08. kakak laki-laki
Mendengar kabar kehamilan [Name], keluarga besar Glacier cukup heboh dan senang atas kehamilan istri Glacier. Kemarin, sepupu Glacier saja berkunjung ke rumah mereka dengan membawa beberapa kado. Padahal bayinya saja belum lahir.
Yang memberi kado tak banyak, sih. Paling hanya Gempa, Taufan, Sori, Beliung, dan Thorn. Sisanya hanya mengucapkan selamat saja. Eh, tapi Ice memberi plushie paus gemas, lucu untuk [Name]. Katanya, itu biar [Name] gak kesepian aja kalo misal Glacier gak ada.
Tapi, Ice selalu memberi plushie paus pada semua Iparnya yang tengah mengandung. Tak tahu niat aslinya untuk apa, tapi mungkin biar kalau badmood, dilampiasinnya ke si paus, bukan ke mas suami.
Ice merasa kasihan kali, ya, jika saudaranya menjadi pelampiasan iparnya yang tengah mengandung. Makanya ia beri paus sebagai pengganti tempat pelampiasan.
Tak hanya keluarga Glacier saja yang datang berkunjung, keluarga (?) wah sebutnya apa, ya. Intinya pihak [Name] juga berkunjung, tepat saat ini.
Awalnya mereka semua duduk di ruang tamu, namun, adik laki-laki [Name] yang cukup manja itu mengeluh gerah, tak enak, dan lainnya. Padahal ruang tamu mereka ada AC.
Akhirnya, mereka putuskan pindah ke ruang tengah yang luas. Disitu pula, si adik baru berhenti mengeluh. Walau begitu, hanya si adik dan kakak [Name] saja yang pindah ke ruang tengah. Keempat orang lainnya tetap di ruang tamu.
Di saat saudara laki-laki [Name] asik sendiri, [Name] dan Glacier berhadapan―berbincang dengan kalimat yang berisi sindiran―bersama orang tua (?) [Name]. Entahlah, apa masih pantas dipanggil orang tua? Menurut Glacier, sih, iya untuk saudara [Name], tidak untuk [Name].
"Selamat, ya." Nyonya dengan gaun yang terkesan anggun itu tersenyum manis ke arah mereka berdua. Ia membuka isi tasnya, seperti mencari barang untuk diberikan pada anak dan menantunya itu.
"Ini untuk kalian berdua." Ibunda [Name] memberikan sebuah kotak kado berwarna abu-abu dengan pita putih di atasnya. Sebelum menerima hadiah dari si ibu, Glacier dan [Name] saling tatap terlebih dahulu. Hingga akhirnya [Name] menerima pemberian dari si ibu.
"Terimakasih, Nyonya. Padahal Nyonya tidak perlu repot-repot membawakan kami hadiah."
Mendengar ucapan [Name], sang ayah berdeham. Ia menatap sinis putrinya yang disadari oleh sang putri, hal itu sontak membuat [Name] langsung meralat perkataannya.
"M-maksudku ... Bunda."
"Ekhem. Kalau begitu, [Name], bisa tolong pergi sebentar? Ah, 'Bunda' enggak bermaksud ngusir tuan rumah dari rumahnya. Tapi ada yang ingin kita bicarakan dengan Glacier. Jadi, tolong ya?"
[Name] menoleh ragu-ragu ke arah suaminya, nampak seperti meminta pendapat si suami harus bagaimana. Namun, suaminya itu malah tersenyum dan mengangguk. Ia memberi kode padanya agar meninggalkan mereka bertiga.
"Baik, saya mohon undur diri, Ny-Bunda, Ayah."
Sampai sekarang, si nyonya belum tahu jika Glacier sudah mengetahui semua hal yang mereka lakukan pada [Name]. Karena itu, ia bersikap baik sebaik-baiknya, dan berbicara dengan lagak seolah-olah ia bunda yang baik.
Setelah [Name] meninggalkan mereka menuju ke arah dua saudaranya, barulah dua orang dewasa itu menunjukkan niat hati mereka yang sebenarnya.
"Kali ini apalagi ... Ayah Mertua?"
"Menurutmu?"
__________
BRUK.
"Aduh! Ssh ...."
[Name] meringis sakit begitu tubuhnya di dorong hingga mengenai dinding, ia membuka matanya dan mendapati sang kakak yang tengah menatapnya datar.
"Maaf, kayaknya aku dorong nya kenceng."
Minta maaf sih iya, tapi mukanya kayak ngerasa gak bersalah sama sekali.
"Aku kaget pas dapet kabar dari Kira'na kamu sudah menikah dan hamil. Kok bisa? Ini ada kaitannya sama Ayah Bunda?"
Dengan sedikit rasa takut, wanita itu mengangguk pada kakaknya sebagai jawaban, membuat si kakak menghela napas kasar.
Kakaknya ini, diam-diam menyayangi [Name], tapi [Name] selalu berpikir jika si kakak ada di pihak ayahnya. Padahal, sih, ya, dari dulu dia selalu menginginkan adik perempuan. Walau tahu jika orang tuanya sangat menolak anak perempuan lahir di keluarga mereka.
"Kamu gapapa selama di sini?"
[Name] mengangguk, "saya lebih suka berada di sini daripada di rumah. Glacier pria yang sangat baik, saya diajari berbagai hal dan dibuatkan banyak makanan lezat."
Matanya nampak berbinar begitu mulai membahas Glacier, dia mulai mengabsen segala jenis kebaikan Glacier sampai-sampai si kakak muak mendengarnya.
"Oke, cukup. Intinya dia orang baik. Hah ... itu cukup membuatku lega mendengarnya. Apa saja yang sudah kamu lakukan dengannya?"
"Ah, kalau itu, kami sudah tidur bersama, masak bersama, bermain UNO, belajar bersama, lalu pelukan―saya sangat suka pelukan Glacier, ah, sebuah kecupan! Kecupan saat bangun tidur, kecupan pulang kerja, terkadang kalau libur juga kami sering melakukannya. Terus, umh ... ciuman? Eh, proses pembuatan bayi―"
"―OKE, HENTIKAN!"
Sang kakak memerah begitu mendengar bagian pelukan sampai proses itu. Namun tak lama, rautnya menjadi sebal dan auranya sangat menakutkan sekarang.
"Jadi, itu yang sudah kalian lakukan?"
"... Iya (?) memangnya kenapa?"
"Ah, gapapa."
Bilangnya gapapa, tapi auranya udah kayak aura mau ngebunuh orang.
"[Name], pilih salah satu."
"Apa?"
"Di antara dipatahin tangannya sama dipatahin lehernya, kamu pilih yang mana?"
"... Kak, Glacier tidak berbuat jahat."
"Yang kamu sebutin tadi itu contoh kejahatan terhadap kakak ipar. Dia gak jahat ke kamu, tapi jahat ke kakak iparnya."
Di depan [Name], ia berusaha bersikap setenang mungkin dan berekspresi sedatar mungkin, namun batinnya―
'ANJINGGG KESUCIAN ADEK GUEE, NANGIS BANGET GUE AH ELAH, LO YA GLA-GLA APALAH ITU.'
"Masa, sih?"
"Haish. Kamu gak bakal paham. Ya sudah, yang penting jaga kesehatan, sudah berapa bulan, Dek?"
"Baru sebulan, Kak."
Saat hanya berdua, mereka memakai panggilan 'Kak' dan 'Dek'. Tapi jika di publik, si kakak akan memanggil [Name] tanpa nama, hanya menyebutnya 'kamu'. [Name] sendiri menyebutnya 'Tuan Muda' di publik.
Karena akan gawat jika ketahuan orang tua mereka atau adik mereka.
"Ya sudah deh. Kalau dia ngapa-ngapain, lapor Kira'na aja, Biar Kira'na yang urus. Jangan lapor Kakak, Kakak males."
[Name] hanya mengangguk paham, setelahnya, keadaan menjadi hening. Hanya suara helaan napas si kakak yang terdengar.
Sebenarnya dia tuh mau peluk [Name] kayak dia peluk adeknya yang cowok. Tapi, apa daya, gengsi gitu :( apalagi dia juga belum pernah pelukan sama cewek sampe sekarang.
Pas kecil pun, dia gak pernah meluk [Name], Kira'na yang sering meluk [Name] tiba-tiba.
"Kak, duluan samperin Adek. Kalo kita barengan jalannya, nanti Adek curiga."
"Ah? Oh, ya." ia sadar dari lamunannya tadi, tak lama, ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah [Name] lalu mengusap surai si adik yang lumayan lembut.
"C-cuma sekali ini aja." baru ia meninggalkan pojokan itu dan menuju ke tengah di mana si adik tengah menonton televisi.
_________
"Ternyata kamu akrab sama Kakakmu, ya?"
"Ya? Tidak, sih. Tapi dia itu yang paling baik di antara mereka berempat."
"Lucu, ya, kalian. Sampe elus-elusan gitu."
"... Huh? Kamu liat?"
"Iya. Sekilas dia mirip Kak Hali."
"Mungkin karena sifat, fisik, ekspresi mereka itu mirip...."
"Masa, sih?"
Tangan Glacier bergerak mengelus surai [Name]; tepat di tempat bekas si kakak ipar mengelusnya.
"Nah, udah bersih."
"Hah? Emang tadi ada apa?"
"Ada bekas kotoran. Kotoran tangan."
Aduh, peka sedikit, dong. Glacier itu cemburu ketika melihat si kakak ipar mengelus istrinya seperti sepasang kekasih. Apalagi wajahnya mirip sepupunya. Kan panas jadinya.
Padahal itu kakak ipar.
20 menit kemudian,
"Kayaknya kurang bersih, deh ... aku mau bersihin lagi."
"... Glacier, kamu udah empat kali ngomong kayak gitu. Aku udah kacaan dan gak ada bekas kotoran. Apa perlu aku keramas?"
"Kayaknya perlu."
________
HALOOO AKU BALIK,
yh, jadi disini yang jahat tuh cuma si bunda, ayah, sama adek laki-lakinya nem. yang lain 100% sayang nem, dulu pembantu di rumah nem juga sayang nem, tuh. Kira'na juga sayang.
emang mak-bapaknya aja yang vaywbdusk.
btw, kalau ini udah selesai,
Kalo ini udah tamat (minggu depan tamat) jangan lupa mampir, yh 🤩👍 ini penuh komedi, kok. Gak ribetin kayak solar atau glacier.
See u besok!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top