otoriter itu buruk (?)

Assalamu'alaikum, sahabat pemimpi.

Seperti yang sudah dijanjikan di chapter 2 ini adalah artikel yang temanya sudah ditentukan, akan ada 30 tema yang semoga bisa menyelesaikan semuanya.

Dan kali ini akan membahas tentang gaya pengasuhan atau parenting style.

Kalian tau? Jika pola asuh sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental anak.

Karena keluarga adalah lembaga pertama seseorang, dan di sinilah sikap, sifat, mental mereka dibentuk. Ingat istilah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya'? Buah di sini adalah si anak dan pohon adalah orangtua. Bagaimana sifat anak kelak, bisa dilihat dari sifat orangtuanya.

Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, sehingga tak jarang mereka tidak menyadari telah menerapkan pola asuh yang kurang tepat. Mereka berharap anaknya menjadi seperti yang mereka impikan tanpa perduli dengan apa yang anak mau.

Mereka cenderung kaku, cenderung berperan sebagai pengawas (controller), mengesampingkan pendapat anak, mereka juga menerapkan hukuman apabila ada salah satu peraturan yang sudah diterapkan dilanggar oleh anak. Hukumannya bisa berupa kekerasan; dipukul atau dikurung dalam kamar/ kamar mandi/ gudang dan lain sebagainya. Mereka tidak sadar jika hukuman yang mereka terapkan justru membuat anak menjadi ketakutan atau bahkan trauma. Sehingga hubungan pribadi antara anak dan orangtua menjadi renggang. Dan cenderung menutup jalan musyawarah. Itulah yang dinamakan pola asuh otoriter.

Melihat dari ciri-cirinya pola asuh ini memiliki banyak dampak negatif. Dan berikut beberapa dampak yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter:

Anak cenderung takut untuk melakukan hal baru, mereka tidak percaya dengan kemampuan mereka sendiri.

Harga dirinya rendah, karena si Anak merasa tidak dilihat dan didengar. Mereka hanya melakukan apa yang diinginkan dan diperbolehkan oleh orangtua. Merasa pendapatnya tidak berharga, dan ia merasa jika ia tak berhak memiliki suara untuk kehidupannya sendiri.

Menjadi bersikap pasif, tidak bisa mengambil sebuah tanggung jawab.

Merasa tidak bahagia, merasa terkekang karena pendapatnya selalu ditolak, apa yang dia mau tak bisa ia lakukan,

Ia merasa selalu diawasi tindak-tanduknya. Sehingga ia hanya akan patuh jika ada orangtuanya saja atau jika hanya ada yang mengawasi.  Ia patuh karena takut akan terkena hukuman.

Dampak lain dari pola asuh ini adalah  mengadopsi pola pikir dualistis, si Anak dengan pola asuh otoriter melihat dunia hanya ada dua hal; hitam dan putih atau baik dan buruk. Ia tak memiliki toleransi terhadap perbedaan pendapat. Ia juga tidak bisa menentukan apa yang ia sukai dan tidak disukai. Menekan dan menyangkal perasaannya sendiri, dan jika terus berlanjut maka ia akan menyimpan kemarahan dan membenci dirinya sendiri, sehingga menimbulkan depresi.

Dari sekian banyaknya dampak negatif dari pola asuh otoriter, pola asuh ini banyak yang tidak menyarankan atau bahkan kurang setuju jika diterapkan dalam sebuah keluarga.

Namun, nyatanya ada beberapa fakta penelitian menunjukkan pola asuh otoriter juga memiliki dampak positif. Semuanya tergantung kapan dan kepada siapa pola asuh itu diterapkan.

Menurut Baumrind (1996) pola asuh otoriter cocok diterapkan untuk anak usia dini tapi tidak untuk anak usia remaja, karena ketika sudah memasuki masa remaja, anak sudah bisa berpendapat, mereka ingin didengar, mereka ingin diberi kepercayaan. Apabila ingin menerapkan aturan pada anak remaja, haruslah disertai dengan alasan yang bisa dimengerti olehnya.

Dan menurut penelitian Chao (2001), pola ini cocok untuk keluarga China-Amerika tapi tidak cocok untuk keluarga Eropa-Amerika. Chao percaya dengan pola asuh otoriter akan membawa dampak positif untuk perkembangan anak.

Sedangkan penelitian dari El Hafiz dan Nuramalina (2015) menujukkan bahwa sikap sabar yang dimikili anak memiliki potensi sebagai mediator dari pengaruh yang positif antara religiusitas dan kemampuan negosiasi konflik integratif. Kesabaran didefinisikan sebagai menahan emosi, perkataan, perbuatan untuk patuh dalam sebuah aturan. Kesabaran juga merupakan karakter yang baik serta disebut sebagai aspek penting untuk kesejahteraan.

Penelitian yang dilakukan oleh Steinberg, dkk (1994) menunjukkan bahwa pola asuh demokratis dan otoriter sama-sama memiliki dampak positif terhadap gangguan pada masa remaja. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Subhan El Hafiz dan Abdul A'la Almaududi dari fakultas Psikologi Unibersitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, yang bertajuk 'Peran Pola Asuh Otoriter Terhadap Kematangan Emosi Yang Dimoderatori Oleh Kesabaran'.

Berdasarkan penelitian pola asuh otoriter orangtua akan memberi pengaruh yang signifikan bersama kesabaran terhadap kematangan emosi anak. Orangtua perlu melatih kemampuan anak dalam bersabar agar memperoleh dampak positif dari pola asuh otoriter sehingga bisa menghindari dampak negatifnya.

Memang tidak ada pola asuh yang ideal, orangtua harus mengkombinasikannya sesuai dengan situasi dan kondisi anak.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Apabila ada kesalahan informasi tolong dibenarkan. Terima kasih. Dan sampai jumpa di chapter berikutnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

*Jangan lupa bermimpi.


Sumber:

1. https://asy-syaamil.com/inilah-ragam-parenting-style-beserta-kekurangan-kelebihannya/

2. https://id.theasianparent.com/dampak-pola-asuh-otoriter/amp

3. https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/iinnadliroh/5bc2bbd2ab12ae2e9b46aa24/4-jenis-gaya-pengasuhan-dan-dampaknya-pada-anak?espv=1

4. https://www.google.com/amp/s/beritagar.id/index.php/artikel-amp/gaya-hidup/orangtua-santai-masa-depan-anak-cerah?espv=1

5.
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/m/index.php?r=tpost/xview&id=249900750

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top