23 | The World Is Too Cruel For Us
Freya berlari keluar untuk mengejar Luke, tapi remaja laki-laki itu berlari lebih cepat darinya, dia terus berlari dan memanggil Luke, tapi tetap saja diabaikan. Hingga dia sampai di hutan, tapi Luke sepertinya sedang marah. Dia meninju dan menendang pohon dengan sangat keras, terlalu keras hingga tangannya berdarah. Dia melihat darah Luke yang menetes dari tangannya mengenai rumput yang ada di sana. Mengejutkannya, rumput itu langsung layu.
Pasti ada hubungannya dengan darah Luke. Ada sesuatu yang lebih daripada darah malaikat. Luke terluka, itu yang penting. Dia harus mengobatinya. Tapi ketika dia hendak berjalan menuju remaja itu, seseorang membekap mulutnya dan menariknya ke belakang. Mata Freya melebar, tangannya mencoba melepaskan tangan orang itu.
"Diam," bisik orang itu di telinganya. Freya melihat seorang wanita menghampiri Luke, mereka berbicara sejenak. Wanita itu mengobati tangan Luke dan sepertinya mengajaknya pergi, anehnya, Luke setuju. Setelah itu, tangan yang membekapnya terlepas, Freya ingin segera menyusul Luke, tapi tangan orang itu menahannya. Dia berbalik dan melihat seorang pria berdiri di sana.
Pria itu memiliki mata merah tajam dan rambut hitam pekat. Freya langsung tahu bahwa dia adalah iblis, yang membuatnya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman iblis itu, walaupun usahanya sia-sia.
"Lepaskan aku!" serunya. "Luke! Luke!"
"Dia tidak akan mendengarmu," kata pria itu sambil melirik ke jalan keluar hutan, lalu kembali menatap Freya. "Sang pangeran adalah milik Neraka."
"Apa maksudmu?!"
"Kau tidak dengar? Aku bilang pangeran itu adalah milik Neraka," ulang pria itu, yang membuat Freya semakin bingung. "Darahnya adalah darah yang sempurna untuk membangkitkan Lucifer dari kegelapan abadi."
Lucifer adalah malaikat jatuh yang dibuang ke dalam kegelapan abadi oleh Dewi Cahaya, semenjak itu, para iblis tidak lagi memiliki raja mereka. Wajar jika mereka sangat ingin membangkitkan raja mereka, tapi keberadaan Lucifer akan memperburuk kondisi dunia ini, dan jika nyawa Luke adalah taruhan untuk membangkitkan sang raja iblis, Freya tidak akan membiarkannya.
"Teruslah bermimpi." Freya menatap iblis itu dengan tajam. "Kau tidak akan bisa menyentuh sehelai rambutnya, apalagi berada di dekatnya. Tidak selama aku masih hidup."
"Morrigan, jika kau tidak menginginkan kebangkitan Lucifer, cobalah untuk melindungi Pangeranmu itu." Iblis itu menyeringai dan mundur ke dalam kegelapan hutan. Tapi sebelum dia benar-benar menghilang, Freya bisa mendengar suaranya yang kasar lagi, "Namaku Ezra. Panggil aku jika kau memutuskan untuk menyerahkan Pangeran itu. Karena jika kau tidak, aku mungkin akan memulai cara kekerasan untuk melakukan itu."
"Begitu? Kenapa kau tidak menyusul tuanmu ke dalam kegelapan abadi jika kau sangat putus asa akan keberadaannya?" Dia tidak bisa melihat Ezra melalui bayang-bayang, tapi dia yakin dia menyeringai, seringai keji.
"Kita lihat saja."
Freya yakin iblis itu benar-benar menghilang. Dia berjalan menuju pohon yang telah ditinju Luke, dan mengambil sarung tangannya, lalu berlari keluar hutan untuk mencari sang pangeran. Bagaimana jika dia sendirian di sana dan Ezra menemukannya? Ya, memang ada wanita yang menuntun Luke keluar dari hutan, tapi Ezra adalah iblis. Dia mungkin membunuh wanita itu untuk mendapatkan Luke.
Tidak ada yang akan menyentuh Luke, bahkan tidak satu inci pun. Dia membutuhkannya untuk membalas dendam, dan dia belum mendapatkannya. Sampai saat itu, dia akan melindungi Luke karena Druid itu adalah kunci balas dendam. Bukan berarti Luke tidak bisa melindungi dirinya sendiri, tapi terkadang dia ceroboh. Ezra terlihat lebih berpengalaman, jadi Luke akan membutuhkan bantuan tambahan.
Setelah lama berjalan, dia akhirnya menemukan Luke. Dia berjalan dengan wanita itu. "Luke!" panggil Freya.
Luke berbalik, dia bisa melihat bagaimana matanya berbinar ketika dia melihatnya. Dia lega karena Ezra belum datang dan dia bisa menemukan Luke lebih dulu. Anak laki-laki itu berjalan ke arahnya, mengulurkan tangan padanya. Tangan kanannya, yang berdarah tapi sekarang sembuh. Freya menatap Druid itu dengan bingung.
"Bisakah kau memperbaiki ini?" tanyanya.
"Memperbaiki apa? Lukamu sudah sembuh," balas Freya.
"Aku tahu. Tapi aku ingin merasakan sihirmu di kulitku."
Pangeran ini memang brengsek. Luke memberinya mata anak anjing itu, dalam bentuk lamanya, Freya pasti akan mengatakan tidak padanya. Tapi dalam bentuk ini... bagaimana bisa? Akhirnya dia menggenggam tangan Luke dengan lembut, memulai sihir penyembuhannya, walaupun tidak ada apapun yang disembuhkan.
"Kau tidak akan mengamuk seperti anak kecil lagi setelah ini, oke? Aku telah membantumu sekali lagi."
Pangeran muda itu mengangkat bahu. "Aku tidak bisa berjanji. Aku tidak mau." Freya memutar matanya dan menyerahkan sarung tangannya. Dia melihat Luke mengenakannya lagi, bagaimana dia ragu-ragu saat melihat tanda kutukan hitam di tangan kirinya.
Freya tidak mengerti mengapa tatapan wajah sang pangeran bisa membuatnya merasa sangat kasihan padanya. Freya telah mengalami situasi yang lebih buruk dari Luke, keluarganya telah terbunuh dan dia tidak dapat membalaskan dendam mereka, tidak sekarang.
"Siapa gadis itu, Luke?" tanya wanita yang bersama dengan Luke, sejujurnya Freya lupa bahwa wanita itu bahkan ada di sana.
"Oh, ini Freya Morrigan. Dia temanku," jawab Luke. "Freya, ini Lena, teman lama ibuku." Freya hanya mengangguk.
"Aku perlu berbicara denganmu secara pribadi, ini penting." Freya meraih tangan Luke, menariknya jauh dari Lena, agar dia tidak menguping pembicaraan mereka. "Aku telah bertemu seorang iblis di hutan, tepat setelah kau pergi dengan wanita itu. Dia telah mengincarmu selama ini, Luke. Dia ingin menggunakan darahmu untuk membangkitkan Lucifer."
"Apa?"
"Aku tidak berbohong. Sekarang, kau membutuhkan perlindungan. Kita harus kembali ke penginapan."
Luke menggelengkan kepalanya. "Freya, kembali ke penginapan akan membuat iblis itu datang ke sana dan membahayakan teman-teman kita. Apakah kau membuat kontak fisik dengannya?" Freya mengangguk. "Sihir para iblis lebih mulus daripada kebanyakan makhluk, dia bisa saja menerapkan mantra pelacak padamu saat kontak fisik itu terjadi. Jika kita mencari tempat perlindungan selain penginapan, risiko membahayakan teman-teman kita dan orang-orang yang ada di sana akan berkurang."
Benar. Bagaimana bisa Freya tidak memikirkan ini? Dia menatap Luke seolah bertanya apa yang harus mereka lalukan. Jelas mereka tidak bisa kembali ke penginapan, mereka juga tidak punya tempat berlindung lain.
"Ikutlah denganku, kita akan berlindung di rumah Lena." Luke sepertinya mempercayai wanita itu, jadi Freya mengikutinya. Lena tidak bertanya tentang apa yang mereka bicarakan, Freya tetap diam, sementara Luke kebanyakan hanya tersenyum dan bertanya tentang ibunya.
Tak lama kemudian mereka pun tiba di kediaman Lena. Mereka disuguhi teh hangat dan beberapa makanan ringan, Lena terlihat senang dengan keberadaan Luke di sekitarnya. Suami Lena, Adrik, sepertinya tidak terlalu menyukai mereka. Entah mengapa Freya merasa curiga pada pria itu, dia menatap Luke yang sedang berbicara dengan Lena, tapi Freya bisa melihat bahwa Luke sering melirik Adrik yang sedang memotong kayu di luar.
Saat Lena pergi mencuci piring, Luke mendekatkan kursinya ke Freya dan berbisik, "Pria itu sangat mencurigakan, bukan begitu?"
"Kau merasakan itu juga?" tanya Freya dan Luke mengangguk.
"Ya. Sepertinya dia tidak terlalu menyukai kita. Tapi, mari kita kesampingkan itu." Pangeran muda itu bersandar di kursinya. "Aku sangat tersentuh kau mengejarku sampai ke sini."
Freya menahan keinginan untuk memutar matanya. Luke pasti tahu sesuatu yang tidak dia ketahui. "Ayah Alois memintaku menjagamu," katanya, memutuskan untuk menunggu Luke untuk mengungkapkan rencananya daripada menanyakan tentang rencananya.
"Begitu? Kupikir kau benar-benar peduli padaku."
"Itu juga."
Luke menyeringai. "Freya Morrigan khawatir tentangku? Ah, sangat menyentuh."
"Diam saja kau," kata Freya. "Aku suka saat kau menutup mulutmu yang tidak tahu berterima kasih itu."
Nyatanya, dia tidak. Suara Luke entah bagaimana menenangkannya, tapi anehnya juga menyebalkan. Sama seperti kakaknya dulu. Kakak laki-lakinya, Finnegan selalu menjadi orang yang paling menyebalkan di dunia, menurut Freya. Dia akan selalu mengganggunya setiap kali dia mendapat kesempatan untuk melakukannya, dan mereka akan selalu bertengkar tengang hal-hal kecil seperti makanan misalnya.
Tapi Finnegan selalu melindunginya jika ada yang mengganggunya. Finnegan tidak akan ragu untuk memukul mereka sampai memar hanya karena mereka mengganggu adik perempuan kesayangannya. Oh Dewi Cahaya, betapa dia merindukan kakak laki-lakinya. Freya tidak memiliki waktu luang yang cukup untuk memikirkan tentang Finnegan, Luke selalu ada di sana untuk mengganggunya.
Sekarang dia menyadari sang pangeran benar-benar sangat pendiam.
"Apa yang mengganggumu?" tanya Freya. "Kau mendadak menjadi pendiam."
Luke menatapnya bingung. "Kau yang menyuruhku diam, 'kan?" Freya tersipu malu, memalingkan muka dari tatapan laki-laki itu. Dia memang memintanya untuk diam, tapi anehnya Luke benar-benar diam begitu saja. Biasanya, Luke akan mengoceh lebih banyak lagi jika Freya memintanya untuk diam.
"Bagus, aku hanya terkejut kau menurutinya."
Luke tertawa. "Jika kau sangat menyukai suaraku, aku tidak keberatan berbicara berjam-jam hanya untuk menyiksa telingamu yang malang itu."
Freya melotot saat Luke terus berbicara tentang petualangannya. Bagaimana dia harus bertarung dengan monster, memburu mereka, berapa banyak orang yang mencoba membunuhnya, dan bagaimana dia berhasil selamat dari semua itu. Freya mendengarkan anak laki-laki yang lebih muda, memberinya perhatian penuh. Dia ingin tahu lebih banyak tentangnya.
Dia tidak heran berapa banyak orang yang mencoba membunuh Luke di masa lalu, dan berapa banyak monster yang dia lawan. Tapi itu menjelaskan mengapa dia memiliki begitu banyak bekas luka di tubuhnya.
Mereka tinggal di rumah Lena sampai malam, dan ketika makan malam selesai, Adrik pergi ke suatu toko, katanya dia butuh sesuatu. Jadi hanya ada Luke, Lena, dan Freya.
"Lena, apakah pernah terjadi pemberontakan di sini?" Mendengar pertanyaan Luke, Lena terdiam. Freya yakin Einheit adalah negara yang damai, mana mungkin ada pemberontakan.
"Dua bulan yang lalu setelah pembantaian di Desa Mond, kami mencoba memprotes dan melakukan pemberontakan kepada Lord Lyall. Tapi itu semua sia-sia, prajurit-prajurit itu lebih tangguh daripada kami. Sejak pemerintahan Lord Lyall, semuanya berubah. Banyak sekali ketidakadilan yang terjadi."
Matthias berasal dari sana, berarti dia sudah menjadi korban penjualan ras selama dua bulan.
"Tapi ... putraku meninggal pada saat pemberontakan itu terjadi, dan semua itu karena Lord Lyall yang tidak bisa memberikan belas kasihan kepada kami," lanjut Lena. "Itulah kenapa aku sangat membenci para bangsawan, terutama Lord Lyall."
"Kenapa kau tidak membenciku ketika kau tahu aku putra Ratu Lucianna?" tanya Luke.
"Lucianna adalah sahabatku, dulu dia adalah satu-satunya orang yang ingin berteman denganku, dia berteman bukan hanya dengan sesama bangsawan, tetapi juga dengan masyarakat bawah sepertiku." Lena tersenyum sedih, tangannya menggenggam tangan Luke. "Aku hanya berharap kau memiliki sifat yang sama dengannya. Selain itu, ayahmu bukan raja yang buruk."
Luke membuka mulutnya, tapi menutupnya lagi. Freya bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin dia katakan. Tapi entah mengapa, Freya merasa takut. Bagaimana jika Lena hanya memanipulasi Luke untuk membuatnya membantu pemberontakan mereka? Luke bisa menjadi tahanan Einheit dan dihukum mati.
"Kau bilang 'sejak pemerintahan Lord Lyall', memangnya bagaimana kondisi Einheit sebelum pemerintahannya?" tanya Luke lagi.
"Einheit lebih baik dari sekarang. Di bawah pemerintahan Raja Maximus, semuanya damai dan adil. Tapi suatu hari, Raja Maximus dan keluarganya dibunuh. Mereka seharusnya pergi untuk mengunjungi Rivalian karena anak Raja Nicholas telah lahir. Kemudian Lord Lyall menggantikannya sebagai penguasa Einheit." Lena menghela napas, air mata berkumpul di matanya.
Kisah yang tragis. Freya merasakan air mata di matanya, dengan cepat menyekanya sebelum jatuh. Dia menatap Luke, remaja laki-laki itu terlihat sedih, tapi sepertinya pikirannya bekerja lebih banyak dari yang terlihat.
"Mereka akan mengunjungi Rivalian? Apakah Raja Maximus berteman baik dengan ayahku?" tanyanya.
Lena mengangguk. "Rivalian tidak menaklukkan Einheit, tapi Einheit lah yang memutuskan untuk bekerjasama dengan Rivalian, karena itu mereka memiliki wilayah kekuasaan yang hampir sama besarnya. Penaklukan itu adalah hadiah kelahiranmu."
"Ya, aku tahu," gumam Luke. "Apakah kau membenci keluarga Lyall karena itu?"
"Ya. Mereka bukan hanya bangsawan yang buruk, tetapi juga pembunuh. Semua pembantaian yang terjadi adalah untuk membunuh pendukung Raja Maximus."
"Kau tahu?" tanya Freya.
"Aku juga salah satu pendukung Raja Maximus."
Freya tidak tahu mengapa, tapi Luke mendadak berteriak, "Menunduk!" Kedua wanita yang ada di sana langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh sang pangeran. Sebuah anak panah melesat ke dalam, jika Lena tidak menunduk maka anak panah itu akan mengenainya.
"Apa itu?!" tanya Lena panik.
"Aku mendengar tali busur dilepaskan tadi," balas Luke. Luke merangkak ke jendela terdekat dan mengintip. "Ada banyak orang di luar. Dari perkiraanku, semuanya adalah pembunuh bayaran yang pastinya diutus oleh seseorang."
"Dan siapa itu?" tanya Freya.
"Tentu saja Lord Lyall. Lena bilang dia ingin membunuh seluruh pengikut Raja Maximus, ini adalah kesempatan yang bagus untuk membunuh Lena karena suaminya sedang pergi. Juga, mereka bisa membunuhmu dengan alasan pengkhianatan terhadap Einheit karena kau berpartisipasi dalam pemberontakan itu." Dia menjelaskan sambil menatap Lena yang ketakutan. "Lena, apakah suamimu memiliki pedang di sini?"
"Ada. Di kamarnya, di lantai atas."
"Freya, lindungi Lena dan dirimu sendiri," kata Luke sebelum berguling menjauh dari jendela dan berdiri, kemudian berlari dengan cepat ke lantai atas.
Freya meletakkan mantra perlindungan yang sudah dia pelajari dengan Aisha, itu bisa melindungi mereka untuk sementara waktu. Luke kembali setelah menemukan sebuah pedang, dia langsung berlari ke luar.
"Luke!" seru Freya dan Lena bersamaan.
"Dia akan baik-baik saja 'kan?" tanya Lena.
"Sejauh yang aku tahu, dia adalah pejuang yang tangguh. Jadi ya, dia pasti akan baik-baik saja." Dia hanya berharap Ezra tidak akan menemukannya. Dewi Cahaya, bagaimana jika iblis itu sampai menemukan Luke? Freya harus membantunya.
Dia berdiri tapi tangan Lena menarik lengannya, dia berbalik menatap wanita itu. "Apa yang kau lakukan?" tanya Lena, khawatir.
"Aku harus membantunya." Dia melepaskan tangan Lena. "Aku akan baik-baik saja, jangan khawatir." Tanpa menunggu respon Lena, dia berlari keluar.
Luke bertarung dengan pedang, bagaimanapun, itu pasti tidak mudah baginya. Ada tujuh pria dan dia sendirian. Dan yang lebih buruk adalah dia berdarah di wajahnya, mungkin setelah dia tidak benar-benar berhasil menghindari sebuah anak panah. Bagaimana jika Ezra mengendus bau darahnya dan kemudian datang ke sini? Bisa jadi bencana jika dia datang dan membawa Luke ke Neraka untuk membangkitkan Lucifer.
Pertarungan ini jelas tidak adil. Freya menggunakan sihirnya anginnya untuk menerbangkan salah satu pria yang dilawan oleh Luke ke udara. Pria itu bangkit dengan cepat dan menyerang Freya dengan angin yang sama. Warlock melawan Witch.
Pertarungan berjalan cukup baik mengingat betapa kurang persiapannya Freya untuk tingkat kekuatan lawannya. Pria yang dia lawan bertubuh besar dengan wajah yang secara permanen berubah menjadi cemberut.
Dia terguncang dari pikirannya ketika embusan angin menghempaskannya ke belakang, tetapi dia mampu memperbaiki dirinya sendiri sebelum jatuh. Freya berkeringat dan tubuhnya sakit. Dia melirik Pangeran Rivalian, yang tidak jauh lebih baik darinya. Luke memiliki luka di pipinya, dan darah berceceran di tubuhnya.
Freya memanggil embusan angin dan mengejutkan pria itu, melemparkannya ke pria yang dilawan Luke dan mereka mendarat di tumpukan. Betapa naifnya Freya untuk berpikir bahwa itu akan menghentikan mereka. Pria itu mendengus marah dan setelah beberapa saat dia bangkit dan maju ke arah Freya, melemparkan hembusan angin kencang ke arahnya. Tak lama kemudian rekannya bergabung, Luke tidak dapat membantu banyak karena tiga orang lainnya menyerangnya.
Sebelum Freya menyadarinya, dia terlempar ke belakang ke tanah, lelah dan marah. Dia berjuang untuk menarik napas dalam-dalam setelah angin menghempaskannya. Sebelum dia bisa memanggil angin, pria itu sudah berada di atasnya, dengan sebongkah batu di tangannya, siap menyerang.
Sebuah batu? Yang benar saja?
Dia mengangkat tangannya, siap untuk memberikan pukulan keras, dan Freya memanggil angin sebanyak yang dia bisa untuk mengakhirinya. Tapi tidak sebelum sepasang tangan melingkari pria itu. Luke, Freya menyadari.
Luke menarik lengan pria itu siap membela Freya. Penyerang Freya berputar untuk menghadap Luke dan mengangkat lengan yang memegang batu untuk memberikan pukulan cepat ke kepala Luke yang membuatnya jatuh ke tanah. Freya bangkit dari tanah, dia bisa merasakan kekuatannya mengalir melalui dirinya dan rambutnya mencambuk wajahnya.
Pria-pria itu terbang di udara, hanya untuk menabrak pohon. Mereka meluncur di atas satu sama lain, tidak bergerak tapi hidup. Freya menghela napas dan menoleh ke Luke.
"Luke! Kau bodoh. Aku memiliki mereka dibawah kendaliku." Dia setengah berteriak saat Luke mencoba berdiri dengan kaki goyah, tapi gagal. Freya melangkah maju untuk menangkapnya, tangannya terentang di dadanya menahannya. Dia melirik darah yang menetes di dahinya sebelum mengembalikan perhatiannya ke matanya.
"Bagus, Yang Mulia, Anda mengalami gegar otak." Dia menyatakan, masih menahannya.
"Pintar dan memukau seperti biasa, Freya," kata Luke dengan seringai yang dipaksakan.
Freya menghela napas. Luke selalu lebih bebas dengan pujian saat cedera. Tapi intinya dia harus menyembuhkan Pangeran itu lebih cepat. Dan dia melakukannya, Luke tampak lebih rileks di bawah sentuhannya.
"Kau terlihat cantik, kau tahu." Luke tersenyum.
"Sepertinya gegar otakmu cukup parah," balas Freya.
Tak lama kemudian, Lena keluar dari rumahnya dan berlari untuk mendorong mereka berdua ke tepi. Itu tentu saja mengejutkan mereka, sebelum mereka bisa bereaksi, sebuah sinar merah melesat dan mengenai Lena hampir di jantungnya.
"LENA!" teriak Luke, mendekati wanita itu. Freya menatap ke arah serangan itu datang. Warna merah berkilauan di kegelapan malam. Ezra.
Freya berjongkok di samping Luke, yang memangku kepada Lena di pangkuannya. Wanita itu tidak akan bertahan, serangan tadi sepertinya sangat kuat.
"Freya, sembuhkan dia! Freya-"
"Luke, tidak ada yang bisa kau lakukan untuk menyembuhkanku. Ada satu hal lagi yang harus kalian ketahui. Hari ketika kau lahir, Luke, sebuah ramalan terbentuk. Pergilah pada para Siren di Lake of the Lost. Aku yakin kalian berdua adalah anak ramalan itu. Pergi, tanyakan pada ayahmu kebenaran tentang kelahiranmu."
Lena meletakkan tangannya di pipi Luke yang tidak berdarah. "Aku tahu kau tidak terlihat seperti ibumu. Aku telah melihatmu ketika kau masih bayi. Aku ingat saat kau tersenyum padaku dan itu adalah senyum ibumu." Lena tersenyum lemas. "Aku sudah berjanji pada ibumu untuk selalu melindungimu, aku tidak akan pernah melupakan janji itu. Tidak pernah."
Dia menatap Freya. "Maukah kau menjaganya untukku?" Freya mengangguk, air mata mengalir dari matanya. Lena tersenyum lagi, matanya mulai menutup. Detik berikutnya Lena tidak bernapas lagi.
Luke menangis. Freya tidak ingin mengganggu momen dukanya, tapi mereka harus berlindung dari Ezra. Dia meletakkan tangannya di punggung Luke, memberikannya dukungan.
"Ayo, kita makamkan dia," katanya kepada Pangeran Rivalian itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top