22 | A Hole In My Heart
Terlepas dari protes Freya, Luke tidak akan tinggal di Demonio lagi. Dia tahu ada yang tidak beres, buku yang dibaca Kazimir benar-benar salah. Dia tahu itu, dia masih ingat ketika dia membaca buku ayahnya tiga tahun lalu dan tidak ada disebutkan cara untuk mematahkan kutukan itu. Tidak seperti buku versi Kazimir, jadi dia tahu ada yang tidak beres.
Kazimir mungkin mencoba mengelabui mereka. Tapi jika dia mencoba, apa motif di baliknya? Luke memahami politik, dia tahu bahwa orang-orang mengatakan Kazimir itu menakutkan dan licik dalam hal itu. Karena dia adalah pangeran Rivalian, Kazimir pasti menginginkan atau mengharapkan sesuatu darinya sebagai imbalan. Tapi apa yang bisa dia berikan padanya? Dia tidak memiliki banyak kekayaan untuk saat ini, atau kekuasaan atas sesuatu.
Luke benar-benar harus hati-hati sekarang. Dia tidak yakin apakah Kazimir bisa dipercayai atau tidak. Jika Kazimir memang merencanakan sesuatu di baliknya, dia tidak akan ragu untuk mengancamnya kembali, lagipula Alois ada di sisinya.
Mereka telah menempuh perjalanan selama tiga jam, Luke telah mengambil tempat Alois untuk mengendarai kereta kuda dan menemukan penginapan untuk beristirahat. Semoga kali ini tidak ada bahaya yang menimpa mereka. Penginapan itu termasuk murah, karena berada di perbatasan Einheit dan Demonio. Mereka harus menunggu sampai Gwen dan Matthias tiba.
Sebelum berangkat, Luke sudah mempersiapkan cukup d'or untuk dibawa dalam perjalanan. Untungnya dia hanya perlu mengeluarkan satu koin emas dan satu perak untuk mereka bertiga. Freya sudah pergi ke kamarnya, begitu juga dengan Alois. Jadi Luke sendirian, dia sangat bosan dan memutuskan untuk mencari bar di dekat penginapan itu.
Tapi sebelum pergi, dia berganti pakaian dan menukarkan d'or nya dengan beberapa koin emas Einheit. Alasannya cukup sederhana, agar tidak ada yang mencurigainya berasal dari Rivalian. Dia mengira berita tentangnya sudah tersebar, mengingat Lord Lyall yang hadir di pesta malam itu, kabar seorang pangeran yang melarikan diri pasti menarik bagi sebagian orang.
Dia bisa saja diculik dan mereka akan menjadikannya tawanan untuk memeras ayahnya demi kekayaan. Untuk menghindari risiko-risiko terjadinya kejadian tersebut, dia hanya harus berpura-pura menjadi pengembara lagi, seperti biasanya.
Dia menemukan satu bar yang cukup ramai. Orang-orang yang ada di sana memberikannya tatapan aneh saat dia melangkah masuk ke dalam, mungkin karena wajahnya yang lebih mirip anak dibawah umur. Mengabaikan tatapan itu, dia memesan bir seperti biasanya. Segelas bir datang tak lama kemudian dan Luke memilih duduk di sudut, agak jauh dari orang-orang. Tapi bukan berarti dia duduk sendirian.
"Apa yang kau lakukan di sini, Nak? Apakah orang tuamu baru saja mengusirmu dari rumah mereka dan kau memutuskan untuk mabuk?" tanya seorang wanita yang kebetulan duduk di dekatnya. Luke sejujurnya sedang tidak dalam suasana hati yang bagus untuk menjawab pertanyaan tersebut. Perjalanan dari Rivalian ke Einheit lalu ke Demonio lalu ke Einheit lagi cukup melelahkan.
"Tidak, aku yang memutuskan untuk kabur," jawabnya sambil meneguk bir tersebut.
"Apakah kau seorang bangsawan atau hanya anjing liar?"
Luke melirik wanita itu lagi. "Anjing liar, jika itu menyenangkanmu." Istilah Einheit cukup aneh. Wanita itu memutar matanya, tetapi secara mengejutkan tersenyum.
"Bagus, karena jika kau bangsawan, aku mungkin akan berteriak di depanmu."
"Kenapa kau ingin melakukan itu?" Dia meneguk birnya lagi dan hanya fokus pada birnya. Tidak dalam suasana hati yang tepat untuk menghadapi wanita itu.
"Para bangsawan di sini telah mengabaikan banyak masalah. Seperti teror pembunuh satu bulan lalu, perampokan, penganiayaan, dan masih banyak lagi." Nah, itu sebenarnya menarik. Karena apa yang dikatakan wanita itu memang benar. Sebagai seorang bangsawan sendiri, Luke telah mengabaikan banyak masalah yang terjadi. Seperti teror pembunuh itu, perdagangan ras di Gaetta, pengkhianatan beberapa Druid, dan balas dendam Freya.
Itu sifatnya yang jelas perlu diperbaiki. Begitu dia bebas dari kutukan, dia bersumpah dia akan menjadi bangsawan yang lebih baik. Untuk saat ini, dia hanya ingin fokus pada dirinya sendiri dan bagaimana cara mematahkan kutukannya.
"Kalau saja mereka dan cukup hati nurani untuk peduli pada kami rakyat biasa ini, mereka pasti sudah mengambil tindakan," ujar wanita itu lagi. "Seperti Raja Arlan. Dia adalah raja yang baik, temanku dari Troich telah memberi tahuku bahwa dia menyediakan perlindungan bagi rakyat kecil dan membangun tempat berlindung untuk mereka semua selama teror pembunuhan itu."
"Mengapa kau tidak pergi ke Troich?"
Wanita itu terkekeh. "Sejak pangeran Rivalian menghilang, Lord Lyall tidak mengizinkan kami meninggalkan Einheit."
"Apakah kau menyalahkannya untuk itu?" Kali ini, Luke menatap wajah wanita itu. Wanita itu memiliki mata hitam dengan lingkaran yang hampir sama hitamnya mengelilingi matanya. Juga, dia terlihat sangat mabuk.
"Pangeran itu sendiri adalah seorang bangsawan, tentu saja aku menyalahkannya. Tapi aku tidak menyalahkannya karena melarikan diri, tetapi fakta bahwa dia atau raja Rivalian tidak melakukan apa-apa saat teror terjadi di Rivalian." Wanita itu menoleh padanya. "Bagaimana menurutmu, anak muda?"
"Kau benar. Mungkin mereka terlalu sibuk dengan kehidupan royalis mereka, begitu sibuk sampai mereka tidak peduli sedikit pun pada kita." Ada kemungkinan terjadi pemberontakan di sekitar sini. Nah, dia tidak bermaksud menghakimi sistem pemerintahan Lord Lyall, tapi mendengar kata-kata seperti itu diucapkan bahkan dari wanita mabuk sekalipun, dia tahu bahwa kehidupan di Einheit tidak makmur lagi.
Wanita itu berdiri, dan membayar minumannya. Luke mengira dia akan pergi setelah itu, tapi ternyata tidak. "Kalau begitu, Nak, kau harus mengikutiku. Beberapa orang mungkin senang mendengar pendapatmu." Oh, ini sangat menarik sekarang.
Dia terus mengikuti wanita itu sampai mereka mencapai sebuah rumah. Itu bukan rumah yang benar-benar bagus, untuk selera Luke. Itu hampir sama dengan gubuk tua yang ditemukannya dengan Freya di Troich. Wanita itu mengetuk tiga kali sebelum seseorang membukakan pintu untuk mereka. Seorang pria dengan rambut hitam membuka pintu itu. Pria itu terlihat lelah. Lingkaran hitam di bawah matanya, hidung bengkok, dan pipi lebam.
"Siapa lagi yang kau bawa ke sini, Lena?" tanya pria itu.
"Anak ini adalah salah satu dari kita, dia setuju dengan pemikiran kita tentang para bangsawan," kata Lena. Luke tidak ingat kapan dia mengatakan dia adalah salah satu dari mereka.
Pria itu menghela napas. "Lena, biarkan anak itu pergi. Maaf, Nak, kau bisa pulang." Luke bisa melihat sedikit kekhawatiran di mata pria itu, jadi dia hanya mengangguk dan ketika dia hendak membalikkan punggungnya, Lena meraih tangannya dengan agresif.
"Aku tidak akan melepaskan anak ini," kata Lena garang. Luke mencoba menarik tangannya, tapi Lena menggenggamnya lebih erat lagi.
"Dia tidak bisa berbuat apa-apa! Dia hanya anak laki-laki biasa, Lena, lupakan saja." Pria itu menyilangkan tangannya. Serius, jika Freya tiba-tiba datang ke sini, Luke akan sangat bersyukur. Dia mungkin salah, mungkin tidak ada pemberontakan sama sekali. "Kau mabuk, lagi."
Wanita itu tidak menjawab, malah melepaskan tangan Luke perlahan. Apakah mereka suami istri? Karena jika memang demikian, Luke telah terjebak dalam situasi paling canggung dalam hidupnya. Lena tiba-tiba mulai menangis, dan Luke mundur, memberinya ruang yang jelas dibutuhkannya. Pria itu memeluknya, membisikkan sesuatu yang tidak bisa didengar Luke.
"Pulanglah, Nak," kata pria itu kepadanya. "Maafkan dia. Dia hanya ... mabuk."
Luke mengangguk lagi dan memutuskan ini waktu yang tepat untuk pergi. Jadi dia melakukannya dan berjalan kembali ke penginapan. Jelas ada yang aneh, wanita itu berbicara seolah-olah para bangsawan sudah melakukan sesuatu kepadanya, bukan hanya kepada rakyat Einheit saja. Pasti ada sesuatu dibalik reaksi histeris nya tadi.
Dia terus berjalan sampai ke penginapan. Begitu dia masuk, dia melihat teman-temannya sedang berkumpul di satu meja, berdiskusi tentang sesuatu sambil sarapan. Dia juga melihat seorang wanita yang kemungkinan adalah Aisha.
Dia menghampiri mereka dengan seringai lebar di wajahnya. "Wah, kalian sarapan tanpa aku?" candanya. Dia duduk di kursi kosong, di sebelah Gwen. "Terima kasih untuk selimutnya, aku menyukai itu."
"Aku tahu," kata Gwen. "Kau tidak sarapan? Dagingnya enak."
"Kecuali kau punya selera yang lebih bagus," bisik Aisha.
Luke menggelengkan kepalanya. "Terima kasih, lovely Gwen, tapi aku sudah sarapan."
"Memangnya bir terhitung sebagai sarapan?" tanya Alois yang hanya duduk di samping Matthias, tidak memakan apapun seperti yang lainnya. Luke memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan itu.
"Ke mana kau pergi?" tanya Freya. "Aku mencarimu di bar tapi kau tidak ada di sana." Gadis itu tampak kesal, tapi Luke bisa melihat sedikit kekhawatiran di mata abu-abunya.
"Yah, aku punya sedikit bisnis." Luke bersandar di kursinya, menatap Aisha. "Aku Luke."
"Aku Aisha, senang bertemu denganmu." Dia mencondongkan tubuh ke arahnya dan membisikkan sesuatu padanya. "Freya sangat mengkhawatirkanmu. Dia pikir kau ditangkap atau diculik lagi." Luke menatap Freya, yang memelototinya. Luke mengedipkan salah satu matanya dan tersenyum padanya, bukan seringai nakal seperti yang selalu dia tunjukkan.
"Katakan padanya aku sangat tersentuh," bisiknya pada Aisha.
Mereka semua duduk diam, menikmati sarapan dan setelah selesai, Luke duduk tegak di kursinya. Dia melihat masing-masing dari mereka, betapa sempurna tim yang dia buat. Dua penyihir, jika Aisha dihitung sebagai salah satu dari mereka, vampir, hibrida yang mewakili ras Elf dan Druid, werewolf, dan dua Druid. Jack tidak ada di sini, ya, tapi dia masih bagian dari tim yang dia buat ini.
Jika mereka menyatukan kekuatan mereka, tidak ada yang bisa melawan mereka. Akan mudah menemukan bagian kekuatan cahaya itu.
"Teman-teman, aku ingin kita menemukan istana lama De Leroy." Dia meletakkan catatan yang dia tunjukkan kepada Alois dan Freya di tengah-tengah meja agar mereka semua dapat melihatnya. Dia juga menjaga suaranya rendah, supaya tidak ada yang mendengarnya berbicara tentang hal seperti ini.
"Tunggu, kenapa kita harus ke sana?" tanya Matthias.
"Aku ingin melihat istana itu karena aku yakin ada petunjuk di sana," balasnya. "Bagaimana menurut kalian?"
"Kau gila," sahut Gwen. "Istana itu sudah berusia sekitar ... seribu lima ratus tahun, mustahil masih berdiri. Lagipula, di Einheit, tidak ada istana lain selain yang ditempati oleh Lord Lyall dan keluarganya."
"Dia benar," ujar Freya. "Luke, aku mengerti kau sangat ingin menghilangkan kutukanmu, tapi ada cara lain untuk itu. Cara ini terlalu berisiko."
"Kau sangat putus asa untuk menghilangkan kutukan itu sehingga kau akan melakukan berbagai cara, 'kan?" Aisha menghela napas. "Tapi kau juga egois menempatkan kami dan dirimu sendiri dalam bahaya."
"Aku akan membantu, Luke, apapun asal kau baik-baik saja," timpal Alois.
"Jangan menyemangatinya," desis Freya padanya.
Dia melihat ke Matthias, yang benar-benar bingung. "Tunggu, kau ingin mendengar pendapatku juga?"
"Tentu saja, kau temanku. Katakan, Matty, bagaimana menurutmu?" Dia tersenyum pada pria itu. Menurut reaksi ini, Luke tahu bagaimana keluarga kerajaan Einheit telah mengacaukan rakyat mereka. "Jangan khawatir, aku akan mendengar apapun itu."
"Aku rasa ini berbahaya. Maksudku, bagaimana jika istana itu dijaga oleh banyak sekali penjaga dan mereka melaporkanmu kepada Lord Lyall atau bangsawan lainnya? Kau-kita bisa saja tertangkap."
Luke tetap diam. Dia perlu menguraikan pendapat mereka, lagipula, itulah yang dilakukan raja yang baik. Mendengarkan rakyatnya. Mereka semua menganggap rencananya gila, berbahaya, dan putus asa, tapi itu tidak akan menghentikannya. Saat ini, dia bukan raja. Masyarakat tidak akan menerima dia sebagai raja mereka jika dia masih memiliki tanda kutukan di tubuhnya.
"Kita akan pergi," katanya. "Aku tahu ini berbahaya. Tapi aku ingin kutukanku hilang. Jika kutukan ini hilang, orang-orang tidak akan membenciku lagi, 'kan?"
"Tidak ada yang membencimu karena itu," kata Aisha. "Kami juga tidak."
Luke tersenyum pahit pada mereka. Mereka tidak tahu betapa sulitnya hidupnya sejak kelahirannya. Dia tumbuh di istana, ya, dia memiliki semua yang dia inginkan? Juga ya. Tapi dia selalu merasakan kesepian. Dia mendengar para pelayan dan pengasuh berbicara tentangnya setiap hari. Mengeluh tentang bagaimana mereka harus melayani dan menjaga seorang monster.
Kemudian kutukannya hilang dan mereka semua menghargai keberadaannya. Mereka tidak membencinya lagi, mereka memujinya. Dia juga bisa hidup bersama ayahnya setelah kutukan itu hilang. Rakyat Rivalian bahkan menyukainya lebih dari Lucien. Sekarang, beri tahu dia bagaimana mungkin dia tidak ingin kutukan ini hilang?
"Kau benar," katanya pada akhirnya. "Tapi aku benar-benar ingin kutukan ini hilang."
"Luke-" Dia berdiri dan berjalan keluar, mengabaikan Freya yang memanggil namanya.
Di luar, dia berlari secepat yang dia bisa. Dia berhenti ketika dia sampai di hutan. Dia menendang dan meninju salah satu pohon itu, tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan benar. Kemudian dia merasa lelah, dia bersandar di pohon, membiarkan tubuhnya merosot ke tanah. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya, sedih, kesal, atau marah.
Dia membuka sarung tangannya, membiarkan darah yang ada di tangannya menetes ke rumput-rumput di sekitarnya. Melihat kutukan di tangan kirinya membuatnya muak, selalu diingatkan akan tanda hitam itu yang akan memenuhi seluruh tubuhnya dalam waktu dekat. Luke ingin itu hilang selamanya dan tidak pernah kembali lagi, sehingga orang-orang akan mencintainya secara permanen, bukan hanya sementara.
"Nak!" Dia mendongak, melihat Lena berlari ke arahnya. "Di sini kau rupanya." Luke menghela napas, mengangguk padanya, tidak tahu respon apa yang harus dia berikan. "Mengapa kau menangis di sini?"
"Tidak apa-apa, aku hanya ... yah, tidak ada."
Lena berjongkok di depannya. "Aku bisa menolongmu. Lagipula, kau harus pergi dari hutan ini. Banyak makhluk-makhluk mengerikan yang bersembunyi di sini. Kau tidak akan aman. Ikutlah denganku, kali ini suamiku tidak akan mengusirmu."
"Apakah kau kasihan padaku?" tanyanya. "Aku hanyalah anak laki-laki yang terlalu egois."
"Tidak, Nak, aku serius. Biarkan aku membantumu." Lena menarik salah satu tangannya yang berdarah karena dia meninju pohon terlalu keras. Mengejutkannya, dia menyembuhkan luka itu. Sensasi yang dia rasakan tidak sama dengan yang dia rasakan saat Freya menyembuhkannya. Dia merindukan rasa hangat itu di tangannya, bukan rasa dingin ini. Sihir Lena terasa seperti musim dingin yang tidak berkesudahan. "Kau putra Ratu Lucianna, 'kan?"
Mata Luke melebar. Wanita ini sangat membenci bangsawan, dan dia mengetahui tentang ibunya? Terlebih lagi, dia sangat ingin membantu Luke. Aneh sekali.
"Aku adalah sahabatnya. Aku terlalu mabuk untuk menyadari bahwa kau sangat mirip dengannya. Aku yakin semua orang telah memberi tahumu bahwa dia tinggal di Einheit selama beberapa tahun. Selama tahun-tahun itu, aku adalah sahabatnya."
"Kau tidak membencinya karena dia salah satu bangsawan?"
Lena tertawa. "Ibumu dan kau adalah pengecualian. Akan ku ceritakan lebih lagi tentang ibumu ketika dia tinggal di Einheit, jika kau setuju untuk keluar dari hutan berbahaya ini." Merasa tidak ada pilihan lain, Luke akhirnya setuju.
Di perjalanan, Lena berkata kepadanya, "Aku bertaruh namamu adalah Nikolai, ibumu selalu menyukai nama itu."
"Namaku Lucanne, atau Luke. Tapi kau bisa memanggilku Nikolai jika kau mau."
Lena tersenyum. "Kau baik sekali, tapi aku lebih suka Luke."
Samar-samar, dia bisa mendengar seseorang meneriakkan namanya dengan keras. Seperti Freya. Tapi mengapa Freya ada di sini? Selain itu, dia perlu fokus pada apa yang akan datang untuknya. Dia tidak bisa mempercayai Lena begitu saja, hanya karena dia adalah teman ibunya bukan berarti wanita itu tidak bisa menusuknya dari belakang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top