27 | Worse Than Before

Freya tahu Ezra masih ada di hutan itu. Dialah yang mengirimkan monster-monster itu untuk menyerangnya dan Luke. Mungkin apa yang dikatakan Nemesis benar. Ezra berusaha menyakiti Luke, bukan hanya karena darahnya. Iblis itu bisa saja mengambil Luke ketika dia sendirian di hutan sebelum Lena atau Freya menemukannya. Dia juga bisa mengambil Luke ketika Luke bertarung melawan orang-orang yang datang ke rumah Lena.

Ezra menunggu saat Freya muncul. Jadi targetnya bukan hanya Luke.

Luke bersikeras untuk terus berjalan. Katanya Gwen dan Matthias sedang menunggu mereka di luar hutan, sehingga mereka terus berjalan. Meskipun Freya melambatkan jalannya agar Luke tidak terlalu kelelahan.

Tatapan yang ditunjukkan Luke padanya ketika dia bertanya apakah dia takut padanya sangat memilukan. Sebegitu buruknya ekspresi yang diberikan oleh Freya sehingga lelaki pemberani di sebelahnya ini takut. Dia mencatat dalam benaknya untuk menahan rasa takutnya jika dia bersama Luke. Salah satu langkah saja maka Luke bisa berpaling untuk membenci dirinya sendiri.

"Kau yakin tidak ingin beristirahat?" tanya Freya lagi. Luke mengangguk padanya, dia terlihat pucat, lebih pucat dari biasanya. "Beritahu aku jika kau butuh sesuatu." Anggukan lain, dan hanya itu. Dia kembali menjadi pendiam lagi. Freya menghela napas, dia juga tidak punya topik pembicaraan yang bagus sekarang.

Freya melihat ke belakang, berjaga-jaga jika seandainya Ezra masih mengikuti mereka. Dengan ingatan Nemesis, pandangannya tentang pria itu menjadi lebih jelas. Dia memiliki mimpi tadi malam, tepat sebelum dia terbangun, mimpi tentang Ezra.

Dia sangat bingung ketika dia melihat seorang lelaki dan seorang gadis yang ternyata adalah Silas dan Nemesis sedang berduaan di hutan. Ezra ada di sana juga, melihat dari jauh. Bagaimana jika iblis itu mengira Freya adalah Nemesis? Hanya karena kesadaran Nemesis ada padanya bukan berarti dia adalah Dewi Pembalasan. Tetapi Ezra menginginkan Luke. Dia menginginkan darahnya. Dia ingin memisahkan mereka sehingga dia bisa mengambil Luke dan membunuhnya.

"Freya." Dia mengembalikan perhatiannya pada Luke. "Apakah kau ... benar-benar tidak takut kepadaku?" Tangan Luke menyentuh lengannya, saat dia akan menyingkirkan tangan itu, dia menyadari ada luka bakar di sana. Luke meringis kesakitan.

"Tidak apa-apa," sela Luke sebelum dia bisa mulai meminta maaf. "Tidak terlalu sakit, oke? Aku hanya ingin kau menjawab pertanyaan ini dengan jujur."

"Aku sudah bilang aku tidak takut, hanya khawatir." Freya menghela napas. "Mengapa butuh waktu lama bagimu untuk percaya kepadaku?"

"Aku tidak tahu."

Dia menyipitkan matanya ke arahnya, Silas tidak butuh waktu lama untuk memercayai seseorang. tetapi bukan Silas yang berdiri di sampingnya. Itu Lucanne De Leroy, Pangeran Lucanne of Rivalian, putra Raja Nicholas. Bukan Silas. Bahkan jika Luke adalah Silas, dia tidak mengingat apa pun, dan dia tidak pantas untuk mengetahuinya. Nasib telah kejam pada Silas, Luke tidak perlu tahu lebih banyak rasa sakit.

"Sulit untuk bekerja sama jika kau takut kepadaku."

"Aku tidak takut kepadamu, Luke." Dia takut, sedikit. Namun, jika dia mengatakan yang sebenarnya, Luke akan memikirkannya di setiap detik yang dia bisa. Dia mengetahuinya dari Silas, kenangan itu sangat membantu. Dia tahu segalanya tentang Silas, bukan berarti dia tidak tahu segalanya tentang Luke. Dia tahu bagaimana reaksi Silas, sementara dia tidak tahu bagaimana Luke akan bereaksi.

"Berhenti berbohong, Freya! Aku melihat matamu, ada ketakutan di sana." Luke membentak, menghela napas panjang. "Kau takut kepadaku."

"Aku sudah bilang aku tidak takut kepadamu."

"Bohong." Dia melihat ke tanah. "Semua orang takut kepadaku, karena aku monster. Semua orang membenciku, karena aku monster. Itulah yang selalu dikatakan pengasuh dan pelayanku ketika mereka mengira aku tidak mendengar mereka bergosip."

"Luke, kau bukan monster."

"Kutukan ini akan memberitahumu sebaliknya."

"Apa menurutmu Gwen juga membencimu? Apakah menurutmu Matthias juga? Apa menurutmu Alois juga membencimu?" tanya Freya. "Tidak, Luke. Mereka ada di sini bukan karena keinginan terakhir Lena. Mereka pikir pergi ke sini entah bagaimana akan menghapus kutukanmu. Mereka bersedia pergi ke sini karena mereka ingin membantumu."

Dewi Cahaya, bagaimana dia bisa berpikir bahwa semua orang membencinya? Luke bahkan bukan orang yang mudah dibenci.

Luke hanya menatapnya, lalu mulai berjalan lagi. Lebih cepat dari yang seharusnya. Freya menghela napas, frustrasi dengan kelakuan kekanak-kanakan ini. Mengapa Luke tidak bisa mengerti bahwa mereka lebih memedulikannya daripada dirinya sendiri? Mereka tidak ingin dia pergi mencari kekuatan Dewi Cahaya karena itu tidak mungkin. Karena itu berbahaya. Dia mengerti bahwa dia sangat membenci kutukan itu.

"Kau berjalan terlalu cepat, itu akan membuatmu kelelahan." Teguran itu tidak direspon, Luke hanya terlihat makin cemberut dan berjalan makin cepat. Freya mengejarnya, dia meraih tangannya, membuatnya berhenti. "Luke."

"Apa?" Lelaki itu tidak menatapnya.

"Jika aku memang takut kepadamu, apa yang akan kau lakukan?" Apakah kau akan bersembunyi? Apakah kau akan menyakiti diri sendiri? Apakah kau akan terus lebih membenci diri sendiri? Silas akan melakukan itu jika Nemesis juga takut padanya, pikirnya. Mengetahui Luke, kemungkinan besar dia akan melakukan itu juga. Luke tidak akan bersembunyi, dia tahu itu.

"Jawab, Luke. Aku telah memberimu jawabanku, sekarang, kau harus memberiku jawabanmu," tekan Freya.

"Tidak ada. Aku tidak akan melakukan apa-apa." Dia berbalik untuk menatapnya. "Aku akan membuat jarak di antara kita, tidak terlalu jauh tetapi cukup."

"Mengapa?"

"Karena ... kita masih saling membutuhkan bukan? Kau ingin balas dendam, aku ingin petualangan. Cukup adil, benar? Rencana kita tidak dapat dilakukan jika kau takut kepadaku."

"Bermimpilah, De Leroy. Aku tidak akan pernah takut kepadamu." Bahkan jika kau membuat jarak di antara kita, itu tidak akan menghentikanku untuk melindungimu.

"Luke! Freya!" Kedua remaja itu menoleh ke asal suara dan Alois berlari ke arah mereka. Pakaian dan bibirnya dipenuhi darah. "Aku senang menemukan kalian berdua. Kau tahu, kurasa kita harus keluar dari sini sekarang. Sudah terlambat, kita harus pergi ke Valley of Wishes."

"Jadi kau sudah ingat?" tanya Freya, yang dijawab dengan anggukan. Dia melihat ke rambutnya, itu kembali dengan warna merah seperti biasa. Dia menatap Luke, lelaki itu tidak berubah kembali ke penampilan yang mirip ibunya.

Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, ketiga remaja itu segera bergegas mencari jalan keluar dari hutan. Setelah tiga puluh menit berjalan, Freya mendengar suara tawa Gwen, gadis itu menoleh ke asal suara, melihat temannya dan Matthias. Akhirnya, mereka berlima kembali bersama lagi.

"Freya!" seru Gwen, berlari ke arahnya. Gadis itu memeluknya dengan sangat erat. "Kau baik-baik saja?"

"Ya." Freya menarik diri dari pelukan itu. "Jadi, apakah Matthias melindungimu?"

Gwen melirik Matthias yang berdiri tidak jauh dari mereka. "Ya. Apa yang terjadi kepadamu? mengapa kau kembali ke bentuk ini?" Gadis itu bertanya ketika dia melihat Luke.

Luke mengangkat bahunya. "Efek dari hutan ini."

"Bagaimana kita bisa keluar dari sini?" Alois berjalan mendekati Matthias. "Jangan bilang kita harus menghadapi monster lagi."

Matthias menggelengkan kepalanya. "Tidak, yang perlu kita lakukan hanyalah berjalan lurus dan akhirnya, Valley of Wishes." Dia menatap Luke. "Apa yang akan kau lakukan jika kita menemukan para Siren?"

"Lena bilang ada ramalan."

"Tunggu, tetapi kutukanmu juga akan hilang, 'kan?" tanya Gwen.

Luke mengangkat bahu. "Kurasa tidak begitu." Dia menggosok lengan kirinya dengan tidak nyaman. "Kita harus pergi sekarang. Aku ingin tahu tentang ramalan ini!" Dia tersenyum, seperti dia tidak akan menangis beberapa menit yang lalu. Sungguh topeng yang sempurna untuk seorang pangeran.

Luke menjauh dari Freya dan berjalan bersama dengan Alois dan Matthias di depan. Luke tampak lebih santai dari sebelumnya, tetapi Freya tahu seberapa palsu itu. Luke benar-benar mencoba membuat jarak di antara mereka, meskipun sudah tahu bahwa dia tidak takut padanya.

"Ulang tahun Luke tinggal empat hari lagi, kita harus kembali ke Rivalian besok." Gwen yang berjalan di sampingnya berbisik. "Dia harus mendapatkan gelarnya sebagai putra mahkota. Kita tidak bisa membiarkan Lucien menjadi putra mahkota."

"mengapa? Dia tampaknya baik-baik saja untuk menjadi putra mahkota. Kita tahu betapa Luke benci menjadi putra mahkota atau raja."

"Itu karena kau belum mengetahui Lucien." Gwen melirik Luke. "Lihat dia, dia sempurna. Lucien adalah boneka ibunya, Luke tidak memiliki ibu atau ayah yang ingin mengendalikannya."

"Maksudmu?"

"Hanya ... jadikan dia raja, Freya." Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Gwen berjalan cepat ke samping Matthias.

Gwen jelas tahu sesuatu yang tidak dia ketahui. Freya menatap Luke yang kini sedang asyik mengobrol dengan Alois, lalu, dia ingat Silas. Bagaimana dua remaja laki-laki manis ini bisa menjadi raja? Silas tidak bisa mengendalikan emosinya, sedangkan Luke pandai menyembunyikannya.

Dia baru menyadarinya sekarang, bahwa kutukan Luke tidak memengaruhi sifatnya. Dia hanya memakai topeng dan melepaskan topengnya, membiarkan emosinya yang sebenarnya keluar saat dia bersama Freya. Dia tahu itu sekarang karena memori Nemesis yang sebenarnya sangat membantu.

Dia menggigil, merasakan sesuatu mengawasinya. Dia menoleh ke belakang, melihat Ezra berdiri di antara pepohonan, mengawasi mereka. Dia akan berbicara dengannya nanti, sekarang, dia harus fokus untuk melindungi Luke dari iblis itu.

"Akhirnya, kita keluar dari hutan hijau yang menakutkan itu!" seru Alois.

Freya mungkin terlalu banyak melamun untuk menyadari bahwa mereka memang sudah keluar dari hutan tersebut. Cahaya matahari yang terik membuatnya menyipitkan matanya, terlalu lama berada di hutan berkabut itu membuat matanya tidak terbiasa dengan cahaya di sekelilingnya. Rerumputan hijau dan bunga-bunga yang bermekaran membuat tempat itu jauh berbeda dari Forest of Truth.

Yang paling aneh, dia mendengar bunga-bunga matahari yang ada di sana bernyanyi. Mereka menyanyikan lagu dalam bahasa kuna yang tidak diketahui oleh Freya.

"Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk mencapai Valley of Wishes?" Gwen bertanya pada Matthias sambil mengambil salah satu bunga yang ada di sana. Sebuah mawar hitam di antara banyak mawar merah.

"Aku tidak begitu tahu. Ayahku hanya bicara tentang Forest of Truth, dia tidak pernah benar-benar menjelaskan tentang Valley of Wishes."

"Matthias, jangan bilang itu dijaga oleh ... naga?" Alois menunjuk ke langit, seekor naga besar yang terlihat cukup lapar terbang ke arah mereka. Angin yang disebabkan oleh kepakan sayapnya membuat debu-debu di udara.

Tubuhnya lebih besar dari apa pun yang pernah Freya lihat sebelumnya, sayap biru yang indah, tetapi gigi yang tajam dan runcing seperti melihat mulut buaya. Sisik bersinar seperti safir dalam cahaya, ekornya bergoyang begitu keras hingga menghantam sebagian besar batu. Kaki yang menghancurkan tanah di bawah kakinya, cakar untuk merobek daging segar, seperti daging mereka. Raungan yang sangat keras menembus awan.

"Tidak ada yang pernah menyebutkan naga sebelumnya ...." gumam Matthias, mundur beberapa langkah saat naga itu mendarat di depan mereka.

Mata naga mengawasi mereka seperti mencoba menemukan sesuatu. Freya meraih Luke, menarik remaja lainnya ke belakangnya. Naga itu sepertinya frustrasi karena tidak menemukan apa yang dicarinya, dia mengaum, membuat kelompok remaja itu makin menjauhkan diri dari sang naga. Freya menyeret Luke ke belakang sebuah pohon yang ada di sana. Gwen dan Matthias bersembunyi di belakang pohon lainnya, Alois bersembunyi di balik sebuah batu besar. Freya menggunakan mantra perisai untuk melindungi mereka.

Freya tidak bisa menyerangnya. Bagaimana jika itu membuat keadaan lebih buruk? Dia merasakan sesuatu menyentuh tangannya, itu tangan Luke. Hanya saja, Freya menyadari bahwa dia terlalu melindunginya. Luke tidak menginginkan itu, jadi Freya membiarkannya berdiri di sampingnya.

"Apakah kau tahu cerita tentang naga?" tanya Luke. Freya mengangguk. Dia pernah mendengar cerita tentang naga, tetapi itu hanyalah khayalan untuk membuat anak-anak tidur di malam hari. "Aku selalu yakin naga itu nyata. Jika makhluk supernatural seperti kita nyata, mengapa tidak dengan naga? Jadi, beritahu aku, apa yang kau tahu tentang naga ini?"

"Entahlah, itu cerita dari masa kecilku, aku sudah tidak mengingatnya lagi." Freya menatap Luke. "Apakah ayahmu atau pasukan pengasuhmu itu tidak pernah membacakan dongeng untukmu?"

"Uh, apakah dongeng tentang seorang pria yang masuk ke dalam hutan lalu diterkam oleh seekor singa dan kemudian dicabik-cabik menjadi bagian-bagian kecil dengan sadis termasuk?"

Freya berkedip. Yang benar saja? Siapa yang mau menceritakan dongeng seperti itu kepada seorang anak kecil? Itu bahkan bukan dongeng. "Tidak. Jelas bukan."

"Oke, bisakah kau melakukan sesuatu jika begitu?" Luke melirik naga itu. "Karena naga itu terlihat siap membakar kita semua."

"Aku telah menggunakan mantra perlindungan untuk melindungi kita," kata Freya. "Kau lihat naga itu? Tidakkah menurutmu dia terlihat seperti sesuatu atau seseorang?"

Luke mendengkus. "Ya memang terlihat seperti mencoba menemukan sesuatu, tetapi sepertinya kita akan menjadi sekumpulan daging bakar ketika dia menemukan itu." Freya merasakan tanah di bawah mereka bergetar, naga itu makin mendekat ke arah mereka.

Mereka berdua. Hanya ada satu yang terpikirkan oleh Freya saat itu. Serang naga ini. Ketika dia akan menggunakan sihirnya, Luke mencegahnya. Freya menatap lelaki itu, berniat meminta penjelasan, tetapi mata Luke hanya terfokuskan pada naga biru tersebut. Begitu juga dengan naga itu, bukannya menyerang mereka, naga itu justru diam dan hanya menatap Luke, sama fokusnya.

Beberapa detik kemudian, Luke mencoba untuk keluar dari pelindung yang telah Freya buat. Tentu saja Freya langsung berniat mencegah pangeran itu, tetapi Luke tidak menyerah.

"Luke, apa yang kau lakukan? Kau mengatakan bahwa naga dapat membakar kita hidup-hidup!"

Luke tidak menjawab, tangannya menekan pelindung itu dan membuatnya hancur. Sekarang, tidak ada penghalang apa pun antara Luke dan naga itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top