3 | Rivalian

Luke sangat kesakitan. Demi Dewi Cahaya, sebenarnya dia sudah tidak kuat berlari lagi. Tapi dia harus mencapai Rivalian, di sana dia akan mendapatkan perlindungan dan cederanya juga akan diobati. Meskipun dia cukup yakin Nicholas akan sangat marah atau bahkan khawatir, tapi itu tidak masalah. Untung saja witch itu ingin diajak bekerja sama.

Freya sebenarnya adalah gadis yang berani, untuk standar seorang gadis. Mereka tidak akan berada di situasi seperti ini jika witch itu tidak meluapkan sihirnya dalam jumlah yang sangat banyak dan menggoda para monster. Dua minotaur dan satu chimera adalah lawan yang sangat sulit! Luke hanya berhasil menjatuhkan satu minotaur dan membuat yang lain terluka, sebelum dia berlari menuju Freya.

Ide untuk merobohkan jembatan itu hanya terpikirkan sekilas dibenaknya, bahkan dia tidak memikirkan apa konsekuensi dari melakukan hal itu. Sekarang, jika para Dwarf yang tenggelam itu tidak bisa berenang dan mati, maka dia akan menanggung sebuah hukuman bahkan mungkin memulai sebuah perang karena membunuh ras lain.

Bodoh, Luke. Dia memarahi dirinya sendiri.

“Luke? Kau yakin kau baik-baik saja?” Luke menatap Freya dengan mata setengah tertutup. Napasnya mulai terasa dangkal. Astaga, sepertinya dia sekarat. Dia merasa tubuhnya diguncang dengan kuat. “Luke! Luke!”

“Aku... Tidak kuat lagi,” katanya dengan pelan sebelum menjatuhkan berat badannya sepenuhnya kepada Freya, yang menyebabkan keduanya jatuh ke tanah. Freya dengan cepat membalikan posisi mereka berdua, menampar Luke beberapa kali untuk membuatnya sadar.

“‘Tiga jam perjalanan tidak akan membuatku mati’ sekarang lihat siapa yang akan mati,” sindir gadis itu dengan kesal. “Bangun, Luke!” Dia menampar pipinya terlalu keras dari yang seharusnya.

“Aw!” Luke mengerang. “Pelan-pelan!”

“Tujuh Neraka, akhirnya kau sadar!” Freya berdiri, sedikit menjauh dari pria itu. Luke duduk di tanah, dan Freya menyandarkannya ke sebuah pohon. “Tunggu di sini, aku akan mengumpulkan tanaman herbal yang bisa ku temukan di hutan belantara ini. Tenang saja, aku tidak akan lama.” Gadis itu pergi dengan cepat.

Kepalanya sakit dan telinganya berdengung. Anak panah tadi pasti memiliki sesuatu, mungkin sudah dicelupkan kedalam racun, dan itu sudah mulai menyebar. Dengan serangan monster-monster tadi, regenerasinya tidak secepat biasanya. Luke bisa meninggal jika begini terus. Mari berharap gadis witch itu menepati janjinya. Karena jika tidak, hidup Luke hanya tinggal menghitung hari saja.

Nicholas tidak akan senang mengetahui kematian keluarga satu-satunya yang tersisa. Maka dari itu dia harus hidup. Kasihan sekali jika harus memikirkan orang tua itu di saat-saat menyedihkan seperti ini. Setidaknya biarkan dia berterima kasih kepada pria itu karena telah membesarkannya.

Tak lama kemudian Freya kembali... Dengan sebuah gerobak. Luke memaksakan matanya untuk terbuka agar dia bisa menatap gadis itu. Dia ingin bertanya tapi Freya mengangkatnya tanpa basa-basi dan menaikannya ke gerobak. Gadis itu naik juga, Freya membuatnya berbaring dalam posisi tengkurap, mungkin cedera di bahunya lah yang paling parah dan gadis itu menyadarinya.

“Bertahan, Luke. Aku tidak ingin menjadi buronan sendirian,” kata Freya sambil merobek bajunya. “Dengar, aku tidak memiliki banyak pengetahuan tentang medis, tapi aku tahu cara menggunakan sihir untuk menetralisi rasa sakit itu jika kau mau.”

“Lakukan apa yang kau bisa,” sergah Luke.

Freya mulai mengucapkan mantra dari bahasa yang jelas tidak diketahui oleh Luke. Tapi sensasi aneh mulai menggerogoti tubuhnya, membuatnya sedikit menggigil. Lalu ada kehangatan yang menyapu, membuat rasa sakitnya tidak sesakit sebelumnya. Luke menutup matanya, mengantuk. Dia bisa mendengar Freya turun dan duduk di depan untuk mengemudikan gerobak itu.

Keheningan sejenak diantara keduanya saat gerobak mulai bergerak. “Hei, kau bilang kau akan menjelaskan semuanya kepadaku?” tanya Freya datar.

Luke bersenandung, matanya yang hampir tertidur setengah terbuka. “Aku seorang Pangeran, sebenarnya.” Dia menguap. “Tapi aku suka berpetualang, itu lebih baik daripada diam di istana.”

“Kau dari Rivalian yang berarti kau adalah putra dari Nicholas of Rivalian... Astaga, kau adalah Pangeran Lucanne of Rivalian.” Freya berkata, tidak percaya. “Pantas saja kau menolak tawaranku,” ketusnya beberapa saat kemudian. Luke hanya tertawa kecil.

“Freya?”

“Ya?”

“Kau bilang seluruh keluargamu dibantai dengan kejam oleh pembunuh itu?” Freya menjawab dengan ya, lagi dan Luke melanjutkan, “kau ingin balas dendam?”

“Tentu saja.” Luke dapat melihat punggung gadis itu menegang. “Aku sangat ingin orang yang membunuh keluarga ku mati dengan cara yang lebih kejam. Jika keluargaku tidak bisa hidup, maka pembunuh itu juga tidak.” Amarah terdengar jelas dalam suaranya. “Memangnya apa yang akan kau lakukan?”

“Aku bisa membantumu. Para bangsawan sedang mengadakan pertemuan, membahas politik, dan beberapa urusan lainnya. Ini adalah pertemuan yang diadakan setiap lima tahun sekali. Jika kita berdua berhasil membuktikan bahwa kau tidak bersalah, kau akan di bebaskan dan kemudian kau bisa memburu pembunuh itu.”

“Jika kita berhasil, bagaimana jika mereka tidak percaya?”

Luke menghela napas. “Aku akan menjadi saksi. Well, jika aku cukup sadar untuk melakukan hal itu.”

“Kenapa kau sangat ingin membantuku?” tanya Freya dengan curiga.

“Tidak, aku menguntungkan diriku sendiri. Aku juga ingin mencari pembunuh itu, satu-satunya alasan ku mengejarmu adalah karena kupikir kau pembunuh yang dibicarakan itu.”

“Kenapa kau sangat tertarik sekali dengan pembunuh ini?”

“Entahlah, ini asyik. Berpetualang mencari sesuatu atau bahkan seseorang itu menyenangkan.” Nicholas sudah mengatakan berkali-kali bahwa tidak aman bagi seorang bangsawan untuk keluar tanpa pengawal di sekitarnya, tapi Luke tidak tahan dengan mereka di sekitar, itu mengganggu. Jadi dia sering menyelinap dari mereka dan pergi keluar istana sendirian. Walaupun dia selalu dimarahi oleh Nicholas.

“Suatu saat kau bisa saja terbunuh,” tegur Freya. Luke tahu itu benar, Nicholas sudah berkali-kali mengatakan itu padanya.

“Aku tahu,” balas Luke. “Tapi aku tidak ingin mati kebosanan di kastel itu.” Freya hanya tertawa. Luke tersenyum kecil, menutup matanya dan tertidur.

...

Luke terbangun karena suara teriakan dari Freya, dan dia bertanya-tanya mengapa gadis itu berteriak. Jadi dia bangun dan memutuskan untuk ikut campur. Siapa yang tahu gadis itu masuk ke dalam bahaya macam apa?

“Freya?” panggil Luke.

“Pak Tua sialan!” Gadis itu mengumpat, lalu melemparkan sebuah kantong ke gerobak dan hampir mengenai kepala Luke. “Oh ... Luke.” Freya akhirnya menyadari bahwa dia sudah bangun.

“Apa kali ini?” tanya Luke, tidak dapat menahan senyum gelinya.

Freya menggelengkan kepalanya, naik ke gerobak itu dan duduk di samping Luke. “Tidak penting, aku hanya membeli sarapan. Aku tidak tahu penduduk di sini tidak menyukai witch.”

“Kau seharusnya membangunkanku, akan kuhajar mereka.”

“Sudah kucoba tapi kau tidur terlalu nyenyak, dasar tukang tidur!” ujar Freya kesal. Luke memutar matanya. Dia melemparkan kantong penuh daging itu kembali kepada Freya. “Apa? Kau tidak mau sarapan?”

“Tidak, aku bukan tipe orang yang suka sarapan. Maksudku, bagaimana tepatnya kalian bisa mengkonsumsi makanan pada pagi hari begini?” Freya tertawa, mengambil satu daging dan memberikannya pada Luke.

“Kau memiliki alasan yang bagus untuk menjadi... Picky Eater karena jelas makanan istana lebih higienis.” Luke mengangkat bahunya pada perkataan gadis itu. “Aku tidak ingin kau kelaparan, meskipun kau bilang kau tidak suka sarapan.”

Luke bersenandung dan menyantap daging yang menurutnya terlalu matang itu. Keduanya diam dan memakan makanan mereka dalam ketenangan.

“Berapa lama lagi kita akan mencapai pusat kota?” tanya Luke ketika dia sudah menyelesaikan sarapannya.

“Mungkin lima belas menit,” jawab Freya. “Tunggu, bagaimana kau tahu kita sudah mencapai Rivalian?”

“Aku besar di sini, tentu saja aku mengenal rumahku.” Luke terkekeh. “Bagaimana denganmu?”

“Aku tidak menyukai Einheit lagi.” Hanya itu yang dikatakan oleh Freya sebelum dia melompat dari gerobak dan duduk di depan lagi. “Sekarang duduk yang manis, pretty boy, kita akan segera sampai di pusat kota.”

“Tidakkah kau lelah?” tanya Luke.

“Aku sempat istirahat selama dua jam di perjalanan.” Pantas saja mereka belum tiba di pusat kota Rivalian. Lima belas menit tidaklah selama itu, akhirnya mereka dapat melihat gerbang dari kejauhan. Ada beberapa penjaga yang berjaga di sana, lebih banyak dari biasanya.

Luke mengamati mereka, salah satunya adalah Sir Jack Rolland, yang adalah pengawal pribadi yang sudah menemaninya sejak kecil, pertama sebagai teman bermain, dan sekarang sebagai penjaga. Pria itu hanya lebih tua tiga tahun darinya. Tidak hanya itu, Jack juga pewaris keluarga Rolland, kesatria yang berbakat, tapi mudah ditipu. Jack memberikan perintah, pastinya untuk memeriksa gerobak mereka. Karena salah satu Dwarf pasti sudah melaporkan tentang teror pembunuhan melalui seekor gagak, mereka pasti menjadi semakin waspada setelah insiden tadi malam.

Mereka tidak akan diizinkan masuk jika Freya yang bertindak. Ini adalah bagian di mana dia harus melompat masuk.

“Luke?” bisik Freya, jelas khawatir.

Luke memberikannya sebuah anggukan untuk tetap tenang. “Don't worry, I got this.” Dan dia melompat keluar dari gerobak tersebut. Para penjaga yang tadinya mendekat segera diam di tempat, pasti terkejut melihat pangeran mereka dalam kondisi yang cukup menyedihkan.

“Pangeran!” Jack berlari menghampirinya. Pria berambut merah itu terdengar senang. “Akhirnya Anda kembali — Anda terluka!”

Luke mengangkat kedua tangannya. “Tenang, Sir, aku baik-baik saja. Kau lihat wanita di sana?” Dia menunjuk Freya. “Dia adalah orang yang telah membantuku, sekarang tolong biarkan dia masuk.” Jack mengangguk.

“Biarkan wanita itu masuk!” seru Jack pada bawahannya. Dia berbalik pada Luke. “Raja sangat mengkhawatirkan Anda, Pangeran. Apalagi dengan teror pembunuhan di Troich.” Luke berjalan melewati Jack yang dengan cepat mengikutinya. “Anda yakin Anda baik-baik saja?”

Luke mengangguk. “Tentu saja, Sir, bukankah aku sudah mengatakannya?” Luke menghela napas. “Apakah Ayahku tahu tentang kejadian semalam?”

“Seekor gagak tiba tadi subuh, membawa kabar dari Troich, ya, Yang Mulia sudah tahu.”

Luke menghembuskan napas pasrah. “Itu ... aku. Dan gadis itu.”

“Apa?” Jack berhenti, begitu juga Luke. Pria yang lebih tinggi terlihat sangat tidak mempercayai pengakuan Luke barusan.

“Begini, aku mendengar berita pembunuhan itu dari seorang bartender, karena penasaran jadi aku menyelidikinya. Kemudian gadis itu muncul, dan aku berpikir gadis itu adalah pembunuhnya, tapi aku salah.”

“Pangeran, Anda seharusnya tidak—”

“Aku tahu, Jack, astaga. Aku hanya penasaran,” sela Luke.

“Kau bisa saja terbunuh, Luke. Serius.” Dia tahu perkataan Jack itu benar, tapi ayolah, bukankah kematian itu adalah bagian dari kefanaan? Kenapa harus takut?

“Aku tahu, Jack, kau bukan orang pertama yang mengatakan itu kepadaku.” Luke merangkul tubuh Jack dengan tangannya.

“Jangan sentuh aku!” Mereka mendengar suara teriakan Freya, Luke mendekat dengan cemas. Para penjaga hanya melakukan sedikit pemeriksaan, tapi Freya tampaknya tidak menyukai itu.

Lebih baik Luke menghentikan para penjaga sebelum mereka memiliki memar di kulit mereka. “Hei, kalian dengar gadis itu! Tinggalkan dia sendiri!” teriaknya.

“Baik, Pangeran.” Salah satu penjaga — Sir Roderick Blackwood — berkata, sedikit menundukkan kepalanya sebelum menjauhi Freya. Luke berjalan cepat ke Freya yang masih terlihat kesal.

“Kau harus lebih santai, mereka hanya melalukan pemeriksaan,” kata Luke pada witch yang membalasnya dengan tatapan tajam. “Okay, I get it. Kau tidak menyukai pemeriksaan. Ingat itu, Sir Rolland.”

“Tentu saja, Pangeranku.”

“Sekarang lanjutkan tugasmu, berikan kami privasi.” Pria berambut merah itu mengangguk, memberi hormat sebelum benar-benar kembali ke tempatnya di depan gerbang. Luke menoleh kembali ke Freya. “Tidakkah kau ingin berterima kasih?”

“Terima kasih. Tapi aku akan memberikanmu tendangan di tulang kering jika kau mengatakan hal seperti itu lagi, menyebalkan.” Luke terkekeh, dia paham bahwa gadis itu sedang kesal.

“Akan kuingat itu,” ujarnya.

Freya menghela napas gusar. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Ke istana, apa lagi yang ingin kau lakukan?”

“Lupakan saja.” Freya melipat kedua tangannya. “Bagaimana jika rencanamu tidak berjalan dengan mulus?”

Luke tidak menjawab, hanya terus berjalan. Bagaimana reaksi Nicholas jika melihatnya sekarang? Apakah senang? Atau kesal? Sedih, mungkin? Sebuah tangan melambai tepat di depan wajahnya, dia mendorong tangan itu ke bawah.

“Aku mendengarmu, Freya, tenang saja—”

“Bukan itu, bodoh, wargamu berbicara tentang monster.” Itu membuat Luke berhenti dan menatap Freya dengan bingung. “Aku bisa mendengar dengan jelas, kenapa kau tidak bertanya ada apa pada mereka?” tanya Freya sambil menunjuk pada kerumunan yang mulai membubarkan diri.

“Monster kau bilang?” Freya mengangguk. “Asyik, petualangan baru.” Luke dengan cepat mendekati salah satu warga di sana, yang terlihat sangat ketakutan dan gelisah. Freya mengikuti di belakangnya.

“Bu, apakah kau baru saja berbicara tentang monster pada kerumunan tadi?” Wanita itu menangguk, gemetar. “Bisakah kau menjelaskan padaku?”

"Ada seekor binatang buas yang menyerang peternakan di sisi timur kota, Tuan," jawabnya, napasnya tercekat di tenggorokan. “Kami semua yang tinggal di sana pernah mendengar suara tiupannya di malam hari, melihat bangkai ternak yang dibunuhnya. Dan … dan baru kemarin, ada- ada—“

“Ssst, tidak apa-apa, Nyonya. Pelan-pelan saja,” sela Luke dengan lembut.

Wanita itu mengangguk, yang tampaknya cukup menenangkannya sehingga Luke memutuskan aman untuk melanjutkan pertanyaannya. “Apa yang terjadi kemarin, Bu?” dia bertanya selembut mungkin, sudah mengasumsikan jawabannya.

“Itu … itu membuat Josef—pemilik ladang di sebelahku,” bisiknya datar seperti masih shock. “D-dia pikir itu aman. Saat itu tengah hari, dia seharusnya aman!” Dia mulai menangis lagi, dan Luke, yang kini datang untuk duduk di sampingnya, mengusap punggungnya untuk menenangkan.

"Serangan lainnya terjadi pada malam hari, kalau begitu?" Luke melanjutkan.

Dia mengangguk.

Luke menggigit bagian dalam bibirnya, sudah mulai mendapatkan gambaran tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Tentu saja bukan Minotaur. “Apa, khususnya, yang dibunuh monster ini? Bisakah kau menggambarkan mayat-mayat itu? Apakah ada bekas cakaran, luka bakar, atau hal lain yang tidak biasa?”

“Ini dimulai dengan hewan yang lebih kecil,” jawabnya lagi. “Ayam dan sejenisnya. Sesuatu yang sangat besar mencakar kandang dan membunuh apa yang ada di dalamnya. Itu tidak pernah meninggalkan banyak sisi darah dan bulu. Kemudian, beralih ke babi, dan setelah itu sapi perah Josef. Tidak ada pagar yang bisa menahannya; itu mematahkan mereka semua seperti ranting. Itu- itu hanya tersisa sedikit, semua dikunyah. Dan- dan Josef—” Dia cegukan, tangan terkepal. “Kami tidak menemukan apa-apa selain kaki kirinya, Tuan.”

Freya memucat, hanya sedikit, dan melirik Luke, yang alisnya berkerut sedang berpikir. Dia mencari sesuatu yang kuat, tidak pandang bulu dalam apa yang dibunuhnya, dan tidak terikat pada siklus siang atau malam tertentu. Griffin tidak perlu menerobos pagar, lebih memilih untuk menyelam dan merebut mangsa. Sepertinya dia berurusan dengan iblis atau chort. Keduanya adalah makhluk besar dan jahat yang sangat kuat sekaligus merusak. Melawan keduanya akan sangat menantang dan sangat mungkin mematikan, tetapi sekali lagi, untuk itulah dia diciptakan.

“Apakah ada yang melihat monster ini?” Luke bertanya, hanya untuk mengecek.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. “Itu menyerang pada malam hari, setidaknya sebelum Josef. Siapa pun yang cukup bodoh untuk tidak bersembunyi tidak akan bisa melihat dalam kegelapan. Kurasa Josef pasti, t-tapi—“

"Tidak apa-apa." Luke menyela pelan. "Kau tidak perlu menjelaskan."

Wanita itu menutup mulutnya dan sedikit rileks, tampak bersyukur.

Sambil mendesah, Luke menyatukan jari-jarinya dan menjelaskan, “Kurasa aku tahu apa monstermu. Ini sangat, sangat berbahaya, jadi sementara aku mengurusnya, aku membutuhkan semua orang di daerah yang diserangnya untuk segera datang ke kota, supaya kalian semua aman.”

Dia menatap matanya, cokelat berair bertemu dengan birunya yang berapi-api, dan tidak bergeming. Ada harapan di mata itu. “Kau akan membunuhnya?”

“Akan kulakukan apa yang ku bisa—”

“Pangeran Lucanne, Raja memanggil Anda.” Lord Thomas, tangan kanan Nicholas menyela mereka. “Segera.”

Chort: Chort adalah roh jahat atau semacam setan antropomorfik dalam tradisi rakyat Slavia. Chorts sering digambarkan identik dengan tanduk, kuku, dan ekor kurus. Dalam mitologi Slavia, Chort tunggal diidentifikasi sebagai putra dari Dewa Chernobog dan Dewi Mara.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top