06. sakit
"Udah enakan?"
Glacier mengelus punggung istrinya lembut, keadaan istrinya sedang tidak baik sekarang. Ia akhir-akhir ini sering muntah-muntah dan demam tinggi. Awalnya hanya demam, namun tiba-tiba malah jadi sering muntah. Ini sudah hari ketiga [Name] muntah-muntah.
[Name] menggeleng pelan sebagai jawaban untuk pertanyaan Glacier. Saat ini ia sedang di toilet, di depannya persis sambil menunduk menunggu isi perutnya keluar.
Sudah sekitar tujuh sampai sepuluh menit mereka berada di dalam kamar mandi karena ini, dan [Name] sudah mengeluarkan isi perut nya dua kali dalam sepuluh menit ini.
Padahal ia tak makan banyak. Glacier sendiri heran, istrinya ini baik-baik saja tuh lima hari yang lalu. Mereka menjalani hari seperti biasa, tapi kok tiba-tiba istrinya sakit? Padahal dia hanya di rumah atau kadang jalan berdua dengan iparnya.
"Capek...."
Iya, lah. Sepuluh menit depan toilet nungguin isi perut keluar, haduh. Mending balik aja, nunggu sampe bener-bener mau keluar baru balik ke kamar mandi lagi.
"Gapapa, Sayaang. Mending diudahin aja, ya? aku udah buatin teh hangat. Kamu duduk atau tiduran dulu di kasur."
Glacier menyandarkan tubuh istrinya itu ke dada bidangnya, sesekali ia memberi kecupan pada puncak kepala sang istri agar istrinya ini lebih tenang dan nyaman.
"Kamu disuruh ke dokter gak mau, sih."
"Aku tak mau, Glacieer. Pokoknya di rumah saja. Aku tak mau dibawa ke dokter."
Walau bahasanya ini memang masih belepotan, seenggaknya ada peningkatan, deh.
Setelah mereka keluar dari kamar mandi, Glacier segera membantu sang istri duduk di atas ranjang,
"daripada kamu sakit-sakitan gini di rumah, mending dibawa ke dokter aja. Aku khawatir, [Name]."
Perempuan itu menggeleng, "aku mau di rumah. Dulu kalau sakit juga selalu di rumah, terkadang Tuan memanggilkan Dokter ke rumah, kalau kondisiku begitu buruk, Tuan pasti marah lalu―a-ah gitu. Kalau kondisiku stabil, Tuan cuma diem, terus pergi."
"Kalo kondisimu gak baik, dia marah terus kenapa, [Name]?"
"... Gapapa. Nanti Glacier tambah dosa, katanya Glacier tak mau tambah dosa."
Iya, dosa menghujat maksudnya. Glacier tak bisa menahan diri ketika [Name] keceplosan atau memang cerita bagaimana kelakuan ayahnya itu pada dirinya dulu.
"Apa, [Name]? Ayo~ sudah janji gak nutupin apa-apa, kan?"
[Name] mendengus sebal, ia mengalihkan pandangannya dari Glacier sebelum lanjut berbicara, "Tuan marah terus a-aku dihukum di 'ruang dalam ruangannya' karena gak bisa jaga kesehatan. Makanya, aku takut kalo Glacier juga marah ... pas denger kondisiku itu buruk."
Ya―tak bisa disalahkan, sih. Paling Glacier akan mengomel pada [Name], namun setelahnya pasti dia akan memeluk [Name] dan mendukung wanitanya agar semangat sembuh, atau membuat kondisinya jauh menjadi lebih baik.
"Haish, kamu ini ... untuk kali ini aku gak nambah dosa, deh. Aku tahan diri. Sekarang kamu minum teh dulu baru tidur, aku bakal di sini kalo misal kamu butuh apa-apa." ujarnya sembari memberikan gelas berisi teh pada sang istri.
"Aku butuh pelukan hangat Glacier, bisa?"
Aduh, salah tingkah kan.
Setelah mengucapkan permintaannya, [Name] langsung meminum sedikit teh hangat buatan suaminya itu. Hanya sekitar dua atau tiga kali teguk saja.
"... Tak bisa, ya?"
"H-huh? Bi-Bisa, [Name]! Bentar,"
Dengan wajah merahnya itu, Glacier menaiki ranjang mereka berdua dari sisi yang lain, lalu menarik wanitanya ke dalam dekapan hangat miliknya itu.
"Begini? Udah lebih nyaman sama enakan?"
[Name] mengangguk, ia semakin merapatkan dirinya dengan Glacier hingga benar-benar menempel, "tolong jangan tinggalkan aku tidur nanti. Kayak gini terus sampai aku bangun, boleh, kan?"
"Boleh, Sayaaang. Yang penting kamu bisa sembuh aja, kamu nya bandel, sih. Gak mau ke dokter."
Glacier mencubit pelan pipi lembut istrinya, membuat [Name] merasa sebal namun tak bisa marah.
"Glacier, kenapa itu dibahas terus, sih ... kayak Istrinya Kak Taufan pas anak pertamanya ngehilangin tupperware tahun lalu, tapi sampai sekarang masih dibahas sama dia."
"Ya gitu, lah, perempuan. Dulu aku pernah hilangin sendal Bunda, sampe sekarang sama Bunda dibahas terus. Padahal itu kejadian dua belas tahun yang lalu."
[Name] terkekeh mendengar cerita dari Glacier, rasanya nyaman dan rileks saja ketika Glacier sudah mulai bercerita tentang masa lalunya dengan kelima saudaranya.
"Keluarga Glacier asik semua, ya ... hoaam."
"Ngantuk, tuh. Tidur, [Name]."
________
Sorenya, istri Sori kembali datang dengan membawa buah-buahan, ia dengar dari Sori kalau [Name] sakit, karena itu, ia datang untuk menjenguk bersama Sori.
Saat ditanya apa yang [Name] rasakan, [Name] langsung memberitahukan semua keluhan nya selama ia sakit ini. Namun, ketika mendengar penjelasan [Name], keduanya langsung tersenyum penuh arti.
Tapi sampai mereka pamit pun, mereka tetap tidak memberitahukan arti senyuman mereka tadi itu. Hingga akhirnya Sori menelpon Glacier―
"Halo, KaCiel."
"Yaa? Kenapa?"
"Sori yang ganteng ini cuma mau bilang, KaCiel goblok. Maaf, beneran maaf, tapi greget."
"... Sori."
"KaCiel, masa KaCiel gak sadar, sih? Sori aja sadar, loh. Uh ... Papaboi bilang KaCiel itu orang yang paling peka di rumah. Sori jadi ragu."
"Apasih, Sori? Kalo mau ngomong tuh ngomong aja yang bener."
Sebal Glacier tuh. Sori kalau ngomong sama dia sengaja banget digantungin.
"Maaf, sorry not sori tapi, KaCiel tolong peka sama [Name] dikit, dong."
"Ya apa, Sori!?"
_____
Wkwkwk suaminya siapa, tapi yang peka siapa. Aduh, nem hamil yang sadar malah sori
Iya guys, ini mbak nem hubsuwgdi terus chap selanjutnya tuh tentang---yah tunggu jumat
Aku malem banget ini, maaf tdi aku belajar dulu buat persiapan UH besok
see u!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top