?" tanyaku.
"Berhentilah melakukan itu, aku tidak yakin hidupmu akan menyenangkan jika kau masih nekat," jawab Alec. "Madam Bredy tidak akan keluar, karena dia benci manusia."
"Bukankah dia manusia? Apa dia robot? Berarti dia teman dari salah satu mainanku?" sahut Daren bibirnya belepotan lelehan es krim.
Aku dan Alec saling pandang.
"Daren jangan habiskan es krim itu," kata Alec meraik kardus di tangan Daren.
"Apa kau juga ingin menghabiskan es krim ini?" Tangan Daren yang pendek kesulitan meraih kardus itu karena tangan Alec yang kuat.
"Tidak, kau sudah makan banyak Daren." Alec memberikan kardus itu kepadaku. Aku hanya menyimak pertengakaran ini karena memang sering terjadi.
"Ayolah, aku kira kau tidak suka es krim. Dad tidak pernah setuju kalau aku makan es krim dan cokelat."
"Karena kata ibuku itu bisa merusak gigi dan tegorokanmu akan sakit jika terlalu sering." Alec membersihkan tangannya dengan mengusapkan ke celana.
Daren langsung mendengkus kesal dan hampir saja menangis, matanya sudah berair. Es krim yang belum sepenuhnya habis langsung di lempar ke jalan. Alec memutar bola matanya, dengan malas mengambil satu es krim di dalan kardus.
"Ini yang terkahir," kata Alec memberikan kepada Daren.
Tidak lama setelah itu Bibi May datang, dia mengambil batang es krim yang krimnya sudah meleleh di jalan, lalu memungut beberapa bungkus yang berserakan di antara kaki-kaki Daren dan Alec. Lalu dia melemparkan itu ke dalam kardus, sebelumnya sempat melihat isi dari kardus itu.
"Masih ada tiga es krim, habiskan itu di kamarmu. Kau tidak ingin jendela kamarmu dipasangkan jeruji besi kan?" kata Bibi May.
"Kenapa begitu?" tanya Daren
"Itu karena kau sering lompat dari jendela," sahut Alec dengan nada mengejek dan sedikit menahan tawa.
Rasanya waktu itu aku ingin memukul Alec namun tanganku penuh.
"Sudah, kalian bertiga cepat pulang." Bibi May memberi imbuhan lagi ketika kami hampir saja melangkahkan kaki untuk pergi. "Berhentilah menjadikan halaman rumahku menjadi perkumpulan penyihir rahasia seperti ini."
Kami semua tertawa. Aku segera kembali menuju pintu belakang (di sana mungkin lebih aman dan lebih dekat dengan kamarku), Alec langsung menyeberangi jalan yang sepi, sedangkan Daren buru-buru menghabiskan es krimnya sambil berlari menuju halaman rumahnya.
Sebelum Madam Bredy dan Paman Gregh, selama bertahun-tahun Mrs. Alecia Homer dinobatkan sebagai wanita muda terkaya di McLangen dengan mempunyai banyak uang di jasa asuransi. Kemudian datang keluarga Colleman dengan orang pertama yang memiliki mobil dengan tipe terbaru yang harganya cukup untuk membiayai hidup seluruh penduduk di sini selama dua tahun.
Mr. Jaremy Colleman tercatat dalam sejarah desa McLangen sebagai penyelengara pesta Natal terbaik selama kurang dari dua dekade setelah keluarga Huge. Seluruh anak kecil waktu itu diundang, Mrs. Colleman memberiku sepasang sepatu sedangkan Alec mendapatkan dasi kupu-kupu namun ada lagi musuh abadiku Penelope Blestein dia mendapatkan boneka barbie, karena boneka barbienya lengannya patah. Padahal hanya terlepas dan bisa disatukan lagi. Boneka itu kembali seperti semula.
Aku masih ingat ketika aku berumur tujuh tahun, waktu itu aku sedang bermain bola di halaman belakang rumah, Daren duduk dengan boneka beruangnya di sampingnya terdapat lima kue mangkuk di atas piring. Kue itu masih hangat, Bibi Def yang membuatnya, dan Alec menunggu giliran juggling(i).
"Kenapa kau bermain dengan anak laki-laki, apakah di sekitar sini tidak ada anak perempuan selain kau?" tanya Daren. Dia melirik kue mangkuk itu dan berulang kali membasahi bibirnya dengan lidah. Aku tidak tahu kenapa dia tidak mengambil kue itu saja kalau dia menginginkannya.
"Dan kenapa anak laki-laki sepertimu membawa boneka?" sahut Alec. "Memangnya kau gadis di sebelah rumahku?"
"Dia Penelope Blestein, rumahnya di seberang jalan, tidak jauh dari rumah Alec." Aku menghentikan gerkankan kakiku dengan menendang bola itu ke arah Alec, anak itu menangkap bola dengan lututnya. "Dia terlalu cengeng, aku membencinya."
"Daren juga cengeng, kemarin dia menangis padahal pesta natalnya sangat meriah," sahut Alec.
"Alec berhentilah mengolok Daren. Dia memang cengeng tapi dia tidak pernah menangis separah si Blestein," jawabku sambil bersiap menerima bola. Alec menendangnya ke arahku tapi aku terpeleset. Rok putihku kotor dan sedikit sobek di ujung sebelah kiri. Bola itu justru terjatuh sebelum aku berhasil mengumpan.
"Kau kalah Chester," kata Alec menunjuk ke arahku.
Daren akhirnya mengambil kue mangkuk itu dan melahapnya.
"Sisakan juga untuk kami Big Boy!" Alec membantuku berdiri. Lalu dia mengambil bola yang menggelinding jauh menuju halaman belakang Bibi May.
BERSAMBUNG
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top