4 | The Court
Freya tetap berada di samping Luke saat mereka berjalan menuju istana. Tidak ingin membuat satu kontak fisik pun dengan para penjaga, tapi dia merasa lebih aman di sekitar Pangeran itu. Melihat betapa lembutnya dia dengan wanita yang ketakutan tadi, Freya mengerti bahwa laki-laki itu sangat paham dan sadar akan posisinya sebagai seorang Pangeran.
Bukan berarti Freya berhenti menganggap Pangeran bodoh itu menyebalkan, tentu saja tidak. Tapi dia harus lebih mengkhawatirkan nasibnya sekarang. Bagaimana jika Luke mengkhianatinya dan dia berakhir dipenjara? Atau lebih buruk lagi, dihukum mati.
Pintu menuju ruang takhta terbuka dan ketiga orang itu masuk. Di dalam, ada beberapa orang yang tampaknya telah menunggu kedatangan mereka. Dia tahu siapa mereka, raja dan ratu dari tujuh wilayah. Oh, dan ada beberapa Lord di sini. Dia mengenali Lord Lyall yang menjadi perwakilan Einheit.
“Pangeran Lucanne.” Yang di tengah, duduk di singgasana emas, adalah seorang pria yang mirip dengan Luke. Rambut perak pendek yang dicukur rapi, tidak seperti milik Luke yang selalu berantakan. Tapi mata biru itu sama.
“Aku minta maaf atas keterlambatan kami,” kata Luke sambil membungkukkan tubuhnya.
“Siapa temanmu itu?” tanya seorang wanita, yang memiliki telinga lancip seperti seorang Elf. Dia tahu siapa wanita itu, Ayahnya pernah menceritakan tentangnya. Itu adalah Ratu Olenna, Ratu para Elf.
“Saya Freya Morrigan,” jawab Freya, sedikit takut.
“Dia bertanya kepada Pangeran Lucanne, bukan kau, Witch.” Salah satu Lord dari kerajaan kecil menyahut dari tempat dia duduk. Freya menunduk, menatap Luke yang juga menatapnya.
“Itu mereka!” seru Raja Arlan, Raja para Dwarf. Dia menatap Tuan Nicholas. “Dwarf ku bilang, mereka berhasil memanah salah satu dari mereka di bahu, Pangeran Lucanne memiliki luka yang sama.”
Nicholas terlihat ragu-ragu sejenak, sebelum menatap Luke dan Freya. “Jelaskan dirimu.” Pria itu memerintahkan, ada campuran kekhawatiran dan kemarahan yang Freya yakin ditunjukkan untuk Luke.
“Aku sedang melintasi Troich untuk ke Rivalian, dan aku mendengar rumor bahwa ada pembunuh di sana. Aku sedikit tertarik — hanya sedikit, jangan menatapku seperti itu.” Luke menghela napas. “Lalu aku bertemu gadis ini di festival. Aku mengira dia adalah pembunuh itu, tapi ternyata bukan.” Laki-laki itu menatap Raja para Dwarf. “Penjagamu salah menembak, itu mengenai bahuku. Bukan hanya sekali, yang kedua memiliki racun.”
“Bagaimana denganmu, Freya Morrigan?”
Luke memberikan anggukan padanya. “Seluruh keluargaku dibunuh oleh pembunuh menyebalkan itu. Jadi aku bertekad untuk mencarinya, dan kebetulan ada teror pembunuhan di Troich, jadi aku pergi ke sana, berharap menemukan orang yang telah membantai seluruh keluargaku.” Kepalanya terus saja memutar ingatan itu, yang sangat dia benci.
Arlan terlihat sulit untuk mempercayai pengakuan mereka berdua. “Tidak mungkin. Pasti mereka!” desak Dwarf itu.
“Bukan hanya keluarga Morrigan yang dibantai,” ujar Lord Lyall. “Beberapa keluarga witch lainnya juga dibunuh. Orang yang melakukan itu jelas membenci para Witch.”
“Tapi kenapa para Dwarf menjadi incarannya juga? Rakyat ku tidak bersalah!”
“Kami tahu rakyatmu tidak bersalah, begitu juga dengan para Witch yang dibunuh itu.” Raja Vampire, Kazimir Hemlock, berkata dengan nada datar. “Tapi kita tidak bisa mempercayai Witch itu, atau bahkan Pangeran Lucanne.”
“Apa maksudmu, Kazimir?” tanya Ratu Olenna.
“Bisa saja keduanya melakukan perjanjian, atau gadis itu menyihir Pangeran Lucanne. Seluruh keluarga dan bangsanya dibunuh, bisa saja dia menuntut balas dendam kepada seluruh ras.”
Itu cukup membuat Freya kesal. Dia bahkan tidak bisa mengendalikan sihirnya dengan benar, apa lagi menyihir Luke. Omong-omong soal Luke, pria itu hanya diam, terlihat tegang. Ini yang namanya pemberani? Di mana letak keberanian Pangeran itu untuk membelanya seperti yang dijanjikan?
“Aku menuntut agar—” Belum sempat Arlan menyelesaikan kalimatnya, Luke jatuh dengan lemas. Hampir saja dia mendarat di karpet bagus itu, jika Freya tidak menangkapnya.
“Luke?” bisik Freya.
“Luka itu,” lirih sang Pangeran, “sakit.”
“Dia kesakitan!” seru Freya. Dia memeriksa bahu Luke, melihat darah segar di sana, ada beberapa goresan yang juga berdarah, itu pasti dari melawan monster.
“Panggilkan tabib!” teriak Nicholas, berdiri dan langsung bergegas menuju anak semata wayangnya itu. Para Raja, Ratu, dan Lord berdiri, terlihat sama tegang. Raja Nicholas terlihat khawatir dan takut dari pada tegang. Dia menarik Luke dari Freya. “Luke, apa yang terjadi?” tanyanya, terdengar sangat khawatir.
Tapi Luke tidak memiliki kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut, pemuda itu pingsan di tangan Nicholas.
“Dia melawan beberapa monster setelah mendapat luka di bahunya. Dua Minotaur, satu Chimera, dan beberapa lainnya.” Freya memberitahu Nicholas, yang mengangguk padanya.
“Aku menghargai kejujuranmu,” kata Nicholas. “Apa yang membuatmu begitu lama?! Pangeran membutuhkan bantuan secepatnya!” Beberapa orang — termasuk penjaga berambut merah yang berjaga di gerbang tadi — datang untuk membawa Luke pergi, mungkin ke kamarnya. Freya berdiri di sana, masih berada di pengawasan orang-orang di dalam ruangan, kecuali Nicholas.
Lalu seorang pria yang terlihat lebih tua dari Luke datang menghampiri Nicholas. Tapi pria itu memiliki rambut yang terlihat berbeda. Bukan pirang-perak milik Luke atau Nicholas, itu justru terlihat seperti abu-abu. Mata biru redup milik pria itu bertemu dengan mata abu-abu Freya yang penasaran. Sorot wajahnya terlihat sedih dan tertekan.
“Lucien, awasi saudara tirimu,” kata Nicholas. “Jangan ada goresan lagi padanya.” Pria itu berbalik dan berjalan menuju takhtanya. “Aku akan berkunjung ketika rapat ini selesai.” Lucien memberikan hormat singkat lalu pergi dari sana.
“Sekarang kita tidak bisa menginterogasi Pangeran Lucanne, jadi kurasa kita harus menunggu sampai dia kembali sehat.” Ratu Olenna menyarankan.
“Tidak! Jika ini dihentikan dan Witch itu dibiarkan bebas, maka rakyatku tidak akan aman.” Raja Arlan bersikeras. Freya melihat Raja Nicholas diam-diam memutar matanya.
Nicholas menghela napas. “Tentu saja, Witch ini akan berada di sini, di Rivalian, untuk sementara waktu. Jika pembunuhan masih terjadi di Troich, berarti bukan dia pelakunya. Sepakat?” Pemikiran yang cerdas. Tapi kenapa dia harus berada di sini? Mereka bisa saja mengirim Freya kembali ke Einheit.
“Aku setuju,” ujar Kazimir. Ratu Olenna mengangguk, Lord Lyall selaku perwakilan dari Einheit juga menyetujui ide dari Nicholas.
“Baiklah, keputusan sudah dibuat. Sekarang, bisakah rapat ini dibubarkan? Aku harus melihat kondisi putraku.” Raja Nicholas berdiri dari singgasananya. Satu persatu bangsawan keluar dari ruangan itu, menyisakan Freya dan Nicholas, serta beberapa penjaga. Nicholas berjalan menuju Freya, membuat gadis itu waspada.
“Kau yang membantu Luke, aku berterima kasih atas namanya. Ayo, jalan bersamaku,” ujar sang Raja dengan senyum kecil. Dia berjalan keluar dan Freya mengikuti.
“Sama-sama, Yang Mulia,” balas Freya. “Luka itu cukup parah, dan banyak goresan serta memar pada tubuh Luke.”
Raja para Druid mengangguk. “Ini bukan pertama kalinya dia pulang dalam kondisi seperti itu.” Pria itu menghela napas. “Aku sudah khawatir sejak dia datang dan menjadi sangat pendiam. Biasanya dia tidak akan berhenti mengoceh, apalagi dalam pengadilan. Katakan, apakah dia menjanjikan sesuatu padamu?”
Freya mengangguk. “Ya. Dia berjanji akan menjadi saksi untukku selama persidangan, tapi sepertinya dia tidak dalam kondisi yang bagus untuk melakukan itu.”
“Terakhir kali dia memberikan janji seperti itu kepada seseorang, orang itu berakhir dieksekusi mati karena Luke tidak mampu membelanya.” Mata Freya terbelalak. Eksekusi mati? Apakah dia akan berakhir seperti itu juga? Tahu begitu dia akan lari saja, ketimbang pergi bersama pengembara yang ternyata adalah seorang Pangeran.
“Apakah ..., Saya akan bernasib sama?” tanya Freya dengan pelan.
“Aku tidak tahu, tergantung apakah Luke mampu membelamu atau tidak.” Sebuah pintu dibuka dan jeritan kesakitan keluar. Itu terdengar seperti Luke. Freya menatap pria itu yang sekarang membenamkan wajahnya ke bantal, menahan jeritan lain. “Ini adalah sebuah teknik untuk mengeluarkan racun yang sudah menyebar.”
Sebuah mangkuk yang tadinya berisikan air bersih berubah menjadi merah karena darah Luke. Luka itu dibuka secara paksa dan darah yang sudah terkontaminasi oleh racun keluar. Luke menjerit lagi. Napas pria itu terengah-engah, keringat membasahi seluruh tubuhnya, wajahnya pucat, matanya berair. Freya tidak bisa membayangkan betapa sakitnya itu.
“Kita tiba di akhir proses,” kata Nicholas, sambil mendekati Luke. “Bagaimana perasaanmu?”
Terengah-engah, Luke menjawab. “Sakit.” Nicholas bersenandung, mengambil pakaian anaknya yang berada di lantai lalu memberikannya kepada salah satu pelayan. “Kenapa pengobatan ini harus sangat menyakitkan? Sihir Freya tidak sakit seperti ini.” Lucien mendekati sang Raja dan memberikan sebuah kain basah.
“Karena metode kita berbeda,” jawab Nicholas. “Sekarang berhentilah bersikap seperti anak kecil.” Raja Druid menekankan kain basah yang diberikan oleh Lucien pada dahi Luke. “Berterima kasihlah pada gadis itu karena sudah menolongmu.”
“Terima kasih, Freya.” Luke tersenyum padanya. “Meskipun kita hampir mati.”
“Tentu saja.” Freya mendengkus pelan.
“Sir Rolland, antarkan Freya Morrigan ke kamar tamu.” Pria berambut merah yang berdiri di sudut ruangan mengangguk.
“Baik, Yang Mulia.” Pria itu berjalan mendahului Freya, yang mengikutinya tanpa berkata apa-apa. Pintu ditutup di belakang mereka. “Pasti melelahkan berjalan dari Troich ke Rivalian.”
“Tidak juga, kami naik gerobak, ingat?” balas Freya. Sir Rolland terkekeh. “Siapa namamu?”
“Namaku Jack Rolland, pengawal pribadi Pangeran.”
“Freya Morrigan, dari Einheit.” Suasana canggung di antara mereka berdua benar-benar ingin membuat Freya lari dari sana.
“Terima kasih karena sudah melindungi Pangeran Lucanne saat aku tidak bisa,” ujar pemuda itu sambil membuka pintu kamar tamu dan mempersilakan Freya masuk, lalu meninggalkan gadis itu di sana.
Freya menghela napas gusar, duduk di tempat tidur, memikirkan semua yang telah terjadi. Pertama, keluarganya dibantai habis. Kedua, dia bertemu pria menyebalkan yang ternyata adalah seorang Pangeran. Ketiga, dia terjebak di Rivalian. Apa yang bisa membuat hidupnya menjadi lebih buruk lagi? Ini semua adalah kebetulan yang konyol.
Gadis itu berbaring, memutuskan bahwa dia membutuhkan istirahat ekstra daripada dua jam beristirahat. Dalam sekejap, gadis itu tertidur, kelelahan menguasai dirinya.
...
Entah sudah berapa lama Freya tertidur, tetapi dia terbangun oleh guncangan kuat dari seseorang. Gadis itu membuka matanya dengan malas, orang yang membangunkannya bergeser sehingga dia bisa duduk. Freya merenggangkan otot-ototnya yang sakit, menguap lalu menoleh ke samping untuk melihat Luke bersandar di dinding sambil menyeringai.
“Apa yang kau lakukan di sini?!” tanya Freya, melemparkan bantal kepada pria itu. “Itu tidak sopan, kau tahu, masuk ke kamar seseorang tanpa mengetuk.”
Luke tidak menghiraukan ucapannya, melemparkan bantal itu kembali padanya. “Aku sudah mengetuk, berkali-kali. Sudah lima belas menit aku mengetuk dan kau tidak kunjung membuka pintu, jadi aku masuk saja.” Pangeran itu menjelaskan.
Freya mengembuskan napas kesal. “Kenapa kau membangunkan ku?”
“Ini sudah pagi, Nona, kuharap kau lapar sekarang,” jawab Luke. “Nicholas mengundangmu untuk sarapan bersama.”
“Kau memanggil Ayahmu dengan namanya?” Freya mengerutkan dahinya sambil bangkit dari tempat tidur. Luke berjalan keluar, alih-alih menjawab.
Ketika mereka berada di lorong, Luke memberikan jawabannya. “Bukan urusanmu.”
“Lupakan saja,” gumam Freya. Pintu menuju ruang makan dibuka dan dia bisa melihat Nicholas dan Lucien duduk di meja makan.
“Ah, Luke, Freya. Ayo duduk.” Nicholas mempersilakan. Luke duduk di sebelah kanan Nicholas sedangkan Lucien di sebelah kiri. Freya memutuskan untuk duduk di dekat Luke. “Nikmati sarapan kalian.”
Mereka makan dengan tenang untuk beberapa saat, Freya makan dengan lahap, menyadari betapa laparnya dia. Sungguh, jika makanan istana seenak ini, dia tidak akan pernah melewatkan waktu makan. Dia melihat Lucien menatapnya dengan intens, apakah ada sesuatu di wajahnya? Atau apakah dia melakukan sesuatu yang salah?
“Ayah, setelah sarapan aku ingin membawa Freya keluar untuk jalan-jalan. Apakah boleh?” Luke bertanya setelah mereka selesai makan.
“Tidak.” Nicholas menggelengkan kepalanya.
Luke cemberut. “Tapi Ayah—”
“Kau baru saja mengalami cedera yang parah, Luke, jadi tidak. Setidaknya tunggu satu atau dua minggu lagi.” Nicholas berkata dengan tegas. “Aku tidak menerima penolakan.”
“Baik, Ayah,” kata Luke dengan patuh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top