07. rebutan
"Selamat, Tuan. Anak kedua Anda telah lahir dengan selamat bersama Nyonya."
Pria itu menundukkan kepalanya sedikit sebagai rasa hormat, "dia ... anak perempuan yang cantik."
Yang dipanggil Tuan itu sedikit menyeringai, ia menatap ke belakang―ke arah asistennya itu yang masih menunduk.
"Berapa harga kulitnya?"
"... Tuan, bukankah ini terlalu dini? Ia baru saja lahir. Saya tahu Tuan dan Nyonya sangat tidak menginginkan anak perempuan, tapi―"
"―siapa kamu sampai berani berkata seperti itu padaku? Ingat posisimu. Aku dan Istriku tidak membutuhkan anak perempuan untuk dirawat, tapi ... jika kulitnya itu bagus dan mencapai angka besar sebagai harga ... kita harus merawatnya, kan?"
Ia kini menoleh sepenuhnya ke arah asisten nya itu. Asisten yang sudah bekerja untuknya selama tujuh tahun lebih.
"Tuan, Anda serius akan menjualnya?"
"Apa maksudmu? Jika kulit dan tubuhnya bagus, itu akan menjadi untung untukku."
Asistennya itu menelan ludahnya dengan susah, ia sangat ketakutan sekarang. Namun, kalau seperti ini terus ... anak perempuan itu tak akan selamat.
Sebenarnya, ia selalu ingin keluar dari perusahaan ini setelah mengetahui sisi gelap perusahaan yang menjadi tempat ia bekerja, tapi tak bisa. Sekali masuk, akan susah keluar.
"... Tuan, izinkan saya merawat anak kedua Tuan. Setidaknya sampai ia dewasa."
Pria itu berlutut di hadapan tuannya, sambil berharap disetujui agar ia bisa merawat bayi perempuan milik tuannya itu. Ia tak bisa membiarkan bayi perempuan secantik itu dijual.
Ayah dari bayi perempuan itu menatap curiga pada asistennya. Sebelum ia kembali berpikir dan memberi jawaban yang cukup membuat asistennya itu puas.
"Aku dan Istriku tak ada pengalaman merawat anak perempuan, ambil dan rawat saja anak itu dengan anak perempuanmu."
Mata sang asisten nampak bahagia, ia kembali berdiri dan mengucapkan 'terimakasih' berulang kali sebelum sang tuan berbicara lagi tentang si bayi perempuan.
"Tapi, ada syaratnya. Ia tak boleh keluar dari rumah, saat umurnya sudah mencapai tiga belas tahun, bawa ia ke rumahku. Dari situ, tugasmu selesai, kau tak usah ikut campur lagi."
Ingin rasanya dia melontarkan sebuah perotes pada tuannya, namun, segini saja sudah cukup. Setidaknya bayi perempuan itu aman dengannya saat kecil.
"Tuan, nama bayinya...."
"Kau saja yang berikan, toh, sebagus apapun namanya juga pada akhirnya ia dijual."
Ia menggeram, kesal dengan jawaban tuannya yang terkesan sembarangan itu. Lima detik kemudian, ia kembali bersikap tenang dan menahan emosinya.
"... [Name]."
"Huh? Apa itu?"
"[Name]. Saya akan berikan ia nama itu."
Mendengar ucapan asistennya, si tuan mengerutkan alisnya heran. Untung asisten nya itu peka apa maksud kerutan alias si tuan.
Ia lebih dulu berinisiatif untuk berbicara pada si tuan, "anak perempuan saya sangat menyukai nama itu."
"Oh, kau memiliki anak perempuan?"
"Ya―dua, Kira'na dan [Name]."
"... Terserah apa katamu. Jangan lupa buat kertas perjanjian agar ini menjadi lebih jelas."
____________
"HAH!? ISTRIKU HAMIL?!"
Kelima saudara Glacier menatap Glacier sebal, padahal katanya peka, masa seperti ini saja tidak peka, sih? Apa perlu Supra ajarkan lagi tentang perempuan?
Setelah kemarin Sori menelponnya, Sori mengajaknya untuk bertemu di rumah lama mereka jika Glacier penasaran dengan maksud Sori. Makanya, di sini lah Glacier sekarang, di rumah lamanya bersama kelima saudaranya.
Saat ini, ia menjadi bahan ejekan FrostFire dan Gentar karena tak sadar jika sang istri sedang mengandung.
"Aduh, masa Istrinya hamil aja yang peka malah adeknya, sih."
Nyinyir gitu, guys.
"Kak Ipar lagi hamil, masa KaCiel masih di sini, sih? Temenin dong Istrinya."
"Maunya gitu karena dia masih mual-mual, tapi dia bilang hari ini bakal kedatangan tamu spesial, dan aku gak dibolehin tau ... uh, tapi aku harus kasih tau [Name] tentang ini! Dia harus jaga-jaga, jangan banyak aktivitas biar gak kenapa-napa."
"Pfft- kalo itu, sih, Istri Sori udah ngomong ke [Name]. Terus tadi pagi dipaksa coba testpack, hasilnya positif. Santai aja KaCiel, Adek KaCiel yang ganteng ini udah nyiapin semuanya buat KaCiel."
"Eh? Hah--HAH?" Glacier menatap Sori yang masih tenang sambil memasang senyum tak bersalahnya itu, padahal Glacier saat ini sedang jantungan karena perkataan Sori itu.
Astaga, bagaimana bisa Sori melakukan ini tanpa memberitahukan dirinya terlebih dahulu? Ia kan suaminya [Name]!
"Wuih, selamat, ya, Bang. Do'ain Gentar cepet dilamar juga, donk."
"Harusnya lo yang ngelamar anak gadis orang, bukan anak gadis orang yang ngelamar lo, gob*ok."
Heran Supra, tuh. Kok bisa punya adek-kakak pada 11 12 bodohnya, sebelnya, ia juga bagian dari mereka lagi.
"Tapi, apakah Kakak merasa yakin dan aman meninggalkan Tuan Putri di rumah bersama seorang tamu 'spesial' yang bahkan tidak Kakak Ketahui? Bagaimana jika tamu 'spesial' itu adalah orang yang buruk? Sesungguhnya, hamba merasa khawatir."
Tiba-tiba, saudara mereka yang paling sopan namun sama bodohnya itu membuka suara, membuat yang lainnya langsung fokus pada dirinya.
"Maksud lo gimana, Pan? Ngomong pake bahasa manusia aja, deh."
"Jangan, gini aja. Lucu, mirip [Name]."
"...." ruangan menjadi hening seketika saat Glacier mengatakan, 'lucu, mirip [Name].'
"Bang?? Sehat?"
"Alhamdulillah, sehat."
"DIA??? ORANG KAYAK SOPAN?? MIRIP [NAME]? SERIUSS? CIEL, LO GAPAPA, KAN?"
FrostFire dengan tidak santainya menunjuk Sopan sambil memasang raut jijik dicampur heran dan tak terima.
"M-maksudku cara ngomongnya! Walau agak beda, sih."
Salah mulu, Glacier.
"Kakak-Kakak sekalian, hamba tidak ingin menganggu keharmonisan kalian, namun, hamba ingin memperjelas ucapan hamba sebelumnya. Jadi, hamba mohon untuk tidak berisik dan mendengarkan."
Kelima saudara Sopan hanya mengangguk, mendadak mereka semua langsung rapi dan membuat barisan seperti ingin kajian.
Merasa sudah tenang, baru Sopan memulai pembicaraannya.
"Ekhem, sebelum mulai, puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah―"
"―to the point aja bisa, gak sih?!"
"... Baik. Hamba takut tamu spesial milik Kakak Ipar ternyata seorang selingkuhan."
"Astaghfirullah, Sopan!"
Reflek nyebut, kan jadinya. Siapa? FrostFire sama Gentar.
Karena perkataan Sopan itu pula, Glacier langsung menghilang tiba-tiba, dan sudah ada di mobil saja.
"Aku pulang dulu."
"... Hamba hanya bercanda."
________
Krieet...
Pintu rumah dibuka pelan oleh Glacier, setelah Sopan berkata seperti itu, ia langsung kepikiran terus selama perjalanan pulang. Sekarang, ia sudah berada di rumahnya, segera memasuki rumahnya lebih tepatnya.
Suara wanita tertawa bersama bisa ia dengar, membuat Glacier sedikit menghela napas lega sebelum kembali melangkah menghampiri sang istri.
"Sayang? Aku pulang." detik itu juga, suara tawa langsung berhenti, digantikan dengan suara rusuh seperti mencari tempat untuk bersembunyi. Untung Glacier mempercepat langkahnya hingga ia bertemu dengan tamu dan istrinya di ruang tengah.
"A-ah, Glacier ... sudah pulang? tumben cepet."
"Aku 'kan, cuma ke rumah lama buat ngobrol bareng saudara-saudaraku. Terus, siapa dia, [Name]? Kamu sampe ngusir aku tadi."
"Dia―"
"―halo, aku Kira'na. Saudara sepersusuannya [Name]. Kamu Glacier, kan?"
"Ah, iya. Glacier ... suami [Name]."
Mereka saling jabat tangan, namun, aura mereka seperti mengajak untuk berperang.
Sepertinya mereka juga bertelepati.
'Kamu yang hamilin adikku?'
'Apaansih. Sana pulang.'
'Aku pulang bawa [Name].'
'APAAN? enak aja bawa-bawa.'
'Aku Kakaknya.'
'Aku Suaminya.'
"Ekhem!" [Name] berdeham, ia merangkul bahu kakak dan suaminya itu, lalu memisahkan tangan mereka. "Aura kalian gak enak buat dirasain."
Glacier tertawa kecil, ia memeluk istrinya tanpa memedulikan keberadaan Kira'na yang sudah ingin marah.
"Kamu kenapa gak bilang kalo tadi pagi udah nyoba testpack sama Iparku? Aku baru denger tadi dari Sori ... makasih."
"Oh, itu―aku juga kaget, tapi tadi Sori sama Kak Ipar bilang kalo rahasiain dulu dari Glacier. Maaf, ya."
"Gapapa, aku seneng." ia semakin mengeratkan pelukan mereka sembari menoleh ke arah Kira'na yang sudah kepanasan itu.
Sekilas, ia tersenyum remeh dan kembali bertelepati.
'Dia punyaku.'
'Punyaku.'
Jika saja Kira'na tak ada di sini, Glacier sudah jingkrak-jingkrak dan memberikan [Name] sentuhan lebih karena senang. Tapi, karena ada Kira'na, sepertinya itu harus ditunda dulu.
"Ugh, kalian berdua stop. Aku ngerasa gak enak sama hawanya...."
______
Iya guys, walau nem ini digituin sm bapaknya, tp dia masih ada org yang sayang banget sama dia. Contohnya keluarganya Kira'na yang emang bapaknya Kira'na ini berusaha sebisa mungkin biar nem gak diapa-apain.
sebenarnya awalnya aku mau pake keluarga kuputeri atau kaizo dan fang, aku butuh yang kakak-able gitu buat ini.
terus akhirnya aku mikir lagi, "yaudahlah Kira'na aja."
See u minggu! Jingkrak-jingkrak nya Glacier ditahan dua hari dulu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top