3 | aku bukan mereka
Aku adalah aku
Setiap orang tua, pasti ingin memiliki anak yang cerdas, unggul, berprestasi dan berkarakter baik. Sayangnya semua kriteria anak idaman memiliki tolak ukur, yang mana tolak ukurnya adalah orang lain. Anak tetangga, sepupu, bahkan saudaranya.
"Andai saja, kamu daftar CPNS, kamu pasti sekarang sudah hidup enak seperti anak tetangga kita."
"Coba saja kamu dulu masuk SMK, sekarang kamu pasti sudah kerja, seperti teman-temanmu."
"Andai saja kamu tidak bermain games terus, dan belajar seperti kakakmu. Pasti rangkingmu lebih baik."
Anak pasti jengkel mendengarnya. Kenapa, sih, harus dibanding-bandingkan dengan mereka? Padahal setiap individu itu berbeda. Termasuk kemampuan, jalan hidup dan rejeki.
Orang tua nggak bisa pukul rata kesuksesan anak dengan menjadi PNS, siapa tahu anak tersebut lebih suka dan sukses menjadi wirausahawan.
Tetapi Kembali lagi pada sudut pandang orang tua, mereka hanya ingin anaknya bahagia. Mereka ingin anaknya terjamin kehidupannya. Sebenarnya orang tua itu khawatir. Dan selalu ada kebanggan tersendiri ketika anak kita mencapai suatu keberhasilan.
Membandingkan anak memang mampu memicu anak untuk lebih bersemangat menggapai prestasi. Namun, apabila perbandingan dilakukan dengan cara yang salah, anak akan merasa tidak dihargai dan hal tersebut bisa dikatakan bullying anak merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri.
Kecenderungan orang tua membanding-bandingkan anaknya sendiri dengan anak orang lain (bahkan saudaranya) sebetulnya datang dari naluri manusia paling dasar. Meskipun begotu, sikap membanding-bandingkan anak merupakan sikap kurang bijak yang bia menimbulakn masalah psikologis anak.
Berikut adalah kutipan dari laman Being The Parent yang disadur dari laman Kompasiana, 8 dampak buruk yang ditimbulkan dari sikap orang tua yang membanding-bandingkan anaknya:
1. Stres
Saat terus-terusan dibandingkan dengan anak lain, anak akan merasa terbebani dengan sikap orang tua yang selalu menekan si anak untuk menunjukkan kemampuan yang lebih baik. Hal ini akan membuat anak gelisah dan sulit tidur. Sebaiknya Anda sebagai orang tua bicarakan baik-baik dengan anak, tanyakan apa yang membuat semangatnya menurun, apakah ada hal yang mengganggu fikirannya dan kemudian cari jalan keluarnya bersama-sama.
2. Merasa rendah diri
Anak yang sering dibanding-bandingkan mereka akan mulai berfikir bahwa anak-anak lain yang dibandingkan dengannya selalu lebih baik darinya. Dan anak tidak mampu membuat sesuatu yang baik yang sesuai harapan orang tuanya.
3. Menghindari keramaian
Ketika anak terus-terusan dicibir karena kemampuannya yang kurang dibandingkan dengan anak lainnya dan terlalu sering menjadi bahan perbandingan. Anak akan mulai menghindari keramaian dan interaksi sosial. Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang tertutup, enggan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan akhirnya susah untuk memiliki teman.
4. Sikap acuh tak acuh
Jika segala pencapaian yang dilakukan anak selalu diabaikan karena dianggap tidak sepadan dengan anak lain. Maka anak akan bersikap cuek dan males untuk menggapai prestasi demi membuat bangga orang tuanya. Karena sikap orang tua yang terus-terusan memuji anak lain dan tidak menghargai hasil anaknya sendiri. Akibatnya anak akan berfikir bahwa usaha dan kerja kerasnya selama ini hanyalah sia-sia saja. Dan akhirnya si anak merasa tidak perlu mengusahakan apapun untuk membuat bangga orang tuanya.
5. Bakat yang ditekan hingga menghilang
Ketika anak sedang menyukai atau melakukan suatu hal yang disukainya, bisa saja itu adalah hal yang sedang si anak sukai/dalami. Namun, disisi lain orang tuanya merasa bakat si anak tidak terlalu penting/bermanfaat dan akhirnya orang tua menyuruh anaknya untuk mendalami bakat lain yang menurut orang tua jauh lebih bermanfaat.
Dalam hal ini anak akan mengalami dilema karena saat anak sedang mengeksplor bakatnya, orang tua malah tidak menghargainya. Malah justru orang tua memaksa anak melakukan hal lain yang diinginkan orang tuanya. Akhirnya anak melakukan hal tersebut setengah hati. Bakat yang sangat anak sukai tidak dapat dikembangkan dan kemampuannya dibidang lain tidak bisa maksimal karena bukan dari hatinya.
6. Menilai diri sendiri dengan rendah
Saat anak sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi orang tua masih belum puas dan malah menyuruh anak untuk mencontoh anak lain. Hal ini akan membuat kepercayaan dalam diri anak runtuh dan anak pun mulai berfikir bahwa apa pun yang dilakukannya dan segala usaha anak tidak akan pernah cukup dimata orang tuanya.
7. Menjauh dari orang tua
Bila anak terus-terusan dibandingkan dengan anak lain atau bahkan saudaranya sendiri, akan muncul kecemburuan sosial, anak akan merasa bahwa ada yang salah dalam diri anak karena orang tua tidak merasa senang dengan dirinya. Anak akan mulai menjaga jarak dengan orang tuanya karena saat anak berada dekat dengan orang tuanya, anak akan terus-terusan dibandingkan dengan anak lain. Hal tersebut akan membuat anak merasa rapuh dan kehilangan kepercayaan diri.
8. Persaingan antar saudara
Ketika orang tua memuji anak lain dihadapannya. Spontan dalam hati si anak, akan timbul rasa benci terhadap anak yang dipuji orang tuanya. Meskipun yang dipuji tersebut adalah saudaranya sendiri. Secara tidak langsung orang tua melakukan tindakan pilih kasih yaitu anak yang prestasinya lebih baik akan lebih dicintai dan disayangi. Akibatnya anak akan merasa dirinya rendah dan tidak ada apa-apanya dibandingkan anak lain. Hal ini akan memicu sikap agresif anak dan bisa saja anak mulai berkelahi dengan anak yang selalu dipuji orang tuanya.
Biasanya anak dianggap bodoh karena tidak melewati standar umum. Seperti anak yang cerdas standarnya adalah pintar dalam matematika, pintar berhitung. Padahal anak yang tidak pandai berhitung bisa saja memiliki kelebihan lain, misalnya ia pandai melukis, mengarang, dll. Contoh lainnya adalah rangking kelas, sering kali saya melihat orang tua yang menerima raport anak hanya tertuju pada rangking kelas. Dan ketika rangking kelas anaknya menurun, atau tidak sesuai harapan, orang tua akan mulai membanding-bandingkan anaknya dengan orang lain. bahkan tak jarang malah memarahinya.
Hal buruk jika sering membanding-bandingkan anak adalah anak akan menganggap ada yang salah jika dapat melakukan sesuatu dengan baik. Misalnya, suatu hari dia mendapat nilai matematika yang bagus. Ia tidak percaya, dan menganggap pencapaiannya adalah sebuah kesalahan.
Dampak lainnya adalah ia akan sulit berhasil dibidang hidupnya karena dipenuhi oleh keragu-raguan. Bahkan sebelum mencoba sesuatu. Misalnya, anak lebih suka dibidang wirausaha, tetapi orang tuanya memaksanya jadi PNS. Anak itu ragu untuk memulainya karena jadi wirausahawan bukan keinginan orang tua. Ia mencoba daftar menjadi PNS, tetapi karena itu bukan dari hatinya, ia melakukannya dengan setengah-setengah. Akhirnya ia tidak mendapat pencapaian apa-apa.
Berikut adalah tips untuk berhanti membanding-bandingkan anak :
1. Sadar, bahwa tidak ada orang yang suka dibanding-bandingkan.
2. Dengarkan keinginan anak.
Ketika anak tidak sesuai harapan, coba tanyakan keinginan dia. Berbicara dengan kelembutan dari hati ke hati. Setelah itu, carilah solusi bersama-sama.
3. Membanding-bandingkan itu tidak ada batasnya.
Ketika anak sudah mencapai apa yang menjadi standar umum di masyarakat, orang tua akan beralih membandingkannya dengan hal lain.
Ketauhilah bahwa setiap anak itu mempunyai karakteristik, kepribadian, kemampuan bahkan potensi yang berbeda-beda dan jelas tidak bisa dibandingkan dengan anak lain. Seharusnya Anda sebagai orang tua dukunglah apapun yang anak sukai untuk menunjang bakatnya. Puji dia jika mendapatkan prestasi. Jangan paksa anak untuk menuruti keinginan Anda.
Jika anak mendapatkan nilai lebih rendah dibandingkan anak lain, janganlah menyalahkannya dan membuatnya seolah-olah ia telah mengecewakan kita sebagai orang tua. Motivasi ia untuk berusaha lebih baik lagi dan selalu puji setiap usaha dan hasil kerja kerasnya untuk membangun kepercayaan diri anak.
https://www.kompasiana.com/iinnadliroh/5aad0730cbe52373e40b0052/mengapa-aku-selalu-dibanding-bandingkan?page=all
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top